Anda di halaman 1dari 16

TINJAUAN TEORI

A. Asam dan Basa


Asam adalah setiap senyawa kimia yang melepaskan ion hidrogen ke suatu
larutan atau ke senyawa biasa. Sedangkan basa adalah senyawa kimia yang
menerima ion hidrogen. Adapun beberapa definisi oleh para pakar dimana menurut
Bronsted-Lowry, Asam didefinisikan sebagai senyawa kima yang dapat bertindak
sebagai proton donor (H+), sedangkan basa adalah senyawa kimia yang dapat
bertindak sebagai akseptor proton. Dalam solusi fisiologis, mungkin lebih baik
menggunakan definisi dari Arrhenius, dimana dia mendefinisikan asam sebagai
senyawa yang mengandung hidrogen dan bereaksi dengan air untuk membentuk ion
hidrogen dan basa adalah senyawa yang menghasilkan ion hiroksida dalam air.
Asam kuat adalah asam yang berdiosiasi dengan cepat terutama melepaskan
sejumlah besar ion H+ dalam larutan, contohnya HCl. Asam lemah mempunyai lebih
sedikit kecenderungan untuk berdisosiasikan ion-ionnya dan oleh karena itu kurang
melepaskan H+, contohnya adalah H2CO3.
Basa kuat adalah suatu basa yang secara cepat dan kuat dengan H+ dan
oleh karena itu dengan cepat menghilangkannya dari larutan. Contohnya adalah ion
hirdoksil (OH-) yang bereaksi dengan cepat membentuk air (H2O). Basa lemah
adalah basa yang secara lemah bereaksi dengan ion H+, contohnya adalah HCO3-.
Keseimbangan asam-basa terkait dengan pengaturan konsentrasi ion H+
bebas dalam cairan tubuh. pH rata-rata adalah 7,4, pH darah arteri 7,45 dan darah
vena 7,35. Jika pH <7,35 dikatakan asidosis, dan jika pH darah >7,45 dikatakan
alkalosis. Ion H+ terutama diperoleh dari aktivitas metabolik tubuh. H+ secara normal
dan kontinyu akan ditambahkan ke cairan tubuh dari 3 sumber, yaitu:
1) Pembentukan asam karbonat dan sebagian akan berdisosiasi menjadi H + dan
bikarbonat.
2) Katabolisme zat organic
3) Disosiasi asam organik pada metabolismme intermedia, misalnya pada
metabolisme lemak terbentuk asam lemak dan laktat, sebagian asam ini akan
berdisosiasi melepaskan ion H+.
Fluktuasi konsentrasi ion H+ dalam tubuh akan mempengaruhi fungsi normal sel,
antara lain :
1) Perubahan eksitabilitas saraf dan otot. Pada asidosis terjadi depresi susunan
saraf pusat, sebaliknya pada alkalosis terjadi hiperekstabilitas.
2) Mempengaruhi enzim-enzim dalam tubuh.
3) Mempengaruhi konsentrasi ion K+
Bila terjadi perubahan konsentrasi ion H+ maka tubuh berusaha mempertahankan
ion H+ seperti semula dengan cara:
1) Mengaktifkan sistem buffer
2) Mekanisme pengontrolan pH (kompensasi) oleh sistem pernapasan.

3) Mekanisme pengontrolan pH (kompensasi) oleh sistem ginjal.


B. Mekanisme Kompensasi
Respon fisiologis untuk mengubah H+ dikarakteristikan oleh 3 fase, yaitu;
1. Body buffer
Fisiologis dari buffer penting pada manusia termasuk bikarbonat
(H2CO3/HCO3-), hemoglobin (HbH/Hb-), protein intraseluler lainnya (PrH/Pr),
fosfat (H2PO4-/HPO42-) dan ammonia (NH3/NH4+). Efektivitas dari buffer ini pada
berbagai kompertemen cairan berhubungan dengan konsentrasi mereka.
Bikarbonat merupakan buffer yang paling penting dalam kompartemen cairan
ekstraseluler. Hemoglobin, meskipun dibatasi oleh sel darah merah, juga
berfungsi sebagai buffer yang penting dalam darah. Protein lain mungkin
memainkan peran utama dalam buffer pada kompartemen cairan intraseluler. Ion
fosfat dan ammonium merupakan buffer yang penting pada urine.
a. Bikarbonat
Meskipun dalam arti yang ketat, buffer bikarbonat terdiri dari H 2CO3
dan HCO3-, tekanan CO2 dapat menggantikan H2CO3 karena:
H2O + CO2 H2CO3 H+ +HCO3Hidrasi CO2 dikatalis oleh karbonat anhidrase, jika penyesuaianpenyesuaian yang dibuat untuk buffer bikarbonat dan jika koefisien
kelarutan

untuk

CO2

dipertimbangkan,

persamaan

Henderson-

Hasselbach untuk bikarbionat dapat ditulis sebagai berikut:

