Anda di halaman 1dari 32

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Intoksikasi makanan dan IFO berarti penyakit yang terjadi setelah
menyantap peptisida dan makanan mengandung racun yang dapat berasal
dari mikroba yang mampu menghasilkan racun. Pada dasarnya, racun ini
mampu merusak semua organ tubuh manusia, tetapi yang paling sering
terganggu adalah saluran cerna dan sistem saraf. Gangguan saluran cerna
bermanifestasi sebagai sakit perut, rasa mual, muntah, dan terkadang
disertai diare. Sementara itu, gangguan sistem safar timbul sebagai rasa
lemah, gatal, kesemutan (parastesi), dan kelemahan (paralisis) otot
pernafasan. (Laksmono, 2007)
Angka kejadian kasus keracunan makanan dan IFO di Amerika Serikat
berkisar pada angka 6,5 sampai 81 juta kasus per tahun. Data KLB
keracunan pangan oleh BPOM (2012), menunjukkan bahwa telah terjadi
128 KLB keracunan pangan dan IFO di Indonesia pada tahun 2011.
Sebanyak 38 (29.69 %) KLB keracunan pangan tersebut diakibatkan oleh
cemaran mikroba, 19 (14.84 %) akibat keracunan cemaran kimia dan bahan
kimia (IFO) dan 71 (55.47 %) tidak diketahui penyebabnya. Selain itu, dari
data tersebut menunjukkan bahwa kasus keracunan pangan di Indonesia
pada tahun 2011 disebabkan oleh masakan rumah tangga 58 KLB (45.31
%), pangan olahan 16 KLB (12.50 %), pangan jasa boga 30 KLB (23.4 %),
pangan jajanan 16 KLB (12.50 %), dan IFO 8 KLB (6.25 %). Dari berbagai
kasus keracunan tersebut, ternyata yang menjadi penyebabnya adalah
rendahnya kebersihan individu maupun sanitasi lingkungan. (Laksmono,
2007)
Intoksikasi makanan dan IFO terjadi jika jasad renik yang terkonsumsi
mampu menghasilkan racun sambil bereproduksi di dalam saluran cerna.
Artinya, bukan hanya jasad renik yang membahayakan, melainkan racun
yang dihasilkannya. Clostridium perfringers and E. Coli O157:H7 adalah
1

sebagian dari golongan ini. Sedangkan Foodborne intoxications terjadi


akibat mengonsumsi makanan yang telah mengandung racun. Racun ini
terlepas selama pertumbuhan bakteri (enterotoksin). Penyakit yang
dilatarbelakangi oleh toksin ini biasanya cepat bermanifestasi. Zat beracun
dapat berupa zat kimia yang berbahaya atau tidak berbahaya dalam jumlah
kecil, tetapi sangat beracun dalam jumlah besar. Zat berbahaya tersebut
menyelinap, selanjutnya masuk ke dalam tubuh manusia, tumbuhan, atau
binatang tanpa disengaja mulai dari saat bertunas, masa pemupukan,
pemrosesan, atau akumulasi selama penyimpanan di dalam kemasan logam.
Jasad renik dapat pula menyelinap ke dalam makanan melalui daging
binatang yang terinfeksi, pemrosesan bahan pangan, atau lingkungan tempat
bahan tersebut diolah. Sewaktu jasad renik berada di dalam makanan,
organisme tersebut tidak hanya berkembang biak, tetapi juga menghasilkan
racun. (Arisman, 2009)
Tingginya angka kejadian intoksikasi makanan dan IFO menjadikan
pentingnya pembahasan mengenai intoksikasi makanan dan IFO secara rinci
beserta asuhan keperawatannya. (Riyawan, 2014)

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian intoksikasi makanan ?
2. Apa etiologi intoksikasi makanan ?
3. Apa manifestasi klinis intoksikasi makanan ?
4. Bagaimana patofisiologi dan WOC intoksikasi makanan ?
5. Bagaimana pemeriksaan diagnosis intoksikasi makanan ?
6. Bagaimana penatalaksanaan intoksikasi makanan ?
7. Apa komplikasi intoksikasi makanan ?
8. Bagaimana prognosis intoksikasi makanan ?
9. Apa pengertian Insektisida Fosfat Organic (IFO) ?
10. Apa sifat Insektisida Fosfat Organic (IFO) ?
11. Apa saja jenis Insektisida Fosfat Organic (IFO) ?
12. Bagaimana pathogenesis Insektisida Fosfat Organic (IFO) ?
13. Apa manifestasi klinis intoksikasi Insektisida Fosfat Organic (IFO) ?
14. Apa saja pemeriksaan diagnosis intoksikasi Insektisida Fosfat Organic
(IFO) ?
15. Bagaimana penatalaksanaan intoksikasi Insektisida Fosfat Organic
(IFO) ?
2

16. Bagaimana prognosis intoksikasi Insektisida Fosfat Organic (IFO) ?


17. Apa contoh makanan dan Insektisida Fosfat Organik (IFO) penyebab
intoksikasi dan bagaimana penatalaksanaannya ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Setelah mengikuti pembelajaran diharapkan mahasiswa memahami materi
intoksikasi makanan dan Insektisida Fosfat Organic (IFO) dengan baik.
1.3.2 Tujuan Khusus
Setelah mengikuti proses pembelajaran mahasiswa dapat :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.

Menjelaskan pengertian intoksikasi makanan


Menjelaskan etiologi intoksikasi makanan
Menjelaskan manifestasi klinis intoksikasi makanan
Menjelaskan patofisiologi dan WOC intoksikasi makanan
Menjelaskan pemeriksaan diagnosis intoksikasi makanan
Menjelaskan penatalaksanaan intoksikasi makanan
Menjelaskan komplikasi intoksikasi makanan
Menjelaskan prognosis intoksikasi makanan
Menjelaskan pengertian Insektisida Fosfat Organic (IFO)
Menjelaskan sifat Insektisida Fosfat Organic (IFO)
Menjelaskan jenis Insektisida Fosfat Organic (IFO)
Menjelaskan pathogenesis Insektisida Fosfat Organic (IFO)
Menjelaskan manifestasi klinis intoksikasi Insektisida Fosfat Organic

