PENDAHULUAN
Penyakit disentri dan diare persisten merupakan penyakit diare yang
disebabkan oleh infeksi Shigella sp. dan lebih sering terjadi di negara-negara
sedang berkembang termasuk Indonesia. Di negara-negara ini Shigellosis
endemik merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas terutama pada golongan
umur balita. Pada penyakit diare ini kasus-kasus dehidrasi berat relatif kecil, yakni
sebesar 10% dan memerlukan terapi rehidrasi.1
Disentri sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak saja di
negara berkembang tetapi jugs di negara maju. Penyakit diare masih sering
menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan penderita yang banyak dalam
waktu yang singkat.1
Di negara maju walaupun sudah terjadi perbaikan kesehatan dan ekonomi
masyarakat tetapi insiden diare infeksi tetap tinggi dan masih menjadi masalah
kesehatan. Di Inggris 1 dari 5 orang menderita diare infeksi setiap tahunnya dan 1
dari 6 orang pasien yang berobat ke praktek umum menderita diare infeksi.2
Di negara berkembang, diare infeksi menyebabkan kematian sekitar 3 juts
penduduk setiap tahun. Di Afrika anak anak terserang diare infeksi 7 kali setiap
tahunnya di banding di negara berkembang lainnya mengalami serangan diare 3
kali setiap tahun.2
Di Indonesia dari 2.812 pasien diare yang disebabkan bakteri yang datang
kerumah sakit dari beberapa provinsi seperti Jakarta, Padang, Medan, Denpasar,
Pontianak, Makassar dan Batam yang dianalisa dari 1995 s/d 2001 penyebab
terbanyak adalah Vibrio cholerae,1 diikuti dengan Shigella spp, Salmonella spp, V.
Parahaemoliticus, Salmonella typhi, Campylobacter. fejuni, V. Cholera non-01,
dan Salmonella paratyph.i2
Shigella spp merupakan salah satu penyebab diare yang cukup berbahaya.
Dalam laporan ini akan dibahas mengenai hal-hal yang berhubungan Shigellosis
yaitu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri ini.
BAB II
LAPORAN KASUS
I.
Identitas
Nama
Usia
Jenis Kelamin
Suku Bangsa
Agama
Pekerjaan
Pendidikan
Alamat
Tanggal Masuk
Tanggal Periksa
No.Register
: An. AM
: 4 tahun 6 bulan
: laki laki
: Aceh
: Islam
: tidak bekerja
: belum sekolah
: Desa Blang Crueng
: 04-09-2016
: 06-09-2016
: 07.99.xx
nama : Ny. S
Umur : 39 tahun
Umur : 32 tahun
Pendidikan : SMA
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Guru SD
II. Anamnesis
Keluhan utama
: demam
Keluhan tambahan
: sakit perut dan mencret
Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan demam dikeluhkan naik turun, naik pada
malam hari dan turun pada pagi hari. Pasien mengeluh demam dirasakan selama 4
hari SMRS. Demam berkurang ketika diberikan obat yang dibelikan ibu di mantri.
Pasien juga mengeluhkan mencret sebanyak selama 2 hari. Mencret cair dengan
sedikit ampas, kira-kira 100cc disertai lender. Pasien juga mengeluhkan sakit
seluruh lapangan perut selama demam disertai mual pada hari pertama dan kedua
demam. Keluhan muntah disangkal. Ibu pasien mengatakan bahwa anak
mengalami Sakit kepala (+), batuk (-), BAK dalam batas normal. Nafsu makan
turun.
Pada hari ketiga rawatan pasien mengeluhkan mencret 3 kali konsistensi
cair berampas, warna gelap, berlendir, darah (-), agak bau.
Riwayat penyakit dahulu
Demam tifoid 2 bulan yang lalu
Keluhan BAB berlendir
Riwayat penyakit keluarga
Disangkal
Riwayat pemakaian obat
Paracetamol dan amoxilin
Riwayat imunisasi
Tidak ada
Riwayat tumbuh kembang
Telungkup usia 3 bulan
Merangkak usia 7 bulan
Jalan 11 bulan
III.
