Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

IMPETIGO KRUSTOSA

Pembimbing :
dr. Sri Katon Sulistyaningrum, Sp.KK
Disusun Oleh :
Muhammad Anka Pradana Putra

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2016

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur kehadirat

Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan

karunia Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Laporan Kasus ini tepat
waktu. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW,
keluarga, serta para pengikutnya hingga akhir zaman.

Laporan Kasus dibuat

dengan tujuan memenuhi tugas di stase ilmu kulit kelamin dan juga menambah
khazanah ilmu tentang Impetigo krustosa
Terimakasih

penulis

ucapkan

kepada

pembimbing

dr. Sri

Katon

Sulistyaningrum, Sp.KK yang telah membantu serta membimbing penulis dalam


kelancaran pembuatan laporan ini. Semoga Laporan Kasus ini dapat bermanfaat
kepada penulis pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Penulis harapkan kritik dan saran dari para pembaca untuk menambah
kesempurnaan laporan Kasus ini. Penulis mohon maaf apabila ada kesalahan dan
kekurangan dalam penulisan.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Jakarta, Oktober 2016

Penulis

BAB I
STATUS PASIEN

IDENTIFIKASI PASIEN
Nama

: An. A

Umur

: 6 Tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Alamat

: Pasar Senen, Jakarta Pusat

Tanggal Pemeriksaan

: 11/10/2016

ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Bercak merah di wajah, dan lipat siku sejak 2 minggu yang lalu
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Bercak Merak di wajah, dan lipat siku sejak 2 minggu yang lalu disertai rasa gatal.
Bercak berawal dari lipat siku diakibatkan trauma dan terus dilakukan garukan hingga
meluas ke wajah dengan bentuk awal gelembung. Gatal hilang timbul disertai rasa nyeri
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Belum pernah mengalami keluhan yang sama
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat keluhan seperti yang dialami oleh
pasien.
E. Riwayat Imunisasi

Lengkap
F. Riwayat Pengobatan
Disangkal
G. Riwayat Alergi
Disangkal
H. Riwayat Psikososial
Dilingkungan sekitar pasien, tidak ada yang menderita penyakit seperti ini.

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum

: Baik

Kesadaran
Tekanan darah
Laju nadi
Laju napas
Suhu

: Compos Mentis
: Tidak dilakukan
: 100 x/menit
: 20 x/menit
: 36.5OC

PEMERIKSAAN GENERALIS
Kepala

Normocephal, rambut hitam, distribusi merata

Mata :

Konjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Hidung

Simetris, deviasi septum (-), sekret (-)

Telinga

Bentuk daun telinga normal, sekret (-)

Mulut :

Mukosa bibir dan mulut lembab, sianosis (-)

Tenggorokan :

Faring tidak hiperemis, T1-T1 tenang.

KGB :

Tidak teraba pembesaran.

Thorax

Jantung

BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-).

Paru

Vesikuler, ronki (-), wheezing (-)

Abdomen

Ekstremitas :

Supel, nyeri tekan (-), hepatospleinomegali (-)


Superior

Inferior

Akral hangat, edema -/-, CRT< 2dtk

Akral hangat, edema -/-, CRT< 2dtk

A. Pemeriksaan Dermatologis

Regio Oralis et Regio mentalis


Efloresensi : Krusta eritematosa, Diskret, Ukuran Milier, Batas Sirkumskrip, Bentuk
Anular, Jumlah Multiple

Regio Cubiti dextra


Efloresensi : Krusta Eritematosa, Diskret, Ukuran Lentikular, Batas sirkumskrip,
Bentuk Anular, Jumlah Multiple

B. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan

Resume Kasus
Pasien anak laki-laki usia 6 tahun datang dengan keluhan bercak merah di wajah, dan
lipat siku sejak 2 minggu yang lalu. Bercak merah berawal dari lipat siku diakibatkan trauma
yang meluas ke wajah dan disertai gatal hingga nyeri diakibatkan luka bekas garukan.
Pemeriksaan dermatologis didapatkan regio oralis et regio mentalis et regio cubiti dextra
dengan gambaran krusta eritematosa, batas sirkumskrip, ukuran milier hingga lentikular ,
bentuk anular, diskret, jumlah multiple.

