Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH REKAYASA GENETIKA

Penyisipan Gen Apoptin Disertai GFP pada Tanaman Tembakau


oleh Bakteri Agrobacterium Tumofaciens

Kelompok 2
Faustina Prima 1306404802
Famila Anindia 1306404790
Giovanni A. P 1306412155
Muh. A. H. Vinci 1306403390
Nadia Tuada A 1306413422
Sonia Limoes 1306412142

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI BIOPROSES


DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK, 2015

[1]

KATA PENGANTAR
Puji serta syukur penulis panjatkan atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan nikmat akal dan rahmat-Nya penulis ini dapat menyelesaikan makalah tepat
waktu. Segala halangan dan rintangan yang penulis hadapi selama pembuatan makalah ini
menjadi pemacu bagi penulis untuk tetap terus belajar dan memperbaiki diri.
Makalah ini berisi cara transformasi gen apoptin ke tanaman tembakau yang
dirangkai penulis berdasarkan hasil review jurnal penelitian. Apoptin yang merupakan gene
of interest ditransformasi ke tanaman menggunakan Ti plasmid yang dikandung oleh
Agrobacterium Tumefaciens. Hasilnya, tanaman tembakau yang terinfeksi akan mengalami
tumor. Di tempat tumor itulah DNA tanaman tembakau termutasi dengan gene apoptin.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Muhamad Sahlan M.Eng
selaku dosen dan Chandra Dwi selaku asisten dosen pengampu mata kuliah Rekayasa
Genetika. Tanpa bantuan serta bimbingan mereka penulis tidak akan mampu menyelesaikan
makalah dengan baik. Selain itu, penulis juga berterima kasih kepada semua pihak yang
memberikan kontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung.
Penulis menyadari bahwa makalah Penyisipan Gen Apoptin Disertai GFP pada
Tanaman Tembakau oleh Bakteri Agrobacterium Tumofaciens masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik serta saran membangun dari
pembaca.
Depok, 30 November 2015
Tim Penulis

[2]

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................ 2
DAFTAR ISI............................................................................................................................ 3
BAB I : PENDAHULUAN.........................................................................................................4
1.1.

LATAR BELAKANG...........................................................................................4

1.2.

RUMUSAN MASALAH.......................................................................................4

1.3.

TUJUAN............................................................................................................4

BAB II : PEMBAHASAN.......................................................................................................... 5
2

Persiapan transformasi gen ke tumbuhaN................................................................5

2.1

Chicken Anemia Virus........................................................................................5

2.2

Apoptin..............................................................................................................6
2.2.1

2.3

GFP (Green Fluorescent Protein)......................................................................8


2.3.1

2.4

3.

Mengisolasi Apoptin dari DNA CAV............................................................7


Mengisolasi GFP........................................................................................9
Agrobacterium tumefaciens...............................................................................9

2.4.1

Plasmid Ti.................................................................................................11

2.4.2

Region Gen Virulensi...............................................................................12

2.4.3

Region Transfer-DNA (T-DNA).................................................................13

2.4.4

Mekanisme Infeksi Genetik Agrobacterium ke Tanaman..........................13

Transformasi........................................................................................................... 16

3.1.

Teknik Transformasi Agrobacterium ke Tanaman melalui Vektor Biner............16

3.2.

Modifikasi Gen Apoptin dengan Penambahan Green Fluorescent Protein (GFP)


18

Transformasi Plasmid Rekombinan ke dalam Agrobacterium.................................21

4.1

Transformasi Plasmid E. Coli Ke Dalam Agrobacterium..................................22

4.2

Tahapan Transformasi Plasmid E. Coli Ke Dalam Agrobacterium...................23

Infeksi Genetik Ke Tembakau Dengan Menggunakan Agrobacterium.....................23

5.1

Persiapan Agrobacterium dan Tembakau........................................................24

5.2

Inokulasi dan Kokultivasi.................................................................................24

5.3

Seleksi dan Regenerasi...................................................................................25

BAB III : KESIMPULAN.........................................................................................................26


DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................. 27

[3]

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Apoptin merupakan protein yang mampu memrogam kematian sel (apoptosis). Apoptin
ditemukan pada Chicken Anemia Virus (CAV) yang menyerang anak ayam. Virus ini
menyebabkan anemia pada anak-anak ayam karena sel darah merahnya mengalami
apoptosis. Sifat tersebut dapat dimanfaatkan sebagai terapi gen sel-sel yang mengalami
kanker.
Secara alamiah, Apoptin berada pada sitoplasma setiap sel. Jika sel tersebut telah tua
dan telah tiba saatnya untuk mati, apoptin tersebut akan pindah ke dalam nukleus dan
merilis program kematiannya. Akan tetapi, pada sel kanker gen apoptin terjebak dalam
nukleus tanpa bisa berekspresi dan memrogam kematiannnya. Itulah sebabnya sel kanker
terus berkembang secara tidak normal.
Pembuatan produksi apoptin protein sebagai yang mampu untuk menekan kanker
sudah terbukti. Yi Tang, profesor kimia dan teknik bio-molekul dari University of California
Los Angeles (UCLA) berhasil mengembangkan kapsul kecil dari polimer larit air yang aman
mampu mengantarkan protein kompleks ke inti sel kanker untuk memicu kematian. Zat
penghancur kanker, apoptin, adalah sebuah protein kompleks yang berasal dari virus
anemia pada burung, Chicken Anemia Virus (CAV). Kumpulan protein ini akan terakumulasi
dalam inti sel kanker dan memberikan sinyal ke sel kanker untuk melakukan program
penghancuran diri. Dalam melakukan misinya tidak mengkhawatirkan karena tidak akan
membahayakan sel non kanker. Menurut Yi, proses ini tidak akan menyebabkan risiko
mutasi genetik yang ditimbulkan oleh terapi gen untuk kanker atau risiko yang
membahayakan sel-sel sehat akibat kemoterapi yang diketahui tidak efektif dalam
membedakan antara sel sehat dan sel kanker.
1.2. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah fungsi apoptin dan GFP?
2. Bagaimana cara mendapatkan gen apoptin dan GFP?
3. Bagaimanakah prinsip transformasi gen pada tanaman (terutama tanaman tembakau)?
4. Vektor dan host apakah yang digunakan dalam proses transformasi tersebut?
5. Bagaimana cara menyisipkan gen apoptin+GFP ke dalam vektor, host, hingga ke
tanaman tembakau?
1.3.
TUJUAN
1. Mengetahui fungsi apoptin dan GFP
2. Mempelajari cara isolasi apoptin dari ayam yang terinfeksi CAV
3. Mempelajari cara isolasi GFP dari hewan Aequorea victoria
4. Mengetahui prinsip transformasi gen ke tumbuhan
5. Memilih vektor dan host yang tepat untuk proses menyisipkan gen ke tumbuhan

[4]

BAB II
PEMBAHASAN
2

Persiapan transformasi gen ke tumbuhaN

1. Iisolasi apoptin dari


CAV (Chicken
Anemia Virus )

6. Transformasi
plasmid rekombinan
ke dalam E. coli

7. Screening E. coli

2. Modifikasi plasmid,
penambahan GFP
menggunakan plasmid

5. Insersi gen ke
dalam E. coli (plasmid
bakteri)

8. Transformasi
plasmid rekombinan di
E. coli ke dalam
plasmid Agrobacterium
(rekombinasi homolog)

3. Pemilihan host dan


plasmid

4. Ligasi GFP dan


apoptin

9. Infeksi
Agrobacterium (ada
apoptin dan GFP) ke
tenaman tembakau

2.1 Chicken Anemia Virus


Chicken Anemia Virus (CAV) merupakan virus yang hanya menyerang ayam dari
semua unggas. CAV pertama kali dijabarkan oleh Yuasa et al. pada tahun 1979. Virus ini
ditemukan pada ayam yang diternakkan secara massal. CAV merupakan virus tanpa
selubung, berbentuk icosahedral dengan besar sekitar 25 nm. Virus ini termasuk dalam
genus Gyrovirus dan memiliki DNA untai tunggal sirkular sepanjang 2298-2319 pasang basa.
Genome CAV mengandung 3 kode protein viral yakni VP1 (protein yang terekspresikan
menjadi kapsid), VP2 (Protein untuk pelipatan VP1 dan berpengaruh pada proses replikasi in
vivo), dan VP3 (Apoptin, menginduksi kematian sel yang terinfeksi). Virus ini memiliki
ketahanan tubuh yang cukup tinggi, ia tahan terhadap panas maupun disinfektan.

