Kelompok 2
Faustina Prima 1306404802
Famila Anindia 1306404790
Giovanni A. P 1306412155
Muh. A. H. Vinci 1306403390
Nadia Tuada A 1306413422
Sonia Limoes 1306412142
DEPOK, 2015
[1]
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur penulis panjatkan atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan nikmat akal dan rahmat-Nya penulis ini dapat menyelesaikan makalah tepat
waktu. Segala halangan dan rintangan yang penulis hadapi selama pembuatan makalah ini
menjadi pemacu bagi penulis untuk tetap terus belajar dan memperbaiki diri.
Makalah ini berisi cara transformasi gen apoptin ke tanaman tembakau yang
dirangkai penulis berdasarkan hasil review jurnal penelitian. Apoptin yang merupakan gene
of interest ditransformasi ke tanaman menggunakan Ti plasmid yang dikandung oleh
Agrobacterium Tumefaciens. Hasilnya, tanaman tembakau yang terinfeksi akan mengalami
tumor. Di tempat tumor itulah DNA tanaman tembakau termutasi dengan gene apoptin.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Muhamad Sahlan M.Eng
selaku dosen dan Chandra Dwi selaku asisten dosen pengampu mata kuliah Rekayasa
Genetika. Tanpa bantuan serta bimbingan mereka penulis tidak akan mampu menyelesaikan
makalah dengan baik. Selain itu, penulis juga berterima kasih kepada semua pihak yang
memberikan kontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung.
Penulis menyadari bahwa makalah Penyisipan Gen Apoptin Disertai GFP pada
Tanaman Tembakau oleh Bakteri Agrobacterium Tumofaciens masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik serta saran membangun dari
pembaca.
Depok, 30 November 2015
Tim Penulis
[2]
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................ 2
DAFTAR ISI............................................................................................................................ 3
BAB I : PENDAHULUAN.........................................................................................................4
1.1.
LATAR BELAKANG...........................................................................................4
1.2.
RUMUSAN MASALAH.......................................................................................4
1.3.
TUJUAN............................................................................................................4
BAB II : PEMBAHASAN.......................................................................................................... 5
2
2.1
2.2
Apoptin..............................................................................................................6
2.2.1
2.3
2.4
3.
2.4.1
Plasmid Ti.................................................................................................11
2.4.2
2.4.3
2.4.4
Transformasi........................................................................................................... 16
3.1.
3.2.
4.1
4.2
5.1
5.2
5.3
[3]
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Apoptin merupakan protein yang mampu memrogam kematian sel (apoptosis). Apoptin
ditemukan pada Chicken Anemia Virus (CAV) yang menyerang anak ayam. Virus ini
menyebabkan anemia pada anak-anak ayam karena sel darah merahnya mengalami
apoptosis. Sifat tersebut dapat dimanfaatkan sebagai terapi gen sel-sel yang mengalami
kanker.
Secara alamiah, Apoptin berada pada sitoplasma setiap sel. Jika sel tersebut telah tua
dan telah tiba saatnya untuk mati, apoptin tersebut akan pindah ke dalam nukleus dan
merilis program kematiannya. Akan tetapi, pada sel kanker gen apoptin terjebak dalam
nukleus tanpa bisa berekspresi dan memrogam kematiannnya. Itulah sebabnya sel kanker
terus berkembang secara tidak normal.
Pembuatan produksi apoptin protein sebagai yang mampu untuk menekan kanker
sudah terbukti. Yi Tang, profesor kimia dan teknik bio-molekul dari University of California
Los Angeles (UCLA) berhasil mengembangkan kapsul kecil dari polimer larit air yang aman
mampu mengantarkan protein kompleks ke inti sel kanker untuk memicu kematian. Zat
penghancur kanker, apoptin, adalah sebuah protein kompleks yang berasal dari virus
anemia pada burung, Chicken Anemia Virus (CAV). Kumpulan protein ini akan terakumulasi
dalam inti sel kanker dan memberikan sinyal ke sel kanker untuk melakukan program
penghancuran diri. Dalam melakukan misinya tidak mengkhawatirkan karena tidak akan
membahayakan sel non kanker. Menurut Yi, proses ini tidak akan menyebabkan risiko
mutasi genetik yang ditimbulkan oleh terapi gen untuk kanker atau risiko yang
membahayakan sel-sel sehat akibat kemoterapi yang diketahui tidak efektif dalam
membedakan antara sel sehat dan sel kanker.