Diagnosis
A. Diagnosis Banding
Impetigo Krustosa
Ektima
Varisela
B. Diagnosis Kerja
Impetigo Krustosa

Tatalaksana
A. Tatalaksana Umum
Anjurkan pasien untuk tidak mencubit/menggaruk daerah kulit yang sangat gatal
Memotong kuku untuk menghindari penggarukan yang memperberat lesi.
Motivasi pasien untuk rajin mencuci tangan dan membersihkan diri
Menjaga kebersihan kulit pasien
B. Tatalaksana Khusus (Farmakologi)
Oral : Cetirizine tab 10mg 1x1 (bila gatal)
Topikal : Krim Mupirocin 2 % 2 kali sehari setelah mandi selama 7 hari

Prognosis
Quo ad vitam
Quo ad functionam
Quo ad sanationam

: bonam
: bonam
: bonam
BAB II
ANALISIS KASUS

2.1 Analisis Diagnosis Kerja

KASUS

TEORI: Impetigo Krustosa

Epidemiol
ogi

Anak Laki-laki, 6 tahun

Etiologi

Belum dilakukan
pemeriksaan penunjang

Gejala

Lokasi
predileksi

Terutama pada anak-anak


Frekuensinya sama pada pria
dan wanita
Lebih sering didaerah tropis,
musim panas atau cuaca panas dan
lembab
Kebersihan yang kurang dan
hygiene yang buruk (anemia dan
malnutrisi)
Staphylococcus aureus
Streptococcus betahemolyticus
group A

Awalnya 13 hari SMRS ayah os


mengatakan timbul
beberapa
gelembung berisi cairan di daerah
lipat siku lalu meluas ke daerah
wajah yang diawali dengan adanya
trauma
Gelembung ini kemudian pecah
dan mengeluarkan cairan keropeng.

Lesi awal berupa macula


eritematous berukuran 1-2 mm, segera
berubah
menjadi
vesikel
kecil,
berdinding tipis dan kadang kala disertai
halo eritematus.
Vesikula cepat berubah menjadi
pustula.
Vesikula dan pustule mudah
pecah
Sekret purulen yang keluar
kemudian mengeras dan membentuk
krusta
yang
lengket
berwarna
kuning,lunak dan tebal.

Lesi di regio oralis et regio


mentalis et regio cabiti
dextra

Lokalisasi : Wajah (sekitar


hidung & mulut), leher, dan
ekstremitas (daerah ketiak)

Distribusi:
Karakteris multipel
tik
Bentuk: anular

regional,

Efloresensi : Makula
eritematosa miliar sampai

Lesi

Pemeriksa
an
Laboratori
um

Susunan:
diskret,
konfluens
Batas : sirkumskrip
Ukuran: miliar, lentikular,
Efloresensi: krusta eritematosa

lentikular, difus, anular, sirsinar,


vesikel dan bula lentikular difus;
pustula miliar samapai
lentikular; krusta kuning
kecoklatan, berlapis-lapis,
mudah diangkat.

Lab:
Biakan
bakteriologis
Tidak
dilakukan eksudat lesi, Biakan secret dalam media
pemeriksaan penunjang
agar darah dilanjutkan dengan tes
resistensi
Histopatologi

2.2 Analisis Diagnosis Banding

Definisi

EKTIMA

VARISELA

Pioderma
yang
menyerang epidermis dsn
dermis, membentuk ulkus
dangkal yang ditutupi
oleh krusta berlapis.

Infeksi akut primer oleh virus


varisela
zoster
yang
menyerang kulit dan mukosa.
kelainan
kulit
polomorf
terutama berlokasi dibagian
sentral tubuh.