[5]

(a)

(b)

Gambar 1. (a) Struktur ORF Chicken Anemia Virus, (b) Bentuk virus icosahedral
(Sumber: Swiss Institute of Bioinormatics)

Seperti namanya, CAV menyebabkan anemia pada anak ayam yang baru menetas.
Selain itu, CAV juga menyebabkan penghancuran sel eritroblastoid di sumsum tulang
belakang dan timus di jaringan timus.
CAV dapat menyebar secara horisontal (dari sistem pernapasan maupun kotoran
yang tidak segera dibersihkan) maupun vertikal (telur ditularkan oleh ayam betina terinfeksi).
Anak-anak ayam yang terinfeksi akan menyebarkan virus tersebut ke sesama anak ayam
yang memiliki antibodi lemah turunan induk mereka. Memberikan vaksin kepada para betina
sebelum mereka bertelur merupakan salah satu cara pencegahan penularan virus.
2.2 Apoptin
Apoptin mengandung sinyal Bipartite-type Nuclear Localization Sequence (atau NLS1
dan NLS2) pada rentang asam amino 82-88 untuk NLS1 dan pada rentang asam amino 111121 untuk NLS2 atau pada ujung c-terminalnya, serta Nuclear Export Signal (NES) yang
mempunyai rentang asam amino 97-105 yang menunjukkan adanya potensi perpindahan
dari nukleus ke sitoplasma dan sebaliknya. NLS1, NLS2, dan NES merupakan sequence
yang memungkinkan Apoptin untuk keluar dan masuk ke dalam nucleus

Gambar 2.
Posisi
Pembentukan multimer kompleks dapat terjadi melalui interaksi antara wilayah
hidrofobik yang kaya akan prolin pada ujung N-terminal (asam amino 1-69) dari setiap
monomer. Ujung C terminal dari setiap monomer, mengandung NLS dengan situs fosforilasi
(Thr-108) yang memperbolehkan terjadinya interaksi dengan protein lain dan untuk
modifikasi oleh kinase. Pada suatu injeksi mikro dari multimer apoptin ke dalam sitoplasma
sel tumor, terbukti bahwa kompleks apoptin dapat berpindah ke nukleus dan menyebabkan
kematian sel (apoptosis). Bagaimanapun, apoptin hanya dapat menginduksi sel tidak normal
(kanker) dan tidak menyerang sel normal.

[6]

Gambar 3. Mekanisme perpindahan Apoptin dari sitoplasma menuju nukleus


(Sumber: NCBI)

2.2.1

Mengisolasi Apoptin dari DNA CAV


Pada dasarnya, langkah mengisolasi (memurnikan) DNA dari sel adalah dengan
merusak struktur sel sehingga didapatkan lisat, memisahkan DNA terlarut dari hancuran sel
dan material sel lain yang tidak terlarut, dan memurnikan DNA yang diinginkan dari protein
dan asam amino lain yang terlarut. Pada awal perkembangannya, isolasi gen dapat
dilakukan dengan ekstraksi organik menggunakan kloroform dan presipitasi menggunakan
etanol.

1
61

ATGAACGCTC TCCAAGAAGA TACTCCACCC GGACCATCAA CGGCGTTCAG GCCACCAACA


AGTTCACGGC CGTTGGAAAC CCCTCACTGC AGAGAGATCC GGATTGGTAT CGCTGGAATT

121 ACAATCACTC TATCGCTGTG TGGCTGCGCG AATGCTCGCG CTCACACGCT AAGATCTGCA

Gambar 4. Genome sequence Apoptin


(Sumber: NCBI)
Tahapan isolasi gen dari apoptin adalah melakukan pemisahan dari DNA CAV dari
komponen virus lain. Langkah pertama adalah mengambil sebagian sampel dari anak ayam
yang terinfeksi virus CAV. Umumnya virus CAV menyerang kelenjar timus, hati, dan sumsum
tulang belakang sehingga sampel dapat ditemukan di tempat-tempat tersebut. Ambil sampel
sumsum tulang belakang ayam menggunakan suntikan.
Selanjutnya, sampel disuspensi dengan larutan buffer pada suhu 37oC selama satu
malam atau 56oC selama 2 jam. Kandungan larutan buffer yang digunakan teridiri dari
(200mm NaCl, 100mm Tris pH 7,5, 20mm EDTA, pH 8, 1% SDS). Setelah proses inkubasi,
suspen dipanaskan pada suhu 65oC selama 20 menit untuk mendenaturasi jaringan lain dan
menyisakan DNA virus. Langkah selanjutnya menambahkan fenolkloroform jenuh dengan
volume yang sebanding dengan volume sampel dan kocok menggunakan vortex selama 3
menit. Penambahan fenolkloroform berfungsi memisahkan fasa-fasa virus. Fasa organik
akan terikat pada fenolkloroform yang mempunyai sifat sesama non polar. Larutan
fenolkloroform akan mengikat protein-protein berat seperti kapsid. Kemudian komponen DNA
akan terikat pada fasa cair yang lebih ringan.
Agar perbedaan antar fasa lebih jelas berbeda, campuran tersebut kemudian
disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 14000 rpm. Selanjutnya menambahkan
Natrium Asetat 3M. Tambahkan lagi etanol sebanyak 2x volume sampel dan kocok dengan
vortex selama 3 menit. Dinginkan sampel pada suhu -20 oC selama 30 menit. Kemudian
sentrifugasi kembali pada 14000 rpm selama 5 menit hingga terbentuk pelet. Memisahkan
pelet dari supernatan menggunakan pipet secara perlahan. Pelet dibiarkan mengering. Hasil

[7]

pelet yang kering kemudian disuspensi dengan aquades. Larutan DNA siap digunakan untuk
eksperimen.
Seiring dengan perkembangan teknologi, metode-metode untuk memurnikan DNA
semakin beragam, mudah, dan efisien. Contohnya Promega yang menawarkan pemurnian
DNA dengan cara cepat dan aman. Promega menggunakan garam Chaotropic untuk
mengancurkan struktur sel, mendenaturasi sel menggunakan deterjen atau alkali, dan lisat
dipisahkan dengan sentrifugasi, filtrasi, ataupun magnet. Penggunaan fenolkloroform mulai
ditinggalkan berkaitan dengan faktor keamanan dan biaya proses ekstraksi organik.
Langkah selanjutnya ialah memotong DNA hanya pada bagian yang diinginkan.
Pemotongan atau restriksi bisa menggunakan PCR ataupun dengan menggunakan enzim
restriksi yang sesuai pada tempat yang ingin dipotong. Namun penggunaan PCR lebih
efisien ketimbang enzim restriksi karena PCR dapat sekaligus memperbanyak DNA isolat.
2.3 GFP (Green Fluorescent Protein)
Green Fluorescent Protein (GFP) merupakan protein yang mampu mengeluarkan
cahaya hijau dari serapan energi cahaya di lingkungan sekitar. GFP secara alamiah dimiliki
oleh ubur-ubur Aequorea victoria yang hidup di laut dingin Pasifik Utara. Aslinya, ubur-ubur
A. victoria memiliki bioluminescent aequorin yang mengeluarkan pendar warna biru. Akan
tetapi, keberadaan protein GFP ditambah interaksi ion kalsium mengubah warna pendaran
biru menjadi hijau yang lebih sedikit mengonsumsi energi.
GFP merupakan protein dengan 238 asam amino yang sangat stabil pada range pH
5,5 - 12 dan suhu mencapai 65oC. GFP memiliki banyak kegunaan dalam penelitian.
Sifatnya yang dapat memendarkan cahaya di bawah sinar UV membuat ia sering digunakan
untuk mengontrol keberhasilan ekspresi maupun lokasi keberadaan gen/protein tertentu.
Berikut adalah beberapa kegunaan GFP pada berbagai bidang:
Chemist Mengidentifikasi struktur Protein (1, 2, 3)
Enzim dan katalisis
ry of
Pemisahan biomolekul secara kromatografi
Life
Evolutio Seleksi antibiotik dan resistensi gen
Mekanisme seleksi
n
Adaptasi lingkungan

Environ
tmental

Menentukan kandungan obat (farmasi)

Genetic
s

DNA>RNA

and Health
Science

Mikrobiologi
Peneliitian GMO, nutrisi, dan bioremediasi

Regulasi gen dan faktor transkripsi

Biomarker

Secara umum GFP digunakan sebagai biosensor. Penggunaannya semudah menempelkan


GFP pada protein ataupun gen yang direkayasa. Ketika mutan berpendar saat disinari UV,
maka protein ataupun gen rekombinan berhasil terkspresikan. Lokasi yang berpendar
sekaligus menunjukkan keberadaan ekspresi gen atau protein rekombinan.
Bagaimana GFP mendeteksi cahaya? Seperti organ penglihatan manusia (mata),
protein ini juga memiliki fungsi kompleks yang saling menunjang. Jika pada mata terdapat
retina yang berfungsi sebagai penerima cahaya di bola mata. GFP memiliki 3 sekuens unik
yakni, Glycine, Serine (atau Threonine), dan Tyrosine yang berfungsi sebagai pendeteksi
cahaya (Chromophore).

[8]

Ketiga sekuens tersebut melesak ke dalam lipatan protein saat protein melipat.
Protein tersebut perlu melalui tahapan tertentu untuk akhirnya bisa menjadi chromophore.
Tahap pertama sesudah pelipatan protein ialah reaksi antara Glysine dan Serine yang
membentuk siklik. Kemudian tahap dehidrasi sehingga terbentuk ikatan rangkap pada siklik
tersebut. Selang satu jam, oksigen dari lingkungan menyerang daerah siklik sehingga terjadi
oksidasi yang menyempurnakan pembentukan chromophore.

