IMPETIGO KRUSTOSA
Pembimbing :
dr. Sri Katon Sulistyaningrum, Sp.KK
Disusun Oleh :
Muhammad Anka Pradana Putra
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur kehadirat
karunia Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Laporan Kasus ini tepat
waktu. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW,
keluarga, serta para pengikutnya hingga akhir zaman.
dengan tujuan memenuhi tugas di stase ilmu kulit kelamin dan juga menambah
khazanah ilmu tentang Impetigo krustosa
Terimakasih
penulis
ucapkan
kepada
pembimbing
dr. Sri
Katon
Penulis
BAB I
STATUS PASIEN
IDENTIFIKASI PASIEN
Nama
: An. A
Umur
: 6 Tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Alamat
Tanggal Pemeriksaan
: 11/10/2016
ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Bercak merah di wajah, dan lipat siku sejak 2 minggu yang lalu
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Bercak Merak di wajah, dan lipat siku sejak 2 minggu yang lalu disertai rasa gatal.
Bercak berawal dari lipat siku diakibatkan trauma dan terus dilakukan garukan hingga
meluas ke wajah dengan bentuk awal gelembung. Gatal hilang timbul disertai rasa nyeri
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Belum pernah mengalami keluhan yang sama
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat keluhan seperti yang dialami oleh
pasien.
E. Riwayat Imunisasi
Lengkap
F. Riwayat Pengobatan
Disangkal
G. Riwayat Alergi
Disangkal
H. Riwayat Psikososial
Dilingkungan sekitar pasien, tidak ada yang menderita penyakit seperti ini.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
: Baik
Kesadaran
Tekanan darah
Laju nadi
Laju napas
Suhu
: Compos Mentis
: Tidak dilakukan
: 100 x/menit
: 20 x/menit
: 36.5OC
PEMERIKSAAN GENERALIS
Kepala
Mata :
Hidung
Telinga
Mulut :
Tenggorokan :
KGB :
Thorax
Jantung
Paru
Abdomen
Ekstremitas :
Inferior
A. Pemeriksaan Dermatologis
B. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan
Resume Kasus
Pasien anak laki-laki usia 6 tahun datang dengan keluhan bercak merah di wajah, dan
lipat siku sejak 2 minggu yang lalu. Bercak merah berawal dari lipat siku diakibatkan trauma
yang meluas ke wajah dan disertai gatal hingga nyeri diakibatkan luka bekas garukan.
Pemeriksaan dermatologis didapatkan regio oralis et regio mentalis et regio cubiti dextra
dengan gambaran krusta eritematosa, batas sirkumskrip, ukuran milier hingga lentikular ,
bentuk anular, diskret, jumlah multiple.
Diagnosis
A. Diagnosis Banding
Impetigo Krustosa
Ektima
Varisela
B. Diagnosis Kerja
Impetigo Krustosa
Tatalaksana
A. Tatalaksana Umum
Anjurkan pasien untuk tidak mencubit/menggaruk daerah kulit yang sangat gatal
Memotong kuku untuk menghindari penggarukan yang memperberat lesi.
Motivasi pasien untuk rajin mencuci tangan dan membersihkan diri
Menjaga kebersihan kulit pasien
B. Tatalaksana Khusus (Farmakologi)
Oral : Cetirizine tab 10mg 1x1 (bila gatal)
Topikal : Krim Mupirocin 2 % 2 kali sehari setelah mandi selama 7 hari
Prognosis
Quo ad vitam
Quo ad functionam
Quo ad sanationam
: bonam
: bonam
: bonam
BAB II
ANALISIS KASUS
KASUS
Epidemiol
ogi
Etiologi
Belum dilakukan
pemeriksaan penunjang
Gejala
Lokasi
predileksi
Distribusi:
Karakteris multipel
tik
Bentuk: anular
regional,
Efloresensi : Makula
eritematosa miliar sampai
Lesi
Pemeriksa
an
Laboratori
um
Susunan:
diskret,
konfluens
Batas : sirkumskrip
Ukuran: miliar, lentikular,
Efloresensi: krusta eritematosa
Lab:
Biakan
bakteriologis
Tidak
dilakukan eksudat lesi, Biakan secret dalam media
pemeriksaan penunjang
agar darah dilanjutkan dengan tes
resistensi
Histopatologi
Definisi
EKTIMA
VARISELA
Pioderma
yang
menyerang epidermis dsn
dermis, membentuk ulkus
dangkal yang ditutupi
oleh krusta berlapis.
Frekuensi pada anakMenyerang tetutama anakEpidemiolog anak lebih tinggi daripada anak(90%)
Menyerang
dewasa
(2%)
i
dewasa.