Frekuensi pada anakMenyerang tetutama anakEpidemiolog anak lebih tinggi daripada anak(90%)
Menyerang
dewasa
(2%)
i
dewasa.
Pria dan wanita sama
sisanya menyerang kelompok tertentu.
Panas dan lembab
Transmisi secara aerogen.
Kebersihan yang kurang
Masa penularan lebih kurang 7
dan hygiene yang buruk, serta hari diitung dari timbul gejala kulit.

Etiologi

Manifestasi
Klinik

Pemeriksaa
n Kulit

Pemeriksaa

malnutrisi dan trauma


Komplikasi
penyakit
kulit lain seperti scabies dan
eksema
Streptococcus
betahemolyticus group A
Staphyllococcus
koagulase positif yang merupakan
bakteri sekunder

Lesi awal berupa pustule


atau bula yang cepat membesar
dan menjadi ulkus.
Lesi berbentuk oval atau
bulat dengan diameter 1-3cm,
dikelilingi oleh halo eritem dan
edema.
Ulkus ditutupi krusta
tebal yang melekat dan bewarna
kuning sampai coklat tua.
Jika krusta diangkat
terdapat ulkus purulen, seperti
cangkir
dengan
pinggir
manimbul.
Autoinokulasi
menyebabkan lesi kronik dan lesi
bertambah banyak.
Sakit dan nyeri pada
perabaan di lesi
Lokalisasi : ektremitas
bawah
Efloresensi : Makula
eritematosa lentikular hingga
nummular, vesikel dan pustula
miliar hingga numular, difus,
simestris, serta krusta kehijauan
yang sukar dilepas.

Virus varisela zoster

Gejala prodromal: demam,


malaise, nyeri kepala.
Disusul erupsi kulit berupa
papul eritomatosayang dalam beberapa
jam berubah jadi vesikel.
Vesikel menyerupai tetesan
embun
Vesikel
berubah
keruh
menyerupai pustule kemudian menjadi
krusta
Sementara itu timbul lagi
vesikelvesikel
yang
baru
sehinggatampak gambaran polimorfi
Pembesaran kel getah bening
Keluhan disertai adanya gatal.

Lokalisasi: badan, wajah dan


ekstremitas, selaput lender mata, mulut,
& salurannafas bag atas.
Efloresensi: papul erimatosa,
vesikel,
vesikel berubah keruh
menyerupai pustule miliar, polimorfi

n Penunjang

Mencari etiologi
secret/kerokan kulit

dari

Laboratori
um

Pada sediaan darah tepi


ditemukan penurunan leukosit dan
peningkatan enzim hepatic
bila
keadaan
lab
menungkinkan
dapat
dilakukan
pemeriksaan cairan vesikel dengan
PCRguna membuktikan infeksi DNA
VVZ.

Berupa
peradangan
dalam yang diinfeksi kokus,
dengan infiltrasi PMN dan
pembentukan abses mulai dari
folikel pilosebasea.
Pada
dermis,
ujung
pembuluh darah melebar dan
terdapat sebukan sel PMN
Histopatolo
gi

Diagnosa

Pengobatan

Didasarkan pada umur


penderita, dengan atau
beberapa
lesi
pada
tungkai, yang ditutupi
oleh krusta yang disertai
halo edematous merah.

Ditegakan
berdasarkan
anamnesis, gejala prodromal,
rasa gatal, dan manifestasi
klinis sesuai tempat predileksi
dan morfologi yang khas
varisela.

Pengobatan
bersifat
simptomatik, dgn atipiretik dan
analgetik (paracetamol)
Memperbaiki
hygiene
Gatal dapat diberikan sedative
dan keadaan umum penderita
atau antihistamin
Menjauhkan anak-anak
terapi local untuk mencegah
yang sehat dari anak yang agar vesikeltdk pecah terlalu dini
menderita impetigo krustosa
diberikan bedakyang ditambah dengan
zat anti gatal( mentol./ kamfora)
infeksi sekunder AB oral atau
Umum :

topical
obat antivirus.