(IFO)
14. Menjelaskan pemeriksaan diagnosis intoksikasi Insektisida Fosfat Organic
(IFO)
15. Menjelaskan penatalaksanaan intoksikasi Insektisida Fosfat Organic (IFO)
16. Menjelaskan prognosis intoksikasi Insektisida Fosfat Organic (IFO)
17. Menjelaskan contoh makanan dan Insektisida Fosfat Organik (IFO)
penyebab intoksikasi dan penatalaksanaannya
1.4 Manfaat
Mahasiswa mengetahui tentang keperawatan gawat darurat lanjut pada klien
denagn kasus intoksikasi makanan dan Insektisida Fosfat Organic (IFO) dan
mampu mengaplikasikan asuhan keperawatannya secara komprehensif.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Intoksikasi Makanan
Menurut Arisman (2009), makanan adalah sesuatu yang mengandung zatzat (nutrient) yang digunakan untuk kelangsungan hidup manusia. Makanan
mengandung zat yang dibutuhkan manusia dan secara kontinu dibutuhkan
setiap hari. Berbagai bahaya dapat terjadi berhubungan dengan makanan.
Bahaya itu mungkin karena proses yag terjadi pada makanan itu atau
merupakan sifat yang sudah ada atau zat yang berbahaya dari luar masuk
dan mengotori makanan itu. Bahaya yang dapat terjadi dari makanan adalah
keracunan. Racun yang terdapat dalam makanan mungkin merupakan racun
alam yang sudah ada dalam makanan itu yang baik di sengaja atau tidak
tercampur dalam makanan. Racun dalam makanan dapat berasal dari :
1. Racun alami, berbagai bahan makanan baik nabati maupun hewani yang
mengandung racun yang pada umumnya sudah di kenal oleh
masyarakat, yaitu: singkong yang mengandung HCN, cendawan dapat
mengandung muskarin, biji bengkuang mengandung pakpakrizida, dan
jengkol mengandung asam jengkol.
2. Racun yang berasal dari luar makanan, misalnya sayuran yang
terkontaminasi oleh insektisida racun yang berbentuk bubuk di sangka
tepung.
3. Racun yang disebabkan karena mikroorganisme yang terdapat pada
makanan, misalnya Clostridium botulium, mengeluarkan toxin yang
menyerang saraf, Streptococcus, menyebabkan diarrhea, Trichinella
spiralis pada daging sapi dan babi yang sakit.

2.2 Etiologi Intoksikasi Makanan

Menurut Arisman (2009), keracunan makanan seringkali disebabkan


karena beberapa hal seperti (1) bahan asing anorganik/organik yang secara
sengaja/tidak tercampur pada makanan saat proses pembuatan atau
pengawetan; (2) adanya racun dalam makanan itu, misalnya keracunan ikan,
jamur, singkong; (3) terdapat kuman/parasit dalam makanan, misalnya E.
histolisia, Salmonella, dan lain-lain; (4) terdapat toxin kuman dan makanan,
misalnya Cl. botulinum, Staphylococcus toxic, keracunan tempe.
Beberapa tindakan dapat mencegah atau mengurangi terjadinya
keracunan bahan makanan, yaitu: 1) kebersihan pribadi (personal hygiene),
mencuci bersih tangan dengan air bersih mengurangi terjadinya keracunan
akibat kontaminasi bahan racun yang terbawa oleh tangan; 2) kebersihan
lingkungan

(environmental

hygiene),

penyimpanan

makanan

harus

diusahakan sedemikian rupa sehingga tidak dikotori oleh serangga atau


binatang. Penyegar udara di ruangan penyimpanan harus baik untuk
mencegah kerusakan makanan; dan 3) pengolahan dan penyajian yang baik
dan bersih, suhu pada saat memasak harus tinggi untuk mematikan kuman
tetapi tidak boleh terlalu tinggi sehingga merusak zat makanan dan
mengurangi gizi.
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan keracunan, antara lain:
1. Membeli makanan yang sudah terkontaminasi oleh bahan racun. Racun
tersebut bisa berasal dari insektisida tanaman maupun zat warna yang
digunakan untuk mewarnai makanan. Sekarang ada kecenderungan
masyarakat membeli bahan makanan yang murah karena pertimbangan
ekonomis tetapi mereka tidak sadar dari bahan apa makanan itu dibuat,
misalnya kerupuk, biscuit dengan warna yang bermacam-macam.
2. Membeli makanan yang sudah busuk dan sudah saatnya dibuang,
misalnya tempe bongkrek.
3. Menggunakan zat kimia yang berlebihan dalam proses pembuatan
makanan, misalnya pemberian vetsin yang berlebihan, pemberian zat
warna yang berlebihan untuk pembuatan sirup.
4. Tidak teliti dalam membeli makanan yang diawetkan, misalnya
makanan dalam kaleng yang sudah rusak.

5. Tidak menjaga kebersihan dalam mengolah makanan, misalnya


mencuci beras yang telah di jamah tikus dengan tidak bersih, peralatan
dapur yang jarang dibersihkan. Dengan demikian keracunan makanan
lebih banyak dipengaruhi oleh ketidak hati-hatian atau kekurang
pahaman masyarakat konsumen produk makanan.
Selain itu etiologi yang muncul pada intoksikasi makanan adalah :
2.2.1
Mikroba
1. Escherechia coli pathogen
2. Staphilococus aureus
3. Salmonella
4. Bacillus parahemolyticus
5. Clostridium botulisme
6. Streptokkus
2.2.2
Bahan kimia
1. Peptisida golongan organofosfat
2. Organo Sulfat dan Karbonat
2.2.3
Toksin
1. Jamur
2. Keracunan singkong
3. Tempe bongkrek
4. Bayam beracun
5. Kerang
2.3 Manifestasi Klinis Intoksikasi Makanan
Menurut Riyawan (2014), kebanyakan makanan poisonings terwujud
dalam 2 sampai 6 jam setelah konsumsi terkontaminasi makanan atau air.
Ini disebut periode inkubasinya dan mungkin lebih lama atau pendek
tergantung pada penyebab infeksi.
Gejala umum keracunan makanan meliputi :
1.
2.
3.
4.

Sakit perut
Mual dan muntah
Sakit kepala
Kelemahan yang

5.
6.
7.
8.
9.

kelumpuhan
Diare-mungkin berair dan berlebihan atau mungkin berdarah
Demam dengan menggigil
Nyeri otot
Hiperaktivitas kelenjar ludah dan keringat
Gangguan saluran pencernaan

mungkin

parah

atau

bahkan

menyebabkan

10. Kesukaran bernafas


11. Anoreksia
12. Nyeri kepala
13. Rasa lemah
14. Rasa takut
15. Tremor
2.4 Patofisiologi dan WOC Intoksikasi Makanan
Menurut

Laksmono

(2007),

istilah

keracunan

makanan

(Food

poisonig/Food intoxication) sebaiknya jangan dicampuradukkan dengan


foodborne disease/illness. Meskipun keduanya ditularkan lewat makanan,
istilah terakhir ini mengacu pada semua mikroorganisme (bakteri, virus, dan
parasit)

tanpa

mempedulikan

mampu

tidaknya

mikroba

tersebut

menghasilkan racun. Selain itu, keracunan makanan hanya berkaitan dengan


makanan yang secara alami telah mengandung racun atau telah tercemar
oleh jasad renik penghasil racun.
Dalam praktiknya, foodborne illness dikelompokkan menjadi tiga, yaitu
fooborne

infections,

foodborne

toxicoinfections,

dan

foodborne

intoxications. Foodborne infections terjadi bila jasad renik patogen


terkonsumsi dan kemudian menetap di dalam tubuh. Biasanya, jasad renik
ini memperbanyak diri di dalam saluran cerna sambil mengiritasi dinding
saluran cerna, bahkan terkadang mengivasi jaringan. Contoh jasad renik
patogen golongan tersebut adalah Listeria, Salmonella, dan Campylobacter.
Akan tetapi, tidak semua Salmonella menimbulkan infeksi, sebagian varian
Salmonella lain ternyata mampu menghasilkan racun sehingga berperan
sebagai penyebab keracunan makanan.
Foodborne toxicoinfections terjadi jika jasad renik yang terkonsumsi
mampu menghasilkan racun sambil bereproduksi di dalam saluran cerna.
Artinya, bukan hanya jasad renik yang membahayakan, melainkan racun
yang dihasilkannya. Clostridium perfringers and E. Coli O157:H7 adalah
sebagian dari golongan ini. Foodborne intoxications terjadi akibat
mengonsumsi makanan yang telah mengandung racun. Racun ini terlepas
selama pertumbuhan bakteri (enterotoksin). Penyakit yang dilatarbelakangi

oleh toksin ini biasanya cepat bermanifestasi (lihat gambar 2.1 Klasifikasi
Penyebab Foodborne Disease).