HCO3

pH = Pk+ (
) dimana pK= 6,1

Dicatat bahwa Pk yang baik dihapus dari pH arteri normal 7,40 yang
berarti bahwa bikarbonat tidak akan diharapkan untuk menjadi buffer
ekstraseluler yang efesien. Sistem bikarbonat bagaimanapun penting
karena dua alasan:
b. Bikarbonat hadir dalam konsentrasi tinggi yang relatif pada cairan
ekstreseluler.
c. Lebih penting lagi, PaCO2 dan plasma [HCO3-] diatur secara ketat oleh
paru-paru dan ginjal.,Kemampuan dua organ ini untuk mengubah rasio
[HCO3-/PaCO2 memungkinkan mereka untuk mengerahkan pengaruh
penting teradap pH arteri.
Derivasi sederhana dan lebih praktis dari persamaan Hendersonhasselbach untuk buffer bikarbonat adalah sebagai berikut :
[H+] = 24 x PaCO2
(HCO3-)
Harus ditekankan bahwa buffer bikarbonat efektif terhadap metabolisme
tetapi tidak pada gangguan asam basa pernapasan.

2. Kompensasi Respiratorik
Perubahan

pada

ventilasi

alveolar

berespon

terhadap

kompensasi

respiratorik dari PaCO2 pada brainstem. Respon reseptor ini untuk mengubah pH
dari cairan CSF. Minute ventilation meningkat 1-4 L/menit untuk setiap (akut) 1
mmHg peningkatan PaCo2. Kenyataannya, paru-paru berespon untuk eliminasi
dari 15 mEq produksi CO2 setiap harinya sebagai hasil sampingan karbohidrat
dan metabolisme lemak. Respon kompensasi respiratorik juga penting dalam
melindungi penanda perubahan pH selama gangguan metabolik.
Disamping itu kemoreseptor pada arkus aorta dan sinus carotid yang
mengatur frekuensi dan dalamnya nafas juga dipengaruhi oleh perubahan O2, pH
dan CO2 dalam darah. Kompensasi respiratori dalam mempertahankan
keseimbangan asam basa adalah dengan pengaturan konsentrasi CO2 cairan
ekstraseluler oleh paru. Dengan menyesuaikan PCO2 meningkat atau menurun,
paru secara efektif akan mengatur konsentrasi ion hydrogen cairan ekstraseluler.
Peningkatan ventilasi akan mengurangi CO2 dan mengurangi konsentrasi ion
hidrogen demikian juga sebaliknya.
Pengaturan konsentrasi ion hidrogen dengan ventilasi paru ini diatur oleh
sistem sirkulasi darah. Bila terjadi kenaikan pCO 2, CO2 akan bereaksi dengan
H2O dan menghasilkan ion H+. Ion H+ ini akan merangsang kemoreseptor diarkus
aorta dan sinus carotid, kemudian N.IX dan X akan mengirimkan sinyal ke pusat
pernapasan untuk meningkatkan ventilasi. Akibatnya, kadar CO2 berkurang dan
pH bertambah.
Selain CO2, penurunan kadar oksigen (hipoksemia) yaitu bila pO2 < 60
mmHg juga menstimulasi reseptor sinus carotid. Dan ion H+ dari produksi asam
(misalnya asam laktat) selain hasil disosiasi CO 2 juga bisa merangsang
kemoreseptor perifer
a. Kompensasi respiratorik selama asidosis metabolic
Penurunan ph darah arteri menstimulasi pusat pernapasan pada
brainsterm. Hasil peningkatan ventilasi alveolar menurunkan PaCO 2 dan
cenderung untuk mengembalikan pH arteri ke nilai normal.
b. Kompensasi respiratorik dalam alkalosis metabolic
Peningkatan pH arteri menekan pusat pernapasan. Hasil dari
hipoventilasi

alveolar

cenderung

mengembailkan pH arteri kenilai normal.


3. Kompensasi Ginjal

meningkatkan

PaCO2

dan

Regulasi ginjal untuk mengatur keseimbangan asam basa dilakukan dengan


mengeluarkan urine yang asam atau basa. Pengeluaran urine asam akan
mengurangi jumlah asam dalam cairan ekstraseluler dan meningkatkan pH.
Sedangkan pengeluran urine basa akan menghilangkan basa dari cairan
ekstraseluler dan menurunkan pH.
Ginjal mengatur konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler melalui tiga
mekanisme, yaitu sekresi ion hdrogen dan reabsorbsi ion bikarbonat, asidifikasi
buffer dan eksresi ammonia.
a. Kompensasi Ginjal selama Asidosis
Respon ginjal terhadap keadaan asam terdiri dari 3 langkah:
1) Peningkatan reabsorbsi HCO3- yang difiltrasi
2) Peningkatan eksresi titrable acids
3) Peningkatan produksi ammonia
b. Kompensasi ginjal selama alkalosis
Jumlah HCO3- yang banyak secara normal difiltrasi dan kadangkadang direabsorbsi karena ginjal butuh eksresi bikarbonat dalam jumlah
yang banyak jika dibutuhkan. Sebagai hasilnya, ginjal sangat efektif
dalam proteksi terhadap keadaan metabolic alkalosis yang secara umum
terjadi karena defisiensi sodium atau mineral kortikoid berlebih. Deplesi
dari sodium

akan menurunkan volume cairan ekstraseluler dan

meningkatkan reabsorbsi Na+ dari tubulus proksimal ginjal.