Khusus :
Salep kloramfenikol 2%
Prognosis

Baik

Baik

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Impetigo krustosa merupakan penyakit infeksi piogenik kulit superfisial yang disebabkan

oleh Staphylococcus aureus, Streptococcus group A beta-hemolitikus (GABHS), atau kombinasi


keduanya dan digambarkan dengan perubahan vesikel berdinding tipis, diskret, menjadi pustul
dan ruptur serta mengering membentuk krusta Honey-colored. dengan tepi yang mudah
dilepaskan.1,5
Pada negara maju, impetigo krustosa banyak disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan
sedikit oleh Streptococcus group A beta-hemolitikus (Streptococcus pyogenes). Banyak penelitian
yang menemukan 50-60% kasus impetigo krustosa penyebabnya adalah Staphylococcus aureus
dan 20-45% kasus merupakan kombinasi Staphylococcus aureus dengan Streptococcus
pyogenes. Namun di negara berkembang, yang menjadi penyebab utama impetigo krustosa
adalah Streptococcus pyogenes.4,5,6 Staphylococcus aureus banyak terdapat pada faring, hidung,
aksila dan perineal merupakan tempat berkembangnya penyakit impetigo krustosa.2
Epidemiologi
Terjadinya penyakit impetigo krustosa di seluruh dunia tergolong relatif sering. Penyakit
ini banyak terjadi pada anak - anak kisaran usia 2-5 tahun dengan rasio yang sama antara lakilaki dan perempuan. Di Amerika, impetigo merupakan 10% dari penyakit kulit anak yang
menjadi penyakit infeksi kulit bakteri utama dan penyakit kulit peringkat tiga terbesar pada anak.
Di Inggris kejadian impetigo pada anak sampai usia 4 tahun sebanyak 2,8% pertahun dan 1,6%
pada anak usia 5-15 tahun. 1,3,4,6
Impetigo krustosa banyak terjadi pada musim panas dan daerah lembab, seperti Amerika
Selatan yang merupakan daerah endemik dan predominan, dengan puncak insiden di akhir
musim panas. Anak-anak prasekolah dan sekolah paling sering terinfeksi. Pada usia dewasa, lakilaki lebih banyak dibanding perempuan.2 Disamping itu, ada beberapa faktor yang dapat
mendukung terjadinya impetigo krustosa seperti:

Hunian padat

Higiene buruk

Hewan peliharaan

Keadaan yang mengganggu integritas epidermis kulit seperti gigitan


serangga, herpes simpleks, varisela, abrasi, atau luka bakar.1,4,5

Patogenesis

Gambar 1. Struktur Stretoccocus Pyogenes dan substansinya


Impetigo krustosa dimulai ketika trauma kecil terjadi pada kulit normal sebagai portal of
entry yang terpapar oleh kuman melalui kontak langsung dengan pasien atau dengan seseorang
yang menjadi carrier. Kuman tersebut berkembang biak dikulit dan akan menyebabkan
terbentuknya lesi dalam satu sampai dua minggu.6
Cara infeksi pada impetigo krustosa ada 2, yaitu infeksi primer dan infeksi sekunder.
Infeksi Primer
Infeksi primer, biasanya terjadi pada anak-anak. Awalnya, kuman menyebar dari
hidung ke kulit normal (kira-kira 11 hari), kemudian berkembang menjadi lesi pada kulit.

