Anda di halaman 1dari 8

TUGAS 2 PENGELOLAAN LIMBAH PROSES HAYATI

REVIEW PAPER
Valorisation of Food Waste via Fungal Hydrolysis and Lactic Acid Fermentation with
Lactobacillus casei Shirota
KELOMPOK 18:
-

Famila Anindia Putri


Maharani Suci
Muh. A. H. Vinci Kurnia

(1306404790)
(1306370846)
(1306403390)

A. Pendahuluan
Seiring dengan banyaknya kandungan organik yang terdapat di dalam limbah
makanan, maka kecenderungan untuk melakukan daur ulang terhadap limbah tersebut
semakin meningkat, beberapa di antaranya yaitu di daur ulang sebagai kompos, pakan ternak,
dan biogas. Menurut data dari Food and Agriculture Organisation pada tahun 2011, tercatat
sebanyak 1,3 milyar ton limbah makanan setiap tahunnya. Limbah makanan tersebut masih
mengandung 30-60% zat tepung (kanji), 5-10% protein dan 10-40% lemak (b/b). Oleh karena
itu, dibutuhkan penelitian berkelanjutan untuk mengurangi jumlah kandungan organik pada
limbah dan penggunaan kembali kandungan tersebut sebagai bahan pengganti petrolium.
Asam laktat merupakan satu dari dua belas turunan gula yang memiliki potensi tinggi
untuk komoditi dan bahan-bahan kimia khusus (specialty chemicals). Terdapat beberapa
penelitian yang membahas tentang fermentasi asam laktat, namun biokonversi limbah
makanan untuk produksi asam laktat melalui hidrolisis jamur dan fermentasi mikrobial belum
pernah diteliti. Oleh karena itu, penelitian ini akan membahas tentang biokonversi tersebut
menggunakan limbah makanan dan roti melalui hidrolisis jamur dan fermentasi Lactobacillus
casei Shirota.
B. Metodologi Percobaan

Persiapan Mikroba dan Limbah Makanan

Kultur fungi

Hidolisis fungal

Kultur L. casei dengan penambahan gluukosa

Fermentasi asam laktat

Penentuan berat kering sel, gula, nitrogen bebas dan konsentrasi asam laktat

Penentuan komposisi limbah makanan hasil fermentasi


1. Persiapan mikroba dan limbah makanan
A. Awamori ATCC 14331 dibeli dari American Type Culture Collection (Rockville,
MD, USA). A. oryzae diisolasi dari starter kecap yang disediakan oleh Amoy Food Ltd, Hong
Kong (Leung et al., 2012). Larutan spora dari kedua jamur diproduksi seperti yang dijelaskan
sebelumnya (Lam et al., 2013). L. casei Shirota diperoleh dari Prof. Nagendra Prasad SHAH
di School of Biological Sciences di University of Hong Kong. L. casei kemudian
dibudidayakan di medium MRS dengan konsentrasi glukosa awal 20 g L-1 dalam shaker
incubator pada 200 rpm selama 18 jam pada 37C.
Limbah makanan campuran diambil dari Asia Pacific Catering berlokasi di Hong
Kong Science Park dan limbah roti dikumpulkan dari outlet Starbucks terletak di Sha Tin.
Limbah makanan campuran adalah sisa-sisa makanan yang terdiri dari nasi, mie, daging dan
sayuran, sedangkan limbah roti adalah produk yang tidak terjual termasuk kue, roti dan kuekue. Limbah ini secara terpisah dicampur dan disimpan pada 4C sampai tidak lebih dari satu
minggu. Bubuk limbah makanan diproduksi menggunakan mesin pengolahan limbah