1.2. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah fungsi apoptin dan GFP?
2. Bagaimana cara mendapatkan gen apoptin dan GFP?
3. Bagaimanakah prinsip transformasi gen pada tanaman (terutama tanaman tembakau)?
4. Vektor dan host apakah yang digunakan dalam proses transformasi tersebut?
5. Bagaimana cara menyisipkan gen apoptin+GFP ke dalam vektor, host, hingga ke
tanaman tembakau?
1.3.
TUJUAN
1. Mengetahui fungsi apoptin dan GFP
2. Mempelajari cara isolasi apoptin dari ayam yang terinfeksi CAV
3. Mempelajari cara isolasi GFP dari hewan Aequorea victoria
4. Mengetahui prinsip transformasi gen ke tumbuhan
5. Memilih vektor dan host yang tepat untuk proses menyisipkan gen ke tumbuhan
[4]
BAB II
PEMBAHASAN
2
6. Transformasi
plasmid rekombinan
ke dalam E. coli
7. Screening E. coli
2. Modifikasi plasmid,
penambahan GFP
menggunakan plasmid
5. Insersi gen ke
dalam E. coli (plasmid
bakteri)
8. Transformasi
plasmid rekombinan di
E. coli ke dalam
plasmid Agrobacterium
(rekombinasi homolog)
9. Infeksi
Agrobacterium (ada
apoptin dan GFP) ke
tenaman tembakau
[5]
(a)
(b)
Gambar 1. (a) Struktur ORF Chicken Anemia Virus, (b) Bentuk virus icosahedral
(Sumber: Swiss Institute of Bioinormatics)
Seperti namanya, CAV menyebabkan anemia pada anak ayam yang baru menetas.
Selain itu, CAV juga menyebabkan penghancuran sel eritroblastoid di sumsum tulang
belakang dan timus di jaringan timus.
CAV dapat menyebar secara horisontal (dari sistem pernapasan maupun kotoran
yang tidak segera dibersihkan) maupun vertikal (telur ditularkan oleh ayam betina terinfeksi).
Anak-anak ayam yang terinfeksi akan menyebarkan virus tersebut ke sesama anak ayam
yang memiliki antibodi lemah turunan induk mereka. Memberikan vaksin kepada para betina
sebelum mereka bertelur merupakan salah satu cara pencegahan penularan virus.
2.2 Apoptin
Apoptin mengandung sinyal Bipartite-type Nuclear Localization Sequence (atau NLS1
dan NLS2) pada rentang asam amino 82-88 untuk NLS1 dan pada rentang asam amino 111121 untuk NLS2 atau pada ujung c-terminalnya, serta Nuclear Export Signal (NES) yang
mempunyai rentang asam amino 97-105 yang menunjukkan adanya potensi perpindahan
dari nukleus ke sitoplasma dan sebaliknya. NLS1, NLS2, dan NES merupakan sequence
yang memungkinkan Apoptin untuk keluar dan masuk ke dalam nucleus
Gambar 2.
Posisi
Pembentukan multimer kompleks dapat terjadi melalui interaksi antara wilayah
hidrofobik yang kaya akan prolin pada ujung N-terminal (asam amino 1-69) dari setiap
monomer. Ujung C terminal dari setiap monomer, mengandung NLS dengan situs fosforilasi
(Thr-108) yang memperbolehkan terjadinya interaksi dengan protein lain dan untuk
modifikasi oleh kinase. Pada suatu injeksi mikro dari multimer apoptin ke dalam sitoplasma
sel tumor, terbukti bahwa kompleks apoptin dapat berpindah ke nukleus dan menyebabkan
kematian sel (apoptosis). Bagaimanapun, apoptin hanya dapat menginduksi sel tidak normal
(kanker) dan tidak menyerang sel normal.
[6]
2.2.1
1
61
[7]
pelet yang kering kemudian disuspensi dengan aquades. Larutan DNA siap digunakan untuk
eksperimen.
Seiring dengan perkembangan teknologi, metode-metode untuk memurnikan DNA
semakin beragam, mudah, dan efisien. Contohnya Promega yang menawarkan pemurnian
DNA dengan cara cepat dan aman. Promega menggunakan garam Chaotropic untuk
mengancurkan struktur sel, mendenaturasi sel menggunakan deterjen atau alkali, dan lisat
dipisahkan dengan sentrifugasi, filtrasi, ataupun magnet. Penggunaan fenolkloroform mulai
ditinggalkan berkaitan dengan faktor keamanan dan biaya proses ekstraksi organik.
