PENDAHULUAN
biologik kanker serviks belum diketahui, yang dapat disarankan adalah menghindari
faktor ekstrinsik yang member resiko untuk mengidap kanker serviks sedangkan
Upaya pencegahan skunder ialah melalui usapan servikovaginal berkala. 5,7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Kanker serviks merupakan salah satu kanker yang dapat segera dideteksi
dan dilakukan pengobatan, terdapat dua kondisi yang berbeda yaitu carcinoma in situ
dan carcinoma invasive. Yang pertama mengacu pada perkembangan lesi pra-ganas
sementara yang kedua adalah tahap dimana lesi sudah berkembang menjadi tumor.
Penanganan yang sederhana dan benar akan menghindarkan wanita dari kanker
serviks, memang pencegahan masih selalu lebih murah daripada pengobatan kanker
yang sudah ada. 5,7
EPIDEMIOLOGI
Diantara tumor ganas ginekologik, kanker serviks masih menduduki peringkat
pertama di Indonesia, umur penderita antara 30-60 tahun, terbanyak antara 45-50
tahun. The Centres for Disease Control and Prevention (CDC ) melaporkan bahwa
insidens tertinggi berada pada wanita dengan usia antara 50-79 tahun, namun kanker
serviks sebenarnya dapat didiagnosa pada semua wanita dengan usia yang masih
reproduktif. Periode laten dari fase prainvasif menjadi invasif memakan waktu sekitar
10 tahun, hanya 9% dari wanita yang berusia <35 tahun menunjukkan kanker serviks
yang invasif pada saat didiagnosis. 4,7
Gambar 1. Insidens kanker serviks jika dibandingkan dengan jenis kanker lain pada
wanita di Indonesia. 8
Gambar 2. Perbandingan insidens kanker serviks dan kanker lain dengan usia
spesifik8
ANATOMI
Serviks merupakan organ bagian paling bawah dari uterus, menempel pada
vagina dan dan menghubungkan antara rongga vagina dan rongga rahim. Panjang dari
serviks hanya sekitar 4 cm dengan 2 cm berada dalam rongga vagina bagian atas. Ada
dua bagian yang utama dari serviks, pertama adalah ektoserviks yang dapat dilihat
dari dalam vagina secara langsung selama pemeriksaan ginekologi, dibagian sentral
ektoserviks adalah Ostium Uteri Eksterna (OUE) yang Menghubungkan antara rahim
dan vagina. Bagian kedua adalah endoserviks atau kanalis endoservikal, merupakan
suatu terowongan melalui serviks dari OUE ke dalam uterus. 9,10
ETIOLOGI
Human Papilloma Virus (HPV) sangat erat kaitannya dengan penyebab
terjadinya kanker serviks, Papilloma Virus dapat menginfeksi hampir semua
permukaan kulit manusia dan dapat menyebabkan terjadinya kanker pada situs
tersebut. Faktor resiko terinfeksinya HPV adalah perilaku seksual, khususnya
frekuensi hubungan seksual, dan jumlah pasangan laki-laki. Faktor resiko terjadinya
kanker serviks juga mempunyai hubungan erat dengan sejumlah faktor ekstrinsik,
diantaranya yang penting adalah : jarang ditemukan pada wanita yang masih
perawan, insidensnya lebih tinggi pada wanita yang koitus pertama dialami pada usia
amat muda (<16 tahun), paritas yang tinggi, jarak antar persalinan terlampau dekat,
mereka dari golongan sosioekonomi rendah. 4,7,11,12
HPV termasuk anggota famili Papovaviridae, tidak memiliki virion dengan
genom DNA beruntai ganda melingkar dari 7.800 menjadi 7.900 pasangan basa yang
terkandung dalam kapsid ikosahedral. HPV menginfeksi sel-sel epitel pada kulit dan
membran mukosa. 12,13
Sebagian infeksi HPV bersifat sementara atau intermiten, dengan durasi ratarata 8 bulan. Sebuah studi cohort prospektif dari 608 mahasiswi perguruan tinggi dan
ditemukan sekitar 70% telah bebas dari infeksi selama 12 bulan dan hanya 9% yang
tetap terinfeksi dalam 24 bulan. Dalam studi ini infeksi persisten dikaitkan dengan
usia yang lebih tua dan infeksi dengan beberapa tipe HPV. 11
PATOFISIOLOGI
Kanker serviks timbul di batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio)
dan endoserviks kanalis serviks yang disebut sebagai squamo-columnar junction
(SCJ). Histologik antara epitel gepeng berlapis dari porsio dengan epitel
kuboid/silinder pendek selapis bersilia dari endoserviks kanalis serviks. Secara umum
perkembangan menjadi kanker invasive membutuhkan beberapa tahun, namun
terdapat beberapa variasi yang luas. Perubahan molekuler yang terlibat dengan
karsinogenesis serviks sangat kompleks dan tidak sepenuhnya diapahami, dengan
demikian karsinogenesis diduga hasil dari efek interaktif antara pengaruh lingkungan,
imunitas, dan variasi sel genom somatik. 7, 15
MANIFESTASI KLINIK
Gejala yang paling umum daialami pasien dengan kanker serviks adalah
bercak yang terus menerus atau perdarahan pervaginam yang abnormal. Perdarahan
pervaginam yang abnormal dapat berupa perdarahan postcoital, intermenstrual, atau
perdarahan pasca menopause, bisa menjadi asimptomatik ketika terdeteksi dari
pemeriksaan sitologi yang abnormal, terutama pada pasien yang tidak aktif secara
seksual. Keputihan atau kekuningan dari cairan vagina dapat terjadi pada tumor yang
sudah membesar, anemia atau nyeri pada panggul kemungkinan dapat menyertai.