C. Gangguan Keseimbangan Asam-Basa
Keseimbangan asam-basa darah dikendalikan secara seksama, karena
perubahan pH yang sangat kecil pun dapat memberikan efek yang serius terhadap
beberapa organ.

Tubuh menggunakan 3 mekanisme untuk mengendalikan

keseimbangan asam-basa darah:


1. Kelebihan asam akan dibuang oleh ginjal, sebagian besar dalam bentuk
amonia. Ginjal memiliki kemampuan untuk mengatur jumlah asam atau basa
yang dibuang, yang biasanya berlangsung selama beberapa hari.
2. Tubuh menggunakan penyangga pH (buffer) dalam darah sebagai pelindung
terhadap perubahan yang terjadi secara tiba-tiba dalam pH darah. Suatu
penyangga ph bekerja secara kimiawi untuk meminimalkan perubahan pH
suatu larutan. Penyangga pH yang paling penting dalam darah adalah
bikarbonat. Bikarbonat (suatu komponen basa) berada dalam kesetimbangan
dengan karbondioksida (suatu komponen asam). Jika lebih banyak asam
yang masuk ke dalam aliran darah, maka akan dihasilkan lebih banyak

bikarbonat dan lebih sedikit karbondioksida. Jika lebih banyak basa yang
masuk ke dalam aliran darah, maka akan dihasilkan lebih banyak
karbondioksida dan lebih sedikit bikarbonat.
3. Pembuangan karbondioksida. Karbondioksida adalah hasil tambahan penting
dari metabolisme oksigen dan terus menerus yang dihasilkan oleh sel. Darah
membawa karbondioksida ke paru-paru dan di paru-paru karbondioksida
tersebut dikeluarkan (dihembuskan).
Pusat pernafasan di otak mengatur jumlah karbondioksida yang dihembuskan
dengan mengendalikan kecepatan dan kedalaman pernafasan. Jika pernafasan
meningkat, kadar karbon dioksida darah menurun dan darah menjadi lebih basa. Jika
pernafasan menurun, kadar karbondioksida darah meningkat dan darah menjadi
lebih asam. Dengan mengatur kecepatan dan kedalaman pernafasan, maka pusat
pernafasan dan paru-paru mampu mengatur pH darah menit demi menit. Adanya
kelainan pada satu atau lebih mekanisme pengendalian pH tersebut, bisa
menyebabkan salah satu dari 2 kelainan utama dalam keseimbangan asam basa,
yaitu asidosis atau alkalosis.

Asidosis adalah suatu keadaan pada saat darah terlalu banyak mengandung
asam (atau terlalu sedikit mengandung basa) dan sering menyebabkan menurunnya
pH darah. Alkalosis adalah suatu keadaan pada saat darah terlalu banyak
mengandung

basa

(atau

terlalu

sedikit

mengandung

asam)

dan

kadang

menyebabkan meningkatnya pH darah.


Asidosis dan alkalosis bukan merupakan suatu penyakit tetapi lebih
merupakan suatu akibat dari sejumlah penyakit. Terjadinya asidosis dan alkalosis
merupakan petunjuk penting dari adanya masalah metabolisme yang serius. Asidosis

dan alkalosis dikelompokkan menjadi metabolik atau respiratorik, tergantung kepada


penyebab utamanya.
Asidosis

metabolik

dan

alkalosis

metabolik

disebabkan

oleh

ketidakseimbangan dalam pembentukan dan pembuangan asam atau basa oleh


ginjal. Asidosis respiratorik atau alkalosis respiratorik terutama disebabkan oleh
penyakit paru-paru atau kelainan pernafasan.
1

Asidosis
a Definisi
Asiodos adalah suatu keadaan dimana adanya peningkatan asam
didalam darah yang disebabkan oleh berbagai keadaan dan penyakit tertentu
yang mana tubuh tidak bisa mengeluarkan asam dalam mengatur
keseimbangan asam basa. Hal ini penting untuk menjaga keseimbangan
fungsi sistem organ tubuh manusia. Gangguan keseimbangan ini dapat
dikelompokkan dalam dua kelompok besar yaitu metabolik dan respiratorik.
Ginjal dan paru merupakan dua organ yang berperan penting dalam
b

pengaturan keseimbangan ini.