Gambar 2.1 Klasifikasi Penyebab Foodborne Disease


Zat beracun dapat berupa zat kimia yang berbahaya atau tidak berbahaya
dalam jumlah kecil, tetapi sangat beracun dalam jumlah besar. Zat
berbahaya tersebut menyelinap, selanjutnya masuk ke dalam tubuh manusia,
tumbuhan, atau binatang tanpa disengaja mulai dari saat bertunas, masa
pemupukan, pemrosesan, atau akumulasi selama penyimpanan di dalam
kemasan logam. Jasad renik dapat pula menyelinap ke dalam makanan
melalui daging binatang yang terinfeksi, pemrosesan bahan pangan, atau
lingkungan tempat bahan tersebut diolah. Sewaktu jasad renik berada di
dalam makanan, organisme tersebut tidak hanya berkembang biak, tetapi
juga menghasilkan racun. Dalam waktu singkat, bahan beracun dalam
makanan

tersebut

mampu

menimbulkan

penyakit,

terutama

yang

mengganggu saluran cerna. Berdasarkan kecepatan timbulnya penyakit,


peristiwa tersebut disebut keracunan makanan. Karena gangguan utama
terpusat di saluran cerna, penyakit ini disebut gastroenteritis.

2.5 Pemeriksaan Diagnosis Intoksikasi Makanan


Menurut Riyawan (2014), pemeriksaan diagnostis intoksikasi makanan
meliputi :
2.5.1 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik diarahkan untuk menilai derajat deplesi cairan. Mulut
kering, tak ada keringat di ketiak, dan kencing yang berkurang
menandakan dehidrasi ringan. Hipotensi ortostatik, kulit yang kurang
lentur, dan mata cekung mencerminkan dehidrasi sedang. Sementara itu,
dehidrasi berat timbul sebagai hipotensi yang dikompensasi oleh
takikardia, delirium, dan syok.
2.5.2 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium mencakup pemeriksan darah, air seni, tinja.
Kultur tinja diindikasikan terutama bila pasien mengalami diare berdarah,
nyeri perut yang hebat, atau dalam keadaan immunocompromised.
Spesimen yang akan diperiksa di laboratorium sangat bergantung pada
penyebab dan jenis sampel. Spesimen harus segera diperoleh sebelum
pasien diberi obat karena obat dapat mengacaukan hasil uji mikrobiologis.
Sampel yang telah terkumpul disimpan dalam lemari es bersuhu C,
terhitung mulai saat terkumpul hingga diterima di laboratorium. Namun,
bila EHEC dicurigai sebagai penyebab, sampel harus dibekukan dalam
freezer agar toksin tidak rusak.
Pengambilan spesimen sangat bergantung pada situasi, yaitu dapat
diperoleh dari penderita, makanan sisa (termasuk sisa pangan yang belum
diproses), dan pengolah makanan. Spesimen yang harus dikumpulkan
meliputi tinja, urin, darah (serum), muntahan penderita, dan spesimen
kontrol (orang yang menyantap makanan yang sama, tetapi tidak jatuh
sakit). Pada kasus-kasus fatal, sampel darah, jaringan limpa, dan jaringan
hati juga perlu diambil. Apusan terhadap perkakas tempat makanan diolah,
juga harus dikumpulkan.
Pengumpulan sampel harus memenuhi berbagai kriteria, antara lain,
asepsis dan antisepsis; sampel makanan dikumpulkan (secepat mungkin)
secara asepsis untuk selanjutnya disimpan dalam kemasan yang steril. Jika
konsistensi makanan tersebut padat, ambil bagian tengah sebanyak 100200 gram. Makanan cair harus terlebih dahulu dikocok sebelum
10

dipindahkan sebagian ke dalam wadah steril. Proses pemeriksaan terhadap


daging sama seperti yang lain, yaitu potong sebagian (100-200 gram)
daging dan kulit dengan pisau steril, segera masukkan ke dalam wadah
plastik, dan kemudian segera simpan dalam kotak pembeku freezer). Pada
pengambilan apusan wajan bekas pengolahan makanan, kita menggunakan
kapas lidi yang sebelumnya telah dibasahi dengan pepton cair steril 0,1%.
Kapas lidi ini kemudian segera diletakkan di dalam media kaldu yang
diperkaya (enrichment broth). Air untuk memasak, sebagai tambahan,
diambil sebanyak kira-kira 1-5 liter.
Pewarnaan Gram dan Loeffler-methylene blue untuk memeriksa
kemungkinan keberadaan leukosit dalam tinja, hanya membedakan
penyakit apakah bersifat invasif atau tidak. Jika leukosit (atau eritrosit)
ditemukan, atau bila pasien juga mengalami demam lebih dari 3 hari,
sampel perlu dibiakkan, termasuk, tentu saja, kultur darah untuk menilai
apakah bakteremia telah terjadi. Selain itu, jangan mengabaikan
kemungkinan adanya infestasi parasit, terutama pada mereka yang kerap
bepergian.
Kultur tinja perlu dilakukan ketika pasien mengalami penurunan fungsi
kekebalan (immunocompromisecl), (hare berdarah, nyeri perut yang hebat,
atau bila gejala klinis berangsur parah atau membandel. Tambahan pula,
bila leukosit ditemukan dalam pemeriksaan tinja, yang mencerminkan
peradangan kolon yang luas (dijiise colonic inflammation), atau bila
diduga telah terjadi invasi (oleh Salmonella, Shigella, E. coll. atau
Campylobactet), kultur tinja menjadi suatu keharusan.
Darah pasien yang telah mengalami infeksi sistemik atau bakteremia
harus pula dikultur selain memeriksa kadar elektrolit, nilai BUN (Blood
Urea Nitrogen), dan kreatinin sebagai acuan dalam penilaian derajat
hidrasi dan respons peradangan.
2.5.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologis (foto polos abdomen) harus dilakukan bila
pasien mengeluh perut kembung, sakit perut hebat, atau dicurigai sudah
terjadi obstruksi atau perforasi. Jika diare telah bercampur darah,
sigmoidoskopi dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan diagnosis
11

penyakit lain yang bersamaan, seperti inflammatory bowel disease,


shigellosis, disentri amuba, atau diare yang terkait dengan penggunaan
antibiotik.