Pemeriksaan fisik
1. Penampilan / keadaan umum : lemah
2. Tingkat kesadaran : compos metis
3. Tanda tanda vital
Suhu : 38,3o C
Respirasi rate : 36 x /menit
Nadi : 110 x/menit
4. Pengukuran Antropometri
Berat Badan : 10 kg
Tinggi Badan : 110 cm
Status gizi
BB/U
:
TB/U
:
BB/TB
:
5. Kepala :
Bentuk
: Normosefali
Rambut :
Warna
: Hitam
Tebal / tipis
: Tebal
Palpebra
Konjungtiva
: anemis (-)
Sklera
: Tidak ikterik
Pupil : Diameter
: 3 mm / 3 mm
Simetris
: Isokor
Reflek cahaya
: +/+
Kornea
: Jernih
Telinga : Bentuk
: Simetris
Sekret
: Tidak ada
Serumen
: Minimal
Nyeri
: Tidak ada
Hidung : Bentuk
Lokasi : -
: Simetris
: Tidak ada
Lain-lain
: -
Mulut : Bentuk
: Simetris
Sianosis (-)
Pursed lips-breathing (-)
lidah kotor (-)
uvula
simetris (+)
tonsil (T1/T1), hiperemis (-),kriptemelebar (-)
gigi berlubang (+)
6.Leher :
Pembesaran kelenjar leher
: Tidak ada
Kaku kuduk
: Tidak ada
Massa
: Tidak ada
7.Toraks :
a.
Inspeksi :
Bentuk
: Simetris
Retraksi
: Tidak ada
Dispnea
: Tidak ada
Pernapasan
: Gerakan simetris
Lokasi : -
: Vesikuler
wheezing
b.
Jantung :
Inspeksi :
Iktus
Palpasi : Apeks
Auskultasi :
: Tidak terlihat
: Tidak teraba
Lokasi : -
Thrill
: Tidak ada
Frekuensi
Suara dasar
: S1 dan S2 tunggal
Bising
: Tidak ada
Bentuk
: Simetris, supel
Lain-lain
: distensi
Hati
: Tidak teraba
Lien
: Tidak teraba
Ginjal
: Tidak teraba
Masa
: Tidak teraba
8. Abdomen :
Inspeksi :
Palpasi :
Ukuran
: -
Lokasi
: -
: (+)
: hipertimpani
: Tidak ada
: Bising usus (+) 15x/i
9.Ekstremitas :
Umum
IV.
Pemeriksaan Penunjang
5-09-2016
HEMATOLOGI KLINIK
Hb
11.3 g%
LED
Eritrosit
4.4
Leukosit
3.3
Hematokrit
38.7
MCV
78
MCH
22.5
MCHC
29.9
RDW
14
Trombosit
194
KGDS
68
Parameter
Hasil
Makroskopis
12-16
<20
3,8-5,8 x 103/mm3
4-11
37-47
76-96
27-32
30-35
11-15
150-450
120-200
Normal Limit
Kekeruhan
Jernih
Jernih
Warna
Kuning muda
Kuning-muda
Berat Jenis
1,015
1,010-1,035
Ph
4,6-8,0
Protein
(+1)
Negatif
Glukosa (reduksi)
Negatif
Bilirubin
Negatif
Urobilinogen
Negatif-1+
Keton
Negatif
Nitrit
Negatif
Blood dan Hb
Negatif
Leukosit
Negatif
Sediment (Mikroskopis)
Eritrosit
0-2
0-3/LBP
Leukosit
0-2
0-5/LBP
Epitel
Pemeriksaan serologi
5-10
0-5/LBP
VI.
