Anda di halaman 1dari 11

ISSN: 1411-8297

Agronomika Vol. 10, No. 1, Januari 2010

UJI DAYA HASIL DAN LAJU ASIMILASI BERSIH GALUR-GALUR MURNI


PADI GOGO AROMATIK (Oryza sativa, L) DI PURWOREJO
Oleh:
Diah Ratnasari , Ponendi Hidayat2, Sunarto2, dan Totok Agung D. H.2
1
Alumni Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto
2
Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto
1

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan padi gogo yang berdaya hasil tinggi dan aromatik,
mengetahui laju asimilasi bersih galur-galur padi gogo aromatik, dan mengetahui korelasi laju asimilasi bersih
dan karakter lain dengan hasil. Penelitian dilakukan di Desa Gebang, Kecamatan Gebang, Kabupaten Purworejo
pada bulan Januari 2006 sampai Mei 2006. Hasil penelitian menunjukkan G136 dan G19 memiliki daya hasil
lebih tinggi daripada varietas pembanding. Laju asimilasi bersih antar genotip berkisar antara 0,40-0,86 g m-2
hari-1. Laju asimilasi bersih memiliki korelasi positif dan pengaruh langsung yang besar terhadap hasil
(P10y=0,750; r10.11=0,364). Karakter lain yang memiliki hubungan erat dengan hasil adalah bobot gabah kering
per rumpun (P9y=0,718, r9.11=0,963) dan jumlah gabah per malai (P6y=0,376;r6.11=0,567).
Kata kunci: daya hasil, galur padi gogo aromatik, laju asimilasi bersih, korelasi
ABSTRACT
This research aimed to find upland rice which have high yielding and aromatic, to know net assimilation
rate of aromatic upland rice lines, and to know correlation of net assimilation rate and other characters with
yield. The research was conducted at Gebang Village, Gebang District, Purworejo Regency from January 2006
until Mei 2006. The result of the research showed that G136 and G19 produced higher yield than compared
variety. Net assimilation rate of genotype were varried between 0,40-0,86 g m-2 hari-1. Net assimilation rate had
positive correlation and high direct effect to yield (P10y=0,750; r10.11=0,364). Other character which have high
correlation with yield were weight of grain per clump (P9y=0,718, r9.11=0,963) number of grain per panicle
(P6y=0,376;r6.11=0,567).
Key words: yield, aromatic upland rice lines, net assimilation rate, correlation

mempertahankan

PENDAHULUAN
Padi

pangan

tanaman

bahan

sebagian

besar

Pengembangan budidaya padi gogo

masyarakat Indonesia. Produksi padi tahun

merupakan salah satu alternatif untuk lebih

2005 adalah 54.056.282 ton gabah kering

meningkatkan produksi padi. Lahan kering

giling (GKG) atau setara 31,67 juta ton

di Indonesia mencapai 10,59 juta hektar

beras,

beras

(BPS, 2004), sementara sumbangan produksi

masyarakat Indonesia pada tahun 2005

padi gogo terhadap produksi padi nasional

adalah 30,57 juta ton (BPS, 2006).

masih tergolong rendah yaitu 2,83 juta ton

Berdasarkan data tersebut, maka Indonesia

atau 5,25% dari total produksi padi nasional

mampu

pangan

(BPS, 2005). Peningkatan produksi padi

upaya

gogo perlu lebih didorong untuk penyediaan

makanan

merupakan

kemandirian

pokok

bagi

sedangkan

penduduk.

memenuhi
Walaupun

kebutuhan

kebutuhan
demikian,

peningkatan produksi padi nasional tetap


perlu

40

dilakukan

dalam

rangka

nasional.

dan ketahanan pangan nasional.


