Anda di halaman 1dari 12

ABSTRAK

Telah dilakukan percobaan dengan judul Pengaruh Kuat Medan Ligan Terhadap
Spektrum Kompleks Cu(II) yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh kuat
medan ligan NH3 terhadap spektrum kompleks Cu(II). Prinsip percobaan yaitu
penentuan panjang gelombang maksimum dengan menggunakan spektrofotometer
UV-Vis. Hasil yang diperoleh dari percobaan ini yaitu panjang gelombang
maksimum senyawa I, II dan III masing-masing sebesar 810 nm, 760 nm dengan,
dan 750 nm. Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan
bahwa semakin lemah ligan dalam larutan maka semakin bergeser ke arah
yang lebih besar.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Unsur di bumi terdapat dalam berbagai macam bentuk dan jenis yang
berbeda-beda. Kebanyakan unsur yang ada merupakan unsur-unsur berjenis
logam. Salah satunya yaitu logam-logam yang berada pada golongan transisi.
Analisis anorganik kualitatif banyak digunakan reaksi-reaksi yang menghasilkan
pembentukan kompleks. Suatu ion kompleks terdiri atas satu atom pusat dan
sejumlah ligan yang terikat erat dengan atom pusat. Logam transisi biasanya
mempunyai orbital d yang tidak terisi penuh sehingga memiliki kecenderungan
yang besar untuk membentuk senyawa yang dinamakan dengan senyawa
kompleks. Senyawa kompleks pada umumnya terdiri dari logam-logam yang
bertugas sebagai atom pusatnya. Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang
pembentukan senyawa kompleks di antaranya yaitu teori ikatan valensi, teori
medan kristal, dan teori orbital molekul.
Senyawa kompleks terdiri dari ligan dan atom pusat. Elektron pada
senyawa kompleks dipakai bersama antara kedua atom yang berikatan. Ligan
berfungsi sebagai donor elektron dan atom pusat sebagai akseptor. Ligan pada
senyawa kompleks memilki peranan yang sangat penting yaitu ketika suatu ligan
yang berikatan semakin kuat maka kompleks yang terbentuk akan semakin stabil.
Kuat medan ligan sangat mempengaruhi spektrum kompleks Cu(II), berdasarkan
hal tersebut maka percobaan ini dilakukan.

1.2 Tujuan Percobaan


Tujuan dari percobaan ini ialah untuk mengetahui pengaruh kuat medan
ligan NH3 terhadap spektrum kompleks Cu(II).

BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Ion kompleks terdiri dari atom atau ion pusat dan sejumlah ligan. Jumlah
relatif komponen-komponen ini dalam kompleks stabil mengikuti ketentuan
stoikiometri, walaupun ini tidak diinterpretasikan dengan konsep klasik valensi.
Atom pusat dapat dikarakterkan oleh bilangan koordinasi yang menunjukkan
jumlah ligan yang dapat membentuk kompleks stabil dengan satu atom pusat.
Kebanyakan bilangan koordinasi adalah enam (Fe2+, Fe3+, Zn2+, Cr3+, Co3+, Ni2+),
empat (Cu2+, Cu2+), dua (Ag2+) dan delapan (beberapa ion dalam kelompok
platinum) bisa terbentuk. Ligan tersusun disekitar atom pusat secara simetris. Ion
anorganik sederhana dan molekul seperti NH3, CN-, Cl-, H2O membentuk ligan
monodentat (Svehla,1979).
Kebanyakan ligan adalah anion atau molekul netral yang merupakan donor
elektron. Beberapa yang umum adalah F, Cl-, Br-, CN-, NH3, H2O, CH3OH, dan
OH-. Ligan yang menyumbangkan sepasang elektronnya kepada sebuah atom
logam disebut ligan monodentat. Ligan yang mengandung dua atau lebih atom
yang masing-masing secara serempak membentuk ikatan dua donor-elektron
kepada ion logam yang sama disebut ligan polidentat. Ligan ini juga disebut ligan
khelat karena ligan ini tampaknya mencengkeram kation di antara dua atau lebih
atom donor (Cotton & Wilkinson, 1989).
Suatu kompleks akan terbentuk jika suatu logam direaksikan dengan suatu
ligan, misalnya ion Cu2+ dengan H2O membentuk [Cu(H2O)6]2+. Enam molekul
air yang terkoordinasi dapat diganti oleh ligan-ligan lain dalam larutan yang dapat
terikatlebih kuat. Sebagai contoh penukaran H2O oleh NH3 dapat membentuk
berbagai macam kompleks tergantung dari banyaknya ligan pengganti (NH 3).
Setelah membentuk [Cu(NH3)4]2+, penambahan NH3 berikutnya sulit membentuk
kompleks baru, dengan kata lain harga frekuensi atau maksimum kompleks
tetap. Jika dibuat grafik maksimum sebagai ordinat dan perbandingan mol NH 3
dan mol Cu2+ dan selanjutnya dapat ditarik suatu garis singgung yang menyatakan
perbandingan mol Cu2+ : mol NH3 pada kompleks tersebut (Tim Kimia Anorganik
II, 2013).