: (-)
Diagnosa
Diagnosa
Diagnose banding
: Disentri basiler
: disentri amoeba
gastroenteritis
Tatalaksana
a. Non medikamentosa
Tirah baring
Diet lunak
Rehidrasi oral
b. Medikamentosa
IVFD RL 15 gtt/i
Cefotaxime 250mg /12j
Ranitidin 12.5 mg /12j
Parasetamol 3 x 120mg
VII.
: Bonam
Qou ad funtionam
: bonam
Qou ad sanationam
: bonam
10
Follow up pasien
Tanggal
5 -9 2016
Follow up
Tatalaksana
S: demam, sakit perut, mencret, nafsu IVFD RL 15 gtt/i
makan turun, muntah, kurang minum, Cefotaxime 250mg /12j
KU lemah
Parasetamol 3 x 120mg
BAB III
TINJAUAN PUSAKA
11
I.
DEFINISI
Disentri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (gangguan) dan enteron
(usus), yang berarti radang usus yang menimbulkan gejala meluas dengan gejala
buang air besar dengan tinja berdarah, diare encer dengan volume sedikit, buang
air besar dengan tinja bercampur lender (mucus) dan nyeri saat buang air besar
(tenesmus).1
Sigelosis (Disentri Basiler) adalah infeksi usus yang menyebabkan diare
hebat. Shigella adalah spasies mikroorganisme batang grain negatif yang anaerob
fakultatif dan hanya melakukan infeksi pada manusia. Selain itu, Shigella dapat
menfermentrasikan gula, nonmotil, dan dapat menyebabkan diare dengan jumlah
kuman hanya 10 organisme. Shigella spp.1
III. ETIOLOGI
Infeksi menyebar melalui tinja orang yang terinfeksi. Infeksi juga bisa
ditularkan melalui kontak mulut-ke-dubur atau dari makanan, air, benda-benda
atau lalat yang terkontaminasi. Wabah sering terjadi di pemukiman yang padat
dengan tingkat kebersihan yang kurang. Anak-anak biasanya memiliki gejalagejala yang lebih berat.4
Etiologi dari disentri ada 2, yaitu : 3
1. Disentri basiler, disebabkan oleh Shigella,sp.
Shigella
adalah
basil
non
motil,
gram
negatif,
famili
12
(intraintestinal)
maupun
luar
usus
(ekstraintestinal)
dapat
13
14
yang lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang merasa haus, berat badan
berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit
menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air
yang isotonik.4
Karena kehilangan bikarbonas, perbandingan bikarbonas berkurang, yang
mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat
pernapasan sehingga frekwensi nafas lebih cepat dan lebih dalam (kussmaul).
Reaksi ini adalah usaha tubuh untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH dapat
naik kembali normal. Pada keadaan asidosis metabolik yang tidak dikompensasi,
bikarbonat standard juga rendah, pCO2 normal dan base excess sangat negatif.1
Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat berupa
renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun
sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas
dingin dan kadang sianosis. Karena kehilangan kalium pada diare akut juga dapat
timbul aritmia jantung.4
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dan
akan timbul anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit
berupa nekrosis tubulus ginjal akut, yang berarti pada saat tersebut kita
menghadapi gagal ginjal akut. Bila keadaan asidosis metabolik menjadi lebih
berat, akan terjadi kepincangan pembagian darah dengan pemusatan yang lebih
banyak dalam sirkulasi paru-paru. Observasi ini penting karena dapat
menyebabkan edema paru pada pasien yang menerima rehidrasi cairan intravena
tanpa alkali.4
15
16
b.Disentri amoeba
1. Diare disertai darah dan lendir dalam tinja.
2.
3.
4.
Gejala konstitusional biasanya tidak ada (panas hanya ditemukan pada 1/3
kasus).
17
disertai lendir dan darah. Pasien mengeluh perut kram, demam dan lemah badan
disertai hepatomegali yang nyeri ringan.