Sebagian besar varietas padi gogo

ISSN: 1411-8297
Agronomika Vol. 10, No. 1, Januari 2010

mempunyai hasil dan kualitas yang rendah

Menurut Ruswandi et al., (2005),

yaitu tekstur nasi pera dan tidak beraroma

penampilan karakter hasil pada umumnya

(Suwarto, 2003). Program Studi Pemuliaan

berkaitan

Tanaman

karakter lain. Adanya keterkaitan penampilan

Unsoed

telah

melakukan

dengan

tersebut

karakter-

persilangan padi gogo (Poso dan Danau

antar

Tempe) yang berdaya hasil tinggi (3-5 ton/

gambaran

ha) dengan padi aromatik (Mentikwangi)

diantara karakter-karakter tanaman. Menurut

yang mempunyai rasa enak dan aromatik

Zen (1995), untuk mencapai tujuan seleksi

untuk memperoleh varietas padi gogo

yang efektif perlu diketahui korelasi antar

berdaya hasil tinggi, rasa nasi enak, dan

karakter agronomi, komponen hasil dan

aromatik.

hasil, sehingga seleksi

Saat ini telah diperoleh galur-

karakter

penampilan

adanya

fenomena

terhadap

persilangan Poso dan Danau Tempe dengan

dilaksanakan. Tujuan dari penelitian ini

Mentikwangi. Uji daya hasil perlu dilakukan

adalah (1) mengetahui produktivitas galur-

untuk mengetahui potensi hasil galur-galur

galur murni padi gogo aromatik, (2)

tersebut. Menurut Nasir (2001), uji daya

mengetahui laju asimilasi bersih galur-

hasil merupakan salah satu tahapan dalam

galur murni padi gogo aromatik, dan (3)

program

mengetahui korelasi laju asimilasi bersih dan

yang

bertujuan untuk mengevaluasi keberadaan

sekaligus

satu

karakter

tanaman

lebih

korelasi

galur murni padi gogo aromatik hasil

pemuliaan

atau

merupakan

dapat

karakter lain dengan hasil.

gen-gen yang diinginkan pada suatu genotip


yang

selanjutnya

dipersiapkan

sebagai

galur/kultivar baru.

Penelitian dilaksanakan di Gebang,

Daya hasil suatu genotipe tanaman


dapat

METODE PENELITIAN
Kabupaten

Purworejo selama 5 bulan mulai bulan

kemampuan fotosintesis dan metabolisme

Januari sampai Mei 2006. Rancangan

tanaman (Suprayogi dan Ismangil, 2004).

percobaan

yang

digunakan

Organ utama tumbuhan yang melakukan

Rancangan

Acak

Kelompok Lengkap

fotosintesis adalah daun. Laju asimiliasi

(Randomized Completely Block Design)

bersih (LAB) merupakan hasil bersih dari

dengan ulangan 3 kali. Faktor yang dicoba

hasil asimilasi pada proses fotosintesis per

adalah 9 galur padi gogo aromatik yaitu G9,

satuan luas dan waktu. Investasi hasil

G10, G12, G13, G19 G35, G39, G136 dan 4

asimilasi

tanaman

varietas pembanding: Poso, Mentikwangi,

menentukan

Silugonggo dan Situ Patenggang. Petak

dalam
periode

dengan

Gebang,

melihat

selama

dideterminasi

Kecamatan

pertumbuhan
vegetatif

produktivitas tanaman (Gardner et al., 1991).

adalah

percobaan berukuran 2x6 meter, jarak petak


41

ISSN: 1411-8297
Agronomika Vol. 10, No. 1, Januari 2010

dalam satu blok 0,5 meter dan jarak petak

variabel-variabel yang diamati ditunjukkan

antar blok 1 meter. Benih ditanam dengan

pada Tabel 1. Terdapat perbedaan antar

cara ditugal, dengan jarak tanam 25 x 25 cm

genotipe pada semua variabel yang diamati

dan tiap lubang ditanam 4 benih.

kecuali pada persentase gabah isi dan laju

Data

yang

diperoleh

dianalisis

dengan uji F. Untuk mengetahui perbedaan

asimilasi bersih 10-20 hst dan 30-40 hst.