makanan komersial (SPZ-3000D, Spinz, Korea) yang disumbangkan oleh Eco-Greenergy


Limited. Proses ini meliputi pemarutan dan dehidrasi pada 100-150C. Dua keluaran yang
dihasilkan terdiri dari bubuk limbah makanan dan air limbah yang dihasilkan selama tahap
pembersihan mesin limbah makanan.
2. Kultur mikroba jamur dengan solid state fermentation
Solid state fermentation dilakukan untuk menghasilkan padatan jamur lembek, yang
digunakan sebagai sumber enzim dalam hidrolisis terendam (submerged) limbah makanan.
Untuk 8,5 g (berat kering) dari limbah makanan campuran atau limbah roti, 1 mL larutan
spora A. Awamori (4,6 x 105 spora mL-1) atau 1 mL larutan spora A. oryzae (6,3 x 105 spora
mL-1) ditambahkan, dicampur, dan diinkubasi selama 7 hari pada 30C. Ini dilakukan seperti
yang dijelaskan dalam publikasi sebelumnya (Lam et al, 2013; Pleissner et al, 2014a.).
3. Hidrolisis fungal
Hidrolisis jamur dilakukan dalam bioreactor 2,5 L (BioFlo/CelliGen 115, New
Brunswick Scientific, NJ, USA) pada 55C selama 48 jam dua rangkap (Pleissner et al.,
2014a). pH dikontrol antara 4,0 dan 4,5, yang merupakan pH optimal untuk mengaktifkan
enzim yang disekresikan oleh A. Awamori dan A. oryzae (Lam et al., 2013). Medium diaduk
pada 1200 rpm pada awal 10 jam dan menurun menjadi 400 rpm ketika sebagian besar
limbah makanan dilarutkan dan dihidrolisis. Limbah makanan campuran dicampur dengan air
yang dideionisasi pada rasio solid-to-liquid pada 30% (w / v) atau 300 g (berat kering) limbah
makanan dicampur dengan 1 L air deionisasi. Padatan lembek jamur A. Awamori (14 g) dan
A. oryzae (14 g) berturut-turut ditambahkan pada masing-masing awal dan setelah 24 jam.
Hasil hidrolisis dipanen, disentrifugasi pada 11500g selama 30 menit dan disimpan dalam
4C selama 5 jam. Lipid di bagian atas dipisahkan dari hidrolisat untuk diteliti dalam studi
produksi biodiesel melalui transerifikasi (Karmee et al., 2015). Hidrolisat kemudian
dipisahkan dari fraksi padat yang tersisa dengan penyaringan vakum menggunakan kertas
filter Whatman No 1. Hidrolisat dan residu padat disimpan beku pada 20C sebelum
digunakan.
4. Kultur L. casei Shirota dengan penambahan glukosa dan fruktosa
Percobaan dilakukan di labu conical 250 mL mengandung 100 ml medium MRS,
yang terdiri dari 2 g L-1 K2HPO4, 20 g L-1 glukosa, 0,2 g L-1 H14MgO11S, 0,05 g L-1 H8MnO8S,
8 g L-1 ekstrak daging, 10 g L-1 pepton, 5 g L-1 CH3COONa.3H2O, 2 g L-1 C6H17N3O7 dan 4 g L1

ekstrak ragi. Glukosa dan fruktosa larutan secara terpisah diautoklaf dan ditambahkan ke

medium MRS untuk menyesuaikan konsentrasi gula. Penyangga fosfat (10 mM) ditambahkan
untuk menjaga pH antara 5,5 dan 6,5, dan NaOH 5 M digunakan untuk mengatur pH jika