V. PATOGENESIS
a. Disentri basiler
Semua strain kuman Shigella menyebabkan disentri, yaitu suatu keadaan
yang ditandai dengan diare, dengan konsistensi tinja biasanya lunak, disertai
eksudat inflamasi yang mengandung leukosit polymorfonuclear (PMN) dan darah.
Kuman Shigella secara genetik bertahan terhadap pH yang rendah, maka
dapat melewati barrier asam lambung. Ditularkan secara oral melalui air,
18
makanan, dan lalat yang tercemar oleh ekskreta pasien. Setelah melewati lambung
dan usus halus, kuman ini menginvasi sel epitel mukosa kolon dan berkembang
biak didalamnya. 3
Kolon merupakan tempat utama yang diserang Shigella namun ileum
terminalis dapat juga terserang. Kelainan yang terberat biasanya di daerah
sigmoid, sedang pada ilium hanya hiperemik saja. Pada keadaan akut dan fatal
ditemukan mukosa usus hiperemik, lebam dan tebal, nekrosis superfisial, tapi
biasanya tanpa ulkus. Pada keadaan subakut terbentuk ulkus pada daerah folikel
limfoid, dan pada selaput lendir lipatan transversum didapatkan ulkus yang
dangkal dan kecil, tepi ulkus menebal dan infiltrat tetapi tidak berbentuk ulkus
bergaung.
S.dysentriae, S.flexeneri, dan S.sonei menghasilkan eksotoksin antara lain
ShET1, ShET2, dan toksin Shiga, yang mempunyai sifat enterotoksik, sitotoksik,
dan neurotoksik. Enterotoksin tersebut merupakan salah satu faktor virulen
sehingga kuman lebih mampu menginvasi sel eptitel mukosa kolon dan
menyebabkan kelainan pada selaput lendir yang mempunyai warna hijau yang
khas. Pada infeksi yang menahun akan terbentuk selaput yang tebalnya sampai 1,5
cm sehingga dinding usus menjadi kaku, tidak rata dan lumen usus mengecil.
Dapat terjadi perlekatan dengan peritoneum. 3
b. Disentri Amuba
Trofozoit yang mula-mula hidup sebagai komensal di lumen usus besar
dapat berubah menjadi patogen sehingga dapat menembus mukosa usus dan
menimbulkan ulkus. Akan tetapi faktor yang menyebabkan perubahan ini sampai
19
saat ini belum diketahui secara pasti. Diduga baik faktor kerentanan tubuh pasien,
sifat keganasan (virulensi) amoeba, maupun lingkungannya mempunyai peran.
Amoeba yang ganas dapat memproduksi enzim fosfoglukomutase dan
lisozim yang dapat mengakibatkan kerusakan dan nekrosis jaringan dinding usus.
Bentuk ulkus amoeba sangat khas yaitu di lapisan mukosa berbentuk kecil, tetapi
di lapisan submukosa dan muskularis melebar (menggaung). Akibatnya terjadi
ulkus di permukaan mukosa usus menonjol dan hanya terjadi reaksi radang yang
minimal. Mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak normal. Ulkus dapat terjadi di
semua bagian usus besar, tetapi berdasarkan frekuensi dan urut-urutan tempatnya
adalah sekum, kolon asenden, rektum, sigmoid, apendiks dan ileum terminalis.3
VI. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan atas gejala-gejala pada seseorang yang
tinggal di daerah dimana Shigella sering ditemukan. Untuk memperkuat
diagnosis, dibuat pembiakan bakteri pada contoh tinja segar. Pulasan cairan feses
menunjukkan polimorfonuldear dan sel darah merah. Kultur feses dapat
digunakan untuk isolasi dan identifikasi dan sensitivitas antibiotik.
