Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

Kanker serviks merupakan penyebab utama dari morbiditas dan mortalitas


pada wanita dengan usia produktif di seluruh dunia. Jumlah prevalensi wanita
pengidap kanker serviks di Indonesia cukup besar, setiap hari ditemukan 40-45 kasus
baru dengan jumlah kematian mencapai 20-25 orang, sementara jumlah wanita yang
beresiko mengidap kanker serviks mencapai 48 juta orang. 1,2,3
Insidens kanker serviks masih tinggi pada negara berkembang, sedangkan
pada negara maju insidennya terus menurun, hal ini dikaitkan dengan skrining massal
dengan pap smear yang memungkinkan untuk mendeteksi dan dilakukannya
pengobatan secara dini. Berdasarkan data dari WHO tahun 1997, prevalensi
keseluruhan wanita dengan kanker serviks adalah 3.955.000 kasus, dengan 425.000
kasus baru yang didiagnosa setiap tahun, 80% diantaranya berada di negara
berkembang dan 195.000 kasus kematian di seluruh dunia setiap tahunnya. 4,5,6
Kanker serviks merupakan salah satu kanker yang dapat segera dideteksi
dan dilakukan pengobatan, terdapat dua kondisi yang berbeda yaitu carcinoma in situ
dan carcinoma invasive. Yang pertama mengacu pada perkembangan lesi pra-ganas
sementara yang kedua adalah tahap dimana lesi sudah berkembang menjadi tumor.
Penanganan yang sederhana dan benar akan menghindarkan wanita dari kanker
serviks, memang pencegahan masih selalu lebih murah daripada pengobatan kanker
yang sudah ada. Pencegahan primer tampaknya sulit dikerjakan, karena sebab

biologik kanker serviks belum diketahui, yang dapat disarankan adalah menghindari
faktor ekstrinsik yang member resiko untuk mengidap kanker serviks sedangkan
Upaya pencegahan skunder ialah melalui usapan servikovaginal berkala. 5,7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI
Kanker serviks merupakan salah satu kanker yang dapat segera dideteksi
dan dilakukan pengobatan, terdapat dua kondisi yang berbeda yaitu carcinoma in situ
dan carcinoma invasive. Yang pertama mengacu pada perkembangan lesi pra-ganas
sementara yang kedua adalah tahap dimana lesi sudah berkembang menjadi tumor.
Penanganan yang sederhana dan benar akan menghindarkan wanita dari kanker
serviks, memang pencegahan masih selalu lebih murah daripada pengobatan kanker
yang sudah ada. 5,7

EPIDEMIOLOGI
Diantara tumor ganas ginekologik, kanker serviks masih menduduki peringkat
pertama di Indonesia, umur penderita antara 30-60 tahun, terbanyak antara 45-50
tahun. The Centres for Disease Control and Prevention (CDC ) melaporkan bahwa
insidens tertinggi berada pada wanita dengan usia antara 50-79 tahun, namun kanker
serviks sebenarnya dapat didiagnosa pada semua wanita dengan usia yang masih
reproduktif. Periode laten dari fase prainvasif menjadi invasif memakan waktu sekitar
10 tahun, hanya 9% dari wanita yang berusia <35 tahun menunjukkan kanker serviks
yang invasif pada saat didiagnosis. 4,7

Gambar 1. Insidens kanker serviks jika dibandingkan dengan jenis kanker lain pada
wanita di Indonesia. 8

Gambar 2. Perbandingan insidens kanker serviks dan kanker lain dengan usia
spesifik8

ANATOMI
Serviks merupakan organ bagian paling bawah dari uterus, menempel pada
vagina dan dan menghubungkan antara rongga vagina dan rongga rahim. Panjang dari
serviks hanya sekitar 4 cm dengan 2 cm berada dalam rongga vagina bagian atas. Ada
dua bagian yang utama dari serviks, pertama adalah ektoserviks yang dapat dilihat
dari dalam vagina secara langsung selama pemeriksaan ginekologi, dibagian sentral
ektoserviks adalah Ostium Uteri Eksterna (OUE) yang Menghubungkan antara rahim
dan vagina. Bagian kedua adalah endoserviks atau kanalis endoservikal, merupakan
suatu terowongan melalui serviks dari OUE ke dalam uterus. 9,10