Lesi biasanya timbul di atas kulit wajah (terutama sekitar lubang hidung) atau ekstremitas
setelah trauma.4
Infeksi sekunder
Infeksi sekunder terjadi bila telah ada penyakit kulit lain sebelumnya
(impetiginisasi) seperti dermatitis atopik, dermatitis statis, psoariasis vulgaris, SLE
kronik, pioderma gangrenosum, herpes simpleks, varisela, herpes zoster, pedikulosis,
skabies, infeksi jamur dermatofita, gigitan serangga, luka lecet, luka goresan, dan luka
bakar, dapat terjadi pada semua umur2,7.
Impetigo krustosa biasanya terjadi akibat trauma superfisialis dan robekan pada
epidermis, akibatnya kulit yang mengalami trauma tersebut menghasilkan suatu protein yang
mengakibatkan bakteri dapat melekat dan membentuk suatu infeksi impetigo krustosa 2. Keluhan
biasanya gatal dan nyeri4
Impetigo krustosa sangat menular, berkembang dengan cepat melalui kontak langsung
dari orang ke orang. Impetigo banyak terjadi pada musim panas dan cuaca yang lembab. Pada
anak-anak sumber infeksinya yaitu binatang peliharaan, kuku tangan yang kotor, anak-anak
lainnya di sekolah, daerah rumah kumuh, sedangkan pada dewasa sumbernya yaitu tukang cukur,
salon kecantikan, kolam renang, dan dari anak-anak yang telah terinfeksi5.

Histopatologi
Terjadinya inflamasi superfisialis pada folikel pilosebaseus bagian atas. Terdapat

vesikopustul di subkorneum yang berisi coccus serta debris berupa leukosit dan sel epidermis.
Pada dermis terjadi inflamasi ringan yang ditandai dengan dilatasi pembuluh darah, edema, dan
infiltrasi leukosit polimorfonuklear. 5 Seringkali terjadi spongiosis yang mendasari pustula. Pada
lesi terdapat kokus Gram positif.2

Manifestasi Klinis
Impetigo krustosa dapat terjadi di mana saja pada tubuh, tetapi biasanya pada bagian

tubuh yang sering terpapar dari luar misalnya wajah, leher, dan ekstremitas. Impetigo Krustosa
diawali dengan munculnya eritema berukuran kurang lebih 2 mm yang dengan cepat membentuk

vesikel, bula atau pustul berdinding tipis. Kemudian vesikel, bula atau pustul tersebut ruptur
menjadi erosi kemudian eksudat seropurulen mengering dan menjadi krusta yang berwarna
kuning keemasan (honey-colored) dan dapat meluas lebih dari 2 cm. Lesi biasanya berkelompok
dan sering konfluen meluas secara irreguler. Pada kulit dengan banyak pigmen, lesi dapat disertai
hipopigmentasi atau hiperpigmentasi. Krusta pada akhirnya mengering dan lepas dari dasar yang
eritema tanpa pembentukan jaringan scar.1,4,5,8
Lesi dapat membesar dan meluas mengenai lokasi baru dalam waktu beberapa minggu
apabila tidak diobati. Pada beberapa orang lesi dapat remisi spontan dalam 2-3 minggu atau lebih
lama terutama bila terdapat penyakit akibat parasit atau pada iklim panas dan lembab, namun lesi
juga dapat meluas ke dermis membentuk ulkus (ektima).1,4
Kelenjar limfe regional dapat mengalami pembesaran pada 90% pasien tanpa pengobatan
(terutama pada infeksi Streptococcus) dan dapat disertai demam. Membran mukosa jarang
terlibat. 1,4,5

Gambar 2. impetigo krustosa di ekstremitas superior pada anak-anak1.

Gambar 3. impetigo krustosa di sekitar lubang hidung dan mulut pada anak- anak4.

