Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN
Penyakit disentri dan diare persisten merupakan penyakit diare yang
disebabkan oleh infeksi Shigella sp. dan lebih sering terjadi di negara-negara
sedang berkembang termasuk Indonesia. Di negara-negara ini Shigellosis
endemik merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas terutama pada golongan
umur balita. Pada penyakit diare ini kasus-kasus dehidrasi berat relatif kecil, yakni
sebesar 10% dan memerlukan terapi rehidrasi.1
Disentri sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak saja di
negara berkembang tetapi jugs di negara maju. Penyakit diare masih sering
menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan penderita yang banyak dalam
waktu yang singkat.1
Di negara maju walaupun sudah terjadi perbaikan kesehatan dan ekonomi
masyarakat tetapi insiden diare infeksi tetap tinggi dan masih menjadi masalah
kesehatan. Di Inggris 1 dari 5 orang menderita diare infeksi setiap tahunnya dan 1
dari 6 orang pasien yang berobat ke praktek umum menderita diare infeksi.2
Di negara berkembang, diare infeksi menyebabkan kematian sekitar 3 juts
penduduk setiap tahun. Di Afrika anak anak terserang diare infeksi 7 kali setiap
tahunnya di banding di negara berkembang lainnya mengalami serangan diare 3
kali setiap tahun.2
Di Indonesia dari 2.812 pasien diare yang disebabkan bakteri yang datang
kerumah sakit dari beberapa provinsi seperti Jakarta, Padang, Medan, Denpasar,
Pontianak, Makassar dan Batam yang dianalisa dari 1995 s/d 2001 penyebab

terbanyak adalah Vibrio cholerae,1 diikuti dengan Shigella spp, Salmonella spp, V.
Parahaemoliticus, Salmonella typhi, Campylobacter. fejuni, V. Cholera non-01,
dan Salmonella paratyph.i2
Shigella spp merupakan salah satu penyebab diare yang cukup berbahaya.
Dalam laporan ini akan dibahas mengenai hal-hal yang berhubungan Shigellosis
yaitu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri ini.

BAB II
LAPORAN KASUS
I.

Identitas
Nama
Usia
Jenis Kelamin
Suku Bangsa
Agama
Pekerjaan
Pendidikan
Alamat
Tanggal Masuk
Tanggal Periksa
No.Register

: An. AM
: 4 tahun 6 bulan
: laki laki
: Aceh
: Islam
: tidak bekerja
: belum sekolah
: Desa Blang Crueng
: 04-09-2016
: 06-09-2016
: 07.99.xx

Identitas orang tua


nama : Tn. T

nama : Ny. S

Umur : 39 tahun

Umur : 32 tahun

Jenis Kelamin : Laki - laki

Jenis Kelamin : perempuan

Pendidikan : SMA

Pendidikan : S1

Pekerjaan : Guru ngaji

Pekerjaan : Guru SD

II. Anamnesis
Keluhan utama
: demam
Keluhan tambahan
: sakit perut dan mencret
Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan demam dikeluhkan naik turun, naik pada
malam hari dan turun pada pagi hari. Pasien mengeluh demam dirasakan selama 4
hari SMRS. Demam berkurang ketika diberikan obat yang dibelikan ibu di mantri.
Pasien juga mengeluhkan mencret sebanyak selama 2 hari. Mencret cair dengan

sedikit ampas, kira-kira 100cc disertai lender. Pasien juga mengeluhkan sakit
seluruh lapangan perut selama demam disertai mual pada hari pertama dan kedua
demam. Keluhan muntah disangkal. Ibu pasien mengatakan bahwa anak
mengalami Sakit kepala (+), batuk (-), BAK dalam batas normal. Nafsu makan
turun.
Pada hari ketiga rawatan pasien mengeluhkan mencret 3 kali konsistensi
cair berampas, warna gelap, berlendir, darah (-), agak bau.
Riwayat penyakit dahulu
Demam tifoid 2 bulan yang lalu
Keluhan BAB berlendir
Riwayat penyakit keluarga
Disangkal
Riwayat pemakaian obat
Paracetamol dan amoxilin

Riwayat kehamilan dan persalinan


Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara, lahir normal di bidan
cukup bulan dengan berat badan lahir 2700 gr, segera menangis.
Riwayat makanan
Pasien mendapatkan ASI sampai usia 2 tahun tanpa disertai pemberian susu
formula. Pasien diberikan makanan pendamping ASI berupa bubur saring sejak
usia 6 hari sampai usia 6 bulan. Makanan padat mulai diberikan sejak usia 6
bulan. Nasi kasar diberikan sejak usia 3 tahun sampai sekarang dengan porsi
setengah sampai satu mangkok kecil sebanyak 3 kali sehari.

Riwayat imunisasi
Tidak ada
Riwayat tumbuh kembang
Telungkup usia 3 bulan
Merangkak usia 7 bulan
Jalan 11 bulan
III.