Gambar 3. Anatomi serviks 10

ETIOLOGI
Human Papilloma Virus (HPV) sangat erat kaitannya dengan penyebab
terjadinya kanker serviks, Papilloma Virus dapat menginfeksi hampir semua
permukaan kulit manusia dan dapat menyebabkan terjadinya kanker pada situs
tersebut. Faktor resiko terinfeksinya HPV adalah perilaku seksual, khususnya
frekuensi hubungan seksual, dan jumlah pasangan laki-laki. Faktor resiko terjadinya
kanker serviks juga mempunyai hubungan erat dengan sejumlah faktor ekstrinsik,
diantaranya yang penting adalah : jarang ditemukan pada wanita yang masih
perawan, insidensnya lebih tinggi pada wanita yang koitus pertama dialami pada usia
amat muda (<16 tahun), paritas yang tinggi, jarak antar persalinan terlampau dekat,
mereka dari golongan sosioekonomi rendah. 4,7,11,12
HPV termasuk anggota famili Papovaviridae, tidak memiliki virion dengan
genom DNA beruntai ganda melingkar dari 7.800 menjadi 7.900 pasangan basa yang
terkandung dalam kapsid ikosahedral. HPV menginfeksi sel-sel epitel pada kulit dan
membran mukosa. 12,13
Sebagian infeksi HPV bersifat sementara atau intermiten, dengan durasi ratarata 8 bulan. Sebuah studi cohort prospektif dari 608 mahasiswi perguruan tinggi dan
ditemukan sekitar 70% telah bebas dari infeksi selama 12 bulan dan hanya 9% yang
tetap terinfeksi dalam 24 bulan. Dalam studi ini infeksi persisten dikaitkan dengan
usia yang lebih tua dan infeksi dengan beberapa tipe HPV. 11

Gambar 3. Tabel beberapa jenis tipe HPV . 11


HPV dengan resiko tinggi tipe 16, 18, 31, 33, 35, 45, 52 dan 58 sangat
berhubungan dengan 95% dari terjadinya karsinoma sel skuamosa serviks. HPV 16
sangat sering dikaitkan dengan kanker sel skuamosa seviks, sedangkan HPV 18
dihubungkan dengan hadirnya adenokarsinoma. Perkembangannya menjadi lesi
kanker invasif memerlukan waktu sekitar 8 sampai 12 tahun, sehingga menghasilkan
keadaan preinvasif yang panjang dengan banyak kesempatan untuk mendeteksinya. 14

PATOFISIOLOGI
Kanker serviks timbul di batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio)
dan endoserviks kanalis serviks yang disebut sebagai squamo-columnar junction
(SCJ). Histologik antara epitel gepeng berlapis dari porsio dengan epitel
kuboid/silinder pendek selapis bersilia dari endoserviks kanalis serviks. Secara umum
perkembangan menjadi kanker invasive membutuhkan beberapa tahun, namun
terdapat beberapa variasi yang luas. Perubahan molekuler yang terlibat dengan
karsinogenesis serviks sangat kompleks dan tidak sepenuhnya diapahami, dengan

demikian karsinogenesis diduga hasil dari efek interaktif antara pengaruh lingkungan,
imunitas, dan variasi sel genom somatik. 7, 15