Diagnosis
Diagnosis impetigo krustosa ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan

mengidentifikasi tanda dan gejala yang ada dan dapat dibantu dengan pemeriksaan penunjang
seperti pewarnaan Gram, biakan kuman, dan tes serologi serta histopatologi.2,8
Pada pulasan gram, ditemukan coccus Gram positif yang lebih terlihat bila pemeriksaan
dilakukan saat lesi masih berupa vesikel. Biasanya diperlukan pemeriksaan biakan kuman dan
sensitivitas bila terapi tidak menghasilkan respon baik yang menunjukkan sudah terjadi resistensi
kuman. Pada pemeriksaan serologi didapatkan ASO titer positif lemah pada pioderma
streptococcus. Leukositosis ditemukan pada sebagian penderita impetigo krustosa. 2,8

Diagnosis Banding
Diagnosis banding Impetigo krustosa terdiri dari:
Dermatitis Atopik
Terdapat riwayat atopik seperti asma, rhinitis alergika. Lesi pruritus kronik dan kulit
kering abnormal dapat disertai likenifikasi.3,9
Dermatitis Kontak
Gatal pada daerah sensitif yang kontak dengan bahan iritan. 3
Herpes Simpleks
Vesikel dengan dasar eritema yang ruptur menjadi erosi ditutupi krusta. Umumnya
terdapat demam, malaise, disertai limfadenopati. 3,9
Varisela
Terdapat gejala prodomal seperti demam, malaise, anoreksia. Vesikel dinding tipis
dengan dasar eritema (bermula di trunkus dan menyebar ke wajah dan ekstremitas)
yang kemudian ruptur membentuk krusta (lesi berbagai stadium).3
Kandidiasis
Kandidiasis (infeksi jamur candida): papul eritem, basah, umumnya di daerah selaput
lendir atau daerah lipatan. 3
Diskoid lupus eritematous
Ditemukan (plak), batas tegas yang mengenai sampai folikel rambut. 3

Ektima
Lesi berkrusta yang menutupi daerah ulkus yang menetap selama beberapa minggu
dan sembuh dengan jaringan parut bila menginfeksi dermis. 3
Gigitan serangga
Terdapat papul pada daerah gigitan, dapat nyeri. 3
Skabies
Papul yang kecil dan menyebar, terdapat terowongan pada sela-sela jari, gatal pada
malam hari.3

Komplikasi
Ektima
Impetigo yang tidak diobati dapat meluas lebih dalam dan penetrasi ke epidermis
menjadi ektima. Ektima merupakan pioderma pada jaringan kutan yang ditandai
dengan adanya ulkus dan krusta tebal.4,5
Selulitis dan Erisepelas
Impetigo krustosa dapat menjadi infeksi invasif menyebabkan terjadinya selulitis dan
erisepelas, meskipun jarang terjadi. Selulitis merupakan peradangan akut kulit yang
mengenai jaringan subkutan (jaringan ikat longgar) yang ditandai dengan eritema
setempat, ketegangan kulit disertai malaise, menggigil dan demam. Sedangkan
erisepelas merupakan peradangan kulit yang melibatkan pembuluh limfe superfisial
ditandai dengan eritema dan tepi meninggi, panas, bengkak, dan biasanya disertai
gejala prodromal.1,4,5
Glomerulonefritis Post Streptococcal
Komplikasi utama dan serius dari impetigo krustosa yang umumnya disebabkan oleh
Streptococcus group A beta-hemolitikus ini yaitu glomerulonefritis akut (2%-5%).
Penyakit ini lebih sering terjadi pada anak-anak usia kurang dari 6 tahun. Tidak ada
bukti yang menyatakan glomerulonefritis terjadi pada impetigo yang disebabkan oleh
Staphylococcus. Insiden glomerulonefritis (GNA) berbeda pada setiap individu,

tergantung dari strain potensial yang menginfeksi nefritogenik. Faktor yang berperan
penting atas terjadinya GNAPS yaitu serotipe Streptococcus strain 49, 55, 57,dan 60
serta strain M-tipe 2. Periode laten berkembangnya nefritis setelah pioderma
streptococcal sekitar 18-21 hari. Kriteria diagnosis GNAPS ini terdiri dari hematuria
makroskopik atau mikroskopik, edema yang diawali dari regio wajah, dan
hipertensi.1,5

Penatalaksanaan

A. Umum

Menjaga kebersihan agar tetap sehat dan terhindar dari infeksi kulit.9

Menindaklanjuti luka akibat gigitan serangga dengan mencuci area kulit yang terkena
untuk mencegah infeksi. 9

Mengurangi kontak dekat dengan penderita 9

Bila diantara anggota keluarga ada yang mengalami impetigo diharapkan dapat
melakukan beberapa tindakan pencegahan berupa: 9
-

Mencuci bersih area lesi (membersihkan krusta) dengan sabun dan air mengalir
serta membalut lesi.