Langkah selanjutnya ialah memotong DNA hanya pada bagian yang diinginkan.
Pemotongan atau restriksi bisa menggunakan PCR ataupun dengan menggunakan enzim
restriksi yang sesuai pada tempat yang ingin dipotong. Namun penggunaan PCR lebih
efisien ketimbang enzim restriksi karena PCR dapat sekaligus memperbanyak DNA isolat.
2.3 GFP (Green Fluorescent Protein)
Green Fluorescent Protein (GFP) merupakan protein yang mampu mengeluarkan
cahaya hijau dari serapan energi cahaya di lingkungan sekitar. GFP secara alamiah dimiliki
oleh ubur-ubur Aequorea victoria yang hidup di laut dingin Pasifik Utara. Aslinya, ubur-ubur
A. victoria memiliki bioluminescent aequorin yang mengeluarkan pendar warna biru. Akan
tetapi, keberadaan protein GFP ditambah interaksi ion kalsium mengubah warna pendaran
biru menjadi hijau yang lebih sedikit mengonsumsi energi.
GFP merupakan protein dengan 238 asam amino yang sangat stabil pada range pH
5,5 - 12 dan suhu mencapai 65oC. GFP memiliki banyak kegunaan dalam penelitian.
Sifatnya yang dapat memendarkan cahaya di bawah sinar UV membuat ia sering digunakan
untuk mengontrol keberhasilan ekspresi maupun lokasi keberadaan gen/protein tertentu.
Berikut adalah beberapa kegunaan GFP pada berbagai bidang:
Chemist Mengidentifikasi struktur Protein (1, 2, 3)
Enzim dan katalisis
ry of
Pemisahan biomolekul secara kromatografi
Life
Evolutio Seleksi antibiotik dan resistensi gen
Mekanisme seleksi
n
Adaptasi lingkungan
Environ
tmental
Genetic
s
DNA>RNA
and Health
Science
Mikrobiologi
Peneliitian GMO, nutrisi, dan bioremediasi
Biomarker
[8]
Ketiga sekuens tersebut melesak ke dalam lipatan protein saat protein melipat.
Protein tersebut perlu melalui tahapan tertentu untuk akhirnya bisa menjadi chromophore.
Tahap pertama sesudah pelipatan protein ialah reaksi antara Glysine dan Serine yang
membentuk siklik. Kemudian tahap dehidrasi sehingga terbentuk ikatan rangkap pada siklik
tersebut. Selang satu jam, oksigen dari lingkungan menyerang daerah siklik sehingga terjadi
oksidasi yang menyempurnakan pembentukan chromophore.
2.3.1
Mengisolasi GFP
GFP merupakan protein yang bersifat sangat hidrofobik, salah satu cara mengisolasi
protein hidrofobik ialah dengan Hydrophobic Interaction Chromatography (HIC). Di mana
kromatografi ini memanfaatkan sifat hidrofobik sampel agar menempel pada kolom dalam
larutan bergaram tinggi dan meluruhkan protein tertentu dengan mengelusi dengan larutan
berkadar garam rendah.
Tahap pertama yang harus dilakukan ialah dengan melisiskan bagian ubur-ubur yang
diperkirakan mengandung protein GFP secara mekanis kemudian kimiawis. Pelisisan secara
mekanis berarti mencacah bagian/organ sampel dari ubur-ubur. Kemudian larutkan cacahan
sampel pada deterjen atau enzim nanas untuk merobek dinding sel yang terdiri dari lipid
sehingga DNA dapat keluar dari organel maupun nukleus. Sentrifugasi larutan akan
menghasilkan supernatan dan pelet. Buang supernatan dan mengencerken pelet dengan
larutan berkadar garam tinggi.
Setelah larutan berisi protein GFP siap, tahap selanjutnya ialah mempersiapkan
kolom HIC. Siapkan kolom berisi hidrofobik beads pada fasa diam. Seperti yang telah
dijelaskan, beads ini akan mengikat GFP dan beberapa protein pada larutan berkadar garam
tinggi. Protein lain yang tidak diinginkan memiliki tingkat hidrofobik yang lebih rendah dicuci
dengan mengalirkan larutan buffer resin sebagai fase bergerak.