Gambar 4. Diagram ilustrasi mekanisme infeksi HPV. 15

Gambar 5. Infeksi dan replikasi HPV pada epitel sel serviks. 11


Perkembangan neoplastik dikaitkan dengan integrasi DNA virus kedalam
kromosom sel, melibatkan onkogen virus yaitu onkoprotein yang mengganggu
pengendalia siklus sel manusia. Dengan masuknya mutagen, porsio yang semula
fisiologik dapat berubah menjadi patologik melalui tingkatan CIN I (Cervical
Intraepthelial Neoplasia I), II, III dan KIS (karsinoma in situ). Periode laten dari
CIN I sampai menjadi KIS tergantung dari daya tahan tubuh pemderita, umumnya
berkisar antara 3-20 tahun. 7,11,12

MANIFESTASI KLINIK
Gejala yang paling umum daialami pasien dengan kanker serviks adalah
bercak yang terus menerus atau perdarahan pervaginam yang abnormal. Perdarahan
pervaginam yang abnormal dapat berupa perdarahan postcoital, intermenstrual, atau
perdarahan pasca menopause, bisa menjadi asimptomatik ketika terdeteksi dari
pemeriksaan sitologi yang abnormal, terutama pada pasien yang tidak aktif secara
seksual. Keputihan atau kekuningan dari cairan vagina dapat terjadi pada tumor yang
sudah membesar, anemia atau nyeri pada panggul kemungkinan dapat menyertai.
Perdarahan yang timbul akibat terbukanya pembuluh darah semakin lama akan lebih
sering terjadi, juga di luar coitus. Perdarahan spontan umumnya terjadi pada tingkat
klinik yang lebih lanjut (II atau III). Adanya perdarahan spontan pada saat defekasi
perlu dicurigai kemungkinan adanya kanker serviks tahap lanjut, adanya bau busuk
yang khas memperkuat dugaan adanya kanker servviks. 3,6,7,14,16,
Sebagian besar wanita dengan kanker serviks memiliki lesi pada serviks yang
dapat dilihat pada pemeriksaan inspekulo. 14
DIAGNOSIS
Anamnesis dan pemeriksaan klinis yang dilakukan serta riwayat perjalanan
penyakit pasien sangat penting. Diagnosis pasti ditegakkan dengan melihat hasil dari
Papanicolaou (Pap) test yang tidak normal, infeksi HPV harus terjadi dalam hal ini.
Semua hasil Pap smear yang abnormal memerlukan evaluasi lebih lanjut seperti
inspeksi visual, pengulangan sitologi atau kolposkopi, dengan tujuan untuk

10

menyingkirkan adanya karsinoma invasif dan untuk menentukan derajat dan luasnya
infeksi. 4,12
Pada mereka yang dicurigai dengan kanker serviks,pemeriksaan genital dan
vagina menyeluruh eksternal harus dilakukan dengna tujuan mencari lesi yang ada
pada serviks. HPV merupakan faktor resiko umum untuk kanker serviks, vagina dan
vulva. Dengan pemeriksaan spekulum, keadaan serviks dapat saja terlihat normal
karena mikroinvasif. Lesi dapat muncul sebagai pertumbuhan eksopitik atau
endofitik, sebagai massa plipoid, jaringan papiler atau Barrel-shaped cerviks, sebagai
ulseratif, massa granular atau sebagai jaringn nekrotik. 15

Gambar 6. Kanker serviks invasive pada endoseviks. 15

11

Evaluasi lengkap dan pemeriksaan Pap smear tes yang positif harus meminta
biopsi dengan pemeriksaan lebih lanjut, jika evaluasi patologis menunjukkan kanker
yang invasif pasien harus dirujuk ke ahli onkologi dan ginekologi. Pasien dengan lesi
serviks yang mencurigakan atau abnormal pada pemeriksaan fisik harus menjalani
biopsi, biopsi