Mencuci pakaian, kain, atau handuk penderita setiap hari dan tidak menggunakan
peralatan harian bersama-sama.

Menggunakan sarung tangan ketika mengolesi obat topikal dan setelah itu
mencuci tangan sampai bersih.

Memotong kuku untuk menghindari penggarukan yang memperberat lesi.

Memotivasi penderita untuk sering mencuci tangan.

B. Khusus
Pada

prinsipnya,

pengobatan

impetigo

krustosa

bertujuan

untuk

memberikan

kenyamanan dan perbaikan pada lesi serta mencegah penularan infeksi dan kekambuhan.3
1. Terapi Sistemik
Pemberian antibiotik sistemik pada impetigo diindikasikan bila terdapat lesi yang
luas atau berat, limfadenopati, atau gejala sistemik.1
a. Pilihan Pertama (Golongan Lactam)
-

Golongan Penicilin (bakterisid)

o Amoksisilin + Asam klavulanat


Dosis 2x 250-500 mg/hari (25 mg/kgBB) selama 10 hari.3
-

Golongan Sefalosporin generasi-ke1 (bakterisid)


o Sefaleksin
Dosis 4x 250-500 mg/hari (40-50 mg/kgBB/hari) selama 10 hari.3
o Kloksasilin
Dosis 4x 250-500 mg/hari selama 10 hari.3

b. Pilihan Kedua
-

Golongan Makrolida (bakteriostatik)


o Eritromisin
Dosis 30-50mg/kgBB/hari. 4
o Azitromisin
Dosis 500 mg/hari untuk hari ke-1 dan dosis 250 mg/hari untuk hari ke-2
sampai hari ke-4.4

2.

Terapi Topikal
Penderita diberikan antibiotik topikal bila lesi terbatas, terutama pada wajah dan
penderita sehat secara fisik. Pemberian obat topikal ini dapat sebagai profilaksis
terhadap penularan infeksi pada saat anak melakukan aktivitas disekolah atau tempat
lainnya. Antibiotik topikal diberikan 2-3 kali sehari selama 7-10 hari.5,6
o

Mupirocin
Mupirocin (pseudomonic acid) merupakan antibiotik yang berasal dari
Pseudomonas fluorescent .Mekanisme kerja mupirocin yaitu menghambat sintesis
protein (asam amino) dengan mengikat isoleusil-tRNA sintetase sehingga
menghambat aktivitas coccus Gram positif seperti Staphylococcus dan sebagian
besar Streptococcus. Salap mupirocin 2% diindikasikan untuk pengobatan impetigo
yang disebabkan Staphylococcus dan Streptococcus pyogenes.10

Asam Fusidat
Asam Fusidat merupakan antibiotik yang berasal dari Fusidium coccineum.
Mekanisme kerja asam fusidat yaitu menghambat sintesis protein. Salap atau krim
asam fusidat 2% aktif melawan kuman gram positif dan telah teruji sama efektif
dengan mupirocin topikal.11

Bacitracin

Baciracin merupakan antibiotik polipeptida siklik yang berasal dari Strain


Bacillus Subtilis. Mekanisme kerja bacitracin yaitu menghambat sintesis dinding sel
bakteri dengan menghambat defosforilasi ikatan membran lipid pirofosfat sehingga
aktif melawan coccus Gram positif seperti Staphylococcus dan Streptococcus.
Bacitracin topikal efektif untuk pengobatan infeksi bakteri superfisial kulit seperti
impetigo.10
Retapamulin