2.6 Penatalaksanaan Intoksikasi Makanan


Menurut Arisman (2009), langkah penatalaksanaan pada keracunan
2.6.1

makanan sebagai berikut :


Tindakan Emergency
Walaupun tidak dijumpai adanya kegawatan,setiap kasus keracunan
harus diperlakukan seperti keadaan kegawatan yang mengancam nyawa.
Penilaian terhadap tanda-tanda vital seperti jalan napas, sirkulasi,dan
penurunan kesadaran harus dilakukan secara cepat. Tindakan emergency
terdiri dari :
1. Airway : Bebaskan jalan nafas, kalau perlu lakukan intubasi.
2. Breathing : Berikan pernafasan buatan bila penderita tidak bernafas
spontan atau pernapasan tidak adekuat.
3. Circulation: Pasang infus bila keadaan penderita gawat dan perbaiki

2.6.2

perfusi jaringan.
Identifikasi Penyebab Keracunan
Bila mungkin lakukan identifikasi penyebab keracunan, tapi hendaknya
usaha mencari penyebab keracunan ini tidak sampai menunda usaha-usaha
penyelamatan penderita yang harus segera dilakukan. Upaya yang paling
penting adalah anamnese atau aloanamnesis yang rinci. Beberapa
pegangan anamnesis yang penting dalam upaya mengatasi keracunan,
ialah :
1. Kumpulkan informasi selengkapnya tentang seluruh obat yang
digunakan, termasuk yang sering dipakai.
2. Kumpulkan informasi dari anggota keluarga,teman dan petugas
tentang obat yang digunakan.
3. Tanyakan dan simpan sisa obat dan muntahan yang masih ada untuk
pemeriksaan toksikologi
4. Tanyakan riwayat alergi obat atau syok anafilaktik
Pada pemeriksaan fisik diupayakan untuk menemukan tanda/kelainan
fungsi autonom yaitu pemeriksaan tekanan darah, nadi, ukuran pupil,
keringat, air liur, dan aktivitas peristaltik usus.

12

2.6.3

Eliminasi
Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang
sadar atau dengan pemberian sirup ipecac 15 - 30 ml. Dapat diulang
setelah 20 menit bila tidak berhasil. Katarsis, ( intestinal lavage ), dengan
pemberian laksan bila diduga racun telah sampai diusus halus dan besar.
Kumbah lambung atau gastric lavage, pada penderita yang kesadarannya
menurun,atau pada penderita yang tidak kooperatif. Hasil paling efektif
bila kumbah lambung dikerjakan dalam 4 jam setelah keracunan.
Emesis,katarsis dan kumbah lambung sebaiknya hanya dilakukan bila
keracunan terjadi kurang dari 4 6 jam . pada koma derajat sedang hingga
berat tindakan kumbah lambung sebaiknya dukerjakan dengan bantuan
pemasangan pipa endotrakeal berbalon untuk mencegah aspirasi

2.6.4

pnemonia.
Anti dotum (Penawar Racun)
Atropin sulfat ( SA ) bekerja dengan menghambat efek akumulasi Akh
pada tempat penumpukan.
1. Mula-mula diberikan bolus IV 1 - 2,5 mg
2. Dilanjutkan dengan 0,5 1 mg setiap 5 - 10 - 15 menit sampai timbul
gejala-gejala atropinisasi (muka merah, mulut kering, takikardi,
midriasis, febris dan psikosis).
3. Kemudian interval diperpanjang setiap 15 30 - 60 menit selanjutnya
setiap 2 4 6 8 dan 12 jam.
4. Pemberian SA dihentikan minimal setelah 2 x 24 jam. Penghentian
yang mendadak dapat menimbulkan rebound effect berupa edema paru
dan kegagalan pernafasan akut yang sering fatal.
Sedangkan pertolongan pertama pada kasus keracunan makanan
diantaranya:
1.
Untuk mengurangi kekuatan racun, berikan air putih sebanyakbanyaknya atau diberi susu yang telah dicampur dengan telur mentah.
Agar perut terbebas dari racun, berikan norit dengan dosis 3-4

2.

tablet selama 3 kali berturut-turut dalam setia jamnya.


Air santan kental dan air kelapa hijau yang dicampur 1 sendok

3.

makan garam dapat menjadi alternatif jika norit tidak tersedia.

13

4.

Jika penderita dalam kondisi sadar, usahakan agar muntah.


Lakukan dengan cara memasukan jari pada kerongkongan leher dan
posisi badan lebih tinggi dari kepala untuk memudahkan kontraksi
Apabila penderita dalam keadaan p[ingsan, bawa egera ke rumah

5.

sakit atau dokter terdekat untuk mendapatkan perawatan intensif.


2.7 Komplikasi Intoksikasi Makanan
Menurut Riyawan (2014), komplikasi yang dapat terjadi pada keracunan
makanan bila tidak ditangani dengan cepat dan tepat, maka dapat terjadi
sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.

Kejang
Koma
Henti jantung
Henti napas
Syok

2.8 Prognosis Intoksikasi Makanan


Menurut Riyawan (2014), kasus yang ringan tidak membutuhkan terapi
selain anjuran rehidrasi oral. Kasus yang lebih berat mungkin perlu
mendapat cairan intravena. Indikasi pemberian antibiotik adalah septikemia
(yaitu demam, kultur darah positif). Siprofloksasin adalah antibiotik ini
pertama yang baik, aktif terhadap bakteri pathogen umum (Salmonella,
Shigella, dan Campylobacter spp.). Gejala persisten membutuhkan
pemeriksaan penunjang lebih lanjut. Penyebab tersering di antaranya adalah
hipolaktasia sekunder, patologi pada saluran pencernaan yang mendasari
(kolitis, penyakit seliaka), dan gangguan usus pascainfeksi.

2.9 Pengertian Insektisida Fosfat Organik (IFO)


Insektisida Fosfat Organik (IFO) adalah semua jenis cairan kimia yang
digunakan untuk membasmi hama terutama serangga. (Andri, 2015)
2.10 Sifat Insektisida Fosfat Organik (IFO)

