BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masa bayi adalah masa keemasan sekaligus masa kritis perkembangan seseorang. Dikatakan masa kritis
karena pada masa ini bayi sangat peka terhadap lingkungan dan dikatakan masa keemasan karena masa
bayi berlangsung sangat singkat dan tidak da pat diulang kembali (Departemen Kesehatan, 2009). Masa
bayi menurut Departemen Kesehatan (2009) dibagi menjadi dua periode, yaitu masa neonatal dan masa
post neonatal. Masa neonatal dimulai dari umur 0 sampai 2 8 hari, sedangkan masa post neonatal dimulai
dari umur 29 hari sampai 11 bulan. Bayi ada lah individu yang lemah dan memerlukan proses adaptasi.
Kesulitan proses adaptasi ak an menyebabkan bayi mengalami penurunan berat badan, keterlambatan
perkembangan, perilaku yang tidak teratur bahkan bisa sampai meninggal dunia (Mansur, 2009). Jumlah
bayi di Indonesia 4.372.600 jiwa dari 21.805.008 balita atau 20,05% (Kementerian Kesehatan RI, 2011).
Bayi memiliki plastisitas otak yang lebih elas tis daripada otak orang dewasa. Plastisitas otak pada bayi
membuat bayi dapat dengan mudah me nerima berbagai proses pembelajaran, masukan dan stimulasi
yang diberikan oleh lingkung an, tetapi plastisitas otak juga sangat peka terhadap lingkungan yang tidak
mendukung seper ti asupan gizi yang tidak adekuat, kurang stimulasi dan tidak mendapat pelayanan
kesehatan yang memadai (Departemen Kesehatan, 2009).Berbicara tumbuh kembang pada bayi, tidak
terlepas dari konsep pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan adalah perubahan fisik dan
peningkatan ukuran bagian tubuh dari seorang individu yang masing-masing ber beda, sedangkan
perkembangan adalah bertambah sempurnanya kemampuan, keterampilan, dan fungsi tubuh yang lebih
kompleks dalam kemampuan motorik kasar, motorik halus, b icara dan bahasa, serta sosialisasi dan
kemandirian yang dimiliki individu untuk berad aptasi dengan lingkungannya (Potter & Perry, 2005)
Perkembangan pada bayi dapat ditinjau dari empat aspek perkembangan,yaitu kemampuan motorik kasar,
motorik halus, personal sosial, dan bahasa.Kemampuan mo torik kasar adalah kemampuan untuk
membuat gerakan yang melibatkan otot-otot besar dan membentuk sikap tubuh seperti mengangkat
kepala, sedangkan kemampuan motorik adalah kemampuan untuk membuat gerakan yang lebih halus dan
melibatkan keluwesan otototot kecil seperti untuk mengambil benda kecil dengan jari-jari.Kemampuan
person al social adalah kemampuan untuk bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya, mis
alnya tersenyum kepada ibu, sedangkan kemampuan bahasa adalah kemampuan dalam memberikan
respon terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan (Desm ita, 2008). Berbagai faktor dapat
mempengaruhi tumbuh kembang pada anak.Faktor genetik seper ti jenis kelamin dan ras dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Sela in itu, faktor lingkungan postnatal seperti
kebudayaan (dalam hal ini adalah pola asuh), posisi anak dalam keluarga serta stimulasi yang diterima
anak berpengaruh terhadap tumbuh ke mbang anak (Djitowiyono dan Kristiyanasari, 2010). Bayi yang
mengalami keterlambatan dalam perkembangan akan membuat orang tua bayi merasa cemas dan khawatir
sehingga mempengaruhi bagaimana orangtua memenuhi kebutuhan bayinya, seperti ibu yang tidak
mengajak bayinya berbicara dan ibu yan g tidak melatih tangan dan kakinya secara teratur pada waktuwaktu tertentu. Kurangnya r angsangan yang diberikan kepada bayi akan memperparah keterlambatan
perkembangan pada bayi . Banyak riset menunjukkan bayi membutuhkan rangsangan dini di berbagai
bagian tub uh dan alat indra untuk membantu bayi dalam penyesuaian diri terhadap lingkungan baruny a
(Hurlock, 2002).Dalam perkembangan anak terdapat masa kritis, dimana diperlukan rangsangan atau
stimulasi yang berguna agar potensi yang dimiliki dapat berkemba ng maksimal (Adriana, 2011). Salah
satu bentuk stimulasi yang umum dilakukan untuk bayi adalah stimulasi taktil dalam bentuk pijat, fleksi
ekstensi, dan posisi (Benneth dan Guralnick, dalam Soedjatmiko, 2006). Pijat pada bayi menurut