Gambar 5. Mekanisme pelipatan protein Green Fluorescent Protein


(Sumber: http://www.biotek.com/)

2.3.1

Mengisolasi GFP
GFP merupakan protein yang bersifat sangat hidrofobik, salah satu cara mengisolasi
protein hidrofobik ialah dengan Hydrophobic Interaction Chromatography (HIC). Di mana
kromatografi ini memanfaatkan sifat hidrofobik sampel agar menempel pada kolom dalam
larutan bergaram tinggi dan meluruhkan protein tertentu dengan mengelusi dengan larutan
berkadar garam rendah.
Tahap pertama yang harus dilakukan ialah dengan melisiskan bagian ubur-ubur yang
diperkirakan mengandung protein GFP secara mekanis kemudian kimiawis. Pelisisan secara
mekanis berarti mencacah bagian/organ sampel dari ubur-ubur. Kemudian larutkan cacahan
sampel pada deterjen atau enzim nanas untuk merobek dinding sel yang terdiri dari lipid
sehingga DNA dapat keluar dari organel maupun nukleus. Sentrifugasi larutan akan
menghasilkan supernatan dan pelet. Buang supernatan dan mengencerken pelet dengan
larutan berkadar garam tinggi.
Setelah larutan berisi protein GFP siap, tahap selanjutnya ialah mempersiapkan
kolom HIC. Siapkan kolom berisi hidrofobik beads pada fasa diam. Seperti yang telah
dijelaskan, beads ini akan mengikat GFP dan beberapa protein pada larutan berkadar garam
tinggi. Protein lain yang tidak diinginkan memiliki tingkat hidrofobik yang lebih rendah dicuci
dengan mengalirkan larutan buffer resin sebagai fase bergerak.
Terakhir, di dalam kolom hanya tersisa GFP yang memiliki tingkat hidrofobik yang
paling tinggi. GFP dalam kolom diluruhkan dengan mengalirkan larutan buffer berkadar
garam rendah sebagai fase gerak. GFP yang diperoleh kemudian siap digunakan diadisi
dengan apoptin sebagai GOI.
Agrobacterium tumefaciens
Species Agrobacterium tergolong bakteri gram negatif yang tergolong bakteri aerob
dan mampu hidup baik sebagai saprofit maupun parasit. Agrobacterium berbentuk batang,
berukuran 0,6 1,0 m sampai 1,5 3,0 m, dalam bentuk tunggal atau berpasangan.
Agrobacterium merupakan bakteri yang mudah bergerak (motile) dan memiliki 1-6 flagela
peritrichous serta merupakan bakteri tak berspora. Suhu optimal pertumbuhan bakteri ini
adalah 25-28C. Kumpulan bakteri ini biasanya berbentuk cembung, bulat, lembut, dan tak
berpigmen. Agrobacterium diisolasi dari tanaman yang terinfeksi Crown Gall. Agrobacterium
tumefaciens dan spesies Agrobacterium lainnya telah dikenal luas sebagai patogen bagi
tanaman sejak awal abad ke-20. Namun, dalam dua dekade terakhir, kemampuan yang
dimiliki Agrobacterium untuk mentransfer DNA ke dalam sel tanaman telah banyak
dimanfaatkan untuk keperluan rekayasa genetik khususnya pada tanaman.
2.4

[9]

Gambar 6. Agrobacterium tumefaciens


(sumber: http://www.bio.davidson.edu)

Agrobacterium tumefaciens adalah bakteri yang secara alami dapat menginfeksi


tanaman dengan penyakit crown gall tumor (tumor mahkota empedu) pada tanamantanaman dikotiledon. Penyakit ini dinamakan demikian karena terdapatnya tumor besar yang
membengkak yang terdapat pada tanaman. Penyakit ini adalah salah satu penyakit yang
paling umum diketahui karena perubahan yang ditimbulkannya pada sistem biologis
tanaman. Secara mendasar, ketika bakteri ini menginfeksi tanaman, sebagian dari materi
DNA-nya dipindahkan ke genom tanaman yang akhirnya menyebabkan tumor dan
perubahan pada sistem metabolisme tanaman. Hal ini dapat terjadi karena materi genetik
yang diberikan kepada tanaman salah satunya mengandung gen pengkode hormon
pertumbuhan tanaman yang dalam jumlah berlebih akan menyebabkan pertumbuhan tidak
terkendali dan pada akhirnya menyebabkan kanker atau tumor.
Bakteri yang tergolong ke dalam gram negatif ini memiliki sebuah plasmid besar
yang disebut plasmid-Ti yang berisi gen penyandi faktor virulensi penyebab infeksi bakteri ini
pada tanaman. Untuk memulai pembentukan tumor, Agrobacterium tumefaciens harus
menempel terlebih dahulu pada permukaan sel inang dengan memanfaatkan polisakarida
asam yang akan digunakan untuk mengkoloniasi/menguasai sel tanaman. Selain tanaman
dikotiledon, tanaman monokotiledon seperti jagung, gandum, dan tebutelah digunakan untuk
memasukkan sel asing ke dalam genom tanaman. Agrobacterium tumefaciens adalah
bakteri patogen pada tanaman yang banyak digunakan untuk memasukkan gen asing ke
dalam sel tanaman untuk menghasilkan suatu tanaman transgenik.

[10]

Gambar 7. Siklus Penyakit Crown Gall


(Sumber : https://www.cals.ncsu.edu/)

Sifatnya yang unik ini membuat bakteri Agrobacterium tumefaciens digunakan


sebagai alat pada proses pengembangbiakan tanaman. Gen yang diinginkan, seperti gen
insectisidal toxin genes atau herbicide-resistance dapat dimasukan ke dalam DNA bakteri
dan kemudian dimasukan ke dalam genom tanaman. Penggunaan bakteri ini tidak hanya
memperpendek waktu pengembangbiakan tanaman, tetapi juga memungkinkan tanaman
untuk memiliki sifat baru yang tidak dimiliki tanaman pada umumnya.
Transformasi menggunakan Agrobacterium ternyata lebih disenangi dibandingkan
dengan metode lain karena memilikin keunggulan antara lain 1). Efisiensi transformasi
dengan salinan gen tunggal lebih tinggi, 2). Dapat dilakukan dengan peralatan laboratorium
yang sederhana, dan 3) Ekspresi gen transfer yang stabil cukup banyak. Gen dengan
salinan tunggal lebih mudah dianalisa dan biasanya bersegregasi mengikuti pola pewarisan
Mendel.
2.4.1

Plasmid Ti
Gen penyebab penyakit yang disebabkan oleh Agrobacterium umumnya tidak
ditemukan pada kromosomnya, melainkan pada plasmidnya, yang dinamakan tumorinducing plasmid (plasmid Ti). Agrobacterium tumefaciens memiliki Ti-plasmid yang
menyebabkan penyakit tumor mahkota empedu pada tanaman dengan mentransfer bagian
dari DNA nya ke dalam genom tanaman ketika penginfeksian. Ti-plasmid Ti-plasmid memiliki
panjang sekitar 200kbp dengan 4 region: region T-DNA, region gen virulensi, region gen
katabolisme opine, dan origin of replication (ORI).

[11]

Gambar 8. Plasmid Ti
(sumber: http://www.cambia.org/)

Bagian penting dari plasmid Ti, yaitu:


T-DNA border sequences, yamg membatasi segmen DNA (T-DNA) yang akan
ditransfer ke genom tumbuhan. T-DNA akan dijelaskan pada bagian selanjutnya.
Virulence genes, yang dibutuhkan untuk mentransfer daerah T-DNA ke tanaman
tetapi tidak memindahkan seluruh plasmid ke tanaman.
T-DNA termodifikasi, dimana gen yang ingin ditransfer diletakan sehingga dapat
dipindahkan ke dalam tanaman tetapi tidak menyebabkan tumor pada tanaman.
2.4.2

Region Gen Virulensi


Virulence genes yang terdapat pada plasmid Ti berperan dalam mediasi dan transfer TDNA ke dalam sel tanaman inang. Ada sekitar 35 gen vir yang disusun dalam 8 operon gen
pada Ti-plasmid: Vir A, Vir B, Vir C, Vir D, Vir E, Vir F, Vir G, dan Vir H, yang keseluruhannya
memiliki panjang 40kbp dan masing-masing operon mengkodekan enzim-enzim yang
berperan dalam fungsi-fungsi tertentu untuk mentransfer T-DNA ke dalam sel tanaman
inang. Dengan masing-masing fungsinya adalah sebagai berikut:
virA mengkodekan protein reseptor acetosyringone, juga mengaktivasi VirG
dengan fosforilasi yang menyebabkan ekspresi konstitutif pada keseluruhan gen
operon
virB mengkodekan protein membran, berperan dalam pembentukan lorong
konjugasi di mana T-DNA ditransportasikan.
virC mengkodekan enzim helikase yang merelaksasi untaian T-DNA dan mengikat
overdrive sequence.
virD mberperan dalam aktivitas topoisomerase, dan virD2 yang memproduksi
endonuclease yang mentarget sekuens batas dari daerah T-DNA.
virE yang mengikat untai T dan melindunginya dari serangan nuklease dan
menginterkalasinya dengan lemak dan menciptakan ruang bagi kompleks T untuk
menuju sel tanaman.
virF belum diketahui aktivitasnya.
virG berperan sebagai rotein DNA-binding master controller; VirA mengaktivasi
VirG dengan fosforilasi, VirG mendimer dan menaktivasi ekspresi konstitutif semua
operon vir.
virH belum diketahui aktivitasnya.