14

Insektisida

penghambat

kholin

esterase

(cholinesterase

inhibitor

insecticide) merupakan insektisida poten yang paling banyak digunakan


dalam pertanian dengan toksisitas yang tinggi. Dapat menembus kulit yang
normal, dapat diserap lewat paru dan saluran makanan, tidak berakumulasi
dalam jaringan tubuh seperti halnya golongan IHK. (Andri, 2015)
2.11 Jenis Insektisida Fosfat Organik (IFO)
Menurut Andri (2015), jenis Insektisidda Fosfat Organik (IFO) yaitu :
2.11.1
Insektisida untuk dipakai dalam pertanian :
1. Tolly (Malathion) Parathion
2. Basudin Diazinon
3. Phosdrin Systox
2.11.2 Insektisida untuk keperluan rumah tangga
1.
Mafu (DDVP = Dichiorvos) Baygon (DDVP + Propoxur)
2.
Raid (DDVP + Propoxur) Startox (DDVP + Allethrin)
3.
Shelltox (DDVP + Pyrethroid)
2.12 Pathogenesis Intoksikasi Insektisida Fosfat Organik (IFO)
Menurut Andri (2015), pathogenesis Intoksikasi Insektisida Fosfat Organik
(IFO) adalah sebagai berikut :
1. IFO bekerja dengan cara menghambat (inaktivasi) enzim asetil kholin
esterase tubuh (KhE).
2. Dalam keadaan normal, enzim KhE bekerja untuk menghidralisis Akh
dengan jalan mengadakan ikatan Akh-KhE yang bersifat inaktif.
3. Akibatnya akan terjadi penumpukan Akh ditempat-tempat tertentu,
sehingga timbul gejala-gejala rangsangan Akh yang berlebihan, yang
akan menimbulkan efek muskarinik, nikotinik dan SSP (menimbulkan
stimulasi kemudian depresi SSP).
4. Pada keracunan IFO, ikatan IFO-KhE menetap (Irreversible).
5. Pada keracunan carbamate : bersifat sementara (reversible).
2.13 Manifestasi Klinis Intoksikasi Insektisida Fosfat Organik (IFO)
Menurut Andri (2015), gambaran klinik yang palig menonjol adalah
hiperaktivitas

kelenjar-kelenjar

ludah/air

mata/keringat/urine/saluran

pencernaan makanan (disngkat dengan SLUD = Salivasi, Lakrimasi, Urinasi


dan diare), kelainan visus dan kesukaran bernapas.
Adapun manifestasi klinis secara umum yaitu :
2.13.1

Keracunan ringan

15

1.
2.
3.
2.13.2
1.
2.
3.
2.13.3
1.
2.
3.
4.

Anoriksia - Nyeri kepala - Rasa lemah


Rasa takut - Tremor lidah - Tremor kelopak mata
Pupil miosis
Keracunan sedang
Nausea - Muntah-muntah - Kejang/keram perut.
Hipersalivasi - Hiperhidrosis - Fasikulasi otot
Bradikardi
Keracunan berat
Diare - Pupil pin-Point - Reaksi cahaya (-)
Sesak napas - Sianosos - Edema paru
Inkonteinensia urine - Inkotinensia feses Konvulsi
Koma - Blokade jantung - Akhirnya meninggal

2.14 Pemeriksaan Diagnosis Intoksikasi Insektisida Fosfat Organik (IFO)


Menurut Andri (2015), Pemeriksaan Diagnosis Intoksikasi Insektisida
Fosfat Organik (IFO) adalah sebagai berikut :
2.14.1
Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan rutin tidak banyak menolong
2. Pemeriksaan khusus : pengukuran kadar kHE dalam sel darah merah
dan plasma, penting untuk memastikan diagnosis keracunan akut
maupun kronik (menurun sekian % dari harga normal)
1) Keracunan akut : Ringan 40 70 % N, Sedang 20 % N
Berat < 20 % N
2) Keracunan kronik : bila kadar KhE menurun sampai 25 50 %,
setiap individu yang berhubungan dengan insektisida ini harus
segera disingkirkan dan baru diizinkan bekerja kembali bila kadar
KhE telah meningkat > 75 % N.
2.14.2 Pemeriksaan PA
Pada keracunan akut, hasil pemeriksaan patologi biasanya tidak khas,
sering hanya ditemukan adanya edema paru, dilatasi kapiler dan hiperemi
paru, otak dan organ-organ lain.
2.15 Penatalaksanaan Intoksikasi Insektisida Fosfat Organik (IFO)
Menurut Andri (2015), Penatalaksanaan Intoksikasi Insektisida Fosfat
Organik (IFO) adalah sebagai berikut :
2.15.1
Resusitasi
1. Bebaskan jalan napas
2. Napas buatan + O2, kalau perlu gunakan respirator pada kegagalan
napas yang berat.
3. Infus cairan kristaloid
4. Hindari obat-obatan penekan SSP
16

2.15.2

Eliminasi

Emesis, katarsis, kumbah lambung, keramas rambut dan mandikan seluruh


tubuh dengan sabun.
2.15.3
Antidotum
Atropin sulfat (SA) bekerja dengan menghambat efek akumulasi Akh pada
tempat-tempat penumpukannya.
1. Mula-mula berikan bolus intra vena 1 2,5 mg, pada anak 0,05 mg/kg
2. Dilanjutkan dengan 05 1 mg setiap 5 10 menit sampai timbul
gejala-gejala atropinisasi (muka merah, mulut kering, takhikardi,
midriasis, febris, psikosis. Pada anak 0,02 0,05 mg/kg iv tiap 10 30
menit.
3. Selanjutnya setiap 2 4 6 dan 12 jam.
4. Pemberian SA dihentkan minimal 2 x 24 jam.
5. Penghentian SA yang mendadak dapat menimbulkan rebound efect
berupa edema paru/kegagalan pernapasan akut, sering fatal.
Timbulnya gejala-gejala atropinisasi yang lengkap, dapat dipakai
sebagai petunjuk adanya keracunan atropin.
2.16 Prognosis Intoksikasi Insektisida Fosfat Organik (IFO)
Menurut Andri (2015), pada umumnya baik, bila pengobatan belum
terlambat, beberapa kesalahan pengobatan sering terjadi, berupa :
1. Resusitasi kurang baik dikerjakan.
2. Eliminasi racun kurang baik.
3. Dosis atropin kurang adekuat, atau terlalu cepat dihentikan.
2.17 Contoh Makanan dan Insektisida Fosfat Organik (IFO) Penyebab
Intoksikasi dan Penatalaksanaannya
2.17.1 Keracunan Botolismus
Merupakan bentuk keracunan akibat makanan ( tidak selalu makanan
kaleng ) yang sudah tercemar toksin yang dihasilkan oleh C.botolinum.
Keracunan ini biasanya ditandai dengan gejala kelainan neuromuskuler,
jarang terjadi diare. Kematian sekitar 65%. Tanda dan gejala pada
keracunan botolismus yaitu :
1. Inkubasi kira-kira 18-36 jam, namun dapat beragam dari beberapa jam
sampai 3 hari.