Patogenesis
Pada keadaan asidosis yang berperan adalah sistem buffer
(penyangga) pada referensi ini akan dibahas tentang sistem buffer
bikarbonat. Sistem penyangga bikarbonat terdiri dari larutan air yang
mengandung bikarbonat yang terdiri dari larutan air yang mengandung dua
zat yaitu asam lemah (H2CO3) dan garam bikarbonat seperti NaHCO3.
H2CO3 dibentuk dalam tubuh oleh reaksi CO2 dengan H2O.
CO2 + H2O <-> H2CO3
Reaksi ini lambat dan sangat sedikit jumlah H2CO3 yang dibentuk kecuali bila
ada enzim karbonik anhidrase. Enzim ini terutama banyak sekali di dinding
alveoli paru dimana CO2 dilepaskan, karbonik anhidrase juga ditemukan di
sel-sel epitel tubulus ginjal dimana CO2 bereaksi dengan H2O untuk
membentuk H2CO3
H2CO3 berionisasi secara lemah untuk membentuk sejumlah kecil H+ dan
HCO3H2CO3 <-> H+ + HCO3Komponen kedua dari sistem yaitu garam bikarbonat terbentuk secara
dominan sebagai Natrium Bicarbonat (NaHO3) dalam cairan ekstraseluler.
NaHCO3 berionisasi hampir secara lengkap untuk membentuk ion-ion
bicarbonat (HCO3-) dan ion-ion natrium (Na+) sebagai berikut :
NaHCO3 <-> Na+ + HCO3-

Sekarang dengan semua sistem bersama-sama, kita akan mendapatkan


sebagai berikut :
CO2 + H2O <-> H2CO3 <-> H+ + HCO3- + Na+
Akibat disosiasi H2CO3 yang lemah, konsentrasi H+ menjadi sangat kuat bila
asam kuat seperti HCl ditambahkan ke dalam larutan penyangga bicarbonat,
peningkatan ion hidrogen yang dilepaskan oleh asam disangga oleh HCO3 :
H + + HCO3- H2CO3 CO2 + H2O
Sebagai hasilnya, lebih banyak H2CO3 yang dibentuk. Meningkatkan produksi
CO2 dan H2O. Dari reaksi ini kita dapat melihat bahwa ion hidrogen dari asam
kuat HCl, bereaksi dengan HCO3- untuk membentuk asam yang sangat lemah
yaitu H2CO3 yang kemudian membentuk CO2 dan H2O. CO2 yang berlebihan
sangat merangsang pernapasan yang mengeluarkan CO2 dari cairan
ekstraseluler. Ini berpengaruh terjadinya asidosis pada tubuh.
I.

Asidosis Metabolik .
Asidosis Metabolik adalah keasaman darah yang berlebihan,
yang ditandai dengan rendahnya kadar bikarbonat dalam darah. Bila
peningkatan keasaman melampaui sistem penyangga pH, darah akan
benar-benar menjadi asam. Seiring dengan menurunnya pH darah,
pernafasan menjadi lebih dalam dan lebih cepat sebagai usaha tubuh
untuk menurunkan kelebihan asam dalam darah dengan cara
menurunkan jumlah karbon dioksida. Pada akhirnya, ginjal juga
berusaha

mengkompensasi

keadaan

tersebut

dengan

cara

mengeluarkan lebih banyak asam dalam air kemih. Tetapi kedua


mekanisme tersebut bisa terlampaui jika tubuh terus menerus
menghasilkan terlalu banyak asam, sehingga terjadi asidosis berat
dan berakhir dengan keadaan koma.
Etiologi: Penyebab asidosis metabolik dapat dikelompokkan kedalam
3 kelompok utama:
1. Jumlah asam dalam tubuh dapat meningkat jika mengkonsumsi
suatu asam atau suatu bahan yang diubah menjadi asam.
Sebagian besar bahan yang menyebabkan asidosis bila dimakan
dianggap beracun. Contohnya adalah metanol (alkohol kayu) dan
zat anti beku (etilen glikol). Overdosis aspirin pun dapat
menyebabkan asidosis metabolik.
2. Tubuh dapat menghasilkan asam yang lebih banyak melalui
metabolisme. Tubuh dapat menghasilkan asam yang berlebihan
sebagai suatu akibat dari beberapa penyakit; salah satu
diantaranya adalah diabetes melitus tipe I. Jika diabetes tidak