Terakhir, di dalam kolom hanya tersisa GFP yang memiliki tingkat hidrofobik yang
paling tinggi. GFP dalam kolom diluruhkan dengan mengalirkan larutan buffer berkadar
garam rendah sebagai fase gerak. GFP yang diperoleh kemudian siap digunakan diadisi
dengan apoptin sebagai GOI.
Agrobacterium tumefaciens
Species Agrobacterium tergolong bakteri gram negatif yang tergolong bakteri aerob
dan mampu hidup baik sebagai saprofit maupun parasit. Agrobacterium berbentuk batang,
berukuran 0,6 1,0 m sampai 1,5 3,0 m, dalam bentuk tunggal atau berpasangan.
Agrobacterium merupakan bakteri yang mudah bergerak (motile) dan memiliki 1-6 flagela
peritrichous serta merupakan bakteri tak berspora. Suhu optimal pertumbuhan bakteri ini
adalah 25-28C. Kumpulan bakteri ini biasanya berbentuk cembung, bulat, lembut, dan tak
berpigmen. Agrobacterium diisolasi dari tanaman yang terinfeksi Crown Gall. Agrobacterium
tumefaciens dan spesies Agrobacterium lainnya telah dikenal luas sebagai patogen bagi
tanaman sejak awal abad ke-20. Namun, dalam dua dekade terakhir, kemampuan yang
dimiliki Agrobacterium untuk mentransfer DNA ke dalam sel tanaman telah banyak
dimanfaatkan untuk keperluan rekayasa genetik khususnya pada tanaman.
2.4
[9]
[10]
Plasmid Ti
Gen penyebab penyakit yang disebabkan oleh Agrobacterium umumnya tidak
ditemukan pada kromosomnya, melainkan pada plasmidnya, yang dinamakan tumorinducing plasmid (plasmid Ti). Agrobacterium tumefaciens memiliki Ti-plasmid yang
menyebabkan penyakit tumor mahkota empedu pada tanaman dengan mentransfer bagian
dari DNA nya ke dalam genom tanaman ketika penginfeksian. Ti-plasmid Ti-plasmid memiliki
panjang sekitar 200kbp dengan 4 region: region T-DNA, region gen virulensi, region gen
katabolisme opine, dan origin of replication (ORI).
[11]
Gambar 8. Plasmid Ti
(sumber: http://www.cambia.org/)
[12]
2.4.3
Gen Opine
Opine adalah senyawa ber-Mr rendah yang ditemukan pada tumor tanaman
terinfeksi penyakit crown gall. Biosintesis opine dikatalisis oleh enzim spesifik yang
dikodekan oleh gen opine pada T-DNA yang merupakan bagian dari Ti-plasmid.
Opine tersebut digunakan bakterium sebagai sumber nitrogen dan energi. Sejauh
ini, ditemukan A. tumefacies yang mengkatalisis jenis opine yang berbeda, yaitu
nopaline (dikodekan oleh gen noc) dan octopine (dikodekan oleh gen occ).
Ketika A. tumefaciens dikultur pada temperatur di atas 28oC, Ti-plasmid
kadang hilang. Bakteri A. tumefaciens yang kehilangan Ti-plasmid menjadi
avirulen dan juga kehilangan kemampuannya untuk mengkatabolisis asam amino
turunan spesifik. Namun, ketika Ti-plasmid ditransformasi lagi ke dalam A.
tumefaciens avirulen atau dengan konjugasi oleh A. tumefaciens virulen, maka A.
tumefaciens menjadi virulen kembali dan dapat mengkatalisis octopine atau
nopaline.
Jika donor Ti-plasmid adalah strain octopine, resipiennya menjadi strain
octopine, tanpa pengaruh apakah resipien merupakan strain octopine atau
nopaline; dan sebaliknya. Strain octopine dan nopaline mengklasifikan tipe Tiplasmid menjadi dua: Ti-plasmid octopine dan Ti-plasmid nopaline, yang hampir
homolog. Jenis Ti-plasmid ini menentukan apakah octopine atau nopaline yang
akan disintesis di dalam sel tumor dan juga gen yang mengkatalisis sintesisnya.
2.4.4
[13]
Kolonisasi bakteri
Merupakan tahapan awal yang penting untuk menginduksi terbentuknya tumor. Tahap
ini berperan pada saat Agrobacterium menempel pada permukaan sel tanaman.
Polisakarida yang terdapat pada permukaan sel Agrobacterium berperan penting
dalam proses kolonisasi.