17

2. Tanda awal adalah rasa lelah dan lemas, serta gangguan penglihatan
( visus ).
3. Diare lebih sering tidak ada.
4. Gejala neorologi seperti disartria dan disfagia dapat menimbulkan
pneumonia aspirasi.
5. Otot-otot tungkai, lengan dan badan lemah.
6. Sementara itu daya rasa ( sensoris ) tetap baik, dan suhu tidak
meningkat.
Prinsip penanganan keracunan botolismus yaitu :
1. Usahakan penderita untuk muntah, guna membuang sisa-sisa racun
yang ada dilambung.
2. Jaga pernapasan tetap adekuat, bila perlu beri nafas buatan.
3. Bila ada tanda-tanda syok, segera mungkin rujuk ke rumah sakit.
4. Bilas lambung dengan norit
5. Beri ATS 10.000 unit.
6. Ber Fenobarbital 3 x 30-60 mg / oral.
2.17.2 Keracunan Jamur
Jamur Amanita spp paling sering mengandung racun, gejalanya dapat
muncul beberapa menit sampai 2 jam sesudah makan jamur yang beracun
tersebut. Gejala keracunan jamur yaitu : sakit perut yang hebat, muntah,
diare, rasa haus, banyak berkeringat, kekacauan mental dan pingsan.
Tindakan pertolongan : apabila tidak ada muntah-muntah, penderita
dirangsang agar muntah. Kemudian lambungnya dibilas dengan larutan
encer Kalium Permanganat ( 1 gram Kalium Permanganat dalam 2 liter
air) atau dengan meminum putih telur dicampur susu. Bila ada gangguan
napas, berikan pernapasan buatan, setelah itu bawa penderita ke rumah
sakit.
2.17.3 Keracunan Jengkol
Keracunan jengkol dapat terjadi karena terbentuknya kristal asam jengkol
yang berlebih dalam saluran kencing. Gejalanya berupa nyeri pinggang
yang disertai dengan sakit perut, nyeri sewaktu kencing dan kristal-kristal

18

asam jengkol yang berwarna putih nampak keluar bersama air kencing.
Kadang juga disertai darah akibat gesekan kristal asam jengkol saat keluar
dan melukai saluran kemih. Bau khas jengkol pada napas, mulut dan air
kencing. Keracunan yang berat dapat mengakibatkan berkurangnya air
kencing atau tidak dapat kencing sama sekali.
Tindakan pertolongan : pada keracunan yang ringan, penderita diberi
minum air soda sebanyak-banyaknya. Obat-obat penghilang rasa sakit
dapat diberikan untuk mengurangi sakitnya. Pada keracunan yang berat,
penderita harus dirawat di rumah sakit.
2.17.4 Keracunan Singkong
Racun yang terdapat dalam singkong merupakan unsur senyawa sianida.
Gejalanya muntah, mencret, sakit kepala, pusing, sesak napas, badan
lemah, mata melotot, mulut berbusa, pingsan, kejang-kejang.
Tindakan pertolongan :
1. Berikan uap amyl nitrit/amonia di depan hidungnya setiap 2-3 menit
sekali selama 15-30 detik.
2. Berikan pernapasan buatan.
3. Usahakan agar penderita memuntahkan singkong yang telah dimakan.
4. Berikan larutan natrium thiosulfat2-3 gram dalam segelas air untuk
diminum.
5. Selimuti korban dan bawa ke dokter atau rumah sakit, selama dalam
perjalanan usaha pertolongan harus dilanjutkan atau diulangi.
2.17.5 Keracunan Insektisida Fosfat Organik (IFO)
1. Insektisida Fosfat Organik (IFO) yang masuk melalui saluran napas
Jauhkan penderita dari tempat kecelakaan yang merupakan sumber
masuknya racun melalui hidung. Bawa korban ke tempat yang
udaranya lebih segar. Bila perlu berikan pernapasan buatan.
2. Insektisida Fosfat Organik (IFO) yang masuk melalui kulit
Kulit yang terkena racun disiram dengan air mengalir. Sedapat
mungkin, pakaiannya sudah dilepas terlebih dahulu. Demikian pula
pakaian yang dipakainya disiram dengan air mengalir atau dilepas.
Apabila sudah terjadi syok atau pingsan, penderita segera dibawa ke
rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan lebih lanjut.

19

2.17.6 Keracunan Ikan


Gejala : panas sekitar mulut, rasa tebal pada anggota badan, mual, muntah,
diare, nyeri perut, nyeri sendi, pruritus, demam, paralisa otot pernafasan.
Tindakan : Emesis, bilas lambung dan beri pencahar.
2.17.7 Keracunan Bongkrek
Racun bongkrek dihasilkan oleh bacillus cocovenevans, yaitu kuman yang
tumbuh dari bongkrek yang di proses kurang baik.Pertumbuhan kuman ini
dapat dihambat oleh suasana asam ( diolah dengan daun calincing ). Tanda
dan gejala klinis keracunan bongkrek :
1. Gejala timbul 4-6 jam setelah makan tempe bongkrek yaitu berupa
mual dan muntah.
2. Penderita mengeluh sakit perut, sakit kepala dan melihat ganda
( diplopia ).
3. Penderita lemah, gelisah dan berkeringat dingin kadang disertai gejala
syok.
4. Pada hari ke-3 sklera menguning, pembesaran hati dan urin keruh
dengan protein (+).
Penanganan :
1. Penderita harus dirujuk kerumah sakit, sementara itu bila penderita
masih sadar usahakan mengeluarkan sisa makanan.
2. Berikan norit 20 tablet ( digerus dan diaduk dengan air dalam gelas )
sekaligus, dan diulang 1 jam kemudian.

20

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA An. X DENGAN
INTOKSIKASI MAKANAN

3.1 Kasus Semu


Pada tanggal 08/12/2013 pukul 11.30 WIB anak X berusia 10 tahun di
bawa oleh ibunya ke RS A, ibunya bercerita bahwa sepulang sekolah anak
X membeli jajanan di depan sekolah, setelah makan jajanan tersebut Anak X
mengeluh mulas dan sakit perut kemudian diberi minyak kayu putih tapi
tidak ada perubahan, anak X muntah disertai diare, pusing, dan selang
beberapa saat dia tidak sadarkan diri, pada saat perjalanan menuju ke RS
Anak X sempat mengalami kejang.

3.2 Asuhan Keperawatan


3.2.1 IDENTITAS PASIEN
No. RM
Nama Lengkap
Jenis Kelamin
Tgl. Lahir/Umur
Agama
Suku/Bangsa
Pekerjaan
Pendidikan
Status Perkawinan
Alamat

: 101012
: An. X
: Perempuan
: 10 tahun
: Islam
: Jawa/Indonesia
:: SD (Kelas 3)
:: RT/RW 001/002 Dusun Kendal Desa

Kemlagi Kecamatan Karanggeneng Kabupaten Lamongan


Datang di IRD tgl.
: 08-12-2013 jam 11.30 WIB
Cara datang
: Brankart
Transportasi ke IRD
: Mobil pribadi
Keadaan Pra Hospital (Jika pasien rujukan atau sudah mendapat
pertolongan tim EMS)
- Kesadaran
- Tanda vital
-

3.2.2

:: TD
N
Tindakan Pra Hospital

GENERAL IMPRESSION

21

:::-

RR
:Suhu : -

3.2.3

Keluhan Utama

muntah, diare, dan pusing


Mekanisme Cidera
:Status Mental
: Alert (awas)
Kategori Triase
: P1 (merah)

AIRWAY
Jalan nafas
Obstruksi
Suara nafas
Keluhan lain
Diagnosis Kep.