Pria dan wanita sama
sisanya menyerang kelompok tertentu.
Panas dan lembab
Transmisi secara aerogen.
Kebersihan yang kurang
Masa penularan lebih kurang 7
dan hygiene yang buruk, serta hari diitung dari timbul gejala kulit.
Etiologi
Manifestasi
Klinik
Pemeriksaa
n Kulit
Pemeriksaa
n Penunjang
Mencari etiologi
secret/kerokan kulit
dari
Laboratori
um
Berupa
peradangan
dalam yang diinfeksi kokus,
dengan infiltrasi PMN dan
pembentukan abses mulai dari
folikel pilosebasea.
Pada
dermis,
ujung
pembuluh darah melebar dan
terdapat sebukan sel PMN
Histopatolo
gi
Diagnosa
Pengobatan
Ditegakan
berdasarkan
anamnesis, gejala prodromal,
rasa gatal, dan manifestasi
klinis sesuai tempat predileksi
dan morfologi yang khas
varisela.
Pengobatan
bersifat
simptomatik, dgn atipiretik dan
analgetik (paracetamol)
Memperbaiki
hygiene
Gatal dapat diberikan sedative
dan keadaan umum penderita
atau antihistamin
Menjauhkan anak-anak
terapi local untuk mencegah
yang sehat dari anak yang agar vesikeltdk pecah terlalu dini
menderita impetigo krustosa
diberikan bedakyang ditambah dengan
zat anti gatal( mentol./ kamfora)
infeksi sekunder AB oral atau
Umum :
topical
obat antivirus.
Khusus :
Salep kloramfenikol 2%
Prognosis
Baik
Baik
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Impetigo krustosa merupakan penyakit infeksi piogenik kulit superfisial yang disebabkan
Hunian padat
Higiene buruk
Hewan peliharaan
Patogenesis
Lesi biasanya timbul di atas kulit wajah (terutama sekitar lubang hidung) atau ekstremitas
setelah trauma.4
Infeksi sekunder
Infeksi sekunder terjadi bila telah ada penyakit kulit lain sebelumnya
(impetiginisasi) seperti dermatitis atopik, dermatitis statis, psoariasis vulgaris, SLE
kronik, pioderma gangrenosum, herpes simpleks, varisela, herpes zoster, pedikulosis,
skabies, infeksi jamur dermatofita, gigitan serangga, luka lecet, luka goresan, dan luka
bakar, dapat terjadi pada semua umur2,7.
Impetigo krustosa biasanya terjadi akibat trauma superfisialis dan robekan pada
epidermis, akibatnya kulit yang mengalami trauma tersebut menghasilkan suatu protein yang
mengakibatkan bakteri dapat melekat dan membentuk suatu infeksi impetigo krustosa 2. Keluhan
biasanya gatal dan nyeri4
Impetigo krustosa sangat menular, berkembang dengan cepat melalui kontak langsung
dari orang ke orang. Impetigo banyak terjadi pada musim panas dan cuaca yang lembab. Pada
anak-anak sumber infeksinya yaitu binatang peliharaan, kuku tangan yang kotor, anak-anak
lainnya di sekolah, daerah rumah kumuh, sedangkan pada dewasa sumbernya yaitu tukang cukur,
salon kecantikan, kolam renang, dan dari anak-anak yang telah terinfeksi5.
Histopatologi
Terjadinya inflamasi superfisialis pada folikel pilosebaseus bagian atas. Terdapat
vesikopustul di subkorneum yang berisi coccus serta debris berupa leukosit dan sel epidermis.
Pada dermis terjadi inflamasi ringan yang ditandai dengan dilatasi pembuluh darah, edema, dan
infiltrasi leukosit polimorfonuklear. 5 Seringkali terjadi spongiosis yang mendasari pustula. Pada
lesi terdapat kokus Gram positif.2
Manifestasi Klinis
Impetigo krustosa dapat terjadi di mana saja pada tubuh, tetapi biasanya pada bagian
tubuh yang sering terpapar dari luar misalnya wajah, leher, dan ekstremitas. Impetigo Krustosa
diawali dengan munculnya eritema berukuran kurang lebih 2 mm yang dengan cepat membentuk
vesikel, bula atau pustul berdinding tipis. Kemudian vesikel, bula atau pustul tersebut ruptur
menjadi erosi kemudian eksudat seropurulen mengering dan menjadi krusta yang berwarna
kuning keemasan (honey-colored) dan dapat meluas lebih dari 2 cm. Lesi biasanya berkelompok
dan sering konfluen meluas secara irreguler. Pada kulit dengan banyak pigmen, lesi dapat disertai
hipopigmentasi atau hiperpigmentasi. Krusta pada akhirnya mengering dan lepas dari dasar yang
eritema tanpa pembentukan jaringan scar.1,4,5,8
Lesi dapat membesar dan meluas mengenai lokasi baru dalam waktu beberapa minggu
apabila tidak diobati. Pada beberapa orang lesi dapat remisi spontan dalam 2-3 minggu atau lebih
lama terutama bila terdapat penyakit akibat parasit atau pada iklim panas dan lembab, namun lesi
juga dapat meluas ke dermis membentuk ulkus (ektima).1,4
Kelenjar limfe regional dapat mengalami pembesaran pada 90% pasien tanpa pengobatan
(terutama pada infeksi Streptococcus) dan dapat disertai demam. Membran mukosa jarang
terlibat. 1,4,5
Gambar 3. impetigo krustosa di sekitar lubang hidung dan mulut pada anak- anak4.