Tinggi

tanaman

galur-galur

dan

antara galur yang diuji dengan varietas

varietas pembanding berkisar antara 84,73 cm

pembanding digunakan uji Least Significant

sampai 136,03 cm (Tabel 2). Dari sembilan

Increase (LSI) taraf 5% (Petersen, 1994).

galur yang diuji terdapat 2 galur yang lebih

Keeratan hubungan antara dua sifat yang

baik (tinggi tanaman lebih rendah) daripada

diamati dianalisis dengan korelasi sederhana

varietas Poso, Mentikwangi, dan Situ

(Singh dan Chaudhary, 1979). Besarnya

Patenggang. Galur-galur tersebut adalah

pengaruh langsung dan tidak langsung

G19 dan G34. Galur-galur yang memiliki

masing-masing karakter terhadap hasil

tinggi tanaman lebih baik daripada Poso dan

ditentukan dengan analisis jalin (Path

Mentikwangi adalah G9, G10, G39, dan

analysis) seperti yang dikemukakan oleh

G136. Namun dalam hal tinggi tanaman,

Singh dan Chaudhary (1979).

tidak ada satupun galur yang lebih rendah


daripada varietas Silugonggo. Menurut

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kaher (1993), tinggi rendahnya tanaman

Daya Hasil Galur-Galur Padi Gogo


Aromatik

adalah sifat atau ciri yang mempengaruhi

Hasil analisis keragaman terhadap

daya hasil suatu varietas.

Tabel 1. Matrik analisis varian genotip terhadap variabel pengamatan


Variabel Pengamatan
Genotip
Tinggi tanaman (cm)
**
Umur berbunga (hst)
**
Umur panen (hst)
**
Jumlah anakan produktif
**
Panjang malai (cm)
**
Jumlah gabah total per malai
**
Persentase gabah isi per malai (%)
ns
Bobot 1000 gabah (gram)
**
Bobot gabah per rumpun (gram)
**
2
Hasil gabah kering/petak efektif (kg/5m )
**
LAB 10-20 hst (gram/m2/hari)
ns
LAB 20-30 hst (gram/m2/hari)
*
2
LAB 30-40 hst (gram/m /hari)
ns
Keterangan: ns = tidak nyata; * = berbeda nyata pada taraf kesalahan 5 % uji F; ** = berbeda sangat
nyata pada taraf kesalahan 1 % uji F.
42

ISSN: 1411-8297
Agronomika Vol. 10, No. 1, Januari 2010

Varietas yang berdaya hasil tinggi umumnya

G39, Silugonggo dan Situ Patenggang

dicirikan

yang

termasuk berumur genjah, sedangkan G34,

mempunyai batang yang tidak terlalu tinggi

G35, G136, Poso, Mentikwangi termasuk

(115-125 cm) atau yang berbatang pendek dan

berumur sedang. Sembilan galur padi gogo

berumur genjah. Galur yang memiliki

aromatik tergolong memiliki panjang malai

kriteria tersebut

sedang. Panjang malai dapat dikelompokkan

oleh

bentuk

tanaman

adalah G9, G10, G19,

G34, G39, dan G136.

menjadi pendek (20 cm), sedang (20-30 cm),

Jumlah anakan produktif per rumpun

dan

panjang

(>30

cm)

(Departemen

terbanyak (23 malai) dicapai oleh G10 dan

Pertanian, 1983). G12, G13, G19, G35, dan

G35. Menurut Soemartono et al., (1984),

G39 memiliki jumlah gabah total per malai

tanaman padi akan cepat membentuk anakan

yang lebih banyak dari Mentikwangi dan

bila ketersediaan air dan unsur hara cukup

Silugonggo, tetapi semua galur yang diuji

memadai serta ditunjang dengan intensitas

tidak memiliki jumlah gabah total per malai

cahaya matahari dan suhu yang optimum.

yang lebih banyak daripada varietas Poso dan

Taslim et al., (1989) menyatakan bahwa

Situ Patenggang.

jumlah anakan produktif tiap rumpun akan


menentukan tinggi rendahnya hasil padi.

Tabel

menunjukkan

bahwa

persentase gabah isi per malai tidak

Umur 90% berbunga galur dan

berbeda nyata antar genotipe Hal ini

varietas yang diuji berkisar antara 69-94 hari

menunjukkan adanya kesamaan dalam hal

sedangkan umur panen berkisar antara 95-

perbandingan jumlah gabah isi dengan

115 hari (Tabel 2). Tidak ada galur yang

jumlah gabah total antar galur dan varietas

berbunga dan panen lebih cepat dari

pembanding. G136 memiliki persentase

varietas pembanding Silugonggo. G10 lebih

gabah isi yang lebih besar daripada

genjah daripada Poso, Mentikwangi, dan Situ

Mentikwangi. Nilai rata-rata persentase

Patenggang. G9, G12, G13, G19, G39, dan

gabah isi galur-galur padi gogo aromatik

G136 memiliki umur berbunga dan panen

berkisar antara 68,91 sampai 77,12%

lebih

(Tabel

genjah

daripada

Poso

dan

2).