Spektra sinar tampak pada larutan yang mengandung Cu2+ berbentuk pita
tunggal asimetris yang melebar. Jika NH3 dimasukkan ke dalam kompleks
[Cu(H2O)n] [(NH3)6-n]2+ dengan n = 1, 2, 3, ..., 6. Substitusi oleh NH 3 ditunjukkan
dengan pergeseran panjang gelombang maksimal perpanjangan gelombang yang
lebih pendek (Cotton & Wilkinson, 1994).
Teori medan kristal tentang senyawa koordinasi menjelaskan bahwa dalam
pembentukan kompleks terjadi interaksi elektrostatik antara ion logam (atom
pusat) dengan ligan. Jika ada empat ligan yang berasal dari arah yang berbeda
berinteraksi dengan atom/ion logam pusat langsung dengan ligan akan
mendapatkan pengaruh medan ligan lebih besar dibandingkan dengan orbitalorbital lainnya. Akibatnya, orbital tersebut akan mengalami peningkatan energi
dan kelima sub orbital d-nya kan terpecah (splitting) menjadi dua kelompok
tingkat energi. Dua sub orbital (dx2 dy2, dan dz2) yang disebut dy atau eg dengan
tingkat energi yang lebih tinggi, dan 2). Tiga sub orbital (dxz, dxy, dan dyz) yang
disebut de atau t2g dengan tingkat energi yang lebih rendah. Perbedaan tingkat
energi ini menunjukkan bahwa teori medan kristal dapat menerangkan terjadinya
perbedaan warna kompleks (Hala, 2010).

BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah spektrofotometer, kuvet, pipet tetes, gelas
erlenmeyer, pipet volume, labu ukur dan buret.
Bahan-bahan yang digunakan adalah larutan Cu(NO3)2, NH3 dan H2O.
3.2 Konstanta Fisik dan Tinjauan Keamanan
Tabel 3.1 Konstanta fisik dan tinjauan keamanan
Berat Molekul
Titik Didih
No
Bahan
(g/mol)
(C)
1
Cu(NO3)2
187
170
2
NH3
35,05
-33
3
H2O
18
100

Titik Leleh
(C)
256
-69,2
0

Tinjauan
Keamanan
Iritasi
Iritasi
Aman

3.3 Cara Kerja


Disiapkan larutan-larutan berikut; a) 100 mL larutan Cu(NO3)2 1 M, b) 100
mL larutan NH4NO3 2 M dan c) larutan NH3 dengan konsentrasi yang telah
diketahui. Diencerkan 0,5 mL larutan a menjadi 25 mL dengan H2O. Ditambahkan
1 mL NH3 6 M kedalam 1 larutan a. Diencerkan menjadi 50 mL dengan aquades
sehingga terbentuk [Cu(H2O)2(NH3)4]2+ . Diencerkan 0,5 mL larutan a menjadi 2
mL dengan NH3 6 M untuk membuat larutan [Cu(H2O)(NH3)]2+ . Diukur spektrum
larutan pada panjang gelombang 570-690 nm. Ditentukan panjang gelombang
maksimum.

BAB IV
DATA HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Hasil Pengamatan
Tabel 4.1 Data Hasil Pengamatan
(nm)
Cu + H2O
Cu + H2O + NH3
750
0,488
0,044
760
0,362
0,069
770
0,366
0,041
780
0,370
0,039
790
0,373
0,031
800
0,371
0,034
810
0,501
0,032
820
0,363
0,030
830
0,356
0,029
840
0,349
0,027
850
0,340
0,025

Cu + NH3
0,452
0,444
0,387
0,354
0,327
0,297
0,272
0,248
0,306
0,205
0,189

4.2 Pembahasan
Senyawa kompleks merupakan senyawa yang terdiri dari logam yang
berikatan

dengan

ligan

melalui

ikatan

kovalen

koordinasi.

