Anda di halaman 1dari 21

Congenital Talipes Equinovarus

OLEH :
Josua M H Sinurat

110100130

Yukenthiran A/L Gunasekaran

110100369

Hilda S C Sibarani

110100257

Annisa Astari

110100135

Rizky Indah Soraya

110100151

Tri Genesis Pasaribu

100100367

Pembimbing : Prof. dr. Hafas Hanafiah, Sp.B, Sp.OT(K), FICS

DEPARTEMEN ORTHOPAEDI DAN TRAUMATOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP H.ADAM MALIK
MEDAN
2016

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan
judul Congenital Talipes Equinovarus.
Makalah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
kelulusan Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Orthopaedi dan
Traumatologi
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai koreksi dalam penulisan
makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat, akhir kata penulis
mengucapkan terima kasih.

Medan, 19 Pebruari 2016

Penulis

DAFTAR ISI
Kata Pengantar...................................................................................................... ii
Daftar Isi.............................................................................................................. iii
BAB 1 Pendahuluan................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........1
1.2 Tujuan..........2
BAB 2 Tinjauan Pustaka..........................................................................................3
2.1 Defenisi ............3
2.2 Etiologi .........................3
2.3 Faktor Risiko..........................................................................................4
2.4 Epidemiologi .....................................................................4
2.5 Klasifikasi..................6
2.6 Patofisiologi..........................7
2.7 Diagnosis...........8
2.8 Penatalaksanaan...............12
2.9 Komplikasi ..................14
2.10 Prognosis....................15
BAB 3 Kesimpulan... ............16
Daftar Pustaka

BAB 1
PENDAHULUAN

1.2

Latar Belakang

Congenital Talipes Equinovarus (Clubfoot) adalah salah satu kelainan bawaan


pada kaki yang terpenting. Kelainan ini sering ditemukan dibandingkan dengan
kelainan ortopedi yang lain yang memerlukan perawatan yang intensif. Kondisi
ini mudah di diagnosa tapi sulit untuk diterapi secara sempurna walaupun oleh
seorang yang sangat ahli. Kelainan yang terjadi pada Clubfoot adalah : equinus
pada tumit, seluruh hindfootvarus, serta midfootdan forefoot aduksidan supinasi.1
Tulang, sendi, dan otot pada kondisi ini menjadi abnormal. Disampin gitu, otot
pada bagian bawah kaki tidak sebesar pada kaki normal lainnya dan tidak akan
berkembang secara normal, sehingga sendi pada pergelangan kaki tidak dapat
bergerak secara normal.2
Deformitas clubfoot terjadi paling sering pada tarsus. Tulang tarsal, yang paling
banyak terdiri dari kartilago, berada pada posisi ekstrem pada fleksi, adduksi, dan
inversi saat lahir. Talus dengan plantar fleksi yang berat, collumnya membelok ke
medial dan plantar, dan kaputnya berbentuk baji. Navicularis bergeser sangat
medial, menutupi malleolus medialis, dan berartikulasi permukaan media caput
talus. Calcaneus adduksi dan inversi dibawah talus.3 Kebanyakan bayi baru lahir
tampak mempunyai clubfoot, disebabkan posisi intra uterina yang akan terkoreksi
secara spontan dalam beberapa hari atau minggu. Pada bayi normal, kaki dapat di
dorso fleksi dan eversi sampai ibu jari menyentuh crista tibia, sedang pada
clubfoot tidakdapat.

Pemeriksaan dilakukan dengan posisi anak prone untuk menilai aspek platar dan
supine untuk evaluasi internal rotation dan varus. Jika anak dapat berdiri,
ditentukan apakah kaki plantigrade, tumit weight bearing, dan apakah varus,
valgus, atau netral.3
Derajat kelainan mulai dari ringan, sedang atau berat yang dilihat dari rigiditasnya
atau resistensinya, dan dari penampilannya. Pengenalan dan penanganan secara
dini pada clubfoot sangat penting dimana Golden Period untuk terapi adalah
tiga minggu setelah lahir, karena pada umur kurang dari tiga minggu ligamenligamen pada kaki masih lentur sehingga masih dapat dimanipulasi.1
1.2

Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :


1.