diperlukan. Seed culture ditumbuhkan menggunakan medium MRS di 37C selama 24 jam.
Ukuran inokulum adalah 2% (v / v). Sampel aseptik diambil setiap 3 jam untuk mengukur
pH, berat kering sel (DCW), gula, dan konsentrasi asam organik. Pertumbuhan sel, konsumsi
gula, dan produksi LA (lactic acid) diukur pada variasi konsentrasi glukosa dan fruktosa.
Percobaan dilakukan rangkap dua untuk konsentrasi gula berkisar antara 0 sampai 100 g L-1.
5. Fermentasi asam laktat
Fermentasi asam laktat batch dilakukan dalam dua fermentor 2,5 L (Biostat, Sartorius
stedim, Jerman) masing-masing untuk produksi asam laktat menggunakan hidrolisat dan
medium yang ditetapkan. Hidrolisat yang ditambah dengan 10 g L-1 ekstrak ragi (Angel Yeast
Co, Ltd, Cina) disterilkan dengan 0,2 m membran filter PTFE (Sartorius, Jerman) sebelum
ditambahkan ke fermentor. Suhu disetel menjadi 37C dan pH secara otomatis dikontrol pada
6,0 menggunakan larutan NaOH 10 M selama fermentasi. Hidrolisat diaerasi dengan 2 vvm
udara dan diagitasi pada 200 rpm. Seed culture ditumbuhkan menggunakan medium MRS
pada 37C selama 24 jam. Ukuran inokulum adalah 2% (v / v). Glukosa dan fruktosa larutan
secara terpisah diautoklaf dan ditambahkan ke medium MRS untuk menyesuaikan
konsentrasi gula. Sampel aseptik diambil untuk mengukur berat kering sel, gula dan
konsentrasi asam laktat. Fermentasi telah berakhir ketika gula benar-benar habis, atau saat
tidak ada perubahan konsentrasi gula total untuk periode 5 jam.
6. Penentuan berat kering sel, gula, nitrogen amino bebas, dan konsentrasi asam laktat
Setelah sampling, sel-sel dan supernatan dipisahkan dengan sentrifugasi pada 13.000
rpm selama 3 menit. Biomassa sel dicuci dengan 10 mL 0,9% NaCl dua kali dan disentrifus
untuk menghilangkan supernatan. Biomassa sisa kemudian dicuci dengan air yang
dideionisasi dan dikeringkan pada 90C hingga bobotnya stabil.
Gula dan asam organik dianalisis menggunakan high performance liquid
chromatography (HPLC, Waters, UK) dilengkapi dengan kolom Aminex HPX-87H (BioRad, CA, USA). Supernatan disaring oleh 0,22 m membran Nylon Filter 13 mm (Jin Teng,
Cina) sebelum dianalisis. Dalam setiap analisis, 10 L disuntikkan ke dalam kolom dan
dielusi isocratically dengan 0,4 mL/menit dengan 5 mM H2SO4 pada 65C. Deteksi dilakukan
oleh detektor RI (Waters, UK) pada 35C dan photodiode array (PDA) analyzer (Waters,
UK) pada 210 nm.
Konsentrasi nitrogen amino bebas (FAN) diukur dengan menggunakan metode reaksi
nynhidrin (Lie, 1973). Semua kuantifikasi dilakukan rangkap dua.
7. Penentuan komposisi limbah campuran dan limbah produk roti

Kuantifikasi karbohidrat, protein dan lipid di produk roti dan limbah makanan
campuran dilakukan dalam rangkap tiga seperti yang dijelaskan dalam Pleissner et al. (2013).
Semua isi spesifik konstituen limbah dilaporkan dalam penelitian ini didasarkan pada berat
kering. Pati kuantifikasi dilakukan dalam rangkap tiga menggunakan standar uji pati
(Megazyme, Irlandia) (Koutinas et al., 2007).
C. Hasil dan Pembahasan
1 Komposisi limbah makanan dan hidrolisis fungi
Komposisi campuran limbaha makanan dan roti secara detail dapat dilihat pada table
1dan tabel 2, dimana pada tabel 1 hasil menunjukkan bahwa limbah tersebut kaya akan
sumber karbon dan nitrogen sekitar 50%, 29-36% pati, 8-14% protein dan 30-37% lemak.