Menurut

Vergara

(1995),

Mentikwangi, sedangkan G34 dan G35

persentase gabah isi untuk varietas unggul

merupakan galur yang umurnya paling lama.

padi gogo adalah lebih dari 80%, sehingga

Menurut Widayani (1997, dalam Isnaini,

galur-galur padi gogo aromatik yang dicoba

2002),

tidak memenuhi kriteria sebagai varietas

umur

tanaman

padi

gogo

dikelompokkan menjadi: umur genjah (< 110

unggul padi gogo.

HST), sedang (111-130 HST) dan dalam


(>130 HST). G9, G10, G12, G13, G19,
43

ISSN: 1411-8297
Agronomika Vol. 10, No. 1, Januari 2010

Tabel 2. Nilai rata-rata dan hasil uji LSI variabel pengamatan 9 galur murni padi gogo aromatik dan 4 varietas pembanding
Umur
Umur
Panjang
Jumlah Persentase Bobot
Bobot Hasil gabah Potensi
berbunga panen (hst) malai (cm) gabah gabah isi
gabah
1000
kering per hasil*)
(hst)
total per per malai kering per gabah
petak
(1/ha)
malai
(%)
rumpun kering (g)
efektif
(g)
(kg/5m2)
G9
121,40 ab 21,20 ad
83,00 ab 1 08,00 ab 23,20 bcd 114,24
74,31
24,96
25,43 c
1,88
3,74
G10
11 6,71 ab 23,33 abcd 80,00 abd 1 05,00 bd 23,59 bcd 120,90
71,93
25,34
90,27 abcd 1,91
3,80
G12
131,77
18,00 d
83,00 ab 107,33 ab 23,75 bcd 146,81 bc 68,91
28,87
27,56 c
2,33 b
4,66 b
G13
131,60
17,93 d
82,67 ab 1 07,67 ab 23,79 bcd 140,62 bc 73,94
30,75
29,93 abcd 2,46 bc
4,92 bc
G19
113,46 abd 20,33 ad
82,33 ab 11 0,00 ab 21,77 c
135,17 bc 72,39
33,1 6 bc 26,96 c
2,62 abc
5,24 abc
G34
108,06 abd 20,40 ad
94,00
114,33
21,99 c
130,14
75,63
26,29
25,46 c
2,13
4,26
G35
136,03
23,06 abcd 91,00
115,33
25,54 abcd 140,30 bc 71,52
27,69
25,56 c
2,16
4,32
G39
116,23 ab 19,46 ad
82,00 ab 1 07,00 ab 23,51 bcd 149,40 bc 70,89
31,57
27,43 c
2,40 b
4,80 b
G136
121,31 ab 18,70 ad
82,00 ab 11 0,67 ab 22,96 bcd 126,80
77,12 b
35,93 abc 24,93 c
2,73 abc
5,46 abc
Kl+LSI
126,41
18,69
88,09
113,01
24,36
153,91
77,62
32,89
28,74
2,57
5,10
K2 + LSI
129,49
21,96
87,76
112,68
22,55
134,83
75,99
31,83
28,64
2,31
4,58
K3 + LSI
90,00
21,75
71,43
96,35
20,81
133,20
77,58
32,15
23,41
2,45
4,86
K4 + LSI
115,85
15,55
81,43
106,68
22,11
177,48
81,88
36,61
27,67
2,77
5,50
Keterangan: Kl= Poso; K2= Mentikwangi; K3= Silugongg; K4= Situ Patenggang; pada kolom yang sama, angkang yang diikuti huruf a = lebih
baik dari Poso; b = lebih baik dari Mentikwangi, c = lebih baik dari Silugonggo, d = lebih baik dari Situ Patenggang pada taraf 5%
uji LSI (Least Significant Increase); *) = hasil konversi dari bobot gabah kering per petak efektif
Galur/
varietas

44

Tinggi
tanaman
(cm)