Memahami dan mampu dalam mendiagnosis Osteomielitis secara tepat


berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik dan didukung oleh pemeriksaan
penunjang serta mengetahui berbagai macam tindakan baik konservatif
maupun definitif.

2.

Meningkatkan kemampuan penulisan ilmiah di bidang kedokteran khususnya


di Bagian Orthopedi dan Traumatologi.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1. Defenisi
Congenital talipes equinovarus adalah fiksasi kaki pada posisi adduksi,
supinasi dan varus. Tulang kalkaneus, navikular, dan kuboid terrotasike arah
medial terhadap talus, dan tertahan dalam posisi adduksi serta inversi oleh
ligamen dan tendon. Sebagai tambahan, tulang metatarsal pertama lebih fleksi
terhadap daerah plantar.4
Congenital talipes equinovarus (Clubfoot) adalah salah satu kelainan bawaan
pada kaki yang terpenting. Kelainan ini mudah didiagnosa tapi sulit diterapi
secara sempurna walaupun oleh seorang yang sangat ahli. Kelainan yang
terjadi pada Clubfoot adalah : equinus pada tumit, seluruh hindfoot varus,
serta midfoot dan forefoot aduksi dan supinasi.5

Equinus adalah perunahan bentuk pada kaki menjadi plantar flexi sehingga
weightbearing hanya pada bagian forefoot. Varus adalah deformitas tulang
yang melengkung mndekati garis tenggah tubuh.5
2. 2. Etiologi
Etiologi CTEV tidak diketahui pasti; beberapa teori tentang etiologi CTEV
antara lain6:
a. Faktor mekanik intrauteri

Teori tertua oleh Hipokrates. Dikatakan bahwa kaki bayi ditahan pada
posisi equinovarus karena kompresi eksterna uterus. Parker (1824) dan
Browne

(1939)

mengatakan

bahwa

oligohidramnionmempermudah

terjadinya penekanan dari luar karena keterbatasan gerak fetus.


b. Defek neuromuskular
Beberapa peneliti percaya bahwa CTEV selalu karena adanya defek
neuromuskular, tetapi banyak penelitian tidak menemukan adanya kelainan
histologis dan elektromiografik.
c. Defek sel plasma primer
Setelah melakukan pembedahan pada 11 kaki CTEV dan 14 kaki normal;
Irani & Sherman menemukan bahwa pada kasus CTEV, leher talus selalu
pendek, diikuti rotasi bagian anterior ke arah medial dan plantar; diduga
karena defek sel plasma primer.
d. Perkembangan fetus terhambat
e. Herediter
Adanya faktor poligenik mempermudah fetus terpapar faktor-faktor
eksternal, seperi infeksi Rubella dan pajanan talidomid (Wynne dan
Davis).
f. Vaskular
Atlas dkk. (1980) menemukan abnormalitas vaskulatur berupa hambatan
vascular setinggi sinus tarsalis pada kasus CTEV. Pada bayi dengan CTEV
didapatkan muscle wasting di bagian ipsilateral, mungkin karena
berkurangnya perfusi arteri tibialis anterior selama masa perkembangan.
2. 3. Faktor Risiko
a. Faktor genetik
Faktor genetik hanya memegang peranan sekitar 10%, sisanya merupakan
kejadian yang pertama kali didalam keluarga. Secara umum dapat
dikatakan bahwa CTEV terjadi kurang berat pada kasus yang sporadis bila
dibandingkan dengan ada faktor familial, dan makin banyak kejadian
CTEV dalam keluarga makin besar kemungkinannya punya anak dengan
CTEV yang rigid . Selain faktor keturunan, faktor lingkungan sangat
memegang peranan penting. Gambaran ini dibuktikan oleh Idelberger,
yang membandingkan insidensi CTEV pada kembar monozygot dan