Pemeriksaan fisik
1. Penampilan / keadaan umum : lemah
2. Tingkat kesadaran : compos metis
3. Tanda tanda vital
Suhu : 38,3o C
Respirasi rate : 36 x /menit
Nadi : 110 x/menit
4. Pengukuran Antropometri
Berat Badan : 10 kg
Tinggi Badan : 110 cm
Status gizi
BB/U
:
TB/U
:
BB/TB
:
5. Kepala :

Bentuk

: Normosefali

Rambut :

Warna

: Hitam

Tebal / tipis

: Tebal

Jarang / tidak (distribusi) : Tidak


Mata :

Palpebra

: Tidak edem, tidak cekung

Konjungtiva

: anemis (-)

Sklera

: Tidak ikterik

Pupil : Diameter

: 3 mm / 3 mm

Simetris

: Isokor

Reflek cahaya

: +/+

Kornea

: Jernih

Telinga : Bentuk

: Simetris

Sekret

: Tidak ada

Serumen

: Minimal

Nyeri

: Tidak ada

Hidung : Bentuk

Lokasi : -

: Simetris

Pernapasan cuping hidung : Tidak ada


Sekret

: Tidak ada

Lain-lain

: -

Mulut : Bentuk

: Simetris

Sianosis (-)
Pursed lips-breathing (-)
lidah kotor (-)
uvula

simetris (+)
tonsil (T1/T1), hiperemis (-),kriptemelebar (-)
gigi berlubang (+)

6.Leher :
Pembesaran kelenjar leher

: Tidak ada

Kaku kuduk

: Tidak ada

Massa

: Tidak ada

7.Toraks :
a.

Dinding dada / paru

Inspeksi :

Bentuk

: Simetris

Retraksi

: Tidak ada

Dispnea

: Tidak ada

Pernapasan

: Gerakan simetris

Lokasi : -

Palpasi : Fremitus fokal : Simetris kanan kiri


Perkusi : Sonor / sonor
Auskultasi :

Suara napas dasar

Suara napas tambahan:

: Vesikuler

Tidak ada ronkhi dan tidak ada

wheezing
b.

Jantung :

Inspeksi :

Iktus

Palpasi : Apeks

Auskultasi :

: Tidak terlihat
: Tidak teraba

Lokasi : -

Thrill

: Tidak ada

Frekuensi

: 96 X / menit, Irama : Reguler

Suara dasar

: S1 dan S2 tunggal

Bising

: Tidak ada

Bentuk

: Simetris, supel

Lain-lain

: distensi

Hati

: Tidak teraba

Lien

: Tidak teraba

Ginjal

: Tidak teraba

Masa

: Tidak teraba

8. Abdomen :
Inspeksi :

Palpasi :

Ukuran

: -

Lokasi

: -

Permukaan : Konsistensi : Nyeri


Perkusi : Timpani / pekak
Asites
Auskultasi

: (+)
: hipertimpani
: Tidak ada
: Bising usus (+) 15x/i

9.Ekstremitas :
Umum
IV.

: Akral atas dan bawah tampak normal

Pemeriksaan Penunjang
5-09-2016
HEMATOLOGI KLINIK
Hb
11.3 g%
LED
Eritrosit
4.4
Leukosit
3.3
Hematokrit
38.7
MCV
78
MCH
22.5
MCHC
29.9
RDW
14
Trombosit
194
KGDS
68
Parameter
Hasil
Makroskopis

12-16
<20
3,8-5,8 x 103/mm3
4-11
37-47
76-96
27-32
30-35
11-15
150-450
120-200
Normal Limit

Kekeruhan

Jernih

Jernih

Warna

Kuning muda

Kuning-muda

Berat Jenis

1,015

1,010-1,035

Ph

4,6-8,0

Protein

(+1)

Negatif

Glukosa (reduksi)

Negatif

Bilirubin

Negatif

Urobilinogen

Negatif-1+

Keton

Negatif

Nitrit

Negatif

Blood dan Hb

Negatif

Leukosit

Negatif

Sediment (Mikroskopis)
Eritrosit

0-2

0-3/LBP

Leukosit

0-2

0-5/LBP

Epitel
Pemeriksaan serologi

5-10

0-5/LBP

ICT anti dengue : IgM (-) IgG (-)


Tubex
V.

VI.

: (-)

Diagnosa
Diagnosa
Diagnose banding

: Disentri basiler
: disentri amoeba
gastroenteritis

Tatalaksana
a. Non medikamentosa
Tirah baring
Diet lunak
Rehidrasi oral
b. Medikamentosa
IVFD RL 15 gtt/i
Cefotaxime 250mg /12j
Ranitidin 12.5 mg /12j
Parasetamol 3 x 120mg

VII.