terkendali dengan baik, tubuh akan memecah lemak dan


menghasilkan asam yang disebut keton. Asam yang berlebihan
juga ditemukan pada syok stadium lanjut, dimana asam laktat
dibentuk dari metabolisme gula.
3. Asidosis metabolik bisa terjadi jika ginjal tidak mampu untuk
membuang asam dalam jumlah yang semestinya. Bahkan jumlah
asam yang normal pun bisa menyebabkan asidosis jika ginjal tidak
berfungsi secara normal. Kelainan fungsi ginjal ini dikenal sebagai
asidosis tubulus renalis, yang bisa terjadi pada penderita gagal
ginjal atau penderita kelainan yang mempengaruhi kemampuan
ginjal untuk membuang asam.
Secara umum, Penyebab utama dari asidois metabolik: Gagal ginjal,
Asidosis tubulus renalis (kelainan bentuk ginjal), Ketoasidosis
diabetikum, Asidosis laktat (bertambahnya asam laktat), Bahan
beracun seperti etilen glikol, overdosis salisilat, metanol, paraldehid,
asetazolamiatau amonium klorida dan Kehilangan basa (misalnya
bikarbonat) melalui saluran pencernaan karena diare, ileostomi atau
kolostomi.
Beberapa penyebab yang sering terjadi pada keadaan asidosis
metabolik :
a. Asidosis di Tubulus Ginjal .
Asidosis tubulus renalis (ATR) atau Renal tubular acidosis
(RTA) adalah suatu penyakit ginjal (renal) khususnya pada bagian
tubulus renalis-nya. Menurut sejumlah literature ilmiah bidang
kesehatan, penyakit ATR ini memang tergolong penyakit langka,
dengan manifestasi klinis yang tidak spesifik sehingga diagnosis
sering terlambat. Akibat dari gangguan ekresi ion Hidrogen atau
reabsorbsi bikarbonat oleh ginjal atau kedua-duanya. Gangguan
reabsorbsi bikarbonat tubulus ginjal menyebabkan hilangnya
bicarbonat dalam urine atau ketidakmampuan mekanisme sekresi
Hidrogen di tubulus ginjal untuk mencapai keasaman urin yang
normal menyebabkan ekresi urin yang alkalis. Dalam keadaan
normal, ginjal menyerap asam sisa metabolisme dari darah dan
membuangnya ke dalam urin. Pada penderita penyakit ini, bagian
dari ginjal yang bernama tubulus renalis tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya, sehingga hanya sedikit asam yang
dibuang ke dalam urin. Akibatnya terjadi penimbunan asam dalam
darah, yang mengakibatkan terjadinya asidosis, yakni tingkat

keasamannya menjadi di atas ambang normal. Diduga penyakit ini


disebabkan faktor keturunan atau bisa timbul akibat obat-obatan,
keracunan logam berat atau penyakit autoimun (misalnya lupus
eritematosus sistemik atau sindroma Sjogren). Sejauh ini dunia
kedokteran

belum

menyembuhkannya,

menemukan
karena

obat

penyakit

ini

atau

terapi

tergolong

untuk
sebagai

kerusakan organ tubuh, sepertipenyakit diabetes mellitus (akibat


kerusakan kelenjar insulin).
Sementara ini penanganan ATR baru sebatas terapi untuk
mengontrol tingkat keasaman darah, yaitu dengan memberikan
obat yang mengandung zat bersifat basa (alkalin) secara berkala
(periodik), sehingga tercapai tingkat keasaman netral, seperti pada
orang normal. Zat basa ini mengandung bahan aktif natrium
bikarbonat (bicnat).
b. Diare .
Diare berat mungkin merupakan penyebab asidosis yang
paling sering. Penyebabnya adalah hilangnya sejumlah besar
natrium bicarbonat ke dalam feses, sekresi gastrointestinal secara
normal mengandung sejumlah besar bicarbonat dan diare ini
menyebabkan hilangnya ion bicarbonat dari tubuh. Bentuk asidosis
metabolik ini berlangsung berat dan dapat menyebabkan kematian
terutama pada anak-anak.
c. Diabetes Melitus
Diabetes melitus disebabkan oleh tidak adanya sekresi insulin
oleh pankreas yang menghambat penggunaan glukosa dalam
metabolisme.Ini terjadi karena adanya pemecahan lemak menjadi
asam asetoasetat dan asam ini di metabolisme oleh jaringan untuk
menghasilkan energi, menggantikan glukosa. Pada DM yang berat
kadar Asetoasetat dalam darah meningkat sangat tinggi sehingga
menyebabkan asidosis metabolik yang berat.
d. Penyerapan Asam
Jarang sekali sejumlah besar asam diserap dari makanan
normal akan tetapi asidosis metabolik yang berat kadang-kadang
dapat disebabkan oleh keracuan asam tertentu antara lain aspirin
dan metil alkohol.
e. Gagal Ginjal Kronis
Saat fungsi ginjal sangat menurun terdapat pembentukan
anion dari asam lemak dalam cairan tubuh yang tidak eksresikan
oleh ginjal. Selain itu penurunan laju filtrasi glomerulus mengurangi
eksresi fosfat dan NH4 + yang mengurangi jumlah bikarbonat.