: Pasien mengeluh mulas, sakit perut,

: Tidak paten
: Partial (Trakheo Bronkeal)
: Snoring
:: Pola nafas inefektif berhubungan dengan

obstruksi trakheo bronkeal


Kriteria Hasil
: pola nafas efektif , frekuensi dan
kedalaman pernafasan dalam batas normal, suara napas normal, paru

bersih.
Intervensi
:
1) Observasi tanda-tanda vital
2) Berikan O2 sesuai anjuran dokter
3) Jika pernapasan depresi, berikan oksigen (ventiltor) dan lakukan
suction
4) Berikan kenyamanan dan istirahat pada pasien

3.2.4

3.2.5

BREATHING
Gerak dada
Pola nafas
Frekuensi nafas
Irama nafas
Tanda distress
Nafas
Bunyi nafas
Keluhan lain

: Simetris
: Dispneu
: 26 x/menit
: Tidak teratur
: Retraksi I.Costa
: Pernafasan cuping hidung
: vesikuler
:-

CIRCULATION
Perdarahan
Akral
CRT
Nadi
TD
Kulit/Mukosa
Turgor kulit

: Tidak
: Dingin, Lembab, Pucat
: >2 detik
: Radialis 100 x/menit, Lemah, Irregular
: 130/90 mmHg
: Pucat dan kering
: Baik

22

Keluhan lain
Diagnosis Kep.

: Sianosis perifer, kulit berkeringat


: Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan

kekurangan O2
Kriteria Hasil

: Menunjukkan tanda-tanda vital dalam batas

normal, tidak ada sianosis, akral HKM, CRT dalam batas normal (<2

3.2.6

dtk).
Intervensi
:
1) Kaji adanya perubahan tanda-tanda vital
2) Kaji daerah ekstremitas dingin, lembab, pucat dan sianosis
3) Berikan kenyamanan dan istirahat
4) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi anti dotum

DISABILITY
Kesadaran
Nilai GCS
Pupil
Resp. Cahaya
Keluhan lain

: Compos mentis
: E:4 M:5 V:6 = 456
: Isokor
: +/+
: Pasien cemas dan gelisah

3.2.7

EXPOSURE
Adanya trauma : Tidak
Deformitas
: Tidak
Adanya jejas/luka: Tidak
Ukuran luka
: Kedalaman luka : Edema
: Tidak
Keluhan lain
:-

3.2.8

ANAMNESA
Riwayat Penyakit Sekarang

: Ibu klien mengatakan setelah

makan jajanan dari sekolah An. X mengeluh mulas dan sakit perut,
muntah disertai diare dan pusing, dan selang beberapa saat An. X

tidak sadarkan diri dan mengalami kejang.


Alergi
:Medikasi
:Riwayat Penyakit Sebelumnya : Ibu klien mengatakan An. X tidak
pernah mengalami keracunan sebelumnya

23

Makan dan Minum Terakhir

: Ibu klien mengatakan setelah

pulang sekolah An. X memakan jajanan yang di belinya di sekolah

3.2.9

dan minum setengah gelas air putih


Tanda Vital
:
TD
: 130/90 mmHg
RR
: 26 x/menit
Nadi
: 100 x/menit
Suhu : 36C
PEMERIKSAAN FISIK
Kepala dan Leher
- Inspeksi
: Kepala simetris, penyebaran rambut merata,
rambut bersih, tidak ada lesi, rambut hitam, mata simetris, skelera
ikterik -/-, konjungtiva anemis +/+, reflek cahaya +/+, pupil
isokor, wajah simetris dan tampak pucat, sekret hidung -/-,
sumbatan hidung -/-, terpasang O2 via nasal canule 4 lpm, telinga
simetris, jejas (-), lesi (-), rhinorea (-), mukosa bibir kering, tidak
ada sariawan, sianosis central (-), tonsil tidak kemerahan, gigi dan
-

lidah bersih, trachea simetris.


Palpasi
: Kepala tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa dan
pembengkakan, mata tidak ada nyeri tekan, hidung tidak ada
nyeri tekan, telinga tidak ada nyeri tekan, tenggorokan tidak ada
nyeri tekan, tidak ada pembesaran vena jugularis, tidak ada nyeri

tekan pada kelenjar limfe.


Dada
- Inspeksi
: Bentuk dada simetris, pergerakan dada
simetris, retraksi otot dada (+), tidak ada lesi, penggunaan otot

bantu pernapasan.
Palpasi

kiri, ictus cordis teraba di ICS V mid klavikula kiri 2 cm.


Perkusi
: Terdengar sonor pada lapang paru kanan

dan kiri
Auskultasi

: Nyeri tekan (-), vocal vremitus sama kanan

: Suara nafas vesikuler, bunyi jantung SI dan

S2 tunggal lup dup.


Abdomen
- Inspeksi
: Bentuk flat, jejas (-).
- Auskultasi : Bising usus(+) 27 x/menit.
- Perkusi
: Distensi abdomen (-), suara abdomen
hipertimpani.

24

Palpasi

: Asites (-), tidak ada pembesaran pada hepar

dan lien, nyeri tekan (-).


Pelvis
- Inspeksi
:- Palpasi
:Ekstremitas Atas/Bawah
- Inspeksi
: Edema (-), terpasang IVFD Dextrose 5 %
-

15 tts/mnt, jejas (-).


Palpasi
: Akral dingin lembab pucat, kekuatan otot
dan reflek tidak terkaji, nyeri tekan (-), CRT > 2 detik, sianosis

perifer.
Punggung
- Inspeksi
- Palpasi
Neurologi

::: Kejang, miosis, vasikulasi, penurunan kesadaran,

kelemahan, paralise.
Diagnosis Kep. :
1) Diagnosa 1
Diagnosa

muntah, diare
Kriteria Hasil

: Defisit volume cairan berhubungan dengan


: tanda-tanda vital stabil, turgor kulit baik,

membran mukosa lembab, pengeluaran urine normal 0.5-1

cc/kgBB/jam
Intervensi
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)

Monitor pemasukan dan pengeluaran cairan


Monitor suhu kulit, palpasi denyut perifer
Catat adanya mual, muntah, dan perdarahan
Pantau tanda-tanda vital
Berikan cairan parenteral dengan kolaborasi dengan tim

medis
(6) Kolaborasi dalam pemberian antiemetic
(7) Berikan kembali pemasukan oral secara berangsurangsur
(8) Pantau studi laboratorium (Hb, Ht)
2) Diagnosa 2
Diagnosa

: Pola nafas inefektif berhubungan dengan

obstruksi trakheo bronkeal

25

Kriteria Hasil

: pola nafas efektif , frekuensi dan

kedalaman pernafasan dalam batas normal, suara napas

normal, paru bersih.