Umumnya

pembentukan senyawa kompleks ditandai dengan adanya perubahan warna. Ligan


merupakan penyumbang pasangan elektron (basa lewis) untuk logam (atom
pusat). Warna yang terbentuk pada senyawa kompleks menandakan adanya
absorpsi di daerah sinar tampak (visible). Warna tersebut dihasilkan karena adanya
eksitasi elektron oleh sinar tampak dari orbital molekul kompleks yang diisi
elektron ke orbital dengan tingkat energi yang kosong. Perbedaan energi antar
orbital yang dapat mengalami transisi disebut E.
E = h. V
Transisi elektron yang dihasilkan dibagi menjadi dua golongan :
1. Bila kedua orbital molekul yang dapat mengalami transisi memiliki karakter
utama d, transisinya disebut transisi medan ligan atau transisi d-d. Panjang
gelombang absorpsinya bergantung pada pembelahan medan ligan.
2. Bila satu dari kedua orbital memiliki karakter utama logam serta orbital
lainnya memiliki karakter ligan, transisinya disebut transfer muatan.

Teori medan ligan merupakan satu dari teori yang paling bermanfaat dalam
menjelaskan struktur elektronik kompleks. Setiap ligan baik suatu molekul netral
atau ion negatif akan menyumbangkan sepasang elektron untuk membentuk
sebuah ikatan dengan ion atau atom pusat. Gaya yang dihasilkan terhadap ion atau
atom pusat oleh elektron-elektron ini dan oleh muatan netto ligan-ligan disebut
medan ligan.
Ligan merupakan molekul atau ion yang mengelilingi logam. Contoh ligan
dalam bentuk molekul adalah CO, NH3 dan H2O. Sedangkan contoh ligan dalam
bentuk ion adalah Cl-, Br-, dan F-. Ligan-ligan tersebut memiliki setidaknya satu
pasang elektron yang akan disumbangkan ke atom pusat. Pengaruh ligan terhadap
kekuatan medan listrik dan kedudukan geometri ligan dalam kompleks sangat
bergantung dari jenis ligan tersebut. Medan listrik pada atom pusat dapat
mempengaruhi ligan-ligan sekelilingnya, sedangkan medan gabungan dari liganligan akan mempengaruhi elektron-elektron dari ion pusat. Medan listrik akan
sangat berguna dalam karakterisasi senyawa kompleks.
Percobaan ini menggunakan larutan Cu (NO3)2 karena mengandung logam
Cu yang dapat membentuk kompleks oktahedral. Kompleks oktahedral
merupakan senyawa kompleks yang memiliki enam ligan. Ketika dua ligan pada
posisi trans didekatkan atau dijauhkan terhadap atom pusat, kompleks tersebut
mengalami distorsi tetragonal. Distorsi tetragonal lebih dikenal dengan distorsi
Jahn-Teller. Distorsi Jahn-Teller adalah penyimpangan geometri kompleks (dari
oktahedral menjadi tetragonal) yang disebabkan oleh keberadaan elektron di
orbital d pada atom pusatnya. Ligan bermuatan negatif, karenanya akan mendapat
tolakan oleh elektron (yang juga bermuatan negatif) yang terdapat pada orbital d.
Meskipun demikian hanya elektron-elektron pada orbital-orbital tertentu yang
tolakannya efektif sehingga distorsi Jahn-Teller dapat teramati. Konfigurasi
elektron dari logam Cu dan Cu2+ yaitu :
29