pada area yang ulseratif kadang tidak berguna atau sulit untuk

dilakukan interpretasi, oleh karena itu melakukan biopsi harus pada bagian tepi lesi
antara jaringan yang normal dan abnormal. 4,6
STADIUM
Menentukan stadium adalah penting, tidak hanya untuk menentukan
prognostik tetapi juga untuk memperkirakan sejauh mana penyakit dan untuk
perencanaan pengobatan. Penentuan stadium yang paling umum digunakan adalah
klasifikasi dari FIGO (The International Federation of Gynecology Obstetrics).
Stadium kanker servviks menurut FIGO didasarkan pada ketentuan angka rom dari 0
sampai IV, semakin besar angkanya maka semakin serius dan lanjut stadium yang
dialami. 12
Berbagai tes radiologis sering dilakukan untuk membantu menentukan tingkat
pertumbuhan tumor dan keputusan panduan terapi, terutama pada pasien dengan
penyakit lanjut (tahap II b keatas). CT Scan dari perut dan pelvis adalah pencitraan
yang paling banyak digunakan dalam menentukan derajat stadium kanker serviks. 16

12

STADIUM
Stadium 0 : Stadium ini disebut Carsinoma In Situ (CIS), Tumor masih dangkal
hanya pada lapisan sel serviks
Stadium I : Kanker telah tumbuh dalam serviks, namun belum menyebar
kemanapun. Stadium ini dibagi menjadi :
Stadium Ia1 : dokter tidak dapat melihat kanker tanpa mikroskop
dengan kedalaman tidak kurang dari 3 mm dan
besarnya kurang dari 7 mm.
Stadium Ia2 : dokter tidak dapat melihat kanker tanpa mikroskop
dengan kedalaman antara 3-5 mm dan besarnya
kurang dari 7 mm.
Stadium Ib1 : dokter dapat melihat kanker dengan mata telanjang.
Ukuran tidak lebih besar dari 4 cm.
Stadium Ib2 : dokter dapat melihat kanker dengan mata telanjang.
Ukuran lebih besar dari 4 cm.
Stadium II : Kanker berada di bagian dekat serviks, tapi bukan di luar panggul.
Stadium II dibagi menjadi :
Stadium IIa : kanker meluas sampai ke atas vagina, tapi belum
menyebar ke jaringan yang lebih dalam dari vagina.
Stadium IIb : kanker telah menyebar ke jaringan sekitar vagina dan
serviks namun belum sampai ke dinding panggul.
Stadium III : Kanker telah menyebar ke jaringan lunak sekitar vagina dan serviks

13

sepanjang dinding panggul, mungkin dapat menghambat aliran urin


ke kandung kemih.
Stadium IIIa : penyebaran sampai ke 1/3 bagian distal vagina, tidak
ada penyebaran ke dinding panggul.
Stadium IIIb : penyebaran sudah sampai ke dinding panggul, tidak
ditemukandaerah bebas infiltrasi antara tumor
dengan dinding panggul (frozen pelvic) tetapi sudah
ada gangguan faal ginjal.
Stadium IV : Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan melibatkan
mukosa rectum dan atau kandung kemih (dibuktikan secaara
histologik), atau telah terjadi metastasis keluar panggul atau tempat
yang jauh.
Stadium IVa : Proses sudah keluar dari panggul kecil, atau sudah
menginfiltrasi mukosa rectum dan kandung kemih.
Stadium IVb : telah terjadi penyebaran yang jauh.
Table 1. stadium kanker serviks menurut FIGO. 7,15

14

Gambar 7. Stadium klinis kanker serviks. Pada stadium I hanya bagian serviks yang
terlibat. Pada tahap II parametrium atau 2/3 dari vagina yang terlibat. Pada tahap III
keganasan meluas hingga ke dinding samping panggul atau melibatkan 1/3 dari
vagina. Pada stadium IV keganasan mencapai daerah luar dari pelvis. 14