Perdarahan yang timbul akibat terbukanya pembuluh darah semakin lama akan lebih
sering terjadi, juga di luar coitus. Perdarahan spontan umumnya terjadi pada tingkat
klinik yang lebih lanjut (II atau III). Adanya perdarahan spontan pada saat defekasi
perlu dicurigai kemungkinan adanya kanker serviks tahap lanjut, adanya bau busuk
yang khas memperkuat dugaan adanya kanker servviks. 3,6,7,14,16,
Sebagian besar wanita dengan kanker serviks memiliki lesi pada serviks yang
dapat dilihat pada pemeriksaan inspekulo. 14
DIAGNOSIS
Anamnesis dan pemeriksaan klinis yang dilakukan serta riwayat perjalanan
penyakit pasien sangat penting. Diagnosis pasti ditegakkan dengan melihat hasil dari
Papanicolaou (Pap) test yang tidak normal, infeksi HPV harus terjadi dalam hal ini.
Semua hasil Pap smear yang abnormal memerlukan evaluasi lebih lanjut seperti
inspeksi visual, pengulangan sitologi atau kolposkopi, dengan tujuan untuk
10
menyingkirkan adanya karsinoma invasif dan untuk menentukan derajat dan luasnya
infeksi. 4,12
Pada mereka yang dicurigai dengan kanker serviks,pemeriksaan genital dan
vagina menyeluruh eksternal harus dilakukan dengna tujuan mencari lesi yang ada
pada serviks. HPV merupakan faktor resiko umum untuk kanker serviks, vagina dan
vulva. Dengan pemeriksaan spekulum, keadaan serviks dapat saja terlihat normal
karena mikroinvasif. Lesi dapat muncul sebagai pertumbuhan eksopitik atau
endofitik, sebagai massa plipoid, jaringan papiler atau Barrel-shaped cerviks, sebagai
ulseratif, massa granular atau sebagai jaringn nekrotik. 15
11
Evaluasi lengkap dan pemeriksaan Pap smear tes yang positif harus meminta
biopsi dengan pemeriksaan lebih lanjut, jika evaluasi patologis menunjukkan kanker
yang invasif pasien harus dirujuk ke ahli onkologi dan ginekologi. Pasien dengan lesi
serviks yang mencurigakan atau abnormal pada pemeriksaan fisik harus menjalani
biopsi, biopsi
pada area yang ulseratif kadang tidak berguna atau sulit untuk
dilakukan interpretasi, oleh karena itu melakukan biopsi harus pada bagian tepi lesi
antara jaringan yang normal dan abnormal. 4,6
STADIUM
Menentukan stadium adalah penting, tidak hanya untuk menentukan
prognostik tetapi juga untuk memperkirakan sejauh mana penyakit dan untuk
perencanaan pengobatan. Penentuan stadium yang paling umum digunakan adalah
klasifikasi dari FIGO (The International Federation of Gynecology Obstetrics).
Stadium kanker servviks menurut FIGO didasarkan pada ketentuan angka rom dari 0
sampai IV, semakin besar angkanya maka semakin serius dan lanjut stadium yang
dialami. 12
Berbagai tes radiologis sering dilakukan untuk membantu menentukan tingkat
pertumbuhan tumor dan keputusan panduan terapi, terutama pada pasien dengan
penyakit lanjut (tahap II b keatas). CT Scan dari perut dan pelvis adalah pencitraan
yang paling banyak digunakan dalam menentukan derajat stadium kanker serviks. 16
12
STADIUM
Stadium 0 : Stadium ini disebut Carsinoma In Situ (CIS), Tumor masih dangkal
hanya pada lapisan sel serviks
Stadium I : Kanker telah tumbuh dalam serviks, namun belum menyebar
kemanapun. Stadium ini dibagi menjadi :
Stadium Ia1 : dokter tidak dapat melihat kanker tanpa mikroskop
dengan kedalaman tidak kurang dari 3 mm dan
besarnya kurang dari 7 mm.