Cu

Cu

29

Cu2

29
+

Salah satu distorsi yang dihasilkan kompleks oktahedral adalah sistem


d4,d9. Pada sistem d4 spin tinggi tiga elektron pertama akan terdistribusi pada
orbital t2g, sedangkan electron keempat menempati orbital e g (dx2-y2 atau dz2). Jika
menempati orbital dx2-y2, maka empat ligan yang berada pada sumbu x dan sumbu
y mengalami tolakan sehingga jaraknya terhadap ion pusat menjadi lebih jauh,
sama halnya dengan dz2. Sedangkan untuk sistem d9 spin tinggi pada dasarnya
sama dengan sistem d4 karena dari 9 elektron yang ada enam diantaranya
terdistribusi pada t2g dan tiga diantaranya terdistribusi pada orbital eg.
Percobaan ini dilakukan dengan mebuat tiga jenis larutan. Larutan I
merupakan campuran 0,5 ml Cu(NO 3)2 dengan 24,5 mL H2O. Larutan II terdiri
dari 1 ml NH3 ditambah 1 ml Cu(NO3)2 dan 48 ml H2O. Larutan III terdiri dari 0,5
ml Cu(NO3)2 dan 1,5 ml NH3. Larutan kemudian diuji dengan spektrofotometer
pada panjang gelombang 750-850 nm. Pengukuran tersebut dilakukan untuk
mengetahui maks dari ketiga larutan. Spektrofotometer adalah alat yang digunakan
untuk menegtahui absorbansi larutan. Prinsip dasar alat ini yaitu jika suatu sinar
monokromatis diteruskan pada sampel maka sebagian sinar akan diserap dan
sebagian lagi akan diteruskan, jumlah sinar yang diserap akan sebanding dengan
konsentrasi larutan. Hal ini didasarkan pada hukum Lambert-Beer yaitu
A = . B . C.
Kekuatan ligan sangat mempengaruhi pembelahan orbital d serta
senyawa kompleks. Ligan yang kuat mengakibatkan pembelahan (splitting)
orbital semakin besar. Semakin besar pembelahan orbital (splitting) maka energi
yang diserap juga semakin besar sehingga yang dihasilkan akan semakin kecil.
Berdasarkan hasil pengukuran larutan III merupakan larutan dengan panjang
gelombang yang paling kecil kemudian larutan II dan larutan I. Larutan I
menghasilkan yang paling besar karena Cu (N0 3)2 hanya ditambahkan H2O. max
larutan I adalah 810 nm dengan absorbansi sebesar 0,501 A. max larutan II adalah
760 nm dengan absorbansi sebesar 0,069 A. max larutan III adalah 750 nm dengan
absorbansi sebesar 0,452 A. Ligan NH3 lebih kuat daripada ligan H2O. Panjang
gelombang terkecil menandakan bahwa senyawa tersebut memiliki ligan yang
kuat.

BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa :
1. Panjang gelombang maksimum (maks) larutan I sebesar 810
nm, maks senyawa II sebesar 760 nm dan maks larutan III
sebesar 750 nm.
2. Semakin kuat suatu ligan maka panjang gelombangnya
semakin kecil.

DAFTAR PUSTAKA
Cotton, F.A. dan Wilkinson, G. 1989. Kimia Anorganik Dasar. Terjemahan dari
Basic Inorganic Chemistry oleh S.Suharto. UI Press, Jakarta.
Hala, Y. 2010. Penuntun Praktikum Kimia Anorganik. Laboratorium Anorganik
FMIPA Universitas Hasanuddin, Makassar
Svehla. 1979. Buku Ajar Vogel : Analisis Kimia Kuantitatif Anorganik Makro dan
Semimikro. Terjemahan dari Quantitative Chemical Analysis of Inorganic
Micro and Semimicro oleh L. Setiono dan A. Hadyana. PT. Bina Rupa
Aksara, Jakarta.
Tim Kimia Anorganik II. 2013. Petunjuk Praktikum Kimia Anorganik II . FMIPA,
Surakarta.

LAMPIRAN
0.6
0.5
0.4
Absorbansi

0.3

f(x) = - 0x + 0.9
R = 0.15

0.2
0.1
0
740

760

780

800

820

840

860

Panjang gelombang (nm)

Grafik 1. Hubungan absorbansi terhadap panjang gelombang


larutan I
0.08
0.07
0.06
0.05
0.04
Absorbansi
0.03
0.02
0.01
0
740

f(x) = - 0x + 0.26
R = 0.61

760

780

800

820

840

860

Panjang gelombang (nm)

Grafik 2. Hubungan absorbansi terhadap panjang gelombang


larutan II

0.5
0.4
0.3

f(x) = - 0x + 2.34
R = 0.91

Absorbansi 0.2
0.1
0
740

760

780

800

820

840

860

Panjang gelombang (nm)

Grafik 3. Hubungan absorbansi terhadap panjang gelombang


larutan III

Anda mungkin juga menyukai