Prasetyono (2009) mampu memberikan rasa aman, menciptaka n hubungan emosi dan sosial yang baik
antara ibu dan bayi.Pijat bayi merupakan ter api sentuh yang sudah dikenal sejak lama dan diwariskan
secara turun temurun. Gerakan-gerak an pada pijat bayi juga sangat bervariasi. Berbagai riset mengenai
pijat bayi telah dilakukan, antara lain riset yang menem ukan peningkatan lama tidur pada bayi yang
diberikan terapi pijat (Aprilia, 2009). Ha l ini membuktikan bahwa pijat bayi memiliki manfaat untuk
memberikan kenyamanan, sehin gga bayi dapat memiliki waktu tidur yang lebih lama. Dampak lebih
lanjut dari pijat bayi adalah mengurangi rewel saat terbangun dan meningkatkan konsentrasi bayi. Melihat
bahwa manfaat pijat bayi cukup banyak, maka dirasakan sangat penting melakukan pijat b ayi sebagai
salah satu bentuk stimulasi perkembangan. Fakta di lapangan berdasarkan menunjukkan aktivitas pijat
bayi dilakukan oleh du kun pijat yang umumnya sudah berusia lanjut.Pemijatan dilakukan tiga sampai
tujuh ha ri setelah kelahiran. Untuk pemijatan di hari-hari berikutnya tidak terjadwal secara pasti, karena
kesulitan untuk kunjungan rumah ke ibu dan bayi. Di sisi lain, jika ibu dan bayi yang datang berkunjung
ke dukun pijat untuk pijat bayi hal ini bertentangan dengan budaya se tempat yang melarang bayi untuk
bepergian sampai bayi berusia 40 hari. Selain itu,ibu m asih merasa takut untuk memijat bayinya secara
mandiri di rumah, karena sebagian besar bayin ya adalah anak pertama dan ibu masih berusia cukup
muda. Umumnya, ibu tidak berani memandi kan bayinya apabila belum lepas tali pusar bayi.Di sisi lain,
bidan secara kewenanga n diharapkan untuk memberikan stimulasi tumbuh kembang bayi seperti pijat
bayi, tetapi karena beban kerja yang tinggi membuat bidan tidak sempat melakukan stimulasi tumbuh
kembang. Untuk kegiatan di posyandu, bidan lebih menfokuskan pada pelayanan di posyandu lansia,
karena harus memberikan terapi pengobatan, sementara kegiatan pengukuran tumbuh kembang dilakukan
kader kesehatan.
1.2 Rumusan Masalah
Masa bayi merupakan masa keemasan dan masa kritis, karenanya dibutuhkan stimulas i dini untuk
optimalisasi perkembangannya.
Tidak ada teknik pijat yang baku. Setiap individu menurut Roesli (2001) dapat menerapkan teknik dan
tahapan pemijatan masing-masing. Namun, untuk bayi berumur 0-1 bulan disarankan hanya diberi
gerakan usapan halus dan sebelum tali pusat lepas sebaiknya tidak dipijat di daerah perut. Bayi dengan
umur 1-3 bulan diberi gerakan pijat halus dengan tekanan ringan. Untuk bayi usia 3 bulan ke atas bisa
ditambah dengan tekanan. Pe mijatan dimulai dari kaki, bagian dada, tangan,muka, dan diakhiri pada
bagian punggung. Untuk waktu pemijatan tidak ada aturan baku yang menentukan lamanya pemberian
pijat ba yi, tetapi banyak penelitian yang mengalokasikan waktu pemijatan selama 15 menit. Pe nelitian
yang dilakukan oleh Field (1986) menunjukkan alokasi waktu 15 menit yang dilakukan selama 10 hari
pada bayi prematur yang diberikan stimulasi taktil yaitu pijat bayi dan stimulasi kinestetik. Diego, dkk
(2007) juga menemukan terdapat peningkatan yang signifikan pada aktivitas vagus pada bayi yang dipijat
selama 15 menit. Roesli ( 2001) juga menganjurkan agar disediakan waktu minimal 15 menit pada bayi
agar tidak digangg u selama pemijatan.Penelitian yang dilakukan oleh Dewi, Soetjiningsih, dan Prawiro
hartono (2011) menyimpulkan pemberian pijat bayi yang dilakukan setiap hari selama 4 minggu
menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam menstimulasi berat badan pada bayi y ang lahir cukup
bulan. Sementara itu Kulkarni, dkk (2010) mengatakan banyaknya penge luaran energi pada bayi yang
diberi terapi pijat selama 5 hari lebih rendah daripada yang tidak. Penelitian lain yang dilakukan oleh
Aprilia (2009) menggunakan dosis terapi seba nyak dua kali dalam seminggu selama empat minggu yang
menunjukkan bahwa pijat bayi mempengaruhi lama tidur bayi.Dosis terapi yang sama juga dilakukan
dalam penelit ian Widodo dan Herawati (2008) yaitu dua kali dalam seminggu selama empat minggu yan
g memberikan hasil bahwa pijat bayi berpengaruh pada kemampuan mengangkat kepala dan rolling.