Gejala Klinis: Asidosis metabolik ringan bisa tidak menimbulkan


gejala, namun biasanya penderita merasakan mual, muntah dan
kelelahan. Pernafasan menjadi lebih dalam atau sedikit lebih cepat,
namun kebanyakan penderita tidak memperhatikan hal ini. Sejalan
dengan memburuknya asidosis, penderita mulai merasakan kelelahan
yang luar biasa, rasa mengantuk, semakin mual dan mengalami
kebingungan. Bila asidosis semakin memburuk, tekanan darah dapat
turun, menyebabkan syok, koma dan kematian.
Diagnosa: Diagnosis asidosis biasanya ditegakkan berdasarkan hasil
pengukuran pH darah yang diambil dari darah arteri (arteri radialis di
pergelangan tangan). Darah arteri digunakan sebagai contoh karena
darah vena tidak akurat untuk mengukur pH darah. Untuk mengetahui
penyebabnya, dilakukan pengukuran kadar karbon dioksida dan
bikarbonat dalam darah. Mungkin diperlukan pemeriksaan tambahan
untuk membantu menentukan penyebabnya. Misalnya kadar gula
darah yang tinggi dan adanya keton dalam urin biasanya menunjukkan
suatu diabetes yang tak terkendali. Adanya bahan toksik dalam darah
menunjukkan bahwa asidosis metabolik yang terjadi disebabkan oleh
keracunan atau overdosis. Kadang-kadang dilakukan pemeriksaan air
kemih secara mikroskopis dan pengukuran pH air kemih.
Penatalaksanaan: Pengobatan asidosis metabolik tergantung kepada
penyebabnya. Sebagai contoh, diabetes dikendalikan dengan insulin
atau keracunan diatasi denganmembuang bahan racun tersebut dari
dalam darah. Kadang-kadang perlu dilakukan dialisa untuk mengobati
overdosis atau keracunan yang berat. Asidosis metabolik juga bisa
diobati secara langsung. Bila terjadi asidosis ringan, yang diperlukan
hanya cairan intravena dan pengobatan terhadap penyebabnya. Bila
terjadi asidosis berat, diberikan bikarbonat mungkin secara intravena;
tetapi bikarbonat hanya memberikan kesembuhan sementara dan
dapat membahayakan. Koreksi asidosis metabolik dapat dilakukan
dengan rumus yaltu:
(Ki - Ku) x BB x 0.6 = mEq NaHCO3.
Ki = kadar bikarbonat yang ingin dicapai
Ku = kadar bikarbonat terukur saat itu.
II.

Asidosis Respiratorik .

Asidosis Respiratorik adalah keasaman darah yang berlebihan


karena penumpukan karbondioksida dalam darah sebagai akibat dari
fungsi paru-paru yang buruk atau pernafasan yang lambat. Kecepatan
dan kedalaman pernafasan mengendalikan jumlah karbondioksida
dalam darah. Dalam keadaan normal, jika terkumpul karbondioksida,
pH darah akan turun dan darah menjadi asam. Tingginya kadar
karbondioksida dalam darah merangsang otak yang mengatur
pernafasan, sehingga pernafasan menjadi lebih cepat dan lebih
dalam. Keadaan ini timbul akibat ketidakmampuan paru untuk
mengeluarkan CO2 hasil metabolisme (keadaan hipoventilasi). Hal ini
menyebabkan peningkatan H2CO3 dan konsentrasi ion hidrogen
sehingga menghasilkan asidosis.
Etiologi
1. Penurunan pernafasan
Penurunan pernapasan melibatkan perubahan fungsi neuron
dalam menstimulus inhalasi dan ekhalasi. Neuron mengurangi
pada tingkat sel tubuh melalui zat/agen kimia dan kerusakan fisik.
Penurunan kimia pada neuron dapat terjadi sebagai hasil agen
anastesi, obatobatan (narkotik) dan racun dimana merintangi
darah menuju ke otak dan langsung menghalangi depolarisasi.
Disamping

itu

ketidakseimbangan

elektrolit

(hiponatrium,

hiperkalsemia dan hiperkalemi) juga secara lambat menghalangi


depolarisasi

neural.

Akibat

neuron

respiratorik

juga

akan

mengurangi keadaan fisik. Trauma sebagai hasil langsung


kerusakan fisik untuk neuron respirasi atau menimbulkan
hypoksia

sampai

iskemik

yang

dapat

mengganggu

atau

menghancurkan kemampuan neuron untuk membangkitkan dan


mengirimkan impuls ke otot skeletal yang membantu dalam
respirasi. Neuron respirasi dapat rusak atau hancur secara tidak
langsung

apabila

meningkatnya

terdapat

tekanan

masalah

intrakranial.

di

area

otak

Meningkatnya

karena
tekanan

intrakranial ini karena adanya edema jaringan,dimana menekan


pusat pernapasan (batang otak). Trauma spinal cord, penyakit
tertentu seperti polio adalah sebab yang aktual bagi kerusakan
diaxon dan penyakit lain seperti mistenia gravis, dan syndrom
Guillain-Barre yang mengganggu tranmisi impuls nervous ke otot
skele.
2. Inadequatnya Ekspansi Dada