[14]
Transfer T-DNA meliputi dua model untuk translokasi kompleks T-DNA (Nomor
9)
Sarana transfer ke dalam nukleus tanaman adalah komplek protein ssT-DNA. Ini
harus ditranslokasi ke dalam nukleus tanaman melalui tiga membran, dinding sel
tanaman dan ruang seluler. Berdasrkan model yang paling banyak diterima adalah
kompleks ss T-DNA Vir D2 yang dilingkupi 69 kDa protein Vir E2, ssDNA binding
protein. Asosiasi ini mencegah nuklease dan penambahan perpanjangan strand ss TDNA sehingga mengurangi diameter kompleks sekitar 2 nm. Hal ini mengakibatkan
translokasi melalui membran menjadi lebih mudah. Walaupun demikian, asosiasi
tersebut tidak dapat menstabilkan kompleks T-DNA dalam Agrobacterium. Vir E2
terdiri dari dua signal tanaman yaitu NLS (nuclear location signal) dan Vir D2 terdiri
dari satu NLS. Fakta ini menunjukkan bahwa kedua protein rupanya berperan penting
dalam sel tanaman sebagai perantara transfer kompleks T-DNA ke dalam nukleus.
Vir 5
E1 diperlukan untuk ekspor Vir E2 ke dalam sel tanaman, walaupun fungsi spesifik
yang lain belum diketahui. Model alternatif lain yaitu bahwa kompleks transfer berupa
ssDNA secara kovalen terikat pada ujung 5' dengan Vir D2, tetapi tanpa dilingkupi
oleh protein Vir E2. Ekspor independen Vir E2 ke dalam sel tanaman merupakan
proses alami, dan sekali kompleks ssT-DNA VirD2 tersebut masuk dalam sel
tanaman, akan dilingkupi oleh protein Vir E2. Hal ini juga memungkinkan proses
tersebut dapat terjadi sebagai alternatif pada saat kondisi terinfeksi.
[15]
Gambar 11. Peta Plasmid Disarmed TiPlasmid yang sudah disisipi Gen Klona
(Sumber:
http://nptel.ac.in/courses/102103013/module5/
problems/5.html)
(Sumber:
http://nptel.ac.in/courses/102103013/module5/
problems/5.html)
[16]
Vektor intermediet tidak dapat direplikasi oleh Agrobacterium, tetapi dapat melakukan
rekombinasi ke dalam daerah T-DNA dari Ti-plasmid yang dituju. Agar sel tanaman yang
ingin disisipkan tidak tumbuh dengan abnormal, maka perlu dilakukan inaktivasi satu atau
lebih gen untuk biosintesis regulator pertumbuhan. Metode ini kompleks karena perlu adanya
proses rekombinasi antara vektor integratif dan Ti-plasmid secara in vivo.
b
Dalam perancangan ini, sisgtem vector biner lebih dipilih karena mempunyai
kelebihan dibandingkan co-integrated vector, antara lain:
- Tidak ada proses rekombinasi yang berlangsung di antara molekul-molekul yang
terlibat
- Vektor biner berukuran cukup kecil dibandingkan dengan disarmed Ti-plasmid
rekombinan, sehingga meningkatkan efisiensi transfer dari E. coli ke Agrobacterium.
- Ukuran vektor biner kecil karena vir region-nya dipisah ke plasmid yang berbeda
(disebut helper plasmid)
Vektor biner yang digunakan dalam mentransfer gen apoptin ke tanaman tembakau
adalahh pGreenII0229 dengan vector helpernya, pSoup. Vektor pGreenII 0229 adalah vektor
shuttle, sehingga dapat diperbanyak baik di dalam E. coli maupun Agrobacterium karena
memiliki dua ORI (origin of replication), yakni ColEI-ORI memungkinkan replikasi di E. coli
dan pSA-ORI memungkinkan replikasi dalam strain Agrobacterium yang sesuai.
[17]
pGreen adalah vektor biner di mana tiga komponen utamanya (T-DNA & MCS, marker untuk
seleksi, dan ori) telah dioptimalkan untuk meningkatkan transformasi Agrobacterium ke
tanaman. Adapun alasan penggunaan plasmid pGreenII0229 adalah:
Ukurannya yang relative kecil (453bp). Ukuran yang kecil ini menguntungkan, karena
meningkatkan efisiensi transformasi ke dalam E. coli.
pGreenII adalah vector biner yang sudah dimodifikasi dari pGreenI, sehingga
meningkatkan stabilitasnya dalam E. coli
Memiliki marker seleksi, yaitu gen resistan antibiotik kanamycin (NptI)
Gen apoptin nantinya akan diligasi ke dalam pGreenII0229, namun terlebih dahulu dilakukan
modifikasi dari apoptin dan pGreenII0229, yaitu penambahan sekuens GFP.