Curcuma syr 1x1Cth


Prognosa
Qou ad vitam

: Bonam

Qou ad funtionam

: bonam

Qou ad sanationam

: bonam

10

Follow up pasien
Tanggal
5 -9 2016

Follow up
Tatalaksana
S: demam, sakit perut, mencret, nafsu IVFD RL 15 gtt/i
makan turun, muntah, kurang minum, Cefotaxime 250mg /12j
KU lemah

Ranitidin 12.5 mg ?12j

O : HR : 110 x/I RR : 32 x/I T : 390 C

Parasetamol 3 x 120mg

A : Susp. Dbd, tifoid

Curcuma syr 1x1Cth

P : Darah rutin, urin rutin, tubex, IgM


6-9-2016

IgG anti dengue


S : demam(-), mual(-), Muntah (-), Os PBJ
mencret (+), nafsu makan ada,
O : HR : 104 x/I RR :28x/I T : 36.60 C
A : Disentri + hipoglikemia
P : lab 5-9-2016

BAB III
TINJAUAN PUSAKA

11

I.

DEFINISI
Disentri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (gangguan) dan enteron

(usus), yang berarti radang usus yang menimbulkan gejala meluas dengan gejala
buang air besar dengan tinja berdarah, diare encer dengan volume sedikit, buang
air besar dengan tinja bercampur lender (mucus) dan nyeri saat buang air besar
(tenesmus).1
Sigelosis (Disentri Basiler) adalah infeksi usus yang menyebabkan diare
hebat. Shigella adalah spasies mikroorganisme batang grain negatif yang anaerob
fakultatif dan hanya melakukan infeksi pada manusia. Selain itu, Shigella dapat
menfermentrasikan gula, nonmotil, dan dapat menyebabkan diare dengan jumlah
kuman hanya 10 organisme. Shigella spp.1
III. ETIOLOGI
Infeksi menyebar melalui tinja orang yang terinfeksi. Infeksi juga bisa
ditularkan melalui kontak mulut-ke-dubur atau dari makanan, air, benda-benda
atau lalat yang terkontaminasi. Wabah sering terjadi di pemukiman yang padat
dengan tingkat kebersihan yang kurang. Anak-anak biasanya memiliki gejalagejala yang lebih berat.4
Etiologi dari disentri ada 2, yaitu : 3
1. Disentri basiler, disebabkan oleh Shigella,sp.
Shigella

adalah

basil

non

motil,

gram

negatif,

famili

enterobacteriaceae. Ada 4 spesies Shigella, yaitu S.dysentriae, S.flexneri,


S.bondii dan S.sonnei. Terdapat 43 serotipe O dari shigella. S.sonnei
adalah satu-satunya yang mempunyai serotipe tunggal. Karena kekebalan

12

tubuh yang didapat bersifat serotipe spesifik, maka seseorang dapat


terinfeksi beberapa kali oleh tipe yang berbeda. Genus ini memiliki
kemampuan menginvasi sel epitel intestinal dan menyebabkan infeksi
dalam jumlah 102-103 organisme. Penyakit ini kadang-kadang bersifat
ringan dan kadang-kadang berat. Suatu keadaan lingkungan yang jelek
akan menyebabkan mudahnya penularan penyakit. Secara klinis
mempunyai tanda-tanda berupa diare, adanya lendir dan darah dalam tinja,
perut terasa sakit dan tenesmus.
2. Amoeba (Disentri amoeba), disebabkan Entamoeba hystolitica.
E.histolytica merupakan protozoa usus, sering hidup sebagai
mikroorganisme komensal (apatogen) di usus besar manusia. Apabila
kondisi mengijinkan dapat berubah menjadi patogen dengan cara
membentuk koloni di dinding usus dan menembus dinding usus sehingga
menimbulkan ulserasi. Siklus hidup amoeba ada 2 bentuk, yaitu bentuk
trofozoit yang dapat bergerak dan bentuk kista.
Bentuk trofozoit ada 2 macam, yaitu trofozoit komensal (berukuran
< 10 mm) dan trofozoit patogen (berukuran > 10 mm). Trofozoit komensal
dapat dijumpai di lumen usus tanpa menyebabkan gejala penyakit. Bila
pasien mengalami diare, maka trofozoit akan keluar bersama tinja.
Sementara trofozoit patogen yang dapat dijumpai di lumen dan dinding
usus

(intraintestinal)

maupun

luar

usus

(ekstraintestinal)

dapat

mengakibatkan gejala disentri. Diameternya lebih besar dari trofozoit


komensal (dapat sampai 50 mm) dan mengandung beberapa eritrosit di

13

dalamnya. Hal ini dikarenakan trofozoit patogen sering menelan eritrosit


(haematophagous trophozoite). Bentuk trofozoit ini bertanggung jawab
terhadap terjadinya gejala penyakit namun cepat mati apabila berada di
luar tubuh manusia.
Bentuk kista juga ada 2 macam, yaitu kista muda dan kista dewasa.
Bentuk kista hanya dijumpai di lumen usus. Bentuk kista bertanggung
jawab terhadap terjadinya penularan penyakit dan dapat hidup lama di luar
tubuh manusia serta tahan terhadap asam lambung dan kadar klor standard
di dalam sistem air minum. Diduga kekeringan akibat penyerapan air di
sepanjang usus besar menyebabkan trofozoit berubah menjadi kista.