Karena ekspansi ini penting untuk mengurangi tekanan di


dalam rongga dada sehingga terjadi pernapasan. Beberapa
kondisi

membatasi

ekspansi

dada

sehingga

menghasilkan

inadequatnya pertukaran gas walaupun jaringan paru sehat dan


pusat pesan sudah dimulai dan transmisi yang tepat. Beberapa
orang mengalami masalah dalam ekspansi dada dapat mencukupi
pertukaran gas selama periode istirahat sehingga retensi CO2
tidak terjadi pada waktu itu. Bagaimanapun meningkatnya aktivitas
atau kerusakan pada jaringan paru menghasilkan permintaan
untuk

pertukaran

gas

dimana

seseorang

tidak

dapat

memenuhinya, hasilnya acidemia. Tidak adekuatnya ekspansi


dada dapat dihasilkan dari trauma skeletal atau deformitas,
kelemahan otot respirasi. Masalah skeletal yang membatasi
perpindahan pernapasan dalam dinding dada jika terdapat
kerusakan tulang atau malformasi tulang yang menyebabkan
distorsi dalam fungsi dada. Struktur tulang dada yang tidak
berbentuk serasi dapat membentuk deformasi pada rongga dada
dan mencegah penuhnya ekspansi pada satu atau kedua paru.
Deformitas skeletal mungkin congenital: hasil dari kesalahan
pertumbuhan tulang ( seperti skoliosis, osteogenesis imperfecta
dan syndrome Hurlers) atau hasil yang tidak seimbang dari
degenerasi jaringan tulang (osteoporosis, metastase sel kanker).
Kondisi

kelemahan

otot

respirasi

berhubungan

dengan

ketidakseimbangan elektrolit dan kelelahan.


3. Obstruksi jalan napas
Pencegahan perpindahan masuk dan keluarnya udara pada
paru melalui bagian atas dan bawah pada obstruksi jalan napas
dapat menimbulkan pertukaran gas yang tidak efektif, retensi CO2
dan acidemia. Jalan napas bagian atas dan bawah dapat
terobstruksi secara internal dan eksternal. Kondisi eksterna yang
menyebabkan obstruksi jalan napas atas termasuk tekanan yang
kuat pada daerah leher, pembesaran nodus lympa regional.
Sedangkan kondisi internal yang menyebabkan obstruksi jalan
napas atas termasuk masuknya benda asing pada saat bernapas,
konstriksi otot halus bronkial dan pembentukan edema pada
jaringan luminal. Obstruksi jalan napas bagian bawah terjadi
melalui kontriksi otot halus, pembentukan jaringan luminal,

pembentukan lendir yang berlebihan. Kondisi umum yang


berhubungan dengan obstruksi jalan napas bagian bawah yaitu
karena terlalu lama menderita penyakit inflamasi (bronchitis,
emphysema dan asma) dan dan masuknya bahan-bahan iritan
seperti asap rokok, debu batu bara, serat asbes, serat kapas, debu
silikon dan beberapa partikel yang mencapai jalan napas bagian
bawah.
4. Gangguan difusi alveolar-kapiler
Pertukaran gas pulmonal terjadi oleh difusi di persimpangan
alveolar dan membrane kapiler. Beberapa kondisi dimana
mencegah atau mengurangi proses difusi karena dapat meretensi
CO2 dan terjadi asidemia. Masalah difusi dapat terjadi pada
membran alveolar, membran kapiler atau area diantara keduanya.
Asidosis respiratorik sering terjadi akibat kondisi patologis yang
merusak pusat pernapasan atau yang menurunkan kemampuan
paru untuk mengeliminasikan CO2.
Manifestasi Klinik: Meningkatnya nadi dan tingkat pernapasan,
Pernapasan

dangkal,

Dyspnea,

Pusing,

Convulsi,

Letargi,

Kelemahan dan sakit kepala.


Penatalaksanaan: Asidosis respiratorik biasanya juga disertai
asidosis metabolik ringan, karena hipoksia akan menyebabkan
terjadinya penimbunan asam laktat dan asam organik lainnya
dalam

cairan

ektraselular.

Koreksi

cairan

perlu

disertai

pemeriksaan pH dan analisis gas darah. Pengobatan yang tepat


adalah memperbaiki ventilasi dengan respirator. Pengobatan
dengan natrium bikarbonat kurang tepat, karena tindakan ini
malahan akan menyebabkan hiperosmolalitas dan gagal jantung.
Pengobatan ditujukan terhadap etiologi, disamping usaha untuk
meningkatkan pCO2 dalam darah. Pemberian amonium kiorida
tidak dianjurkan. Bernapas dalam sungkup yang dipasang di
wajah (rebreathing,) dapat mengurangi gejala dan kehilangan
CO2 pada hiperventilasi akut.
2. Alkalosis
Alkalosis adalah suatu keadaan pada saat darah terlalu banyak mengandung
basa (atau terlalu sedikit mengandung asam) dan kadang menyebabkan
peningkatan pH darah.
Etiologi

a. Alkalosis respiratori yang disebabkan rendahnya tingkat karbon. Berada


dalam

tekanan

tinggi

atau

memiliki

penyakit

yang

menyebabkan

bekurangnya kadar oksigen dalam darah dapat mengakibatkan jantung


bernafas

lebih

cepat

(hiperventilate),

yang

menurunkan

kadar

karbondioksida.
b. Metabolik alklosis yang disebabkan oleh terlalu banyak bicarbonat di darah.
c. Hypokelemik alkalosis disebabkan oleh respon ginjal terhadap kurangnya
atau hilangnya potassium, yangg dapat muncul ketika seseorang mengambil
pengobatan diuretik.
d. Hipochloremik alkalosis disebabkan oleh kurangnya atau hilangnya klorit,
yang muncul disertai dengan muntah berkepanjangan.
I.
Alkalosis Respiratorik
Alkalosis Respiratorik adalah suatu keadaan dimana darah
menjadi basa karena pernafasan yang cepat dan dalam, sehingga
menyebabkan kadar karbondioksida dalam darah menjadi rendah.
Etiologi: Penyebab :Pernafasan yang cepat dan dalam disebut
hiperventilasi,