Stadium Ia2 : dokter tidak dapat melihat kanker tanpa mikroskop
dengan kedalaman antara 3-5 mm dan besarnya
kurang dari 7 mm.
Stadium Ib1 : dokter dapat melihat kanker dengan mata telanjang.
Ukuran tidak lebih besar dari 4 cm.
Stadium Ib2 : dokter dapat melihat kanker dengan mata telanjang.
Ukuran lebih besar dari 4 cm.
Stadium II : Kanker berada di bagian dekat serviks, tapi bukan di luar panggul.
Stadium II dibagi menjadi :
Stadium IIa : kanker meluas sampai ke atas vagina, tapi belum
menyebar ke jaringan yang lebih dalam dari vagina.
Stadium IIb : kanker telah menyebar ke jaringan sekitar vagina dan
serviks namun belum sampai ke dinding panggul.
Stadium III : Kanker telah menyebar ke jaringan lunak sekitar vagina dan serviks
13
14
Gambar 7. Stadium klinis kanker serviks. Pada stadium I hanya bagian serviks yang
terlibat. Pada tahap II parametrium atau 2/3 dari vagina yang terlibat. Pada tahap III
keganasan meluas hingga ke dinding samping panggul atau melibatkan 1/3 dari
vagina. Pada stadium IV keganasan mencapai daerah luar dari pelvis. 14
15
16
17
HPV yang paling sering menyebabkan penyakit, yaitu tipe 6, 11, 16, dan 18, tipe
yang menyebabkan 70% kanker leher rahim dan 90% kutil kelamin. Vaksin tersebut
dikeluarkan oleh U.S.Foods and Drugs Administration (FDA) pada tahun 2006 dan
sudah dinyatakan aman untuk wanita berusia 9 26 tahun. Vaksin diberikan dalam 3
dosis dalam periode 6 bulan yaitu pemberian awal, 2, dan 6 bulan berikutnya. Belum
diketahui keefektifannya pada wanita yang hanya menerima 1 atau 2 dosis saja.
Karena ini sangat penting diberikan 3 dosis penuh untuk para wanita. Keefektifan
vaksin HPV menurut penelitian diperkirakan selama 5 tahun, seberapa lama vaksin
ini dapat memberikan efek perlindungan masih belum jelas. 2
18
adanya nyeri ketika disuntikkan, skrinning tetap perlu dilakukan setelah memperoleh
vaksin HPV karena vaksin tidak melindungi untuk semua tipe HPV. 2
PROGNOSIS
Usia, stadium dan keadaan umum pasien sangat berpengaruh dalam prognosis
pasien dengan kanker serviks. Umumnya, angka kelangsungan hidup untuk stadium I
lebih dari 90%, untuk stadium II 60-80%, stadium III kira - kira 50%, dan untuk
stadium IV kurang dari 30%.4
DAFTAR PUSTAKA
19
2013]
available
from
URL
http://www.britannica.com/EBchecked/topic/620581/uterine-cervix
Smith MW. Nazario B. Bhargava H. Human Anatomi : The Cervix. Womans
Health.
2005
[online]
[cited
March
2013]
available
from
URL
http://women.webmd.com/picture-of-the-cervix
8. Giuntoli RL. Bristow RE. Cervical Cancer. Chapter 58. Danfoths Obstetrics and
Gynaecology. 10th ed. Edited by Gibbs RS. Karlan BY. Haney AF. Nygaard I.
Lippincott Williams and Wilkins. 2008
9. Goodrich K. Daaz TP. Gynecology Oncology : Cervical Cancer. Chapter 42.
Johns Hopkins Manual of Gynecology and Obstetrics. 3rd ed. Edited by Fortner
KB. Szymanski LM. Fox HE. Wallach EE. Lippincott Wiliiams and Wilkins. 2007
20
10. Schorge JO. Schaffer JI. Halvorson LM. et all. Gynecology Oncology : Cervical
Cancer. Chapter 30. Williams Gynecology. McGraw-Hill ; United States, 2008
11. Chan PD. Johnson SM. Gynecologic Oncology : Cervical Cancer. Gynecology
and Obstetrics. Current Clinical Strategies. California 2004
12. Hart DM. Norman J. Diseases of The Cervix : Carcinoma of the servix.
Gynaecology Illustrated. 5th ed. Churchill Livingstone. 2000
13. Katz VL. Lentz GM. Lobo RA. Gershenson DM. Malignant Diseases of The
Cervix : Carcinoma Of The Cervix. Chapter 29. Comprehensive Gynecology. 5 th
ed. Mosby Elsevier ; Philadelphia. 2007
14. Sakala EP. Penalver M. Gynecologic Neoplasia and Cancer. Obstetric and
Gynecology. Kaplan Medical. 2005
15. Gopar A. Kanker Leher Rahim. [online] [cited March 2013] Available from URL :
http://adulgopar.com/2009/12/kanker-leher-rahim.pdf
21