dizygot. Pada monozygote 13 dari 40 (32,5%) kembarannya menderita


yang sama, dan pada dizygot hanya 4 dari 134 (2,9%). Dari data ini dapat
menyokong adanya kedua faktor pengaruh tersebut. Pada kelurga
Caucasians dapat dikatakan bila orang tua normal akan mendapat
kemungkinan anak laki-laki dengan CTEV 2%, bila perempuan 5%. Bila
salah satu orang tua terkena dan sudah mempunyai anak yang terkena juga
maka kemungkinan punya anak lagi dengan CTEV 10% - 25%. Pada
orang Maori, bila orang tua normal akan mempunyai resiko punya anak
dengan CTEV laki-laki atau perempuan sebanyak 9%. Bila orang tua
terkena maka kemungkinan anaknya akan terkena 30%.1,2,5
b. Faktor lingkungan
Riwayat keluarga clubfoot dan paparan ibu yang merokok dapat
meningkatkan resiko clubfoot(OR 20,30). Selain itu, paparan ibu yang
merokok untuk terjadinya clubfoot tampaknya dipengaruhi dosis
tertentu. Resiko clubfoot meningkat secara signifikan dengan OR pada
ibu yang merokok ibu 20 batang atau lebih sehari (tanpa riwayat
keluarga clubfoot)menjadi.5,8,7Volume cairan ketuban yang sedikit
(oligohidramnion) telah dikaitkan dan tidak tervukti untuk terjadinya
kejadian clubfoot.8,9 Hipotesisnya adalah bahwa volume cairan ketuban
yang sedikit akan menyebabkan ruang rahim menurun, membatasi
gerakan janin.7
2. 4. Epidemiologi
Insidens talipes ekuinovarus kongenital adalah dua dari setiap 1.000 kelahiran
hidup. Lebih sering ditemukan pada bayi laki-laki daripada perempuan dengan
perbandingan 2:1. Tiga puluh persen bersifat bilateral. 10
2. 5. Klasifikasi
Secara tradisional, CTEV dikategorikan menjadi dua macam, yaitu 11:
a. CTEV yang dapat dikoreksi dengan manipulasi, casting, dan pemasangan
gips.

b. CTEV

resisten

yang

memberikan

respons

minimal

terhadap

penatalaksanaan dengan pemasangan gips dan dapat relaps cepat walaupun


awalnya berhasil dengan terapi manipulatif. Pada kategori ini dibutuhkan
intervensi operatif.
Klasifikasi dari clubfoot dapat berubah sewaktu-waktu tergantung dengan
metode penatalaksanaan yang diberikan. Klasifikasi lain antara lain 9:
a. Clubfoot tipikal
Tipe ini merupakan tipe klasik dan dapat ditemukan pada bayi normal.
Secara umum dapat dikoreksi dengan lima casting dan dengan metode
penanganan Ponseti biasanya menghasilkan hasil jangka panjang yang
baik ataupun unggul. Tipe ini terbagi menjadi beberapa macam, yaitu: (1)
Clubfoot Posisionaldeformitas yang jarang ini sangat fleksibel dan
dianggap terjadi akibat pertumbuhan intrauterus yang berkerumun.
Koreksi sering dilakukan dengan satu atau dua casting; (2) Clubfoot
dengan pengobatan terhambat diatas usia 6 bulan; (3) Recurrent typical
clubfoot dapat terjadi meskipun tatalaksana awal dilakukan dengan metode
Ponseti ataupun dengan metode lain. Kondisi relaps lebih sedikit angka
kejadian setelah metode Ponseti dan biasanya terjadi akibat prematuritas
dari diskontinuitas bracing. Kejadian berulang yang paling sering adalah
supinasi dan equinus yang merupakan pembentukan pertama tapi bisa
menjadi kaku seiring berjalannya waktu; (4) Alternatively treated typical
clubfoot termasuk kaki yang diperbaiki dengan pembedahan atau casting
yang non-Ponseti.
b. Clubfoot atipikal
Tipe clubfoot dengan kategori ini biasanya berhubungan dengan kelainan
lain. Mulailah dengan penanganan Ponseti. Koreksi biasanya lebih sulit.
Terdiri menjadi : (1) Rigid or resistant atypical clubfoot yang kurus atau
gemuk. Kaki yang gemuk lebih sulit untuk diperbaiki. Hal ini karena kaki
gemuk sifatnya kaku, pendek, lebih besar, dengan lipaan yang dalam pada
alas kaki dan belakang pergelangan kaki, dan ada pemendekan dari

metatarsal pertama dengan hiperekstensitas metatarsal-phalangeal joint.