IV. MANIFESTASI KLINIS


Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan/atau
demam, tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut. Diare yang
berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medic yang adekuat dapat
menyebabkan kematian karena kekurangan cairan di badan yang mengakibatkan
renjatan hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik

14

yang lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang merasa haus, berat badan
berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit
menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air
yang isotonik.4
Karena kehilangan bikarbonas, perbandingan bikarbonas berkurang, yang
mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat
pernapasan sehingga frekwensi nafas lebih cepat dan lebih dalam (kussmaul).
Reaksi ini adalah usaha tubuh untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH dapat
naik kembali normal. Pada keadaan asidosis metabolik yang tidak dikompensasi,
bikarbonat standard juga rendah, pCO2 normal dan base excess sangat negatif.1
Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat berupa
renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun
sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas
dingin dan kadang sianosis. Karena kehilangan kalium pada diare akut juga dapat
timbul aritmia jantung.4
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dan
akan timbul anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit
berupa nekrosis tubulus ginjal akut, yang berarti pada saat tersebut kita
menghadapi gagal ginjal akut. Bila keadaan asidosis metabolik menjadi lebih
berat, akan terjadi kepincangan pembagian darah dengan pemusatan yang lebih
banyak dalam sirkulasi paru-paru. Observasi ini penting karena dapat
menyebabkan edema paru pada pasien yang menerima rehidrasi cairan intravena
tanpa alkali.4

15

16

Gejala berdasarkan penyebab 1


a. Disentri basiler
Diare mendadak yang disertai darah dan lendir dalam tinja. Pada disentri
shigellosis, pada permulaan sakit, bisa terdapat diare encer tanpa darah dalam
6-24 jam pertama, dan setelah 12-72 jam sesudah permulaan sakit, didapatkan
darah dan lendir dalam tinja.
1. Panas tinggi (39,5 - 40,0 C), kelihatan toksik.
2. Muntah-muntah.
3. Anoreksia.
4. Sakit kram di perut dan sakit di anus saat BAB.
5. Kadang-kadang disertai dengan gejala menyerupai ensefalitis dan sepsis
(kejang, sakit kepala, letargi, kaku kuduk, halusinasi).

b.Disentri amoeba
1. Diare disertai darah dan lendir dalam tinja.
2.

Frekuensi BAB umumnya lebih sedikit daripada disentri basiler


(10x/hari)

3.

Sakit perut hebat (kolik)

4.

Gejala konstitusional biasanya tidak ada (panas hanya ditemukan pada 1/3
kasus).

Disentri amoeba sedang


Keluhan pasien dan gejala klinis lebih berta dibanding disentri
ringan,tetapi pasien masih mampu melakukan aktivitas sehari-hari. Tinja biasanya

17

disertai lendir dan darah. Pasien mengeluh perut kram, demam dan lemah badan
disertai hepatomegali yang nyeri ringan.

Disentri amoeba berat


Keluhan dan gejala klinis lebih berta lagi. Penderita mengalami diare
disertai darah yang banyak, lebih dari 15 kali sehari. Demam tinggi (400C40,50C) disertai mual dan anemia.
Disentri amoeba kronik
Gejalanya menyerupai disentri amoeba ringan, serangan-serangan diare
diselingi dengan periode normal atau tanpa gejala. Keadaan ini dapat berjalan
berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Pasien biasanya menunjukkan gejala
neurastenia. Serangan diare yang terjadi biasanya dikarenakan kelelahan, demam
atau makanan yang sulit dicerna

V. PATOGENESIS
a. Disentri basiler
Semua strain kuman Shigella menyebabkan disentri, yaitu suatu keadaan
yang ditandai dengan diare, dengan konsistensi tinja biasanya lunak, disertai
eksudat inflamasi yang mengandung leukosit polymorfonuclear (PMN) dan darah.
Kuman Shigella secara genetik bertahan terhadap pH yang rendah, maka
dapat melewati barrier asam lambung. Ditularkan secara oral melalui air,
18