[12]

2.4.3

Region Transfer-DNA (T-DNA)


T-DNA atau transferred DNA adalah bagian DNA dari plasmid Ti yang dipindahkan ke
genom tumbuhan, berukuran 24kb, yang diintegrasikan ke dalam genom tanaman di dalam
nukleus. Bagian ini dibatasi oleh 25 pasang basa nitrogen yang sama pada kedua ujungnya,
yaitu Left-Border (LB) dan Right-Border (RB) yang bersekuens sama. Proses transfer dimulai
pada batas kanan dan diakhiri pada batas kiri. Penghapusan RB menggagalkan transfer TDNA, namun penghapusan LB tidak berpengaruh terhadap transfer T-DNA secara signifikan.
Daerah T-DNA pada plasmid Ti mengandung gen yang mengkode enzim pensintesi opines
dan fitohormon atau hormon pertumbuhan tanaman. Dengan memindahkan materi genetik
tersebut ke tanaman, bakteri secara langsung menyebabkan tumor pada tanaman akibat
banyaknya jumlah hormon pertumbuhan sehingga tidak terkontrol. Maka dari itu, ketika
Agrobacterium digunakan untuk mentransfer gen tertentu kepada tanaman, daerah ini akan
dihilangkan dan diganti dengan gen yang diinginkan dan penanda yang berguna untuk
menentukan tanaman yang sudah terinfeksi dan belum. Contoh dari penanda yang sering
digunakan adalah neomycin phosphotransferase dan hygromycin B phosphotransferase.
Pada area T-DNA, terdapat 4 segmen utama, yakni:
Gen Onkogenik
Gen onkogenik merupakan gen yang mensintesis auksin dan sitokinin
(fitohormon; hormon pertumbuhan) yang menginduksi pembentukan tumor. Tiplasmid yang tidak memiliki gen onkogenik disebut sebagai disarmed Ti-plasmid,
artinya Ti-plasmid yang tidak memiliki gen penyebab tumor. Disarmed Ti-plasmid
dikonstruksi oleh insinyur genetik dan digunakan dalam transfer genetik termediasi
Agrobacterium.

Gen Opine
Opine adalah senyawa ber-Mr rendah yang ditemukan pada tumor tanaman
terinfeksi penyakit crown gall. Biosintesis opine dikatalisis oleh enzim spesifik yang
dikodekan oleh gen opine pada T-DNA yang merupakan bagian dari Ti-plasmid.
Opine tersebut digunakan bakterium sebagai sumber nitrogen dan energi. Sejauh
ini, ditemukan A. tumefacies yang mengkatalisis jenis opine yang berbeda, yaitu
nopaline (dikodekan oleh gen noc) dan octopine (dikodekan oleh gen occ).
Ketika A. tumefaciens dikultur pada temperatur di atas 28oC, Ti-plasmid
kadang hilang. Bakteri A. tumefaciens yang kehilangan Ti-plasmid menjadi
avirulen dan juga kehilangan kemampuannya untuk mengkatabolisis asam amino
turunan spesifik. Namun, ketika Ti-plasmid ditransformasi lagi ke dalam A.
tumefaciens avirulen atau dengan konjugasi oleh A. tumefaciens virulen, maka A.
tumefaciens menjadi virulen kembali dan dapat mengkatalisis octopine atau
nopaline.
Jika donor Ti-plasmid adalah strain octopine, resipiennya menjadi strain
octopine, tanpa pengaruh apakah resipien merupakan strain octopine atau
nopaline; dan sebaliknya. Strain octopine dan nopaline mengklasifikan tipe Tiplasmid menjadi dua: Ti-plasmid octopine dan Ti-plasmid nopaline, yang hampir
homolog. Jenis Ti-plasmid ini menentukan apakah octopine atau nopaline yang
akan disintesis di dalam sel tumor dan juga gen yang mengkatalisis sintesisnya.

Left-Border (LB) dan Right-Border (RB)


LB dan RB merupakan sekuens sama panjang (24bp) dan berbasa sama
yang mengapit kedua ujung region T-DNA. Sekuens tersebut misalnya adalah 5GGCAGGATATTCAATTGTAAAT-3. Dua border tersebut memiliki peran penting
dalam transfer T-DNA ke dalam genom tanaman. LB dan RB adalah target
aktivitas endonuklease oleh produk salah satu gen virulen VirD.

2.4.4

Mekanisme Infeksi Genetik Agrobacterium ke Tanaman


Proses transfer genetik dari Agrobacterium pada sel tanaman melalui beberapa
tahap (gambar 9) yaitu :

[13]

Gambar 9. Mekanisme Transfer Genetik dari Agrobacterium ke Tumbuhan


(Sumber: http://staff.uny.ac.id/ )

Kolonisasi bakteri
Merupakan tahapan awal yang penting untuk menginduksi terbentuknya tumor. Tahap
ini berperan pada saat Agrobacterium menempel pada permukaan sel tanaman.
Polisakarida yang terdapat pada permukaan sel Agrobacterium berperan penting
dalam proses kolonisasi.

Induksi sistem virulen bakteri (Nomor 1 hingga 5)


Transfer T-DNA ditunjukkan dengan produk yang dikode oleh 30-40 kb daerah Vir
pada Ti plasmid. Daerah ini sedikitnya terdiri dari enam operon esensial ( Vir A, Vir B,
Vir C, Vir D, Vir E dan Vir G) dan operon non esensial (Vir F dan Vir H). Jumlah gen
masing-masing operon berbeda, Vir A, Vir G dan Vir F hanya terdiri dari satu gen; Vir
C, Vir E dan Vir H terdiri dari dua gen; sedangkan Vir D dan Vir B mempunyai
masing-masing empat dan tujuh gen. Vir A-Vir G merupakan dua komponen sistem
yang mengaktifkan transkripsi pada gen Vir yang lain. Vir A yang teraktivasi
mempunyai kapasitas untuk mentrnsfer fosfat menjadi residu aspartat yang sesuai
dengan DNA sitoplasmik binding protein Vir G. Fungsi Vir G adalah sebagai faktor
transkripsi yang mengatur regulasi ekspresi gen Vir pada saat terfosforilasi oleh Vir A.
Daerah C-terminal bertanggung jawab dalam mengikat DNA, sedangkan N-terminal
merupakan domain fosforilasi yang menunjukkan homologi dengan domain sensor
Vir A. Aktivasi sistem Vir juga tergantung pada faktor eksternal seperti temperatur dan
pH. Pada tempertur lebih dari 32oC, gen Vir tidak akan terekspresi karena mengubah
konformasi folding Vir A yang menginduksi terjadinya inaktivasi. Pengaruh temperatur
pada Vir A ditekan dalam bentuk mutan Vir G (Vir Go), yang mengaktifkan ekspresi
gen Vir.

[14]

Pembentukan generasi komplek T-DNA (Nomor 6 hingga 8)


Aktivasi gen Vir menghasilkan generasi molekul single strand (ss) yang
menghadirkan copy strand T-DNA. DNA yang terletak diantara batas T-DNA akan
ditrnasfer ke dalam sel tanaman sebagai ssDNA, dan kemudian berintegrasi ke
dalam genom tanaman. Protein Vir D1 dan Vir D2 merupakan protein yang berperan
penting pada tahap ini, dengan mengenali sekuen batas T-DNA dan nicking ( aktivitas
endonuklease) pada strand bawah di setiap batas. Pada daerah nick diasumsikan
sebagai tempat inisiasi dan terminasi untuk pemulihan strand T. Setelah terjadi
pemotongan endonukleotida, Vir D2 secara kovalen akan menempel pada ujung 5'
pada ss strand T. Asosiasi ini mencegah eksonukleolitik pada ujung 5' pada ss strand
T dan membedakan ujung 5 sebagai pemeran penting dalam komplek transfer TDNA.