Intervensi
:
(1) Observasi tanda-tanda vital
(2) Berikan O2 sesuai anjuran dokter
(3) Jika pernapasan depresi, berikan oksigen (ventiltor) dan
lakukan suction
(4) Berikan kenyamanan dan istirahat pada pasien

3) Diagnosa 3
Diagnosa

: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh berhubungan dengan anoreksia


Kriteria Hasil : mual muntah hilang
Intervensi
:
(1) Kaji keluhan mual, sakit menelan, dan muntah yang
dialami pasien
(2) Berikan makanan yang mudah ditelan, seperti bubur.
(3) Berikan makanan dalam porsi kesil dan frekuensi sering
(4) Catat jumlah/porsi makanan yang dihabiskan oleh
pasien setiap hari
(5) Kolaborasi pemberian obat-obatan antiemetik sesuai

program dokter
(6) Ukur berat badan pasien setiap minggu
Diagnosa 4

Diagnosa

dengan kekurangan O2
Kriteria Hasil : tidak ada sianosis, akral HKM, CRT dalam

batas normal (<2 dtk)


Intervensi
:
(1)
(2)
(3)
(4)

: Perubahan perfusi jaringan berhubungan

Kaji adanya perubahan tanda-tanda vital


Kaji daerah ekstremitas dingin, lembab, dan sianosis
Berikan kenyamanan dan istirahat
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi anti
dotum

3.2.10 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


Hb
: 14,4 gr/dl

26

Leukosit
Trombosit
PCV
Kalium
Natrium
Urea N darah
SGOT
Kreatinin serum

: 14,3 X 109/L
: 227 X 109/L
: 0,42
: 3,82
: 142
:10,5
: 25
: 0,55

3.2.11 DIAGNOSA UTAMA


Pola nafas inefektif berhubungan dengan obstruksi trakheo bronkeal
ICD
:3.2.12 TERAPI
Jam : 12.00 WIB Dokter : Infus Dex 5 % 15 tpm
SA
0,5 ml/ 3 jam
Ranitidin 1 Ampul tiap 12 jam
Metoclorpromid 1 Ampul
O2 via nasal canule 4 lpm
Tanggal dan jam pengkajian : 08-12-2013 jam 11.50 WIB.
Nama pengkaji
: Ria Febriana
Tanda tangan
: RF

27

3.2.13 CATATAN PERKEMBANGAN


CATATAN PERKEMBANGAN
Nama Pasien : An. X
No. RM
: 101012
Tanggal
: 08-12-2013
Jam

Implementasi

Paraf Jam

12.0

Keperawatan
Mengobservasi tanda- RF

12.1

tanda vital

Evaluasi Keperawatan
Respon :
- TD = 100/70 mmHg,
- RR 18 x/menit
- Nadi = 80x/ menit
- Suhu = 36,2 C

RF
12.1
5

Respon :
Memberikan O2 sesuai

- Klien

anjuran dokter

12.2
0
RF

mengatakan

sesak

napas

berkurang
- Sudah

tidak

menggunakan

otot

bantu pernapasan
- Irama regular

12.2
RF

Respon :
- Depresi
12.3
5

Memberikan

oksigen

(ventiltor)

napas

berkurang

dan

melakukan suction

12.3
0

Memberikan
kenyamanan

jalan

Respon :
- Kecemasan
kegelisahan

dan

berkurang

istirahat pada pasien


12.4
0

28

dan
klien

Para
f
RF

3.2.14 EVALUASI SUMATIF KEPERAWATAN


EVALUASI SUMATIF KEPERAWATAN
Nama Pasien : An. X
No. RM
: 101012
Tanggal
: 08-12-2013
Jam

Diagnosis Keperawatan

Para

Evaluasi

12.4

f
Pola nafas inefektif berhubungan S : Klien mengatakan sesak RF

dengan

obstruksi

trakheo napas

bronkeal

berkurang,

mengatakan

klien

mulas

dan

muntah berkurang.
O:
- RR 18x/menit,
- TD = 100/70 mmHg,
- Nadi = 80x/ menit,
- sudah tidak menggunakan
otot bantu pernapasan,
- irama regular
A : masalah pola napas
inefektif pasien teratasi
P : intervensi selesai
Jam Keluar IRD
: 13.00 WIB
Tindak Lanjut Pasien : Pindah ke ICCU

29

BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Racun yang terdapat dalam makanan dan Insektisida Fosfat Clorin (IFO)
mungkin merupakan racun alam yang sudah ada dalam makanan itu yang
baik di sengaja atau tidak tercampur dalam makanan, dapat berupa racun
alami yang berasal dari makanan dan cairan kimia itu sendiri, racun yang
berasal dari luar makanan misal makanan terkontaminasi pestisida, dan
racun yang disebabkan karena mikroorganisme. Gejala umum keracunan
makanann IFO dyang terjadi meliputi : sakit perut, mual dan muntah, sakit
kepala, kelemahan yang mungkin parah atau bahkan menyebabkan
kelumpuhan, diare-mungkin berair dan berlebihan atau mungkin berdarah,
demam dengan menggigil, dan nyeri otot. Masa inkubasi dari pathogen
sebagai penyebab keracunan makanan dan IFO terdiri dari masa inkubasi
singkat (1 hari, biasanya kurang dari 16 jam) masa inkubasi sedang (1-3
hari), masa inkubasi lama (3-5 hari), dan masa inkubasi yang sangat lama
(1-4 minggu).
Langkah penatalaksanaan pada keracunan makanan dan IFO yang dapat
dilakukan adalah sebagai berikut: 1) tindakan emergency, meliputi airway,
breathing, dan circulation, 2) identifikasi penyebab keracunan melalui
anamnesa dan pemeriksaan fisik, 3) dilakukan eliminasi dengan tindaka
emesis untuk merangsang penderita supaya bisa muntah, dan 4) pemberian
anti dotum (penawar racun). Komplikasi yang dapat terjadi pada keracunan
makanan bila tidak ditangani dengan cepat dan tepat, maka dapat terjadi
sebagai berikut : kejang, koma, henti jantung, henti napas, dan syok.
Masalah

keperawatan

yang

mungkin

muncul

pada

kasus

intoksikasi/keracunan makanan adalah defisit volume cairan, perubahan


nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, gangguan perfusi jaringan, dan pola
napas inefektif.

30

4.2 Saran
Diharapkan

dengan

penulisan

makalah

ini,

mahasiswa

mampu

memahami dan mengaplikasikan asuhan keperawatan pada pasien dengan


kasus intoksikasi makanan dan Insektisida Fosfat Organic (IFO) secara
komprehensif, sehingga bisa meningkatkan kualitas hidup pasien.

31

DAFTAR PUSTAKA

Arisman. 2009. Keracunan Makanan: Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta : EGC
Marilyn, D. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Pratiknjo, L. 2007. Keracunan Makanan Merupakan Salah Satu Indikator
Lemahnya Kontrol Pemerintah dan Masyarakat terhadap Produk Makanan
yang Beredar dalam Jurnal elib FK Uwks Vol.1 No.2.Januari:2007.
http://dokumen.tips/download/link/makalah-intoksikasi-makanan.
Intoksikasi Makanan. Andri. Sabtu. 17 Oktober 2015

Makalah

http://www.riyawan.com/p/makalah-keracunan-co-dan-ifo.html.
Makalah
Keracunan Co dan Ifo dalam Kumpulan Artikel dan Makalah
Keperawatan Farmasi. Riyawan. Kamis. 09 Oktober 2014

32

Anda mungkin juga menyukai