I.
Pendahuluan
Pengeringan merupakan proses penurunan kadar air bahan sampai
mencapai kadar air tertentu sehingga dapat memperlambat laju kerusakan
produk akibat aktivitas biologi dan kimia. Pengeringan pada dasarnya
merupakan proses perpindahan energy yang digunakan untuk menguapkan air
yang berada dalam bahan, sehingga mencapai kadar air tertentu agar kerusakan
bahan pangan dapat diperlambat. Kelembapan udara pengering harus
memenuhi syarat yaitu sebesar 55 60% . Perpanjangan daya simpan terjadi
karena aktivitas mikroorganisme dan enzim menurun sebagai akibat jumlah air
yang dibutuhkan untuk aktivitasnya tidak cukup. Proses pengeringan bukan
merupakan proses sterilisasi. Produk yang sudah dikeringkan harus dijaga
supaya kadar airnya tetap rendah. Pengeringan adalah proses pengeluaran air
atau pemisahan air dalam jumlah yang relative kecil dari bahan dengan
menggunakan energi panas (Pinem, 2004).
Proses pengeringan bahan pangan dipengaruhi oleh luas permukaan bahan
pangan, suhu pengeringan, aliran udara, tekanan uap air dan sumber energi
yang digunakan serta jenis bahan yang akan dikeringkan. Nilai gizi makanan
yang kering akan lebih rendah jika dibandingkan dengan makanan yang segar.
Pengeringan akan menyebabkan tejadinya perubahan warna, tekstur dan aroma
bahan pangan. Pada umunmya bahan pangan yang diikeringkan akan
mengalami pencoklatan (browning) yang disebabkan oleh reaksi-reaksi nonenzimatik. Hasil dari proses pengeringan adalah bahan kering yang mempunyai
kadar air setara dengan kadar air keseimbangan udara (atmosfir) normal atau
setara dengan nilai aktivitas air (aw) yang aman dari kerusakan mikrobiologis,
enzimatis dan kimiawi. Pengertian proses pengeringan berbeda dengan proses
penguapan (evaporasi). Proses penguapan atau evaporasi adalah proses
pemisahan uap air dalam bentuk murni dari suatu campuran berupa larutan
(cairan) yang mengandung air dalam jumlah yang relatif banyak. Meskipun
demikian ada kerugian yang ditimbulkan selama pengeringan yaitu terjadinya
perubahan sifat fisik dan kimiawi bahan serta terjadinya penurunan mutu bahan
(Astutik, 2008).
II. Tujuan
1. Untuk mempelajari teknik pengeringan dalam industri pangan.
2. Untuk menghitung persentase (%) rendemen yang dihasilkan akibat proses
pengeringan.
III.
Tinjauan Pustaka
Penguapan atau evaporasi adalah proses perubahan molekul di dalam
keadaan cair (contohnya air) dengan spontan menjadi gas (contohnya uap air).
Rata-rata molekul tidak memiliki energi yang cukup untuk lepas dari cairan.
Bila tidak cairan akan berubah menjadi uap dengan cepat. Ketika molekulmolekul saling bertumbukan mereka saling bertukar energi dalam berbagai
derajat, tergantung bagaimana mereka bertumbukan. Terkadang transfer energi
ini begitu berat sebelah, sehingga salah satu molekul mendapatkan energi yang
cukup buat menembus titik didih cairan. Bila ini terjadi di dekat permukaan
cairan molekul tersebut dapat terbang ke dalam gas dan menguap. Dasar dari
proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air menuju udara karena
adanya perbedaan kandungan uap air antara udara dengan bahan yang
dikeringkan ( Suyanti, 2006). Faktor- faktor yang mempengaruhi pengeringan
adalah sebagai berikut :
a) Luas Permukaan
Semakin luas permukaan bahan makin cepat bahan menjadi kering Air
menguap melalui permukaan bahan, sedangkan air yang ada di bagian
tengah akan merembes ke bagian permukaan dan kemudian menguap.
Untuk mempercepat pengeringan umumnya bahan pangan yang akan
dikeringkan dipotong-potong atau di iris-iris terlebih dulu. Hal ini terjadi
karena:
sehingga
kemampuan
menampung
uap
air
terbatas
dan
e) Kelembapan Udara
Semakin lembab udara maka Makin lama kering sedangkan Makin
kering udara maka makin cepat pengeringan. Karena udara kering dapat
mengabsobsi dan menahan uap air Setiap bahan mempunyai keseimbangan
kelembaban nisbi masing-masing. kelembaban pada suhu tertentu dimana
bahan tidak akan kehilangan air (pindah) ke atmosfir atau tidak akan
mengambil uap air dari atmosfir (Supriyono, 2003).
IV.
V. Prosedur Kerja
1. Alat dan bahan yang akan digunakan dipersiapkan.
2. Labu siam dipotong dengan ukuran 2 x 3 cm dan ketebalan 0,2 cm; 0,5
cm; dan 1 cm.
3. Masing-masing bobot sampel ditimbang.
4. Pengeringan dilakukan selama 1 jam dengan suhu 80oC.
Kelompok
Jenis
Ketebalan
Berat
Berat
Rendemen
% air
Bahan
bahan
Awal
Akhir
teruapkan
1 gram
6,75%
93,24%
Labu
Siam
0,5 cm
14,8
gram
b) Hasil pengamatan labu siam dengan ketebalan 0,2 cm; 0,5 cm; dan 1 cm
Kelompo
Ketebala
Rendemen
Air
Rata-rata
Rata-rata air
n Bahan
(%)
teruapka
rendemen
teruapkan (%)
n (%)
(%)
6,07
93,925
7,025
92,95
34,66
65,3
0,2
6,46
93,54
0,2
5,68
94,31
0,5
6,75
93,24
10
0,5
7,3
92,66
11
36,1
63,9
12
33,22
66,7
Setelah labu siam dikeringkan dengan suhu 80oC selama satu jam, maka
akan didapatkan berat labu siam dari hasil pengeringan. Berdasarkan
percobaan tersebut dapat dicari rendemen dari labu siam dengan
menggunakan rumus
Berat Akhir
x 100
Berat Awal
didapatkan data rata-rata rendemen labu siam dengan ketebalan 0,2 cm; 0,5
cm; 1 cm berturut-turut adalah 6,07 %; 7,025 %; 34,66 %. Jadi semakin
tinggi ketebalan labu siam (meningkatnya volume), maka rendemen dari
pengeringannya akan meningkat.
Berdasarkan percobaan dapat diketahui pula kadar air yang teruapkan
pengamatan didapatkan rata-rata kadar air yang teruapkan pada labu siam
dengan ketebalan 0,2 cm; 0,5 cm; 1 cm berturut-turut adalah 93,925 %; 92,95
%; 65,3%. Jadi semakin tinggi ketebalan labu siam (meningkatnya volume),
maka kadar air yang teruapkan akan semakin kecil.