Hidrolisis jamur dilakukan untuk memulihkan nutrisi seperti glukosa, fruktosa, dan
FAN dimana zat tersebut yang diperlukan untuk fermentasi asam laktat oleh L. casei. Dari
tabel 2 dapat terlihat bahwa glukosa, (100,2 2,4 g L-1) dan konsentrasi FAN (1.081 70,2
mg L-1) diperoleh pada 30% (w / v) dicampur limbah makanan hidrolisat. Namun, penurunan
kecil dalam glukosa (97,2 1,0 g L-1) dan FAN (946,5 41,7 mg L-1) disajikan dalam
hidrolisat berasal dari bubuk limbah makanan yang diproduksi oleh mesin pengolahan limbah
makanan, terutama karena reaksi Maillard disebutkan.

Pemanfaatan glukosa dan fruktosa untuk produksi asam laktat oleh L. casei

Dipelajari pada produksi asam laktat, pertumbuhan sel dan konsumsi gula dari L. casei adalah
20100 g L-1 glukosa dab 20 g L-1 fruktosa. Hal ini sudah dipelajari aman untuk di konsumsi
sebagai pemanfaatan untuk manufaktur fermentasi produksi susu. Pada tabel menunjukkan
nilai dari pertumbuhan sel dan produksi asam laktat pada kondisi glukosa dan fruktosa yang
berbeda konsentrasi. Hasil tersebut yang mengindikasi bahwa L. casei dapat mengkonversi
glukosa fruktosa menjadi asam laktat dan gula yang disajikan dalam hidrolisat yang dapat
dimanfaatkan untuk produksi asam laktat.

Fermentasi batch asam laktat


Umpannya adalah limbah campuran makanan hidrosilat berlangsung selama 36jam

dengan massa 94.0 g L-1 yang menghasilkan 0.94 g g-1 asam laktat dan produktifitas 2.61 gL-1
h-1. Membandingkan umpan dengan defined medium, fermentasi yang menggunakan
campuran limbah makanan hidrolisat memiliki laju glukosa yang lebih tinggi dan
produktifitas produksi asam laktat, datanya dapat dilihat pada tabel 4.

Hal ini menyatakan


bahwa limbah makanan mengandung nutrient yang membantu pertumbuhan bakteri dan
tidak terdapat inhibitor lain yang dapat menggangu perumbuhan sel dan produksi asam
laktat.
Pada limbah makanan bubuk menggunakan feed 90,1 g L-1 yang menghasilkan 0.92 g
g-1 asam laktat dan produktifitas 2.5 g L-1 h-1 selama 36 jam. Dan untuk fermentasi
menggunakan limbah roti hidrosilat sebagai feed 82,6 g L-1 yang menghasilkan 0.94 g g-1
asam laktat dan produktifitas 2.5 gL-1 h-1.

Tabel 5 menunjukan beberapa macam proses dan mikroorganisme yang sudah


dilakukan penelitian untuk biokonversi limbah makanan untuk asam laktat.

Neraca massa dari limbah menjadi

produk
Untuk mengestimasi bahan baku yang dibutuhkan dan hasil produk disajikan mass
balance dalam biokonversi proses dalam penelitian yang disajikan pada tabel 6.

D.

Kesimpulan
Pemanfaatan limbah campuran

makanan, limbah campuran makanan bubuk yang


diproduksi dari mesin,
dan limbah roti untuk

menghasilkan asam laktat


memiliki konversi
yield keseluruhan yaitu 0,27, 0,25,

dan 0,23 g/g. Hasil penelitian juga menunjukkan hidrolisis jamur dan fermentasi L. casei
Shirota merupakan pendekatan yang efisien untuk biokonversi limbah makanan menjadi
asam laktat. Mesin perlakuan limbah makanan juga merupakan desentralisasi untuk mendaur
ulang limbah. Namun, penelitian ini dibutuhkan studi dan peninjauan lebih lanjut dari segi
ekonomi.

Anda mungkin juga menyukai