Jumlah
anakan
produktif

ISSN: 1411-8297
Agronomika Vol. 10, No. 1, Januari 2010

Tabel 2 menunjukkan G10 dan G13

serta pengelolaan teknik budidaya (Gardner et

memiliki bobot 1000 gabah kering tertinggi

al., 1991). Apabila dikonversikan dari hasil

dan lebih baik dari 4 varietas pembanding.

gabah kering per petak efektif, maka galur-

Semua galur padi gogo aromatik memiliki

galur padi gogo aromatik yang diuji

bobot 1000 gabah kering yang lebih besar

mempunyai potensi hasil tinggi yaitu sekitar

dari Silugonggo. Pada variabel bobot gabah

3,75 t/ha sampai 5,47 t/ha. Potensi hasil

kering per rumpun dan hasil gabah kering

tertinggi dicapai oleh G19 dan G136 dengan

per petak efektif tidak ada satupun galur

potensi hasil 5,47 t/ha dan 5,24 t/ha.

yang melebihi Situ Patenggang. Galur-galur

Laju Asimilasi Bersih Galur-Galur Padi


Gogo Aromatik Dan Varietas Pembanding

yang memiliki bobot gabah kering per


rumpun dan hasil per petak efektif lebih baik
dari Poso, Mentikwangi, dan Silugonggo
adalah G19 dan G136. Tinggi rendahnya
hasil padi dipengaruhi oleh komponen hasil
yang meliputi jumlah malai per rumpun,
jumlah gabah per malai, bobot 1000 butir
gabah isi, dan persentase gabah isi. Lebih
jauh komponen hasil dipengaruhi oleh faktor
genetik dan lingkungan (Taslim et al., 1989)

Rata-rata laju asimilasi bersih (LAB)


galur-galur padi gogo aromatik dan varietas
pembanding ditunjukkan pada Tabel 3.
Perkembangan LAB masing-masing galur
dan varietas pembanding semakin menurun
seiring dengan bertambahnya umur. Hal ini
disebabkan oleh kecepatan pertambahan
luas daun yang lebih tinggi dibandingkan
dengan

kecepatan

pertambahan

bobot

kering.

Tabel 3. Laju Asimilasi Bersih (g m-2 hari-1) 9 galur murni padi gogo aromatik dan 4 varietas
pembanding
Galur/varietas

LAB (10-20hst)
LAB (20-30 hst)
LAB (30-40 hst)
G9
0,99
0,57
0,30
G10
1,10
0,52
0,28
G12
1,04
0,49
0,32
G13
1,21
0,86 abcd
0,15
G19
1,09
0,59
0,21
G34
1,01
0,65 cd
0,22
G35
0,76
0,42
0,31
G39
0,97
0,53
0,28
G136
1,04
0,50
0,37 a
Poso + LSI
1,36
0,80
0,33
Mentikwangi + LSI
1,34
0,70
0,38
Silugonggo + LSI
1,38
0,64
0,47
Situpatenggang + LSI
1,41
0,58
0,51
Keterangan: pada kolom yang sama, angka yang diikuti huruf a : lebih baik dari Poso, b : lebih baik
dari Mentikwangi, c : lebih baik dari Silugonggo, d : lebih baik dari Situ
Patenggang pada taraf 5% uji LSI (Least Significant Increase)
45

ISSN: 1411-8297
Agronomika Vol. 10, No. 1, Januari 2010

Menurut Gardner et al., (1991),


meningkatnya luas daun seiring dengan
bertambahnya

umur

tanaman

pengaruh dari karakter yang tidak diamati


terhadap hasil sangat kecil.

tidak

Menurut Singh dan Chaudhary (1979),

meningkatkan fotosintesis. Hal itu diduga

interpretasi analisis jalin adalah sebagai

terjadi karena daun-daun tidak efisien

berikut

dalam melakukan fotosintesis karena daun

1. Jika koefisien korelasi antar faktor

saling ternaungi. Ternaunginya daun pada

penyebab dan faktor akibat memiliki nilai

bagian bawah menyebabkan produk total

yang hampir sama dengan pengaruh

fotosintat lebih sedikit dibandingkan dengan

langsung (Px1y), maka korelasi tersebut

luas daun.

menunjukkan hubungan yang benar.