15

Gambar 8. Stadium kanker serviks. 15


PENATALAKSANAAN
Terapi kanker serviks dilakukan apabila diagnosis telah dipastikan secara
histologik dan sudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim yang sanggup
melakukan rehabilitasi dan pengamatan lanjut. Pembedahan dan terapi radiasi adalah
dua modalitas terapi yang paling sering digunakan untuk mengobati kanker serviks
invasif. 7,14
Secara umum pasien yang diobati dengan tindakan pembedahan harus
dievaluasi untuk faktor resiko dalam hal metastasis dan kembalinya tumor, termasuk
metastasis ke limfe nodus, ukuran yang lebih dari 4 cm, dan keadaan lesi yang buruk.
Pasien dengan temuan seperti ini biasanya ditawarkan dengan terapi adjuvant yaitu
radioterapi dan kemoterapi. 9

16

Penanganan berdsarkan stadium :


1. Stadium Ia1 : terapinya adalah simple histerektomi
2. Stadium Ia2 : terapinya adalah histerektomi radikal dengan modifikasi
3. Stadium Ib atau IIa : terapinya adalah histerektomi radikal dengan
limfadenektomi panggul, pasca bedah biasanya dilanjutkan dengan radiasi
pelvis. Tergantung ada atau tidaknya sel tumor dalam kelenjar limfe regional
yang diangkat.
4. Stadium IIb, III atau IV : terapinya adalah redioterapi dan kemoterapi. Tidak
dibenarkan dilakukannya tindakan bedah
pada stadium IVa dan IVb radioterapi hanya bersifat paliatif, pemberian kemoterapi
dapat dipertimbangkan. Pada penyakit yang kambuh satu tahun sesudah penanganan
lengkap, dapat dilakukan operasi jika terapi terdahulu adalah radiasi dan prosesnya
masih terbatas pada panggul. Biamana proses sudah jauh atau operasi tidak mungkin
dilakukan, harus dipilih kemoterapi bila syarat-syaratnya terpenuhi. 7
PENCEGAHAN DAN DETEKSI DINI
Tidak seperti Penyakit Menular Seksual (PMS) lainnya yang menyebar
melalui cairan tubuh, HPV merupakan virus yang menyebar melalui kontak dari kulit
ke kulit, karena itu penggunaan kondom tidak sepenuhnya efektif karena kondom
tidak meliputi seluruh area kulit dimana HPV dapat ditemukan. Deteksi dini terutama
adalah melakukan pemeriksaan skrining secara teratur 1 tahun sekali untuk
mengetahui lesi prekanker. 2
Vaksin HPV saat ini sudah digunakan untuk mencegah kanker leher rahim dan
kutil kelamin karena HPV. Vaksin tersebut bekerja dengan cara melindungi dari 4 tipe

17

HPV yang paling sering menyebabkan penyakit, yaitu tipe 6, 11, 16, dan 18, tipe
yang menyebabkan 70% kanker leher rahim dan 90% kutil kelamin. Vaksin tersebut
dikeluarkan oleh U.S.Foods and Drugs Administration (FDA) pada tahun 2006 dan
sudah dinyatakan aman untuk wanita berusia 9 26 tahun. Vaksin diberikan dalam 3
dosis dalam periode 6 bulan yaitu pemberian awal, 2, dan 6 bulan berikutnya. Belum
diketahui keefektifannya pada wanita yang hanya menerima 1 atau 2 dosis saja.
Karena ini sangat penting diberikan 3 dosis penuh untuk para wanita. Keefektifan
vaksin HPV menurut penelitian diperkirakan selama 5 tahun, seberapa lama vaksin
ini dapat memberikan efek perlindungan masih belum jelas. 2

Gambar. 9 Gardasil, vaksin HPV. 2


Sebaiknya vaksin diberikan sebelum kontak seksual pertama atau sebelum
wanita terekspos dengan HPV. Hal ini disebabkan karena vaksin mencegah penyakit
pada wanita yang belum terkena satu atau beberapa tipe HPV yang dapat dilindungi
oleh vaksin. Vaksin ini tidak bekerja terlalu efektif pada wanita yang sudah memiliki
virus HPV di dalam tubuhnya sebelum menerima vaksin. Efek samping paling umum