20
21
akan didapatkan ulkus yang khas dengan tepi menonjol, tertutup eksudat
kekuningan, mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak normal. 3
3. Foto rontgen kolon
Pemeriksaan rontgen kolon tidak banyak membantu karena seringkali
ulkus tidak tampak. Kadang pada kasus amoebiasis kronis, foto rontgen kolon
dengan barium enema tampak ulkus disertai spasme otot. Pada ameboma nampak
filling defect yang mirip karsinoma. 3
4. Pemeriksaan uji serologi
Uji serologi banyak digunakan sebagai uji bantu diagnosis abses hati
amebik dan epidemiologis. Uji serologis positif bila amoeba menembus jaringan
(invasif). Oleh karena itu uji ini akan positif pada pasien abses hati dan disentri
amoeba dan negatif pada carrier. Hasil uji serologis positif belum tentu menderita
amebiasis aktif, tetapi bila negatif pasti bukan amebiasis.3
b. Disentri basiler
1. Pemeriksaan tinja. Pemeriksaan tinja secara langsung terhadap kuman
penyebab serta biakan hapusan (rectal swab). Untuk menemukan carrier
diperlukan pemeriksaan biakan tinja yang seksama dan teliti karena basil
shigela mudah mati . Untuk itu diperlukan tinja yang baru.
2. Polymerase Chain Reaction (PCR). Pemeriksaan ini spesifik dan sensitif,
tetapi belum dipakai secara luas.
3. Enzim immunoassay. Hal ini dapat mendeteksi toksin di tinja pada
sebagian besar penderita yang terinfeksi S.dysentriae tipe 1 atau toksin
yang dihasilkan E.coli.
22
VIII. KOMPLIKASI
Manifestasi ekstraintestinal Shigellosis dapat terjadi, termasuk gejala
pernapasan, gejala neurologis seperti meningismus, danHemolytic Uremic
Syndrome. Artritis oligoartikular asimetris dapat terjadi hingga 3 minggu sejak
terjadinya disentri.5
Sigelosis bisa menyebabkan penurunan kesadaran, kejang dan koma
dengan sedikit bahkan tanpa diare. Infeksi ini akan berakibat fatal dalam 12-24
jam.5
Infeksi bakteri lain bisa menyertai sigelosis, terutama pada penderita yang
mengalami dehidrasi dan kelemahan. Terbentuknya luka di usus karena sigelosis
bisa menyebabkan kehilangan darah yang berat. Komplikasi yang jarang terjadi
23
adalah kerusakan saraf, persendian atau jantung, dan kadang-kadang usus yang
berlubang. Dorongan yang kuat selama proses buang air besar, menyebabkan
sebagian selaput lendir usus keluar melalui lubang dubur (prolapsus rekti).5
IX.
1.
Kolera
2.
Amebiasis
3.
Giardiasis
PENATALAKSANAAN
Terapi dengan rehidrasi yang adekuat secara oral atau intravena,
diteruskan selama 5 hari. Bila tidak ada perbaikan, antibiotik diganti dengan jenis
yang lain.
b. Pemakaian jangka pendek dengan dosis tunggal Fluorokuinolon seperti
Siprofloksasin atau makrolid Azithromisin ternyata berhasil baik untuk
pengobatan disentri basiler. Dosis Siprofloksasin yang dipakai adalah 2 x 500
mg/hari selama 3 hari sedangkan Azithromisin diberikan 1 gram dosis tunggal dan
Sefiksim 400 mg/hari selama 5 hari. Pemberian Siprofloksasin merupakan
kontraindikasi terhadap anak-anak dan wanita hamil.
c. Di negara-negara berkembang di mana terdapat kuman S.dysentriae tipe 1 yang
multiresisten terhadap obat-obat, diberikan asam nalidiksik dengan dosis 3 x 1
gram/hari selama 5 hari. Tidak ada antibiotik yang dianjurkan dalam pengobatan
stadium karier disentri basiler.
d. Untuk disentri amuba diberikan antibiotik Metronidazol 500 mg 3x sehari
selama 3-5 hari
Rencana Tindak Lanjut
Pasien perlu dilihat perkembangan penyakitnya karena memerlukan waktu
penyembuhan yang lama berdasarkan berat ringannya penyakit.