yang

menyebabkan

terlalu

banyaknya

jumlah

karbondioksida yang dikeluarkan dari aliran darah. Penyebab


hiperventilasi yang paling sering ditemukan adalah kecemasan.
Penyebab lain dari alkalosis respiratorik adalah rasa nyeri, kadar
oksigen darah yang rendah, demam dan overdosis aspirin
Manifestasi Klinis: Alkalosis respiratorik dapat membuat penderita
merasa cemas dan dapat menyebabkan rasa gatal disekitar bibir dan
wajah. keadaannya makin memburuk, bisa terjadi kejang otot dan
penurunan kesadaran.
Diagnosa: Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pengukuran
kadar karbondioksida dalam darah arteri. pH darah juga sering
meningkat.
Penatalaksanaan:

Biasanya

satu-satunya

pengobatan

yang

dibutuhkan adalah memperlambat pernafasan. Jika penyebabnya


adalah kecemasan, memperlambat pernafasan bisa meredakan
penyakit ini.Jika penyebabnya adalah rasa nyeri, diberikan obat
pereda nyeri. Menghembuskan nafas dalam kantung kertas (bukan
kantung plastik) bisa membantu meningkatkan kadar karbondioksida
setelah

penderita

menghirup

kembali

karbondioksida

yang

dihembuskannya.
Pilihan lainnya adalah mengajarkan penderita untuk menahan
nafasnya selama mungkin, kemudian menarik nafas dangkal dan
menahan kembali nafasnya selama mungkin. Hal ini dilakukan
berulang dalam satu rangkaian sebanyak 6-10 kali. Jika kadar

karbondioksida meningkat, gejala hiperventilasi akan membaik,


sehingga mengurangi kecemasan penderita dan menghentikan
II.

serangan alkalosis respiratorik.


Alkalosis Metabolik
Alkalosis Metabolik adalah suatu keadaan dimana darah
dalam keadaan basa karena tingginya kadar bikarbonat.
Etiologi: Penyebab Alkalosis metabolik terjadi jika tubuh kehilangan
terlalu banyak asam. Sebagai contoh adalah kehilangan sejumlah
asam lambung selama periode muntah yang berkepanjangan atau
bila asam lambung disedot dengan selang lambung (seperti yang
kadang-kadang

dilakukan

di

rumah

sakit,

terutama

setelah

pembedahan perut). Pada kasus yang jarang, alkalosis metabolik


terjadi pada seseorang yang mengkonsumsi terlalu banyak basa dari
bahan-bahan seperti soda bikarbonat. Selain itu, alkalosis metabolik
dapat terjadi bila kehilangan natrium atau kalium dalam jumlah yang
banyak mempengaruhi kemampuan ginjal dalam mengendalikan
keseimbangan asam basa darah.
Penatalaksanaan: Pengobatan alkalosis metabolik adalah dengan
pemberian ainonium kiorida dengan dosis dihitung menurut rumus:
Amonium kiorida yang diperlukan (mEq) = (Ki - Ku) x BB x fd
Keterangan:
Ki

= konsentrasi bikarbonat natrikus yang diinginkan

Ku

= konsentrasi bikarbonat natrikus yang diukur

BB

= berat badan dalam kg

Fd

= faktor distribusi dalam tubuh, untuk ainonium kiorida


adalah 0.2 -0.3

Daftar pustaka
Boyce JA. 2008. Acidosis and Alcalosis. Current Molecular Medicine (5): 3354
Heinz E.1996. Acidosis and alcalosis and hipocalemia, pp. 211332
Sacher R.A. dan Mcpherson R.A,MPengaturan. 2002. Asam-Basa dan Elektrolit pada:
Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium, edisi kedua, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, hh.320-340.
D, Munajat Y, Nur MB, Madjid SA, Siregar P, Aniwidyaningsih, W, dkk. 2010. Gangguan
Keseimbangan Air, Elektrolit dan Asam Basa. Edisi 2. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI;
Wang X. 2004. "Alkalosis". Current Opinions in Plant Biology 7 (3): 32936
Cumming SR, Black D, Nevitt M, Browner W, Cauley J, Ensrud K, et. 1993. acidosis.
Lancet;341:72-75.
Eyster KM. 2007. " Acidosis and alcalosis and hipocalemia". Advances inPhysiology
Education 31: 516.
Behrman, kliegman, Arvin. 2000. ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15, Volume 3.
Jakarta. EGC,.

Anda mungkin juga menyukai