Diagnosis
Diagnosis impetigo krustosa ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan
mengidentifikasi tanda dan gejala yang ada dan dapat dibantu dengan pemeriksaan penunjang
seperti pewarnaan Gram, biakan kuman, dan tes serologi serta histopatologi.2,8
Pada pulasan gram, ditemukan coccus Gram positif yang lebih terlihat bila pemeriksaan
dilakukan saat lesi masih berupa vesikel. Biasanya diperlukan pemeriksaan biakan kuman dan
sensitivitas bila terapi tidak menghasilkan respon baik yang menunjukkan sudah terjadi resistensi
kuman. Pada pemeriksaan serologi didapatkan ASO titer positif lemah pada pioderma
streptococcus. Leukositosis ditemukan pada sebagian penderita impetigo krustosa. 2,8
Diagnosis Banding
Diagnosis banding Impetigo krustosa terdiri dari:
Dermatitis Atopik
Terdapat riwayat atopik seperti asma, rhinitis alergika. Lesi pruritus kronik dan kulit
kering abnormal dapat disertai likenifikasi.3,9
Dermatitis Kontak
Gatal pada daerah sensitif yang kontak dengan bahan iritan. 3
Herpes Simpleks
Vesikel dengan dasar eritema yang ruptur menjadi erosi ditutupi krusta. Umumnya
terdapat demam, malaise, disertai limfadenopati. 3,9
Varisela
Terdapat gejala prodomal seperti demam, malaise, anoreksia. Vesikel dinding tipis
dengan dasar eritema (bermula di trunkus dan menyebar ke wajah dan ekstremitas)
yang kemudian ruptur membentuk krusta (lesi berbagai stadium).3
Kandidiasis
Kandidiasis (infeksi jamur candida): papul eritem, basah, umumnya di daerah selaput
lendir atau daerah lipatan. 3
Diskoid lupus eritematous
Ditemukan (plak), batas tegas yang mengenai sampai folikel rambut. 3
Ektima
Lesi berkrusta yang menutupi daerah ulkus yang menetap selama beberapa minggu
dan sembuh dengan jaringan parut bila menginfeksi dermis. 3
Gigitan serangga
Terdapat papul pada daerah gigitan, dapat nyeri. 3
Skabies
Papul yang kecil dan menyebar, terdapat terowongan pada sela-sela jari, gatal pada
malam hari.3
Komplikasi
Ektima
Impetigo yang tidak diobati dapat meluas lebih dalam dan penetrasi ke epidermis
menjadi ektima. Ektima merupakan pioderma pada jaringan kutan yang ditandai
dengan adanya ulkus dan krusta tebal.4,5
Selulitis dan Erisepelas
Impetigo krustosa dapat menjadi infeksi invasif menyebabkan terjadinya selulitis dan
erisepelas, meskipun jarang terjadi. Selulitis merupakan peradangan akut kulit yang
mengenai jaringan subkutan (jaringan ikat longgar) yang ditandai dengan eritema
setempat, ketegangan kulit disertai malaise, menggigil dan demam. Sedangkan
erisepelas merupakan peradangan kulit yang melibatkan pembuluh limfe superfisial
ditandai dengan eritema dan tepi meninggi, panas, bengkak, dan biasanya disertai
gejala prodromal.1,4,5
Glomerulonefritis Post Streptococcal
Komplikasi utama dan serius dari impetigo krustosa yang umumnya disebabkan oleh
Streptococcus group A beta-hemolitikus ini yaitu glomerulonefritis akut (2%-5%).