Transfer T-DNA meliputi dua model untuk translokasi kompleks T-DNA (Nomor
9)
Sarana transfer ke dalam nukleus tanaman adalah komplek protein ssT-DNA. Ini
harus ditranslokasi ke dalam nukleus tanaman melalui tiga membran, dinding sel
tanaman dan ruang seluler. Berdasrkan model yang paling banyak diterima adalah
kompleks ss T-DNA Vir D2 yang dilingkupi 69 kDa protein Vir E2, ssDNA binding
protein. Asosiasi ini mencegah nuklease dan penambahan perpanjangan strand ss TDNA sehingga mengurangi diameter kompleks sekitar 2 nm. Hal ini mengakibatkan
translokasi melalui membran menjadi lebih mudah. Walaupun demikian, asosiasi
tersebut tidak dapat menstabilkan kompleks T-DNA dalam Agrobacterium. Vir E2
terdiri dari dua signal tanaman yaitu NLS (nuclear location signal) dan Vir D2 terdiri
dari satu NLS. Fakta ini menunjukkan bahwa kedua protein rupanya berperan penting
dalam sel tanaman sebagai perantara transfer kompleks T-DNA ke dalam nukleus.
Vir 5
E1 diperlukan untuk ekspor Vir E2 ke dalam sel tanaman, walaupun fungsi spesifik
yang lain belum diketahui. Model alternatif lain yaitu bahwa kompleks transfer berupa
ssDNA secara kovalen terikat pada ujung 5' dengan Vir D2, tetapi tanpa dilingkupi
oleh protein Vir E2. Ekspor independen Vir E2 ke dalam sel tanaman merupakan
proses alami, dan sekali kompleks ssT-DNA VirD2 tersebut masuk dalam sel
tanaman, akan dilingkupi oleh protein Vir E2. Hal ini juga memungkinkan proses
tersebut dapat terjadi sebagai alternatif pada saat kondisi terinfeksi.

Integrasi T-DNA dalam genom tanaman (Nomor 10 hingga 12)


Pada sel tanaman, kompleks ssT-DNA merupakan target nukleus untuk melewati
membran nukleus. Dua protein Vir telah diketahui penting dalam tahap ini, yatitu Vir
D2 dan Vir E2 adalah yang paling penting, dan kemungkinan Vir F memberikan sidikit
peran pada proses ini. Signal NLS dari Vir D2 dan Vir E2 berperan penting sebagai
target nukleus dalam mengantarkan kompleks ssT-DNA sebagai gambaran awal. Vir
D2 mempunyai satu NLS fungsional. Kompleks ss T-DNA merupakan kompleks
nukleoprotein berukuran besar sekitar diatas 20 kb yang hanya terdiri dari satu ujung
5' secara kovalen menempel pada protein Vir D2 per kompleks. Setiap kompleks
dilingkupi molekul Vir E2 dengan ukuran besar yaitu sekitar 600 per 20 kb T-DNA,
dan masing-masing terdiri dari 2 NLS. Dua NLS dari Vir E2 ini telah dipertimbangkan
sebagai sesuatu yang penting untuk kelanjutan impor nukleus kompleks ss-TDNA,
kemungkinan dengan menjaga kedua sisi pori nukleus yang terbuka secara simultan.
Impor nukleus ini kemungkinan diperantarai oleh NLS spesifik binding protein, yang
terdapat dalam sitoplasma tanaman.
Tahapan akhir dari transfer T-DNA adalah integrasi T-DNA ke dalam genome
tanaman. Berdasarkan model di atas, pasangan sedikit basa yang dikenal sebagai
mikro-homologi diperlukan untuk tahap pre-annealing antara pasangan strand T-DNA
dengan Vir D2 dan DNA tanaman. Homologi ini sangat kecil dan mempunyai sedikit

[15]

spesifitas dalam proses rekombinasi dengan memposisiskan Vir D2 untuk ligasi.


Pada ujung 3' atau sekuen yang berdekatan pada T-DNA terdapat beberapa
homologi sedikit dengan DNA tanaman yang menghasilkan kontak awal (sinapsis)
antara stran T dan DNA tanaman dan membentuk gap pada strand 3'-5' DNA
tanaman. Pemindahan DNA tanaman akan memotong pada ujung 3' pada gap oleh
endonuklease, dan nukleotida pertama pada 5' menempel pada pasangan Vir D2
dengan nukleotida pada ujung (5'-3') strand DNA tanaman. Pada 3' overhang, T-DNA
bersama dengan pemindahan DNA tanaman merupakan peristiwa digesti baik oleh
endonuklease atau 3'-5' eksonuklease. Kemudian, 5' menempel pada akhiran Vir D2
dan ujung 3' lain pada stand T (berpasangan dengan DNA tanaman selama sejak
tahap awal pada proses integrasi) tepat di bawah strand DNA tanaman. Inilah
pengenalan strand T pada strand 3'-5' DNA tanaman terjadi sempurna, pilinan yang
diikuti dengan nick pada lawan strand DNA tanaman dihasilkan. Situasi ini
mengaktifkan mekanisme repair pada sel tanaman dan strand komplementer yang
disintesis melalui sisipan awal strand T-DNA sebagai cetakan (Gustafo, dkk., 1998).
3. Transformasi
3.1. Teknik Transformasi Agrobacterium ke Tanaman melalui Vektor Biner
Kemampuan A. tumefaciens ber-Ti-plasmid yang mengandung T-DNA yang dapat
ditransferkan ke dalam genom tanaman membuat A. tumefaciens digunakan sebagai agen
penyisip gen rekayasa dalam rekayasa genetik tanaman. T-DNA dalam Ti-plasmid
direkayasa oleh insinyur genetik dengan mengubah region T-DNA: gen onkogenik dan gen
opine, dengan gen klona yang diinginkan beserta penanda seleksinya.

Gambar 10. Peta Plasmid Ti-Plasmid

Gambar 11. Peta Plasmid Disarmed TiPlasmid yang sudah disisipi Gen Klona

(Sumber:
http://nptel.ac.in/courses/102103013/module5/
problems/5.html)

(Sumber:
http://nptel.ac.in/courses/102103013/module5/
problems/5.html)

Pada rekayasa genetika tanaman dengan metode Agrobacterium, terdapat dua


metode yang menggunakan vektor tertentu yaitu co-integrative vector system dan binary
vector system untuk dapat menyisipkan gene of interest ke dalam Agrobacterium.
a

Metode Co-integrative Vector System


Pada sistem ini, digunakan vektor intermediet yang mengandung marker untuk
seleksi, gen target, border kanan, origin of replication E. coli, dan gen marker untuk bakteri.
Gen yang ingin disisipkan dimasukkan ke dalam vektor ini yang kemudian di induksi ke sel
Agrobacterium yang mengandung Ti-plasmid. Vektor co-integrated berekombinasi dengan Ti
plasmid tidak berbahaya (disarmed) yang sudah tidak memiliki gen pemroduksi tumor dan
border kanan dari T-DNA di dalam A. tumefacies, dan akhirnya keseluruhan bektor ini akan
berintegrasi ke dalam disarmed Ti-plasmid untuk membentuk Ti-plasmid rekombinan. Ti
plasmid rekombinan ini kemudian ditransfer ke sel tanaman yang dituju.

[16]

Vektor intermediet tidak dapat direplikasi oleh Agrobacterium, tetapi dapat melakukan
rekombinasi ke dalam daerah T-DNA dari Ti-plasmid yang dituju. Agar sel tanaman yang
ingin disisipkan tidak tumbuh dengan abnormal, maka perlu dilakukan inaktivasi satu atau
lebih gen untuk biosintesis regulator pertumbuhan. Metode ini kompleks karena perlu adanya
proses rekombinasi antara vektor integratif dan Ti-plasmid secara in vivo.
b

Metode Binary Vector


Pada sistem ini, digunakan plasmid kecil, vektor biner, yang dapat dimanipulasi
secara in vitro. Plasmid ini mengandung border repeats yang akan disisipkan dengan gen
yang kita inginkan di antara kedua border tersebut yang kemudian di transformasi ke dalam
E coli. Dalam kasus dimana tidak terdapat gen vir dalam vector biner, biasanya digunakan
sebuah vector penolong lain (helper vector) berupa disarmed Ti plasmid yang memiliki gen
vir keseluruhan, namun tidak memiliki daerah T-DNA. Disarmed Ti-plasmid (mengandung
gen vir) terdapat dalam plasmid yang berbeda dengan vektor biner yang memiliki T-DNA,
namun tetap berada di dalam satu host Agrobacterium yang sama. Sehingga dalam system
ini digunakan 2 macam vector (binary), yaitu vector dengan T-DNA, dan sebuah disarmed Tiplasmid yang memiliki gen vir.

Gambar 12. Binary Vector System


(Sumber: Howe, 2007)

Dalam perancangan ini, sisgtem vector biner lebih dipilih karena mempunyai
kelebihan dibandingkan co-integrated vector, antara lain:
- Tidak ada proses rekombinasi yang berlangsung di antara molekul-molekul yang
terlibat
- Vektor biner berukuran cukup kecil dibandingkan dengan disarmed Ti-plasmid
rekombinan, sehingga meningkatkan efisiensi transfer dari E. coli ke Agrobacterium.
- Ukuran vektor biner kecil karena vir region-nya dipisah ke plasmid yang berbeda
(disebut helper plasmid)
Vektor biner yang digunakan dalam mentransfer gen apoptin ke tanaman tembakau
adalahh pGreenII0229 dengan vector helpernya, pSoup. Vektor pGreenII 0229 adalah vektor
shuttle, sehingga dapat diperbanyak baik di dalam E. coli maupun Agrobacterium karena
memiliki dua ORI (origin of replication), yakni ColEI-ORI memungkinkan replikasi di E. coli
dan pSA-ORI memungkinkan replikasi dalam strain Agrobacterium yang sesuai.