Deformitas yang terjadi bisa dikatakan normal pada bayi; (2) Syndromic
clubfoot kelainan kongenital lain biasanya dijumpai. Clubfoot merupakan
bagian dari sindroma. Penanganan Ponseti tetap menjadi perawatan
stanadr, tapi bisa lebih sulit, dan responnya sulit ditebak. Hasil akhir
tergantung kepada kondisi yang mendasari daripada clubfootnya sendiri;
(3) Teratologic clubfoot seperti synchondrosis tarsal kongenital; (4)
Neurogenic clubfoot berhubungan denan kelainan neurologis seperti
meningomyelocele; (5) Acquired clubfoot seperti displasia Streeter.
2. 6. Patofisiologi
Beberapa teori yang mendukung patogenesis terjadinya CTEV, antara lain12:
a. Terhambatnya perkembangan fetus pada fase fibular
b. Kurangnya jaringan kartilagenosa talus
c. Faktor neurogenik
Telah ditemukan adanya abnormalitas histokimia pada kelompok otot
peroneus pada pasien CTEV. Hal ini diperkirakan karena adanya
perubahan inervasi intrauterine karena penyakit neurologis, seperti stroke.
Teori ini didukung dengan adanya insiden CTEV pada 35% bayi dengan
spina bifida.
d. Retraksi fibrosis sekunder karena peningkatan jaringan fibrosa di otot dan
ligamen.
Pada penelitian postmortem, Ponsetti menemukan adanya jaringan kolagen
yang sangat longgar dan dapat teregang pada semua ligamen dan struktur
tendon (kecuali Achilees). Sebaliknya, tendon achilles terbuat dari jaringan
kolagen yang sangat padat dan tidak dapat teregang. Zimny dkk,
menemukan adanya mioblast pada fasia medialis menggunakan mikroskop
elektron. Mereka menegemukakan hipotesa bahwa hal inilah yang
menyebaban kontraktur medial.
e. Anomali pada insersi tendon

Inclan mengajukan hipotesa bahwa CTEV dikarenakan adanya anomali


pada insersi tendon. Tetapi hal ini tidak didukung oleh penelitian lain. Hal
ini dikarenakan adanya distorsi pada posisi anatomis CTEV yang membuat
tampak terlihat adanya kelainan pada insersi tendon.
f. Variasi iklim
Robertson mencatat adanya hubungan antara perubahan iklim dengan
insiden epidemiologi kejadian CTEV. Hal ini sejalan dengan adanya
variasi yang serupa pada insiden kasus poliomielitis di komunitas. CTEV
dikatakan merupakan keadaan sequele dari prenatal poliolike condition.
Teori ini didukung oleh adanya perubahan motor neuron pada spinal cord
anterior bayi-bayi tersebut.
2. 7. Diagnosis
o Bentukdari kaki sangat khas.
o Kaki bagian depan dan tengah inversi dan adduksi. Ibujari kaki terlihat
relatif memendek.
o Bagian lateral kaki cembung, bagian medial kaki cekung dengan alur atau
cekungan pada bagian medial plantar kaki. Kaki bagian belakang equinus.
Tumit tertarik dan mengalami inversi, terdapat lipatan kulit transversal
yang dalam pada bagian atas belakang sendi pergelangan kaki. Atrofi otot
betis, betis terlihat tipis, tumit terlihat kecil dan sulit dipalpasi.
o Pada manipulasi akan terasa kaki kaku, kaki depan tidak dapat
diabduksikan dan dieversikan, kaki belakang tidak dapat dieversikan dari
posisi varus. Kaki yang kaku ini yang membedakan dengan kaki
equinovarus paralisis dan postural atau positional karena posisi intra uterin
yang dapat dengan mudah dikembalikan keposisi normal. Luas gerak sendi
pergelangan kaki terbatas. Kaki tidak dapat didorsofleksikan ke posisi
netral,