makanan, dan lalat yang tercemar oleh ekskreta pasien. Setelah melewati lambung
dan usus halus, kuman ini menginvasi sel epitel mukosa kolon dan berkembang
biak didalamnya. 3
Kolon merupakan tempat utama yang diserang Shigella namun ileum
terminalis dapat juga terserang. Kelainan yang terberat biasanya di daerah
sigmoid, sedang pada ilium hanya hiperemik saja. Pada keadaan akut dan fatal
ditemukan mukosa usus hiperemik, lebam dan tebal, nekrosis superfisial, tapi
biasanya tanpa ulkus. Pada keadaan subakut terbentuk ulkus pada daerah folikel
limfoid, dan pada selaput lendir lipatan transversum didapatkan ulkus yang
dangkal dan kecil, tepi ulkus menebal dan infiltrat tetapi tidak berbentuk ulkus
bergaung.
S.dysentriae, S.flexeneri, dan S.sonei menghasilkan eksotoksin antara lain
ShET1, ShET2, dan toksin Shiga, yang mempunyai sifat enterotoksik, sitotoksik,
dan neurotoksik. Enterotoksin tersebut merupakan salah satu faktor virulen
sehingga kuman lebih mampu menginvasi sel eptitel mukosa kolon dan
menyebabkan kelainan pada selaput lendir yang mempunyai warna hijau yang
khas. Pada infeksi yang menahun akan terbentuk selaput yang tebalnya sampai 1,5
cm sehingga dinding usus menjadi kaku, tidak rata dan lumen usus mengecil.
Dapat terjadi perlekatan dengan peritoneum. 3
b. Disentri Amuba
Trofozoit yang mula-mula hidup sebagai komensal di lumen usus besar
dapat berubah menjadi patogen sehingga dapat menembus mukosa usus dan
menimbulkan ulkus. Akan tetapi faktor yang menyebabkan perubahan ini sampai

19

saat ini belum diketahui secara pasti. Diduga baik faktor kerentanan tubuh pasien,
sifat keganasan (virulensi) amoeba, maupun lingkungannya mempunyai peran.
Amoeba yang ganas dapat memproduksi enzim fosfoglukomutase dan
lisozim yang dapat mengakibatkan kerusakan dan nekrosis jaringan dinding usus.
Bentuk ulkus amoeba sangat khas yaitu di lapisan mukosa berbentuk kecil, tetapi
di lapisan submukosa dan muskularis melebar (menggaung). Akibatnya terjadi
ulkus di permukaan mukosa usus menonjol dan hanya terjadi reaksi radang yang
minimal. Mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak normal. Ulkus dapat terjadi di
semua bagian usus besar, tetapi berdasarkan frekuensi dan urut-urutan tempatnya
adalah sekum, kolon asenden, rektum, sigmoid, apendiks dan ileum terminalis.3

VI. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan atas gejala-gejala pada seseorang yang
tinggal di daerah dimana Shigella sering ditemukan. Untuk memperkuat
diagnosis, dibuat pembiakan bakteri pada contoh tinja segar. Pulasan cairan feses
menunjukkan polimorfonuldear dan sel darah merah. Kultur feses dapat
digunakan untuk isolasi dan identifikasi dan sensitivitas antibiotik.

VII. Pemeriksaan Penunjang


a. Disentri amoeba
1. Pemeriksaan tinja
Pemeriksaan tinja ini merupakan pemeriksaan laboratorium yang sangat
penting. Biasanya tinja berbau busuk, bercampur darah dan lendir. Untuk
pemeriksaan mikroskopik diperlukan tinja yang segar. Kadang diperlukan

20

pemeriksaan berulang-ulang, minimal 3 kali seminggu dan sebaiknya dilakukan


sebelum pasien mendapat pengobatan.
Pada pemeriksaan tinja yang berbentuk (pasien tidak diare), perlu dicari
bentuk kista karena bentuk trofozoit tidak akan dapat ditemukan. Dengan sediaan
langsung tampak kista berbentuk bulat dan berkilau seperti mutiara. Di dalamnya
terdapat badan-badan kromatoid yang berbentuk batang dengan ujung tumpul,
sedangkan inti tidak tampak. Untuk dapat melihat intinya, dapat digunakan larutan
lugol. Akan tetapi dengan larutan lugol ini badan-badan kromatoid tidak tampak.
Bila jumlah kista sedikit, dapat dilakukan pemeriksaan menggunakan metode
konsentrasi dengan larutan seng sulfat dan eterformalin. Dengan larutan seng
sulfat kista akan terapung di permukaan sedangkan dengan larutan eterformalin
kista akan mengendap.
Dalam tinja pasien juga dapat ditemukan trofozoit. Untuk itu diperlukan
tinja yang masih segar dan sebaiknya diambil bahan dari bagian tinja yang
mengandung darah dan lendir. Pada sediaan langsung dapat dilihat trofozoit yang
masih bergerak aktif seperti keong dengan menggunakan pseudopodinya yang
seperti kaca. Jika tinja berdarah, akan tampak amoeba dengan eritrosit di
dalamnya. Bentik inti akan nampak jelas bila dibuat sediaan dengan larutan
eosin.3
2. Pemeriksaan sigmoidoskopi dan kolonoskopi
Pemeriksaan ini berguna untuk membantu diagnosis penderita dengan
gejala disentri, terutama apabila pada pemeriksaan tinja tidak ditemukan amoeba.
Akan tetapi pemeriksaan ini tidak berguna untuk carrier. Pada pemeriksaan ini