Korelasi Antar Karakter Serta Pengaruh


Langsung Dan Tidak Langsungnya
Terhadap Hasil

Variabel yang masuk dalam kriteria ini

Pada Tabel 4 terlihat bahwa dari


sepuluh karakter yang diamati, empat
karakter (jumlah gabah per malai, persentase
gabah isi, bobot gabah per rumpun, dan laju
asimilasi bersih) berkorelasi positif dengan
hasil, dua diantaranya (jumlah gabah per
malai dan bobot gabah per rumpun)
berkorelasi nyata (r6.11= 0,567 dan r9.11=
0,963). Laju asimilasi bersih memiliki
korelasi positif terhadap hasil (r10.11 = 0,364).
Pengaruh
langsung

langsung

karakter

dan

tidak

terhadap

hasil

ditunjukkan pada Tabel 5. Lima karakter


memperlihatkan pengaruh langsung yang
besar terhadap hasil. Karakter bobot gabah
kering per rumpun (P9=0,718), umur panen
(P3= 0,469), jumlah gabah isi per malai
(P6=0,376)

dan

laju

asimilasi

bersih

(P10=0,750) berpengaruh positif terhadap


hasil, sedangkan karakter bobot 1000
gabah kering berpengarah negatif (P8=0,525). Besamya pengaruh karakter terhadap
hasil selain karakter yang diamati (Psisa) adalah
sebesar 0,097. Sehingga dapat dikatakan
46

adalah

bobot

gabah

per

rumpun

(P9y=0,718; r9.11=0,963), jumlah gabah


per malai (P6y=0,376; r6.11=0,567), dan
laju

asimilasi

bersih

(P10y=0,750;

r10.11=0,364), sehingga hubungan antar


karakter tersebut mendekati kebenaran.
2. Jika koefisien korelasi positif, tetapi
pengaruh langsungnya negatif atau
dapat diabaikan, maka pengaruh tidak
langsung merupakan penyebab korelasi.
Variabel yang masuk dalam kriteria ini
adalah persentase gabah isi (P7y= -0,148;
r7.11=0,309). Hal ini berarti, seleksi
berdasarkan persentase gabah isi tidak
efektif. Pengaruh tidak langsung melalui
bobot

gabah

kering

per

rumpun

tampaknya lebih berperan (Tabel 5).


3. Jika koefisien korelasinya negatif, tapi
pengaruh langsungnya positif dan tinggi,
dalam keadaan demikian dilakukan
seleks i simultan terbatas,

yakni

dengan mengabaikan pengaruh yang


tidak berkenaan. Variabel yang masuk
kategori

ini

adalah

(Ps=0,575; rsn= -0,272).

panjang

malai

ISSN: 1411-8297
Agronomika Vol. 10, No. 1, Januari 2010

Tabel 4. Matriks korelasi antar karakter tanaman padi gogo aromatik dan varietas pembanding
X1
X2
X3
X4
X5
X6
X7
Xn
X8
X9
X10
1,000
0,515
1,000
0,597 * 0,947 **
1,000
0,106
0,213
0,189
1,000
0,484
0,524
0,572 *
0,359
1,000
0,003
0,105
0,109
-0,657 *
0,162
1,000
-0,336
0,044
0,090
-0,312
-0,258
0,005
1,000
0,506
0,181
0,205
-0,129
0,375
0,293
-0,275
1,000
-0,064
-0,252
-0,035
-0,601 *
-0,193
0,512
0,301
-0,036
1,000
X10
-0,202
-0,531
-0,526
-0,586 *
-0,602 *
0,043
0,195
0,357
0,266
1,000
X11
-0,147
-0,232
-0,058
-0,705 *
-0,272
0,567 *
0,309
-0,042
0,963 **
0,364
1,000
Keterangan: * = nyata; ** = sangat nyata; X1 = tinggi tanaman, X2 = umur berbunga, X3= umur panen, X4= jumlah anakan produktif, X5= panjang malai,
X6= jumah gabah per malai, X7= persentase gabah isi, X8= bobot 1000 gabah kering, X9 = bobot gabah kering per rumpun, X10= laju asimilasi
bersih, X11 = hasil gabah kering per petak efektif
Karakter
X1
X2
X3
X4
X5
X6
X7
X8
X9

47

ISSN: 1411-8297
Agronomika Vol. 10, No. 1, Januari 2010

Tabel 5. Pengaruh langsung (diagonal) dan pengaruh tidak langsung (off diagonal) antara variabel pengamatan terhadap hasil padi gogo aromatik dan varietas
pembanding.
Karakter

X!