[17]

Gambar 13.Peta Plasmid pGreenII-0229 dan pSoup


(Sumber: http://www.snapgene.com/)

pGreen adalah vektor biner di mana tiga komponen utamanya (T-DNA & MCS, marker untuk
seleksi, dan ori) telah dioptimalkan untuk meningkatkan transformasi Agrobacterium ke
tanaman. Adapun alasan penggunaan plasmid pGreenII0229 adalah:
Ukurannya yang relative kecil (453bp). Ukuran yang kecil ini menguntungkan, karena
meningkatkan efisiensi transformasi ke dalam E. coli.
pGreenII adalah vector biner yang sudah dimodifikasi dari pGreenI, sehingga
meningkatkan stabilitasnya dalam E. coli
Memiliki marker seleksi, yaitu gen resistan antibiotik kanamycin (NptI)
Gen apoptin nantinya akan diligasi ke dalam pGreenII0229, namun terlebih dahulu dilakukan
modifikasi dari apoptin dan pGreenII0229, yaitu penambahan sekuens GFP.
3.2. Modifikasi Gen Apoptin dengan Penambahan Green Fluorescent Protein (GFP)
Untuk mengetahui keberhasilan ekspresi gen apoptin pada host (misalnya E. coli),
dapat dibantu dengan penambahan sebuah penanda (marker) yang ditambahkan pada
ujung N atau ujung C apoptin. Marker yang digunakan dalam perancangan ini adalah green
fluorescent protein (GFP).
Green Fluorescent Protein adalah protein yang dapat berpendar yang secara alami
dihasilkan oleh ubur-ubur. GFP kini digunakan secara luas dalam studi-studi ekspresi gen
maupun mikroskopik karena aplikasinya yang relatif mudah. Hanya dengan adanya
pendaran cahaya dapat menunjukkan bahwa gen yang kita teliti terekspresi. Pada GFP
terdapat 234 residu asam amino.
GFP menjadi istimewa karena ia bersifat auto-katalitik, tidak membutuhkan kofaktor
atau enzim lain agar ia bekerja. Selain itu GFP dapat digabung (fusi) dengan protein lain
tanpa saling mengganggu fungsi masing-masing. Sehingga GFP dapat digunakan secara
luas di berbagai organisme.
Penambahan GFP pada apoptin dapat dilakukan pada vector biner pGreenII0229
dengan prinsip restriksi-ligasi.

Pemilihan Plasmid dan Host.


Plasmid yang digunakan pada perancangan rekayasa genetika tanaman adalah
plasmid biner pGreenII0229 dengan vector helpernya yaitu pSoup. pGreenII0229

[18]

adalah plasmid biner yang memiliki origin of replication dari E. coli dan
Agrobacterium tumefaciens sehingga dapat bereplikasi di kedua bakteri tersebut.
Adapun host yang digunakan untuk berlangsungnya proses cloning plasmid ini
adalah dari jenis bakteria Escherichia Coli, yaitu E. Coli strain DH5a. Pemilihan
strain ini berdasarkan pada sifat jenis strain ini yang cocok digunakan untuk proses
cloning bakteria, karena efisiensi replikasinya yang tinggi.

Penambahan GFP pada pGreenII0229


pGreen.co.uk menyediakan gen GFP yang dimodifikasi dengan penambahan RE site
BamHI dan SacI. Namun GFP ini belum memiliki promoter dan terminator pada
tanaman sehingga tidak bisa diekspresikan dalam tanaman.

Gambar 14. Peta DNA GFP modifikasi


(sumber: http://www.pgreen.co.uk/)

Penambahan promoter dan terminator pada GFP dilakukan dengan merestriksi


sekuens promotor 35S-CaMV cassette, yaitu pada situs BamHI dan SacI. Kemudian
dilakukan ligase.

Gambar 15. Peta DNA 35S-CaMV Cassette


(sumber: http://www.pgreen.co.uk/)

Hasil dari tahap ini adalah GFP yang sudah memiliki promoter 35S-CaMV dan
terminator CaMV polyA.

Gambar 16. Insersi GFP pada 35S CaMV cassette


(sumber: http://www.pgreen.co.uk/)

[19]

GFP diinsert ke dalam pGreenII0229 dengan teknik restriksi-ligasi, pGreenII


direstriksi dengan enzim restriksi EcoRV dan diligasi dengan T4 DNA Ligase.

BgIIIRight
(3347)
Borde
r
0229

Hasil ligase adalah:

Gambar 17. Diagram Susunan Hasil Insersi GFP pada T-DNA pGreenII0229
(sumber: Ilustrasi penulis)

Penambahan RE site pada Apoptin dengan Teknik PCR


Sekuens gen apoptin dapat dimasukkan kedalam area 5 MCS atau 3 MCS pada
pGreenII0229. Dalam kasus ini, gen apoptin akan disisipkan pada area enzim
restriksi XbaI dan BamHI, pada ujung 3 GFP. Sebelum memasukkan apoptin pGFP,
apoptin harus diberi tambahan situs RE XbaI dan BamHI dengan PCR. Adapun
primer-primer yang digunakan:

Primer Forward
5 basa tambahan XbaI site Gen Apoptin 3
5 CGA TCTAGA ATGAACGCTC TCC 3
Panjang 22 pasang basa, GC content 50%, Tm 54,8oC

Primer Reverse
5 basa tambahan BamHI site Gen Apoptin reverse complement 3
5 GCC GGATCC TTACAGTCTTATACA 3
Panjang 24 basa, GC content 46%, Tm 55,7oC (Tm=0,9oC)

Hasil PCR adalah apoptin yang telah memiliki situs RE bagi XbaI pada ujung 5 dan
BamHI pada ujung 3, yakni XbaI Apoptin BamHI.

Gambar 18. Diagram Hasil PCR Sekuens Apoptin


(sumber: Ilustrasi penulis)

Ligasi Apoptin ke dalam pGFP


Tahap selanjutnya adalah memasukkan Apoptin+RE ini ke dalam pGreenII0229, atau
dikenal dengan tahap ligase. Apoptin dan pGreenII0229 terlabih dahulu diberi enzim
restriksi XbaI dan BamHI untuk membentuk sticky end pada kedua ujungnya,
sehingga dapat terjadi penyambungan pada gen apoptin dan gen pada
pGreenII0229, atau dikenal dengan istilah ligase. Ligasi dilakukan menggunakan
enzim T4 DNA Ligase. Hasil ligase ini adalah plasmid pGreenII0229 yang sudah
berhasil dimasuki dengan Apoptin dan GFP

[20]

(RB)

Transformasi pGreenII-0229 Rekombinan ke dalam E. Coli DH5


Hasil ligase apoptin ke dalam pGFP kemudian ditransformasikan ke dalam host, yaitu
E. Coli strain DH5. Proses transformasi dilakukan dengan teknik elektroforasi, yang
memanfaatkan kejutan listrik untuk merusak membran sel bakteri sementara dan
membentuk pori-pori pada membran sel. DNA plasmid yang sudah di elektroporasi
kemudian ditambahkan LB cair untuk pemulihan sel dan diinkubasi selama 3 jam
pada incubator shaker. Hasil inkubasi kemudian diratakan pada permukaan medium
LB padat dengan penambahan antibiotin untuk seleksi. Medium tersebut kemudian
diinkubasi dengan suhu 30C selama 48 jam. Selanjutnya, E. Coli yang sudah
memiliki plasmid rekombinan pGreenII0229 ditumbuhkan dalam plat agar, untuk
selanjutnya dilakukan proses seleksi.

Seleksi
Proses seleksi adalah tahapan dimana kita hendak mengetahui apakah gen of
interest yang kita sisipkan dalam plasmid benar-benar sudah ditransformasikan ke
dalam host. Caranya dapat menggunakan seleksi dengan antibiotik atau dengan
seleksi blue-white screening.
Seleksi pada kasus ini dilakukan dengan uji antibiotik dan uji marker gene GFP,
karena dalam pGreenII0229 terdapat gen resistan terhadap antibiotik kanamycin,
yaitu NptI. Jika kita menumbuhkan E. Coli DH5a yang sudah ditranformasi dengan
plasmid rekombinan ke dalam media agar yang mengandung kanamycin, maka
koloni yang dapat bertahan hidup adalah koloni yang sudah berhasil dimasuki
plasmid rekombinan. Namun sebaliknya, jika E. Coli DH5a tidak dapat bertahan hidup
dalam media, maka sudah dapat dipastikan bahwa E. Coli tersebut tidak memiliki
plasmid rekombinan.
Selain itu, dalam media juga dapat kita lihat secara langsung bahwa E. coli yang
berhasil disisipi pGreenII0229 akan memendarkan cahaya hijau jika disinari cahaya
UV, karena pGreenII0229 sudah memiliki gen GFP.