21

akan didapatkan ulkus yang khas dengan tepi menonjol, tertutup eksudat
kekuningan, mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak normal. 3
3. Foto rontgen kolon
Pemeriksaan rontgen kolon tidak banyak membantu karena seringkali
ulkus tidak tampak. Kadang pada kasus amoebiasis kronis, foto rontgen kolon
dengan barium enema tampak ulkus disertai spasme otot. Pada ameboma nampak
filling defect yang mirip karsinoma. 3
4. Pemeriksaan uji serologi
Uji serologi banyak digunakan sebagai uji bantu diagnosis abses hati
amebik dan epidemiologis. Uji serologis positif bila amoeba menembus jaringan
(invasif). Oleh karena itu uji ini akan positif pada pasien abses hati dan disentri
amoeba dan negatif pada carrier. Hasil uji serologis positif belum tentu menderita
amebiasis aktif, tetapi bila negatif pasti bukan amebiasis.3

b. Disentri basiler
1. Pemeriksaan tinja. Pemeriksaan tinja secara langsung terhadap kuman
penyebab serta biakan hapusan (rectal swab). Untuk menemukan carrier
diperlukan pemeriksaan biakan tinja yang seksama dan teliti karena basil
shigela mudah mati . Untuk itu diperlukan tinja yang baru.
2. Polymerase Chain Reaction (PCR). Pemeriksaan ini spesifik dan sensitif,
tetapi belum dipakai secara luas.
3. Enzim immunoassay. Hal ini dapat mendeteksi toksin di tinja pada
sebagian besar penderita yang terinfeksi S.dysentriae tipe 1 atau toksin
yang dihasilkan E.coli.

22

4. Sigmoidoskopi. Sebelum pemeriksaan sitologi ini, dilakukan pengerokan


daerah sigmoid. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan pada stadium lanjut.
5. Aglutinasi. Hal ini terjadi karena aglutinin terbentuk pada hari kedua,
maksimum pada hari keenam. Pada S.dysentriae aglutinasi dinyatakan
positif pada pengenceran 1/50 dan pada S.flexneri aglutinasi antibodi
sangat kompleks, dan oleh karena adanya banyak strain maka jarang
dipakai.
6. Gambaran endoskopi memperlihatkan mukosa hemoragik yang terlepas
dan ulserasi. Kadang-kadang tertutup dengan eksudat. Sebagian besar lesi
berada di bagian distal kolon dan secara progresif berkurang di segmen
proksimal usus besar. 3

VIII. KOMPLIKASI
Manifestasi ekstraintestinal Shigellosis dapat terjadi, termasuk gejala
pernapasan, gejala neurologis seperti meningismus, danHemolytic Uremic
Syndrome. Artritis oligoartikular asimetris dapat terjadi hingga 3 minggu sejak
terjadinya disentri.5
Sigelosis bisa menyebabkan penurunan kesadaran, kejang dan koma
dengan sedikit bahkan tanpa diare. Infeksi ini akan berakibat fatal dalam 12-24
jam.5
Infeksi bakteri lain bisa menyertai sigelosis, terutama pada penderita yang
mengalami dehidrasi dan kelemahan. Terbentuknya luka di usus karena sigelosis
bisa menyebabkan kehilangan darah yang berat. Komplikasi yang jarang terjadi

23

adalah kerusakan saraf, persendian atau jantung, dan kadang-kadang usus yang
berlubang. Dorongan yang kuat selama proses buang air besar, menyebabkan
sebagian selaput lendir usus keluar melalui lubang dubur (prolapsus rekti).5

VIII. DIAGNOSIS BANDING

IX.

1.

Kolera

2.

Amebiasis

3.

Giardiasis

PENATALAKSANAAN
Terapi dengan rehidrasi yang adekuat secara oral atau intravena,

tergantung dari keparahan penyakit. Derivat opiat hams dihindari. Terapi


antimikroba diberikan untuk mempersingkat berlangsungnya penyakit dan
penyebaran bakteri.1
Penatalaksanaan komprehensif dapat dilakukan dengan cara:8
1. Mencegah terjadinya dehidrasi
2. Tirah baring
3. Dehidrasi ringan sampai sedang dapat dikoreksi dengan cairan rehidrasi oral
4. Bila rehidrasi oral tidak mencukupi dapat diberikan cairan melalui infus
5. Diet, diberikan makanan lunak sampai frekuensi BAB kurang dari 5kali/hari,
kemudian diberikan makanan ringan biasa bila ada kemajuan.
6. Farmakologis:
a. Menurut pedoman WHO, bila telah terdiagnosis shigelosis pasien diobati
dengan antibiotik. Jika setelah 2 hari pengobatan menunjukkan perbaikan, terapi
24