Retapamulin bekerja menghambat sintesis protein dengan berikatan dengan


subunit 50S ribosom pada protein L3 dekat dengan peptidil transferase. Salap
Retapamulin 1% telah diterima oleh Food and Drug Administraion (FDA) pada
tahun 2007 sebagai terapi impetigo pada remaja dan anak-anak diatas 9 bulan dan
telah menunjukkan aktivitasnya melawan kuman yang resisten terhadap beberapa
obat seperti metisilin, eritromisin, asam fusidat, mupirosin, azitromisin.6

Prognosis
Pada beberapa individu, bila tidak ada penyakit lain sebelumnya impetigo krustosa dapat

membaik spontan dalam 2-3 minggu. Namun, bila tidak diobati impetigo krustosa dapat bertahan
dan menyebabkan lesi pada tempat baru serta menyebabkan komplikasi berupa ektima, dan dapat
menjadi erisepelas, selulitis, atau bakteriemi.4,7 Dapat pula terjadi Staphylococcal Scalded Skin
Syndrome (SSSS) pada bayi dan dewasa yang mengalami immunocompromised atau gangguan
fungsi ginjal. Bila terjadi komplikasi glomerulonefritis akut, prognosis anak- anak lebih baik
daripada dewasa.5

DAFTAR PUSTAKA

Hay R.J, B.M Adriaans. Bacterial Infection. In: Burns T, Brethnach S, Cox N, Griffiths C
(eds). Rooks Text Book of Dermatology. 7th ed. Turin: Blackwell. 2004. p.27.13-15.

Heyman W.R, Halpern V. Bacterial Infection. Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP (eds).
Dermatology. 2nd ed. Spain: Mosby Elsevier. 2008. p.1075-77.

Cole C, Gazewood J. Diagnosis and Treatment of Impetigo. American Academy of


Family

Physician.

Vol.75.

No.6.

2007.

p.859-864.

Diunduh

dari:

http://www.sepeap.org/archivos/pdf/10524.pdf
4

Craft N, Peter K.L, Matthew Z.W, Morton N.S, Richard S.J. Superficial Cutaneous
Infection and Pyodermas. In: Wolff K et all (eds). Fitzpatricks Dermatology in General
Medicine. Vol 2. 7th Ed. New York: McGraw Hill. 2008. p.1695-1705.

Arnold, Odom, James. Bacterial Infection. In: James W.D, Berger T.G, Elston D.M (eds).
Andrews Disease of the Skin Clinical Dermatology. 10th Ed. Canada: Saunders Elsevier.
2006. p.255-6.

Amini Sadegh. Impetigo. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/1109204treatment. Last update: May 20, 2010.

Norrby A, Teglund, Kotb M. Host Microbe Interactions in The Pathogenesis of Invasive


Group A Streptococcal Infections. Journal Medical Microbiology. Vol.49. 2000. p.84952.

Trozak D.J, Tennenhouse D.J, Russel D.J. Impetigo (Impetigo Crustosa). In: Skolnik N.S
(eds). Dermatology Skills For Primary Care: An Ilustrated Guide. New Jersey: Humana
Press. 2006. p.317-23.

Wolff K, Richard Allen Johnson. Color Atlas and Sypnosis Of Clinical Dermatology.
Part 3rd. 9th Ed. New york: McGraw Hill. 2009. p.597-604.

10 Bonner M.W, Benson P.M, James W.D. Topical Antiboiotics. In: Wolff K et all (eds).
Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. Vol 2. 7th Ed. New York: McGraw Hill.
2008. p.2113-15.

11 Koning S at all. Fusidic Acid Cream in The Treatment of Impetigo in General Practice:
Double Blind Randomised Placebo Controlled Trial. British Medical Journal. 2002.
Vol.324. p.203. Diunduh dari:
http://www.bmj.com/cgi/content/full/324/7331/203

Anda mungkin juga menyukai