bila

didorso

fleksikan

akan

menyebabkan

terjadinya

deformitas rockerbottom dengan posisi tumit equinus dan dorso fleksi


pada sendi tarsometatarsal. Maleolus lateralis akan terlambat pada
kalkaneus, pada plantar fleksi dan dorsofleksi pergelangan kaki tidak

terjadi pergerakan maleoulus lateralis terlihat tipis dan terdapat penonjolan


korpus talus pada bagian bawahnya.
o Tulang kuboid mengalami pergeseran ke medial pada bagian distal
anterior tulang kalkaneus. Tulang navicularis mengalami pergeseran
medial, plantar dan terlambat pada maleolus medialis, tidak terdapat celah
antara maleolus medialis dengan tulang navikularis. Sudut aksis
bimaleolar menurun dari normal yaitu 85 menjadi 55 karena adanya
perputaran subtalar ke medial.
o Terdapat ketidakseimbangan otot-otot tungkai bawah yaitu otot-otot
tibialis anterior dan posterior lebih kuat serta mengalami kontraktur
sedangkan otot-otot peroneal lemah dan memanjang. Otot-otot ekstensor
jari kaki normal kekuatannya tetapi otot-otot fleksor jari kaki memendek.
Otot triceps surae mempunyai kekuatan yang normal.
o Tulang belakang harus diperiksa untuk melihat kemungkinan adanya spina
bifida. Sendi lain seperti sendi panggul, lutut, siku dan bahu harus
diperiksa untuk melihat adanya subluksasi atau dislokasi. Pemeriksaan
penderita harus selengkap mungkin secara sistematis seperti yang
dianjurkan oleh R. Siffert yang diasebut sebagai Orthopaedic checklist
untuk menyingkirkan malformasi multiple.
o Dapat ditelusuri melalui riwayat keluarga yang menderita clubfoot atau
kelainan neuromuskuler, dan dengan melakukan pemeriksaan secara
keseluruhan untuk mengidentifikasi adanya abnormalitas.
o Pemeriksaan dilakukan dengan posisi prone, dengan bagian plantar yang
terlihat, dan supine untuk mengevaluasi rotasi internal dan varus.
o Jika anak dapat berdiri,pastikan kaki pada posisi plantigrade, dan ketika
tumit sedang menumpu, apakah pada posisi varus, valgus atau netral.
Deformitas serupa terlihat pada myelomeningocele and arthrogryposis.
Olehsebabitu agar selalu memeriksa gejala-gejala yang berhubungan
dengan kondisi-kondisi tersebut.

10

o Ankle equinus dan kaki supinasi (varus) dan adduksi (normalnya kaki bayi
dapat dorsofleksi dan eversi, sehingga kaki dapat menyentuh bagian
anterior dari tibia). Dorsofleksi melebihi 90 tidak memungkinkan. 13
Gambaran Radiologis
Kegunaan radiologis adalah untuk mengetahui secara teliti hubungan
anatomi dari talonavikulare, tibiotalar, midtarsal, dan tarsometatarsal.
Pemeriksaan radiologis ini penting pada talipes equinovarus untuk
mengetahui derajat subluksasi dari sendi talokalkaneonavikulare dan berat
ringannya kelainan sebelum melakukan terapi, untuk pegangan melakukan
terapi non operatif, untuk menentukan apakah reduksi dari dislokasi sendi
talokalkaneonavikulare dan normal alignment sudah didapat, untuk
menganalisa kelainan campuran sebelum operasi, untuk menentukan pada
intra operatif apakah konsentrik dan sendi talokalkaneonavikulare sudah
didapat, dan untuk menilai post operatif apakah artikular alignment yang
normal sudah bisa dipertahankan.
CTEV juga dapat didiagnosis dengan menggunakan ultrasonography
(USG) pada saat antenatal. Bar Hava et al mendeskripsikan deformitas
yang bersifat transien pada awal minggu kehamilan menunjukkan CTEV
akibat late maturation atau tingginya fleksibilitas pada fetal limb muscle.
Pemindaian pada minggu ke 20-24 memungkinkan diagnosis yang lebih
terpercaya daripada yang diperiksa lebih awal. 9
Gambaran radiologis CTEV adalah adanya kesejajaran tulang talus dan
kalkaneus. Posisi kaki selama pengambilan foto radiologis sangat penting.
Posisi anteroposterior (AP) diambil dengan kaki fleksi terhadap plantar
sebesar 30 dan posisi tabung 30 dari keadaan vertikal. Posisi lateral
diambil dengan kaki fleksi terhadap plantar sebesar 30. Gambaran AP dan
lateral juga dapat diambil pada posisi kaki dorsofleksi dan plantar plantar
fleksi penuh. Posisi ini penting untuk mengetahui posisi relatif talus dan
kalkaneus dan mengukur sudut talokalkaneal dari posisi AP dan lateral.
Garis AP digambar melalui pusat dari aksis tulang talus (sejajar dengan
batas medial) serta melalui pusat aksis tulang kalkaneus (sejajar dengan