3.2. Modifikasi Gen Apoptin dengan Penambahan Green Fluorescent Protein (GFP)
Untuk mengetahui keberhasilan ekspresi gen apoptin pada host (misalnya E. coli),
dapat dibantu dengan penambahan sebuah penanda (marker) yang ditambahkan pada
ujung N atau ujung C apoptin. Marker yang digunakan dalam perancangan ini adalah green
fluorescent protein (GFP).
Green Fluorescent Protein adalah protein yang dapat berpendar yang secara alami
dihasilkan oleh ubur-ubur. GFP kini digunakan secara luas dalam studi-studi ekspresi gen
maupun mikroskopik karena aplikasinya yang relatif mudah. Hanya dengan adanya
pendaran cahaya dapat menunjukkan bahwa gen yang kita teliti terekspresi. Pada GFP
terdapat 234 residu asam amino.
GFP menjadi istimewa karena ia bersifat auto-katalitik, tidak membutuhkan kofaktor
atau enzim lain agar ia bekerja. Selain itu GFP dapat digabung (fusi) dengan protein lain
tanpa saling mengganggu fungsi masing-masing. Sehingga GFP dapat digunakan secara
luas di berbagai organisme.
Penambahan GFP pada apoptin dapat dilakukan pada vector biner pGreenII0229
dengan prinsip restriksi-ligasi.
[18]
adalah plasmid biner yang memiliki origin of replication dari E. coli dan
Agrobacterium tumefaciens sehingga dapat bereplikasi di kedua bakteri tersebut.
Adapun host yang digunakan untuk berlangsungnya proses cloning plasmid ini
adalah dari jenis bakteria Escherichia Coli, yaitu E. Coli strain DH5a. Pemilihan
strain ini berdasarkan pada sifat jenis strain ini yang cocok digunakan untuk proses
cloning bakteria, karena efisiensi replikasinya yang tinggi.
Hasil dari tahap ini adalah GFP yang sudah memiliki promoter 35S-CaMV dan
terminator CaMV polyA.
[19]
BgIIIRight
(3347)
Borde
r
0229
Gambar 17. Diagram Susunan Hasil Insersi GFP pada T-DNA pGreenII0229
(sumber: Ilustrasi penulis)
Primer Forward
5 basa tambahan XbaI site Gen Apoptin 3
5 CGA TCTAGA ATGAACGCTC TCC 3
Panjang 22 pasang basa, GC content 50%, Tm 54,8oC
Primer Reverse
5 basa tambahan BamHI site Gen Apoptin reverse complement 3
5 GCC GGATCC TTACAGTCTTATACA 3
Panjang 24 basa, GC content 46%, Tm 55,7oC (Tm=0,9oC)
Hasil PCR adalah apoptin yang telah memiliki situs RE bagi XbaI pada ujung 5 dan
BamHI pada ujung 3, yakni XbaI Apoptin BamHI.
[20]
(RB)
Seleksi
Proses seleksi adalah tahapan dimana kita hendak mengetahui apakah gen of
interest yang kita sisipkan dalam plasmid benar-benar sudah ditransformasikan ke
dalam host. Caranya dapat menggunakan seleksi dengan antibiotik atau dengan
seleksi blue-white screening.
Seleksi pada kasus ini dilakukan dengan uji antibiotik dan uji marker gene GFP,
karena dalam pGreenII0229 terdapat gen resistan terhadap antibiotik kanamycin,
yaitu NptI. Jika kita menumbuhkan E. Coli DH5a yang sudah ditranformasi dengan
plasmid rekombinan ke dalam media agar yang mengandung kanamycin, maka
koloni yang dapat bertahan hidup adalah koloni yang sudah berhasil dimasuki
plasmid rekombinan. Namun sebaliknya, jika E. Coli DH5a tidak dapat bertahan hidup
dalam media, maka sudah dapat dipastikan bahwa E. Coli tersebut tidak memiliki
plasmid rekombinan.
Selain itu, dalam media juga dapat kita lihat secara langsung bahwa E. coli yang
berhasil disisipi pGreenII0229 akan memendarkan cahaya hijau jika disinari cahaya
UV, karena pGreenII0229 sudah memiliki gen GFP.