X2

X3

X4

X5

X6

X7

Xg

X9

X10

Efek total XdgY

X1
-0,047
-0,074
0,280
0,019
0,088
0,001
0,050
-0,266
-0,046
-0,152
-0,147
X2
-0,024
-0,145
0,444
0,039
0,095
0,040
-0,007
-0,095
-0,181
-0,398
-0,232
X3
-0,028
-0,137
0,469
0,034
0,104
0,041
-0,013
-0,108
-0,025
-0,395
-0,058
X4
-0,005
-0,031
0,089
0,182
0,065
-0,247
0,046
0,068
-0,431
-0,440
-0,705
X5
-0,023
-0,076
0,268
0,065
0,181
0,061
0,038
-0,197
-0,139
-0,452
-0,272
X6
0,000
-0,015
0,051
-0,119
0,029
0,376
-0,001
-0,154
0,368
0,032
0,567
X7
0,016
-0,006
0,042
-0,057
-0,047
0,002
-0,148
0,144
0,216
0,146
0,309
X8
-0,024
-0,026
0,096
-0,023
0,068
0,110
0,041
-0,525
-0,026
0,268
-0,042
X9
0,003
0,036
-0,016
-0,109
-0,035
0,193
-0,045
0,019
0,718
0,199
0,963
X10
0,009
0,077
-0,247
-0,107
-0,109
0,016
-0,029
-0,188
0,191
0,750
0,364
Keterangan: X1 = tinggi tanaman, X2= umur berbunga, X3= umur panen, X4= jumlah anakan produktif, X5= panjang malai, X6= jumah gabah per malai,
X7= persentase gabah isi, X8= bobot 1000 gabah kering, X9 = bobot gabah kering per rumpun, X10= laju asimilasi bersih

48

ISSN: 1411-8297
Agronomika Vol. 10, No. 1, Januari 2010

Berdasarkan interpretasi diatas maka

0,86 g m-2 hari-1 dan memiliki korelasi

laju asimilasi bersih merapakan salah satu

positif dan pengaruh langsung yang

karakter yang memiliki pengaruh langsung

besar

yang besar terhadap hasil dan memiliki

r10.11=0,364).

terhadap

hasil

(P10y=0,750;

nilai korelasi positif terhadap hasil. Hal ini

3. Karakter yang memiliki hubungan erat

berarti semakin tinggi laju asimilasi bersih,

dengan hasil adalah bobot gabah

semakin tinggi pula hasil yang diperoleh,

kering

walaupun nilai koefisien korelasinya tidak

r9.11=0,963) dan jumlah gabah per

nyata. Koefisien korelasi yang tidak nyata

malai (P6y=0,376; r6.11=0,567).

per

rumpun

(P9y=0,718,

antara LAB dengan hasil, disebabkan


adanya karakter lain yang mempengaruhi

DAFTAR PUSTAKA

laju asimilasi bersih. Berdasarkan analisis

Badan Pusat Statistik-(BPS). 2004. Land


Utilization by Province 2004 (Ha), (On
line).
http://www.bps.go.id/sector/agri/panga
n/tablelO.shtml. diakses 19 Agustus
2006.

korelasi, laju asimilasi bersih berhubungan


erat

negatif

dengan

jumlah

anakan

produktif dan panjang malai. Sehingga,


peningkatan hasil yang disebabkan oleh
laju asimilasi bersih dapat dilihat pada
penurunan jumlah anakan produktif dan
panjang malai. Berdasarkan analisis jalin,
karakter lain yang berpengaruh paling
besar secara tidak langsung terhadap hasil
melalui laju asimilasi bersih adalah umur
tanaman (umur panen).
SIMPULAN
1. Galur

padi

memiliki

gogo

daya

aromatik

hasil

lebih

yang
tinggi

daripada varietas pembanding (Poso,


Mentik Wangi dan Silugonggo) adalah
G136 dan G19, dengan potensi hasil
masing-masing sebesar 5,47 ton/ha dan
5,24 ton/ha.
2. Laju asimilasi bersih galur-galur padi
gogo aromatik berkisar antara 0,40 -

Badan Pusat Statistik (BPS). 2005.