11

batas lateral). Nilai normalnya adalah antara 25-40. Bila sudut kurang
dari 20, dikatakan abnormal. Garis anteroposterior talokalkaneus hampir
sejajar pada kasus CTEV. Seiring dengan terapi, baik dengan casting
maupun operasi, tulang kalkaneus akan berotasi kearah eksternal, diikuti
dengan talus yang juga mengalami derotasi. Dengan demikian akan
terbentuk sudut talokalkaneus yang adekuat.
Garis AP dan lateral talus normalnya melalui pertengahan tulang navikular
dan metatrsal pertama. Sudut dari dua sisi (AP dan lateral) ditambahkan
untuk menghitung indeks talokalkaneus; pada kaki yang sudah terkoreksi
akan memiliki nilai lebih dari 40. Pengambilan foto radiologis lateral
dengan kaki yang ditahan pada posisi maksimal dorsofleksi adalah metode
yang paling dapat diandalkan untuk mendiagnosis CTEV yang tidak
terkoreksi.9

Sumber: Apleys System of Orthopaedic and Fracture Ninth Edition: the Foot and Ankle tahun
2010(4)

2. 8. Penatalaksanaan
Sasarannya adalah:
(1) memperbaiki deformitas dini
(2) memperbaiki deformitas sepenuhnya

12

(3) menahan posisi yang sudah diperbaiki hingga pertumbuhan kaki berhenti.
Terdapat dua variasi club foot: jenis yang mudah dan resisten (Attenbourgh,
1966). Kasus yang mudah segera memberi respon terhadap pemberian
pembebatan. Kasus yang resisten kurang memberi respon, kambuh lagi
dengan cepat , pada kasus ini sebaiknya dilakukan koreksi operasi dini.14
Pembebatan
Terapi dimulai 2 atau 3 hari setelah kelahiran . Tiap komponen deformitas
diperbaiki pertama mulai dari adduksi kaki depan, kemudian supinasi dan
akhirnya equinus. Tanpa anastesi, kaki dengan lemah lembut di bentuk (tetapi
tidak direntangkan) menuju posisi yang dikehendaki dan dipertahankan
menggunakan bantalan untuk melindungi kulit pada titik tekanan. Suatu
metode alternative lain adalah dengan menggunakan gips.14
Semua penderita yang datang dalam 6 minggu pertama sebaiknya dicoba
dengan pemasangan gips secara bertahap selama 3-4 bulan yang diganti setiap
1-2 minggu agar tidak menggangu pertumbuhan kaki. Apabila setelah 6
minggu deformitas masih ada , maka dilakukan operasi pada struktur-struktur
medial dan belakang kaki.15

Operasi
Kasus resiten paling baik dioperasi pada umur 8 minggu . tindakan ini dimulai
dengan dilakukan dengan pemanjangan tendon achilles
equinus

jika masih ada

pelepasan posterior dilakukan dengan memisahkan seluruh lebar

kapsul pergelangan kaki posterior dan jika perlu talokalkaneus. Varus


diperbaiki

dengan

melakukan

pelepasan

talonavikularis

medial

dan

pemanjangan tendon tibialis posterior . talus yang tergeser ke medial harus


direduksi dan ditahan dengan kawat kirschner tipis.14
Penatalaksanaan dengan operasi harus mempertimbangkan usia pasien15 :