Konseling dan Edukasi
1. Penularan disentri amuba dan basiler dapat dicegah dan dikurangi dengan
kondisi lingkungan dan diri yang bersih seperti membersihkan tangan dengan
sabun, suplai air yang tidak terkontaminasi serta penggunaan jamban yang bersih.
2. Keluarga ikut berperan dalam mencegah penularan dengan kondisi lingkungan
dan diri yang bersih seperti membersihkan tangan dengan sabun, suplai air yang
25
PROGNOSIS
Dengan penggantian Cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung,
PENCEGAHAN
Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral, penularannya
dapat dicegah dengan menjaga higiene pribadi yang balk. Ini termasuk sering
mencuci tangan setelah keluar dari toilet dan khususnya selama mengolah
makanan. Kotoran manusia harus diasingkan dan daerah pemukiman, dan hewan
ternak hams terjaga dari kotoran manusia.6
Karena makanan dan air merupakan penularan yang utama, ini harus
diberikan perhatian khusus. Minum air, air yang digunakan untuk membersihkan
makanan, atau air yang digunakan untuk memasak harus disaring dan diklorinasi.
Jika ada kecurigaan tentang keamanan air atau air yang tidak dimumikan yang
diambil dari danau atau air, harus direbus dahulu beberapa menit sebelum
dikonsumsi. Ketika berenang di danau atau sungai, harus diperingatkan untuk
tidak menelan air.7
26
Semua buah dan sayuran harus dibersihkan menyeluruh dengan air yang
bersih (air rebusan, saringan, atau olahan) sebelum dikonsumsi. Limbah manusia
atau hewan yang tidak diolah tidak dapat digunakan sebagai pupuk pada buahbuahan dan sayuran. Semua daging dan makanan Taut harus dimasak. Hanya
produk susu yang dipasteurisasi dan jus yang boleh dikonsumsi. Wabah EHEC
terakhir berhubungan dengan meminum jus apel yang tidak dipasteurisasi yang
dibuat dari apel terkontaminasi, setelah jatuh dan terkena kotoran ternak.7
Vaksinasi cukup menjanjikan dalam mencegah diare infeksius, tetapi
efektivitas dan ketersediaan vaksin sangat terbatas. Pada saat ini, vaksin yang
tersedia adalah untuk V. colera, dan demam tipoid. Vaksin kolera parenteral kini
tidak begitu efektif dan tidak direkomendasikan untuk digunakan. Vaksin oral
kolera terbaru lebih efektif, dan durasi imunitasnya lebih panjang. Vaksin tipoid
parenteral yang lama hanya 70 % efektif dan sering memberikan efek sampling.
Vaksin parenteral terbaru jugs melindungi 70 %, tetapi hanya memerlukan 1 dosis
dan memberikan efek sawing yang lebih sedikit. Vaksin tipoid oral telah tersedia,
hanya diperlukan 1 kapsul setiap dua hari selama 4 kali dan memberikan efikasi
yang mirip dengan dua vaksin lainnya.7
27
DAFTAR PUSTAKA
1.
Nelson, Waldo E., MD, dkk. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Vol.2 Edisi 15 :
Shigellosis, Jakarta : EGC
2.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. Buku Kuliah Ilmu
Kesehatan Anak Jilid 1 : Disentri Basiler, Jakarta : Balai penerbit FKUI
3.
Syaroni A., Hoesadha Y., 2006. Disentri Basiler. Buku Ajar Penyakit
Dalam. FKUI:Jakarta.
4.
Sudirohusodo, Wahidin, Dr. SMF Anak RS. 2009. Standar Pelayan Medik.
Makassar. Fakultas Kedokteran UNHAS.
5.
http://www.medicastore_couilpenyakitIshigellosisf
6.
http://www.eenninduniakedokteran.comishigellosis.html
7.
http://www.dr-rocky.corn/kiinikluestbookiaddentrv.php
8.
28