Gambar 19. Contoh Hasil Seleksi E. Coli dengan gen GFP


(sumber: https://s3.amazonaws.com/files.digication.com/M827155a6aecd283f1be073fe04b608b4.jpg)

Adapun tahapan yang dapat dilakukan untuk uji seleksi: Mengkultur bakteri pada LBplate yang mengandung 100 g/ml of kanamicin, 80 g/ml X-gal segar, dan 20 mM
IPTG. Penambahan kanamicin berguna untuk mencegah pertumbuhan E. Coli yang
tidak mengandung plasmid pGreenII0229 rekombinan.
Setelah didapatkan bakteri E. Coli yang mengandung plasmid pGreenII0229
rekombinan, maka selanjutnya kita dapat mengkultur kembali bakteri ini sehingga

[21]

didapatkan jumlah yang cukup untuk transformasi ke dalam Agrobacterium


tungefasiens.
4

Transformasi Plasmid Rekombinan ke dalam Agrobacterium


Setelah plasmid dimofikasi lalu dilakukan proses transformasi ke dalam inang
perantara yaitu E. coli, plasmid termodifikasi tersebut akan ditransformasi ke dalam
Agrobacterium. Berikut adalah beberapa metode yang dapat digunakan untuk melakukan
proses transformasi tersebut:

Metode Freeze/Thaw
Ketika DNA plasmid murni tersedia, metode freeze/thaw memberikan alternatif
yang cepat dan mudah. Mekanisme secara tepat dari bagaimana keberhasilan
metode ini masih belum dapat dimengerti dengan baik. Secara kesimpulan,
pemasukkan DNA bergantung pada perusakan dinding sel yang terpapar oleh
kation divalent dan perubahan temperatur yang sangat cepat yang menghambat
fluidisasi dari membran sel.

Metode Elektroporasi
Elektroporasi bergantung kepada penggunaaan kejutan listrik untuk membuat pori
dalam membran lipid dari bakteri. Pori tersebut cukup besar sehingga molekul
DNA dapat masuk ke dalam sel. Parameter kesuksesan dari metode ini
bergantung pada pengendalian dari kekuatan medan listrik dan durasi kejutannya.

Metode Tri-parental Mating


Tri-parental Mating merupakan metode yang efektif untuk memindahkan
plasmid non-konjugatif tetapi mobilizable ke dalam Agrobacterium. Metode ini
menggunakan dua jenis E. coli dengan plasmid berbeda. Yang pertama adalah E.
coli yang mengandung plasmid helper yang mengkode protein yang
memformasikan dan menjembatani perpindahan vektor biner ke dalam
Agrobacterium. Yang kedua adalah E. coli yang mengandung vektor biner tersebut
yang berisi DNA asing atau gen yang diinginkan. Hal ini dapat terjadi karena fungsi
dari origin oriT yang ada pada plasmid helper dapat membantu vektor biner.
Skema kerja metode tri-parental mating adalah sebagai berikut,

Gambar 20. Skema Kerja Tri-parental Mating


(sumber: Wise Arlene, et. al. 2006)

[22]

Dengan A adalah E. coli dengan plasmid helper sebagai pembantu proses


transmisi plasmid. B adalah E. coli dengan plasmid berisi vektor biner beserta gen
yang diinginkan. C adalah E. coli dengan kedua plasmid tersebut di dalamnya. D
adalah Agrobacterium penerima. E adalah Agrobacterium tumefaciens yang
sukses memiliki vektor biner rekombinan.
4.1 Transformasi Plasmid E. Coli Ke Dalam Agrobacterium
Metode transformasi yang digunakan dalam kasus ini adalah Tri Parental Mating.
Komponen yang terlibat adalah sebagai berikut:
E.coli dan plasmid donor
Strain E.coli yang digunakan adalah DH5 yang telah disisipi plasmid pGreenII0229 yang telah dimodifikasi dan mengandung gen apoptin dan GFP. Plasmid
inilah yang akan disisipkan ke dalam Agrobacterium tumefaciens

E. coli helper
Strain E. coli yang memiliki plasmid helper didalamnya. Plasmid helper berperan
dalam penyisipan plasmid yang diinginkan ke dalam Agrobacterium tumefaciens.
Plasmid helper memiliki kemampuan self transmissible, sehingga bisa berpindah
melalui konjugasi secara mandiri. Plasmid helper mengkodekan protein yang
dibutuhkan untuk menyusun mating bridge dan mentransfer dirinya sendiri
ataupun mobilizable plasmid lain ke dalam sel tujuan, dalam hal ini Agrobacterium
tumefaciens. Vektor helper yang digunakan pada E. coli DH5 ialah pSoup.

Recipient
Sel tujuan dimana plasmid termodifikasi akan disisipkan. Dalam rekayasa
tanaman, biasanya digunakan Agrobacterium tumefaciens. Dalam kasus ini, yang
digunakan adalah Agrobacterium tumefaciens strain LBA4404.

4.2 Tahapan Transformasi Plasmid E. Coli Ke Dalam Agrobacterium


1 Mengkultur E. coli DH5 yang telah disisipi plasmid pGreenII-0229. E. coli DH5
yang mengandung plasmid pGreenII-0229, dan resipien yaitu Agrobacterium
tumefaciens LBA440. Masing-masing dalam media yang sesuai. Untuk E. coli donor,
dan E. coli helper yaitu E. coli DH5, ditambahkan antibiotik Kanamycin. Sementara,
pada media kultur Agrobacterium tumefaciens, ditambahkan rifampicin dan
tetracycline.
2

Memanen dan mencuci masing-masing bakteri untuk menghilangkan antibiotik. Bila


kultur menggunakan media cair, diambil lalu dimasukan ke dalam microtube untuk
selanjutnya disentrifugasi. Hasil pelet kemudian dicampur kembali dengan media cair
yang sesuai.

Menyiapkan plate berisi media LB agar tanpa tambahan antibiotik

Satu koloni dari masing-masing bakteri (E. coli DH5 yang mengandung plasmid
pGreenII-0229, dan Agrobacterium tumefaciens LBA440), digoreskan secara terpisah
ke dalam LB agar dengan posisi sangat dekat satu sama lain

Dengan kawat ose steril, ketiga strain bakteri dicampur secara merata

Plate tersebut lalu diinkubasi selama 12-18 jam pada suhu 30C

Infeksi Genetik Ke Tembakau Dengan Menggunakan Agrobacterium


Tembakau merupakan tanaman dikotil dan inang alami untuk A. tumefaciens (Mayo
et al., 2006). Nicotina tabacum (Mayo et al., 2006; Bhatti dan He, 2009) dan Nicotina
benthamiana (Anggraito, 2012) merupakan jenis tembakau yang sering digunakan dalam
transformasi genetik. Pada jenis N. tabaccum seperti Samsun (Stanic et al., 1999), SRI
(Bhatti dan He, 2009), Bright yellow (An, 1985), Xanthi (Su, 2012), dan Kasturi (Miswar,

[23]

2005), telah berhasil dilakukan transformasi melalui perantara A. tumefaciens. Daun muda
(Jones, 1996; Su et al., 2012) dan suspensi sel (An, 1985; Mayo et al., 2006) merupakan
eksplan yang telah berhasil diintroduksi gen asing. Keberhasilan transformasi genetic
tembakau telah digunakan untuk berbagai tujuan seperti mengungkap regulasi sistem biologi
tanaman (Langbecker et al., 2004), bioremediasi untuk merkuri (He et al., 2001), tanaman
model untuk pengujian cekaman biotik (Waigman et al., 2000), dan abiotic (Rizhsky et al.,
2002).
Tabel 1. Sejumlah Keterlibatan Tembakau dalam Perkembangan Tanaman Transgenik
Tahun
Peristiwa
1982 Tanaman transgenik yang pertama dihasilkan berupa tembakau resisten antibiotik
1986
Tanaman transgenik pertama kali diuji coba langsung di Prancis dan AS, berupa
tembakau tahan herbisida
1987
Tanaman tahan serangga berupa tembakau yang tersisipi gen Bt pertama kali
dihasilkan oleh Plant Genetic System
1992
Tanaman transgenik pertama kali diperkenalkan di Cina dalam bentuk tembakau
tahan virus
1994
Tanaman transgenik pertama kail dikomersialkan di Eropa dalam bentuk
tembakau tahan herbisida bromoxynil
Beberapa tahap tahap ini umumnya dilakukan dalam proses transformasi genetic
pada Tembakau dengan Agrobacterium. Umumnya pada proses ini menggunakan
Agrobacterium tumefaciens dan dilakukan dengan metode leaf disk

Gambar 21. Pembuatan Planlet Daun Hasil Infeksi Agrobacterium


(Sumber: Primrose, et al, 2001)