13

1. Pada anak kurang dari 5 tahun, koreksi dapat dilakukan hanya melalui
prosedur jaringan lunak.
2. Untuk anak lebih dari 5 tahun, membutuhkan pembentukan ulang
tulang/bony reshaping (misal, eksisi dorsolateral dari persendian
kalkaneokuboid [prosedur Dillwyn Evans] atau osteotomi tulang
kalkaneus untuk mengoreksi varus).
3. Apabila anak berusia lebih dari 10 tahun, dapat dilakukan tarsektomi
lateralis atau arthrodesis.
Beberapa pilihan insisi, antara lain15 :
Cincinnati: berupa insisi transversal, mulai dari sisi anteromedial (persendian
navikulakuneiformis) kaki sampai ke sisi anterolateral (bagian distal dan
medial sinus tarsal), dilanjutkan ke bagian belakang pergelangan kaki setinggi
sendi tibiotalus.
Insisi Turco curvilineal medial/posteromedial:
insisi ini dapat menyebabkan luka terbuka, khususnya di sudut vertikal dan
medial kaki. Untuk menghindari hal ini, beberapa operator memilih beberapa
jalan, antara lain:
Tiga insisi terpisah insisi posterior arah vertikal, medial, dan lateral
Dua insisi terpisah curvilinear medial dan posterolateral.
Banyak pendekatan bisa dilakukan untuk terapi. Pendekatan mana pun harus
bisa

menghasilkan pajanan yang adekuat. Struktur-struktur yang harus

dilepaskan atau diregangkan adalah5:

Tendon Achilles
Pelapis tendon dari otot-otot yang melewati sendi subtalar
Kapsul pergelangan kaki posterior dan ligamen Deltoid
Ligamen tibiofi bular inferior
Ligamen fibulokalkaneal
Kapsul dari sendi talonavikular dan subtalar
Fasia plantar pedis dan otot-otot intrinsik.

Terapi setelah koreksi

14

Baik operasi dilakukan ataupun tidak , pembebatan tetap diteruskan dan


diulang setiap 2 minggu atau sebulan sekali. Proses ini tetap dilanjutkan
hingga anak mulai berjalan, sesudah itu koreksi bias dilanjutkan dengan
pembebatan malam dengan menggunakan bidai denis brown. Pembebatan
mungkin perlu dilanjutkan hingga pubertas.14
Luka paska operasi tidak boleh ditutup paksa. Luka dapat dibiarkan terbuka
agar membentuk jaringan granulasi atau nantinya dapat dilakukan cangkok
(graft) kulit.15
Harus diperhatikan keadaan luka pascaoperasi. Jika penutupan kulit sulit
dilakukan,lebih baik dibiarkan terbuka agar dapat terjadi reaksi granulasi,
untuk kemudian memungkinkan terjadinya penyembuhan primer atau
sekunder. Dapat juga dilakukan pencangkokan kulit untuk menutupi defek
luka operasi. Perban hanya boleh dipasang longgar dan harus diperiksa secara
reguler.15
2. 9. Komplikasi 12,16,15

Infeksi (jarang)

Kekakuan dan keterbatasan gerak : adanya kekakuan yang muncul di awal


berhubungan dengan hasil yang kurang baik.

Nekrosis avaskular talus : sekitar 40% kejadian nekrosis avaskular talus


muncul pada tehnik kombinasi pelepasan medial dan lateralis.

Dapat terjadi overkoreksi yang mungkin dikarenakan :

Pelepasan ligamen interoseus dari persendian subtalus

Perpindahan tulang navikular yang berlebihan kearah lateral

Adanya perpanjangan tendon

15

2. 10. Prognosis
Beberapa kasus menunjukkan respon yang positif terhadap penanganan,
sedangkan beberapa kasus lain menunjukkan respon yang lama atau tidak
berespon samasekali terhadap treatment. Orangtua harus diberikan informasi
bahwa hasil dari treatmen tidak selalu dapat diprediksi dan tergantung pada
tingkat keparahan dari deformitas, umur anak saat intervensi, perkembangan
tulang, otot dan syaraf. Fungsi kaki jangka panjang setelah treatmen secara
umum baik tetapi hasil study menunjukkan bahwa koreksi saat dewasa akan
menunjukkan kaki yang 10% lebih kecil dari biasanya.13