Adapun tahapan yang dapat dilakukan untuk uji seleksi: Mengkultur bakteri pada LBplate yang mengandung 100 g/ml of kanamicin, 80 g/ml X-gal segar, dan 20 mM
IPTG. Penambahan kanamicin berguna untuk mencegah pertumbuhan E. Coli yang
tidak mengandung plasmid pGreenII0229 rekombinan.
Setelah didapatkan bakteri E. Coli yang mengandung plasmid pGreenII0229
rekombinan, maka selanjutnya kita dapat mengkultur kembali bakteri ini sehingga
[21]
Metode Freeze/Thaw
Ketika DNA plasmid murni tersedia, metode freeze/thaw memberikan alternatif
yang cepat dan mudah. Mekanisme secara tepat dari bagaimana keberhasilan
metode ini masih belum dapat dimengerti dengan baik. Secara kesimpulan,
pemasukkan DNA bergantung pada perusakan dinding sel yang terpapar oleh
kation divalent dan perubahan temperatur yang sangat cepat yang menghambat
fluidisasi dari membran sel.
Metode Elektroporasi
Elektroporasi bergantung kepada penggunaaan kejutan listrik untuk membuat pori
dalam membran lipid dari bakteri. Pori tersebut cukup besar sehingga molekul
DNA dapat masuk ke dalam sel. Parameter kesuksesan dari metode ini
bergantung pada pengendalian dari kekuatan medan listrik dan durasi kejutannya.
[22]
E. coli helper
Strain E. coli yang memiliki plasmid helper didalamnya. Plasmid helper berperan
dalam penyisipan plasmid yang diinginkan ke dalam Agrobacterium tumefaciens.
Plasmid helper memiliki kemampuan self transmissible, sehingga bisa berpindah
melalui konjugasi secara mandiri. Plasmid helper mengkodekan protein yang
dibutuhkan untuk menyusun mating bridge dan mentransfer dirinya sendiri
ataupun mobilizable plasmid lain ke dalam sel tujuan, dalam hal ini Agrobacterium
tumefaciens. Vektor helper yang digunakan pada E. coli DH5 ialah pSoup.
Recipient
Sel tujuan dimana plasmid termodifikasi akan disisipkan. Dalam rekayasa
tanaman, biasanya digunakan Agrobacterium tumefaciens. Dalam kasus ini, yang
digunakan adalah Agrobacterium tumefaciens strain LBA4404.
Satu koloni dari masing-masing bakteri (E. coli DH5 yang mengandung plasmid
pGreenII-0229, dan Agrobacterium tumefaciens LBA440), digoreskan secara terpisah
ke dalam LB agar dengan posisi sangat dekat satu sama lain
Dengan kawat ose steril, ketiga strain bakteri dicampur secara merata
Plate tersebut lalu diinkubasi selama 12-18 jam pada suhu 30C
[23]
2005), telah berhasil dilakukan transformasi melalui perantara A. tumefaciens. Daun muda
(Jones, 1996; Su et al., 2012) dan suspensi sel (An, 1985; Mayo et al., 2006) merupakan
eksplan yang telah berhasil diintroduksi gen asing. Keberhasilan transformasi genetic
tembakau telah digunakan untuk berbagai tujuan seperti mengungkap regulasi sistem biologi
tanaman (Langbecker et al., 2004), bioremediasi untuk merkuri (He et al., 2001), tanaman
model untuk pengujian cekaman biotik (Waigman et al., 2000), dan abiotic (Rizhsky et al.,
2002).
Tabel 1. Sejumlah Keterlibatan Tembakau dalam Perkembangan Tanaman Transgenik
Tahun
Peristiwa
1982 Tanaman transgenik yang pertama dihasilkan berupa tembakau resisten antibiotik
1986
Tanaman transgenik pertama kali diuji coba langsung di Prancis dan AS, berupa
tembakau tahan herbisida
1987
Tanaman tahan serangga berupa tembakau yang tersisipi gen Bt pertama kali
dihasilkan oleh Plant Genetic System
1992
Tanaman transgenik pertama kali diperkenalkan di Cina dalam bentuk tembakau
tahan virus
1994
Tanaman transgenik pertama kail dikomersialkan di Eropa dalam bentuk
tembakau tahan herbisida bromoxynil
Beberapa tahap tahap ini umumnya dilakukan dalam proses transformasi genetic
pada Tembakau dengan Agrobacterium. Umumnya pada proses ini menggunakan
Agrobacterium tumefaciens dan dilakukan dengan metode leaf disk
[24]
menumbuhkan A. tumefaciens dalam dalam media YEP (yeast extract pepton 10 g/l pepton,
10 g/l kamir dan 5 g/l NaCl) yang ditambahkan antibiotik sebagai kanamisin. Keduanya
ditumbuhan selama 24 48 jam pada suhu 28C dengan pengocokan 150-200 rpm. Kultur
dilakukan hingga OD600 = 0,5. Pada medium Saint et al (1994), kultur A. tumefaciens
dilakukan dalam keadaan gelap dan dikulturkan kembali selama sekitar tiga jam pada
kondisi yang sama setelah diencerkan 100 1000 kali dengan medium yang sama.