diteruskan selama 5 hari. Bila tidak ada perbaikan, antibiotik diganti dengan jenis
yang lain.
b. Pemakaian jangka pendek dengan dosis tunggal Fluorokuinolon seperti
Siprofloksasin atau makrolid Azithromisin ternyata berhasil baik untuk
pengobatan disentri basiler. Dosis Siprofloksasin yang dipakai adalah 2 x 500
mg/hari selama 3 hari sedangkan Azithromisin diberikan 1 gram dosis tunggal dan
Sefiksim 400 mg/hari selama 5 hari. Pemberian Siprofloksasin merupakan
kontraindikasi terhadap anak-anak dan wanita hamil.
c. Di negara-negara berkembang di mana terdapat kuman S.dysentriae tipe 1 yang
multiresisten terhadap obat-obat, diberikan asam nalidiksik dengan dosis 3 x 1
gram/hari selama 5 hari. Tidak ada antibiotik yang dianjurkan dalam pengobatan
stadium karier disentri basiler.
d. Untuk disentri amuba diberikan antibiotik Metronidazol 500 mg 3x sehari
selama 3-5 hari
Rencana Tindak Lanjut
Pasien perlu dilihat perkembangan penyakitnya karena memerlukan waktu
penyembuhan yang lama berdasarkan berat ringannya penyakit.
Konseling dan Edukasi
1. Penularan disentri amuba dan basiler dapat dicegah dan dikurangi dengan
kondisi lingkungan dan diri yang bersih seperti membersihkan tangan dengan
sabun, suplai air yang tidak terkontaminasi serta penggunaan jamban yang bersih.
2. Keluarga ikut berperan dalam mencegah penularan dengan kondisi lingkungan
dan diri yang bersih seperti membersihkan tangan dengan sabun, suplai air yang

25

tidak terkontaminasi, penggunaan jamban yang bersih. 3. Keluarga ikut menjaga


diet pasien diberikan makanan lunak sampai frekuensi BAB kurang dari 5
kali/hari, kemudian diberikan makanan ringan biasa bila ada kemajuan.
X.

PROGNOSIS
Dengan penggantian Cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung,

dan terapi antimikrobial jilcz diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya


sangat baik dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan
penyakit, morbiditas dan mortalitas ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut
usia.6
XI.

PENCEGAHAN
Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral, penularannya

dapat dicegah dengan menjaga higiene pribadi yang balk. Ini termasuk sering
mencuci tangan setelah keluar dari toilet dan khususnya selama mengolah
makanan. Kotoran manusia harus diasingkan dan daerah pemukiman, dan hewan
ternak hams terjaga dari kotoran manusia.6
Karena makanan dan air merupakan penularan yang utama, ini harus
diberikan perhatian khusus. Minum air, air yang digunakan untuk membersihkan
makanan, atau air yang digunakan untuk memasak harus disaring dan diklorinasi.
Jika ada kecurigaan tentang keamanan air atau air yang tidak dimumikan yang
diambil dari danau atau air, harus direbus dahulu beberapa menit sebelum
dikonsumsi. Ketika berenang di danau atau sungai, harus diperingatkan untuk
tidak menelan air.7

26

Semua buah dan sayuran harus dibersihkan menyeluruh dengan air yang
bersih (air rebusan, saringan, atau olahan) sebelum dikonsumsi. Limbah manusia
atau hewan yang tidak diolah tidak dapat digunakan sebagai pupuk pada buahbuahan dan sayuran. Semua daging dan makanan Taut harus dimasak. Hanya
produk susu yang dipasteurisasi dan jus yang boleh dikonsumsi. Wabah EHEC
terakhir berhubungan dengan meminum jus apel yang tidak dipasteurisasi yang
dibuat dari apel terkontaminasi, setelah jatuh dan terkena kotoran ternak.7
Vaksinasi cukup menjanjikan dalam mencegah diare infeksius, tetapi
efektivitas dan ketersediaan vaksin sangat terbatas. Pada saat ini, vaksin yang
tersedia adalah untuk V. colera, dan demam tipoid. Vaksin kolera parenteral kini
tidak begitu efektif dan tidak direkomendasikan untuk digunakan. Vaksin oral
kolera terbaru lebih efektif, dan durasi imunitasnya lebih panjang. Vaksin tipoid
parenteral yang lama hanya 70 % efektif dan sering memberikan efek sampling.
Vaksin parenteral terbaru jugs melindungi 70 %, tetapi hanya memerlukan 1 dosis
dan memberikan efek sawing yang lebih sedikit. Vaksin tipoid oral telah tersedia,
hanya diperlukan 1 kapsul setiap dua hari selama 4 kali dan memberikan efikasi
yang mirip dengan dua vaksin lainnya.7

27

DAFTAR PUSTAKA
1.

Nelson, Waldo E., MD, dkk. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Vol.2 Edisi 15 :
Shigellosis, Jakarta : EGC

2.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. Buku Kuliah Ilmu
Kesehatan Anak Jilid 1 : Disentri Basiler, Jakarta : Balai penerbit FKUI

3.

Syaroni A., Hoesadha Y., 2006. Disentri Basiler. Buku Ajar Penyakit
Dalam. FKUI:Jakarta.

4.

Sudirohusodo, Wahidin, Dr. SMF Anak RS. 2009. Standar Pelayan Medik.
Makassar. Fakultas Kedokteran UNHAS.