5.1 Persiapan Agrobacterium dan Tembakau


Sebelum A. tumefaciens yang telah disipi gene of interest menginfeksi tembakau,
dilakukan preparasi koloni A. tumefaciens dalam medium Saint et al (1994) maupun medium
Susanto et al (2011) dan Waluyo et al (2013). Saint et al (1994) [sebagaimana diuraikan oleh
Santoso et al (2000)] menumbuhkan A. tumefaciens dalam medium cair LuriaBertani (LB)
yang mengandung antibiotic untuk seleksi A. tumefaciens yang telah tersisipi gen/plasmid
yang diinginkan (biasanya kanamisin). Susanto et al (2011) dan Waluyo et al (2013)

[24]

menumbuhkan A. tumefaciens dalam dalam media YEP (yeast extract pepton 10 g/l pepton,
10 g/l kamir dan 5 g/l NaCl) yang ditambahkan antibiotik sebagai kanamisin. Keduanya
ditumbuhan selama 24 48 jam pada suhu 28C dengan pengocokan 150-200 rpm. Kultur
dilakukan hingga OD600 = 0,5. Pada medium Saint et al (1994), kultur A. tumefaciens
dilakukan dalam keadaan gelap dan dikulturkan kembali selama sekitar tiga jam pada
kondisi yang sama setelah diencerkan 100 1000 kali dengan medium yang sama.
Tembakau yang umumnya disiapkan untuk transformasi genetic biasanya diambil dari
daun tembakau muda (umumnya dari hasil perkecambahan in vitro) yang telah disterilkan.
Daun tembakau yang diambil dipotong dengan ukuran 5 mm x 10 mm kemudian diprekultur
selama 60 menit untuk dijadikan sebagai eksplan.
5.2 Inokulasi dan Kokultivasi
Inokulasi dilaksanakan dengan merendam eksplan tembakau dalam suspensi A.
tumefaciens selama 30 menit. Setelah inokulasi, eksplan diletakkan di atas kertas saring
hingga kering, kemudian eksplan ditanam di media kokultivasi berupa MS (MurashigeSkoog), asetosiringon, serta nutrisi tambahan dan diinkubasi pada kondisi gelap pada suhu
28C selama 2-3 hari. Asetosiringon ditambahkan untuk merangsang transkripsi gen vir agar
proses transfer T-DNA ke tumbuhan berlangsung lebih cepat.
5.3 Seleksi dan Regenerasi
Eksplan dipindahkan ke media seleksi yang berupa medium MS, antibiotic atau
herbisida untuk menentukan sel tembakau yang telah tersisipi gene of interest (umumnya
antibiotic kanamisin) dan antibiotic pembunuh A. tumefaciens (seperti sefotaksim dan
karbenisilin untuk membunuh bakteri Gram-negatif). Komposisi media dasar MS seperti
pada pustaka. Kultur pada media seleksi diinkubasi pada ruang kultur dengan suhu 27C
dengan fotoperiodisitas cahaya 16 jam terang. Eksplan disubkultur setiap 4-6 minggu.
Tabel 2. Komposisi Medium MS (Murashige-Skoog)
(Sumber: Maeda et al, 1985)

Penanda bahwa telah terjadi perpindahan T-DNA ke dalam kromosom tanaman


adalah gen resisten antibiotik. Dalam T-DNA disisipi gen resisten zat kimia tertentu,
sehingga, apabila penanda ini telah masuk ke dalam kromosom tanaman, tanaman tersebut
akan tahan zat kimia itu. Berikut beberapa penanda (selected marker) yang lazim digunakan
Tabel 3. Selectable Gene
(Sumber: Primrose et al, 2001)

[25]

Eksplan/kalus yang bertunas dipindahkan ke media pemanjangan tunas dengan


medium dan penambahan yang sama seperti media seleksi. Tunas yang terbentuk pada
media pemanjangan tunas dipisahkan dari kalus dan dipindahkan ke media perakaran
beruma medium MS disertai penambahan antibiotic seleksi dan nutrisi tambahan pada botol
selai. Planlet yang terbentuk siap untuk dipindahkan ke medium tanah.

BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan dalam makalah, dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu;
1. Fungsi apoptin ialah menginduksi program kematian sel. Potensi tersebut
dimanfaatkan untuk terapi gen pada penderita penyakit tumor maupun kanker di
mana apoptin non-esensial dalam tubuhnya terperangkap dalam nukleus tanpa
mampu berekspresi. Sedangkan protein GFP digunakan sebagai biomarker yang
memudahkan peneliti dalam mendeteksi lokasi serta ekspresi gen.
2. Cara isolasi apoptin dari gen CAV dengan menggunakan teknik fenol-kloroform.
3. Cara isolasi GFP dari ubur-ubur jenis Aequorea victoria adalah teknik separasi HIC.
4. Prinsip transformasi gen apoptin ke tumbuhan menggunakan Tri-parental Mating.
5. Terdapat dua vektor yang digunakan dalam transformasi GOI ke tumbuhan yakni
pGreenII-0229 dan pSoup sebagai vektor helper. Host kompeten yang terpilih untuk
mentransformasi GOI ialah E. Coli DH5.
6. Insersi gen apoptin ke tembakau menggunakan Agrobacterium dilakukan dengan
metode leaf disk, yang langkah-langkahnya berupa persiapan daun tembakau dan
kultur Agrobacterium, inokulasi, kokultivasi, seleksi, dan regenerasi.

[26]

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. N.d. Concept 34: Genes Can Be Moved Between Species. [Online] Diakses dari
http://www.dnaftb.org/34/problem.html pada 23 November 2015
Arbianto, Puro. 1994. Biokimia Konsep Konsep Dasar. Bandung : ITB
BiologyExams4U.
Vir
genes
or
virulence
region
of
Ti
http://www.biologyexams4u.com/2012/12/vir-region-or-virulence-region-ofti.html#.VGiKjjSUeCo (diakses 24 November 2015 Pukul 2.50)

Plasmid.

Campbel dan Reece-Mitchell. Biologi Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta : Erlangga


Chaidamsari, T., et al. 2006. Ekspresi fenotipe gen APETALA1 kakao (TcAP1) pada eksplan
tembakau. Menara Perkebunan, 74(1), 1-9.
Gelvin, Stanton B. (2003). Agrobacterium Mediated Plant Transformation: The Biology
Behind The Gene-Jockeying Tool. American Society for Microbiology
Goodsell, David; RSCB Protein Data Bank. 2015. Green Fluorescent Protein.
http://www.rcsb.org/pdb/101/motm.do?momID=42 diakses pada 27 November 2015.
Hao, Wang., Yongyan, Bai. (1990). The Expression of Foreign Gene Under The Control of
Cauliflower Mosaic Virus 35s RNA Promoter. Shanghai Institute of Plant Physiology,
China
Henyhili, Victoria dan Suratsih. 2003. Common Textbook Genetika, Yogyakarta: UNY
Ketut Sarna, dkk. 2001. Buku Ajar Genetika Singaraja: IKIP N Singaraja
Maeda, T., et al, Chlorella Industry Co., Ltd, 1985. Cell culture method. Austria. EP 0049632
B1.
Promega.
N.d.
Bacterial
Strain
JM109.
[Online]
Diakses
dari
https://worldwide.promega.com/products/cloning-and-dna-markers/cloning-tools-andcompetent-cells/bacterial-strains-and-competent-cells/bacterial-strain-jm109/ diakses
pada 23 November 2015
Primrose, S.B., 2003. Principle of Gene Manipulation 6th edition. USA: Blackwell Science
Sugiyarto, M. n.d. Transformasi T-DNA Agrobacterium sebagai Model Integrasi Gen pada
Tumbuhan. [PDF] Tersedia di: http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/lilisugiyarto-ssi-msi/agrobacterium.pdf.[Diakses pada 24 November 2015 Pukul 03.30].
Santoro, T. J., et al, 2011. Konstruksi Kandidat Gen AV1 Begomovirus pada pBI121 dan
Introduksinya ke dalam Tembakau Menggunakan Vektor Agrobacterium tumefaciens
Bicinchoninic Acid (BCA) Protein Assay (Smith). Jurnal AgroBiogen, 7(1), 9-15
Vadawale, Ashutosh, dkk. (2011). Transformation of Agrobacterium Tumifascience LBA 4404
with a Cholin Oxidase-Cox Gene Conferring Salinity Tolerance. Department of
Biochemistry, Faculty of Science, The Maharaja Sayajirao University of Baroda.
Waluyo, S., et al, 2013. Transformasi Genetik Tembakau dengan Gen Cold Shock Protein
melalui Perantara Agrobacterium tumefaciens. Jurnal AgroBiogen,9(2), 58-65.
Zambryski, P. et al. 1983. Ti plasmid vector for the introduction of DNA into plant cells without
alteration of their normal regeneration capacity. [Jurnal] The EMBO Journal Vol. 2 No.
12 pp.2143 2150.

[27]

Anda mungkin juga menyukai