18

adanya nyeri ketika disuntikkan, skrinning tetap perlu dilakukan setelah memperoleh
vaksin HPV karena vaksin tidak melindungi untuk semua tipe HPV. 2
PROGNOSIS
Usia, stadium dan keadaan umum pasien sangat berpengaruh dalam prognosis
pasien dengan kanker serviks. Umumnya, angka kelangsungan hidup untuk stadium I
lebih dari 90%, untuk stadium II 60-80%, stadium III kira - kira 50%, dan untuk
stadium IV kurang dari 30%.4

DAFTAR PUSTAKA

19

1. Canavan MP. Doshi NR. Cervical Cancer. Lancester General Hospital.


Pennsylvania. 2000. p. 1369-76. [online] [cited March 2013] available from
URL : http://www.aafp.org/afp/2000/0301/p1369.html
2. Rahman AA. Chong TL. Kanker Leher Rahim / Cervical Cancer. [online] [cited
March 2013] Available from URL : http://www.cancerhelps.com/kankerserviks.htm
3. Shafi MI. Premalignant and malignant disease of the cervix. Chapter 54.
Dewhursts Textbook of Obstetrics and Gynaecology. 7 th ed. Edited by Edmonds
DK. London. Blackwell Publishing. 2007
4. Boardman CH. Cervical Cancer. [online] 2013 [cited March 2013] available from
URL : http://emedicine.medscape.com/article/253513-overview
5. Shepherd J. Peersman G. Weston R. Napuli I. Cervical cancer and sexual
lifestyle : a systematic review of health education interventions targeted at
woman. Health and Education Research. 2000. p. 681-94
6. Rogers K. Singh S. Uterine Cervix. Encyclopedia Britannica. [online] [cited
March
7.

2013]

available

from

URL

http://www.britannica.com/EBchecked/topic/620581/uterine-cervix
Smith MW. Nazario B. Bhargava H. Human Anatomi : The Cervix. Womans
Health.

2005

[online]

[cited

March

2013]

available

from

URL

http://women.webmd.com/picture-of-the-cervix
8. Giuntoli RL. Bristow RE. Cervical Cancer. Chapter 58. Danfoths Obstetrics and
Gynaecology. 10th ed. Edited by Gibbs RS. Karlan BY. Haney AF. Nygaard I.
Lippincott Williams and Wilkins. 2008
9. Goodrich K. Daaz TP. Gynecology Oncology : Cervical Cancer. Chapter 42.
Johns Hopkins Manual of Gynecology and Obstetrics. 3rd ed. Edited by Fortner
KB. Szymanski LM. Fox HE. Wallach EE. Lippincott Wiliiams and Wilkins. 2007
20

10. Schorge JO. Schaffer JI. Halvorson LM. et all. Gynecology Oncology : Cervical
Cancer. Chapter 30. Williams Gynecology. McGraw-Hill ; United States, 2008
11. Chan PD. Johnson SM. Gynecologic Oncology : Cervical Cancer. Gynecology
and Obstetrics. Current Clinical Strategies. California 2004
12. Hart DM. Norman J. Diseases of The Cervix : Carcinoma of the servix.
Gynaecology Illustrated. 5th ed. Churchill Livingstone. 2000
13. Katz VL. Lentz GM. Lobo RA. Gershenson DM. Malignant Diseases of The
Cervix : Carcinoma Of The Cervix. Chapter 29. Comprehensive Gynecology. 5 th
ed. Mosby Elsevier ; Philadelphia. 2007
14. Sakala EP. Penalver M. Gynecologic Neoplasia and Cancer. Obstetric and
Gynecology. Kaplan Medical. 2005
15. Gopar A. Kanker Leher Rahim. [online] [cited March 2013] Available from URL :
http://adulgopar.com/2009/12/kanker-leher-rahim.pdf

21

Anda mungkin juga menyukai