16

BAB 3
KESIMPULAN
1. Congenital talipes equinovarus adalah fiksasi kaki pada posisi adduksi,
supinasi dan varus. Tulang kalkaneus, navikular, dan kuboid terrotasike
arah medial terhadap talus, dan tertahan dalam posisi adduksi serta inversi
oleh ligamen dan tendon. Sebagai tambahan, tulang metatarsal pertama
lebih fleksi terhadap daerah plantar.
2. Etiologi CTEV tidak diketahui pasti; beberapa teori tentang etiologi CTEV
antara lain : faktor mekanik intrauteri, defek neuromuskular, defek sel
plasma primer, perkembangan fetus terhambat, herediter, dan vaskular.
3. Diagnosa CTEV dapat ditentukan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang terutama pemeriksaan radiologis.
4. Sasaran penatalaksanaan dari CTEV
adalah untuk memperbaiki
deformitas dini, memperbaiki deformitas sepenuhnya menahan posisi yang
sudah diperbaiki hingga pertumbuhan kaki berhenti.

17

DAFTAR PUSTAKA

1. Tachdjian, M.O. : Pediatric Orthopedics, Second ed., vol. 4, WB. Saunders


Co., Philadelphia, 1990, pp. 2428 - 2541.
2. Herzenberg JE, Radler C and Bor N (2002):Ponseti versus traditional methods
of casting for idiopathic clubfoot. J PediatrOrthop, 22: 517-521
3. Salter. Robert B. : Textbook of Disorder and Injuries of The Musculosceletal
System, Second ed., Williams & Wilkins, Baltimore/London, 1083, pp. 117
120.
4. Soule RE. Treatment of congenital talipesequinovarus in infancy and early
childhood. 2008. Available from: www.jbjs.com [ 15 february 2016]
5. Apleys: System of Orthopaedics and fractures, 8th edition, 2001, pp 488
6. Cummings R, Davidson R, Armstrong P, Lehman W . Congenital Clubfoot.
The journal of bone and joint surgery. JBJS.org, Volume 84-A. number 2.
February 2002
7. Skelly AC, Holt VL, Mosca VS, Alderman BW. Talipeseqinovarus and
maternal smoking: a population-based case-control study in Washington state.
Teratology 2002;66:91-100.
8. Carey M, Mylvaganam A, Rouse I, Bower C. Risk factors for isolated
talipesequinovarus in Western Australia, 1980-1994. Paediatric and Perinatal
Epidemiology 2005;19:238-245.
9. Miedzybrodzka Z. Congenital talipesequinovarus (clubfoot): a disorder of the
foot but not the hand. J. Anat. 2003;202:37-42.
10. Chairuddin RM. Pengantar ilmu bedah ortopedi, PT Yarsif Watampone,
Jakarta,2007. p120.
11. Cahyono BC. Congenital Talipes Equinovarus (CTEV), Vol. 39. Jember :
Cermin Dunia Kedokteran, 2012.
12. PatelM. 2007. Clubfoot. www.emedicine.com [Aksespadatanggal 16 Februari
2016].
13. TachdjianMihran O. Congenital TalipesEquinovarus In: TachdjianMihran O
[editor]: Clinical Pediatric OrthopaedicsThe Art of Diagnosis and Principle of
Management. Appleton & Lange, 1997; 12-24.

18

14. Graham Apley, Solomon louis. Buku Ajar OrtopedidanfraktursistemApley.


Edisiketujuh .alihBahasaNugroho Edi. Jakarta: widyamedika, 1995
15. Hussein S, Gomal J, Turcopostero-medial relese for congenital talipes
equinovarus.2007. Available from: www.gjm.com[ 15 februari 2016]
16. Anonym. 2005. Clubfoot Deformity. www.dubaibone.com [Aksespadatanggal
16 Februari 2016].

Anda mungkin juga menyukai