5.

http://www.medicastore_couilpenyakitIshigellosisf

6.

http://www.eenninduniakedokteran.comishigellosis.html

7.

http://www.dr-rocky.corn/kiinikluestbookiaddentrv.php

8.

Ikatan Dokter Indonesia, 2014, Panduan Praktis Klinis Bagi dokter


difasilitas pelayanan kesehatan primer, edisi revisi tahun 2014, Jakarta

28

Anda mungkin juga menyukai

  • Anemia Aplastik
    Anemia Aplastik
    Dokumen27 halaman
    Anemia Aplastik
    Faisal M
    96% (24)
  • Cover
    Cover
    Dokumen3 halaman
    Cover
    Enki Hendrawan
    Belum ada peringkat
  • Lapkas Gizi
    Lapkas Gizi
    Dokumen25 halaman
    Lapkas Gizi
    Enki Hendrawan
    Belum ada peringkat
  • Anestesi Umum Pada Sinusitis
    Anestesi Umum Pada Sinusitis
    Dokumen31 halaman
    Anestesi Umum Pada Sinusitis
    Enki Hendrawan
    100% (1)
  • Lapkas Ga
    Lapkas Ga
    Dokumen30 halaman
    Lapkas Ga
    Enki Hendrawan
    Belum ada peringkat
  • Lapkas Anestesi
    Lapkas Anestesi
    Dokumen33 halaman
    Lapkas Anestesi
    Enki Hendrawan
    Belum ada peringkat
  • Anak
    Anak
    Dokumen3 halaman
    Anak
    Enki Hendrawan
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus Color
    Laporan Kasus Color
    Dokumen41 halaman
    Laporan Kasus Color
    Enki Hendrawan
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen5 halaman
    Daftar Isi
    Enki Hendrawan
    Belum ada peringkat
  • Prom Kes
    Prom Kes
    Dokumen13 halaman
    Prom Kes
    Enki Hendrawan
    Belum ada peringkat
  • Status Neurologi
    Status Neurologi
    Dokumen15 halaman
    Status Neurologi
    Enki Hendrawan
    Belum ada peringkat
  • Puisi Habibie
    Puisi Habibie
    Dokumen1 halaman
    Puisi Habibie
    Enki Hendrawan
    Belum ada peringkat
  • Lapkas
    Lapkas
    Dokumen35 halaman
    Lapkas
    Enki Hendrawan
    Belum ada peringkat
  • Absens I
    Absens I
    Dokumen1 halaman
    Absens I
    Enki Hendrawan
    Belum ada peringkat
  • Lapkas Ga
    Lapkas Ga
    Dokumen30 halaman
    Lapkas Ga
    Enki Hendrawan
    Belum ada peringkat
  • Lapkas Anestesi
    Lapkas Anestesi
    Dokumen33 halaman
    Lapkas Anestesi
    Enki Hendrawan
    Belum ada peringkat
  • Dapus 1
    Dapus 1
    Dokumen2 halaman
    Dapus 1
    Enki Hendrawan
    Belum ada peringkat
  • Tumor Parotis
    Tumor Parotis
    Dokumen28 halaman
    Tumor Parotis
    Enki Hendrawan
    Belum ada peringkat
  • Pendahuluan
    Pendahuluan
    Dokumen2 halaman
    Pendahuluan
    Enki Hendrawan
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustak1
    Daftar Pustak1
    Dokumen4 halaman
    Daftar Pustak1
    Enki Hendrawan
    Belum ada peringkat
  • Appendiksitis
    Appendiksitis
    Dokumen24 halaman
    Appendiksitis
    Enki Hendrawan
    Belum ada peringkat
  • COVER Makalah PD
    COVER Makalah PD
    Dokumen1 halaman
    COVER Makalah PD
    Enki Hendrawan
    Belum ada peringkat
  • Referat Apendisitis
    Referat Apendisitis
    Dokumen28 halaman
    Referat Apendisitis
    Safitri Qamila
    Belum ada peringkat
  • COVER Makalah PD
    COVER Makalah PD
    Dokumen1 halaman
    COVER Makalah PD
    Enki Hendrawan
    Belum ada peringkat
  • Pendahuluan Cikuguya
    Pendahuluan Cikuguya
    Dokumen2 halaman
    Pendahuluan Cikuguya
    Enki Hendrawan
    Belum ada peringkat
  • Pendahuluan
    Pendahuluan
    Dokumen2 halaman
    Pendahuluan
    Enki Hendrawan
    Belum ada peringkat
  • Bab II Cikugunya
    Bab II Cikugunya
    Dokumen17 halaman
    Bab II Cikugunya
    Enki Hendrawan
    Belum ada peringkat
  • Arthritis Gout
    Arthritis Gout
    Dokumen18 halaman
    Arthritis Gout
    Asairul Hidayat
    100% (2)
  • Pendahuluan Cikuguya
    Pendahuluan Cikuguya
    Dokumen2 halaman
    Pendahuluan Cikuguya
    Enki Hendrawan
    Belum ada peringkat