Crop Plant Production. , (On-line).
http:/www.bps.go.id. diakses 1 Januari
2006.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2006. Berita
Resmi Statistik.(On-line), http://
www.bps.go.id/releases/New/l-Nov2005.htm. diakses 13 Juni 2006.
Departemen Pertanian.
1983. Pedoman
Bercocok Tanam Padi, Palawija,
Sayursayuran.
Departemen
Pertanian
Satuan Pengendali Bimas, Jakarta.
281 hal.
Gardner, P.P., R.B. Pearce and R. L.
Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman
Budidaya. Penterjemah : H. Susilo,
Penerbit UI Press, Jakarta. 423 hal.
Isnaini, Y. 2002. Uji Daya Hasil
Galur
Padi
Gogo
Kekeringan.
Skripsi.
Pertanian,
Universitas
Soedirman. 41 hal.

beberapa
Toleran
Fakultas
Jenderal

Nasir, M. 2001. Pengantar Pemuliaan


Tanaman.
Direktorat
Jenderal
49

ISSN: 1411-8297
Agronomika Vol. 10, No. 1, Januari 2010

Pendidikan Tinggi. Departemen


Pendidikan Nasional, Jakarta. Hal:
206-208.
Nurmayulis. 2005. Pertumbuhan dan Hasil
Tanaman
Kentang
(Solanum
tuberosum L.) yang diberi Pupuk
Organik Difermentasi, Azospirillum
sp., dan Pupuk Nitrogen
di
Pangalengan
dan
Cisarua.
(On-line)
http:
//www.damandiri.or.id/file/nurmayul
isunpadbab4a.pdf. diakses 21 Juni
2006.
Petersen, R. G. 1994. Agricultural Field
Experiment (Design and Analysis).
Marcel Dekker, Inc., New York. 409
hal.
Ruswandi, D., Y. Rosmalia, F. Parhaeni,
N. Carsono. 2005. Variabilitas
fenotipik karakter vegetatif dan
generatif serta korelasinya dengan
hasil pada delapan populasi jagung
progeni
Si
Bj
(On
line),
http://www.budidaya.unpad.ac.id
/Kultivasi/06_kultivasi_4-l.pdf.
diakses 29 Juni 2006.
Singh, R. K., dan B. D. Ghaudhary. 1979.
Biometrical methods in quantitative
genetic
ananalysis.
Kaylani
Publisher, New Delhi. 340 p.
Sitompul S. M. dan B. Guritno. 1995.
Analisis Pertumbuhan Tanaman.

50

Gadjah Mada University


Yogyakarta. 411 hal.

Press,

Suwarto.
2003.
Penampilan
Sifat
Agronomi Populasi Fa Hasil
Persilangan Danau Tempe X
Mentikwangi dan Resiproknya untuk
Perakitan Padi Gogo Aromatik.
Agronomika 3(l):54-62.
Suprayogi dan Ismangil. 2004. Laju
Akumulasi
Bahan
Kering,
Kemampuan Serapan N, P, dan Na
Beberapa Varietas Padi pada
Cekaman
Garam,
Perlakuan
Nitrogen, dan Phosphat. Agronomika
(4)1:11-17.
Soemartono., B. Samad dan R. Hardjono.
1984. Bercocok Tanam Padi. PT.
Yasaguna, Jakarta. 228 hal.
Taslim, H. S., Partohardjono dan
Djunainah. 1989. Bercocok Tanam
Padi Sawah. Hal: 481-505 Dalam M.
Ismunadji, Mahyudin Syam, dan
Yuswadi. Padi (Buku 2). Pusat
Penelitian
dan
Pengembangan
Tanaman Pangan, Bogor. hal: 461505.
Vergara, B. S. 1995. Bercocok Tanam
Padi. Departemen Pertanian, Jakarta.
221 hal.
Zen, S. 1995. Heritabilitas, Korelasi
Genotipik dan Fenotipik Karakter
Padi Gogo. Zuriat 6(1 ):25-32.

Anda mungkin juga menyukai