Tembakau yang umumnya disiapkan untuk transformasi genetic biasanya diambil dari
daun tembakau muda (umumnya dari hasil perkecambahan in vitro) yang telah disterilkan.
Daun tembakau yang diambil dipotong dengan ukuran 5 mm x 10 mm kemudian diprekultur
selama 60 menit untuk dijadikan sebagai eksplan.
5.2 Inokulasi dan Kokultivasi
Inokulasi dilaksanakan dengan merendam eksplan tembakau dalam suspensi A.
tumefaciens selama 30 menit. Setelah inokulasi, eksplan diletakkan di atas kertas saring
hingga kering, kemudian eksplan ditanam di media kokultivasi berupa MS (MurashigeSkoog), asetosiringon, serta nutrisi tambahan dan diinkubasi pada kondisi gelap pada suhu
28C selama 2-3 hari. Asetosiringon ditambahkan untuk merangsang transkripsi gen vir agar
proses transfer T-DNA ke tumbuhan berlangsung lebih cepat.
5.3 Seleksi dan Regenerasi
Eksplan dipindahkan ke media seleksi yang berupa medium MS, antibiotic atau
herbisida untuk menentukan sel tembakau yang telah tersisipi gene of interest (umumnya
antibiotic kanamisin) dan antibiotic pembunuh A. tumefaciens (seperti sefotaksim dan
karbenisilin untuk membunuh bakteri Gram-negatif). Komposisi media dasar MS seperti
pada pustaka. Kultur pada media seleksi diinkubasi pada ruang kultur dengan suhu 27C
dengan fotoperiodisitas cahaya 16 jam terang. Eksplan disubkultur setiap 4-6 minggu.
Tabel 2. Komposisi Medium MS (Murashige-Skoog)
(Sumber: Maeda et al, 1985)
[25]
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan dalam makalah, dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu;
1. Fungsi apoptin ialah menginduksi program kematian sel. Potensi tersebut
dimanfaatkan untuk terapi gen pada penderita penyakit tumor maupun kanker di
mana apoptin non-esensial dalam tubuhnya terperangkap dalam nukleus tanpa
mampu berekspresi. Sedangkan protein GFP digunakan sebagai biomarker yang
memudahkan peneliti dalam mendeteksi lokasi serta ekspresi gen.
2. Cara isolasi apoptin dari gen CAV dengan menggunakan teknik fenol-kloroform.
3. Cara isolasi GFP dari ubur-ubur jenis Aequorea victoria adalah teknik separasi HIC.
4. Prinsip transformasi gen apoptin ke tumbuhan menggunakan Tri-parental Mating.
5. Terdapat dua vektor yang digunakan dalam transformasi GOI ke tumbuhan yakni
pGreenII-0229 dan pSoup sebagai vektor helper. Host kompeten yang terpilih untuk
mentransformasi GOI ialah E. Coli DH5.
6. Insersi gen apoptin ke tembakau menggunakan Agrobacterium dilakukan dengan
metode leaf disk, yang langkah-langkahnya berupa persiapan daun tembakau dan
kultur Agrobacterium, inokulasi, kokultivasi, seleksi, dan regenerasi.
[26]
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. N.d. Concept 34: Genes Can Be Moved Between Species. [Online] Diakses dari
http://www.dnaftb.org/34/problem.html pada 23 November 2015
Arbianto, Puro. 1994. Biokimia Konsep Konsep Dasar. Bandung : ITB
BiologyExams4U.
Vir
genes
or
virulence
region
of
Ti
http://www.biologyexams4u.com/2012/12/vir-region-or-virulence-region-ofti.html#.VGiKjjSUeCo (diakses 24 November 2015 Pukul 2.50)
Plasmid.
[27]