Penyakit ini lebih sering terjadi pada anak-anak usia kurang dari 6 tahun. Tidak ada
bukti yang menyatakan glomerulonefritis terjadi pada impetigo yang disebabkan oleh
Staphylococcus. Insiden glomerulonefritis (GNA) berbeda pada setiap individu,
tergantung dari strain potensial yang menginfeksi nefritogenik. Faktor yang berperan
penting atas terjadinya GNAPS yaitu serotipe Streptococcus strain 49, 55, 57,dan 60
serta strain M-tipe 2. Periode laten berkembangnya nefritis setelah pioderma
streptococcal sekitar 18-21 hari. Kriteria diagnosis GNAPS ini terdiri dari hematuria
makroskopik atau mikroskopik, edema yang diawali dari regio wajah, dan
hipertensi.1,5
Penatalaksanaan
A. Umum
Menjaga kebersihan agar tetap sehat dan terhindar dari infeksi kulit.9
Menindaklanjuti luka akibat gigitan serangga dengan mencuci area kulit yang terkena
untuk mencegah infeksi. 9
Bila diantara anggota keluarga ada yang mengalami impetigo diharapkan dapat
melakukan beberapa tindakan pencegahan berupa: 9
-
Mencuci bersih area lesi (membersihkan krusta) dengan sabun dan air mengalir
serta membalut lesi.
Mencuci pakaian, kain, atau handuk penderita setiap hari dan tidak menggunakan
peralatan harian bersama-sama.
Menggunakan sarung tangan ketika mengolesi obat topikal dan setelah itu
mencuci tangan sampai bersih.
B. Khusus
Pada
prinsipnya,
pengobatan
impetigo
krustosa
bertujuan
untuk
memberikan
kenyamanan dan perbaikan pada lesi serta mencegah penularan infeksi dan kekambuhan.3
1. Terapi Sistemik
Pemberian antibiotik sistemik pada impetigo diindikasikan bila terdapat lesi yang
luas atau berat, limfadenopati, atau gejala sistemik.1
a. Pilihan Pertama (Golongan Lactam)
-
b. Pilihan Kedua
-
2.
Terapi Topikal
Penderita diberikan antibiotik topikal bila lesi terbatas, terutama pada wajah dan
penderita sehat secara fisik. Pemberian obat topikal ini dapat sebagai profilaksis
terhadap penularan infeksi pada saat anak melakukan aktivitas disekolah atau tempat
lainnya. Antibiotik topikal diberikan 2-3 kali sehari selama 7-10 hari.5,6
o
Mupirocin
Mupirocin (pseudomonic acid) merupakan antibiotik yang berasal dari
Pseudomonas fluorescent .Mekanisme kerja mupirocin yaitu menghambat sintesis
protein (asam amino) dengan mengikat isoleusil-tRNA sintetase sehingga
menghambat aktivitas coccus Gram positif seperti Staphylococcus dan sebagian
besar Streptococcus. Salap mupirocin 2% diindikasikan untuk pengobatan impetigo
yang disebabkan Staphylococcus dan Streptococcus pyogenes.10
Asam Fusidat
Asam Fusidat merupakan antibiotik yang berasal dari Fusidium coccineum.
Mekanisme kerja asam fusidat yaitu menghambat sintesis protein. Salap atau krim
asam fusidat 2% aktif melawan kuman gram positif dan telah teruji sama efektif
dengan mupirocin topikal.11
Bacitracin
Prognosis
Pada beberapa individu, bila tidak ada penyakit lain sebelumnya impetigo krustosa dapat
membaik spontan dalam 2-3 minggu. Namun, bila tidak diobati impetigo krustosa dapat bertahan
dan menyebabkan lesi pada tempat baru serta menyebabkan komplikasi berupa ektima, dan dapat
menjadi erisepelas, selulitis, atau bakteriemi.4,7 Dapat pula terjadi Staphylococcal Scalded Skin
Syndrome (SSSS) pada bayi dan dewasa yang mengalami immunocompromised atau gangguan
fungsi ginjal. Bila terjadi komplikasi glomerulonefritis akut, prognosis anak- anak lebih baik
daripada dewasa.5
DAFTAR PUSTAKA
Hay R.J, B.M Adriaans. Bacterial Infection. In: Burns T, Brethnach S, Cox N, Griffiths C
(eds). Rooks Text Book of Dermatology. 7th ed. Turin: Blackwell. 2004. p.27.13-15.
Heyman W.R, Halpern V. Bacterial Infection. Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP (eds).
Dermatology. 2nd ed. Spain: Mosby Elsevier. 2008. p.1075-77.
Physician.
Vol.75.
No.6.
2007.
p.859-864.
Diunduh
dari:
http://www.sepeap.org/archivos/pdf/10524.pdf
4
Craft N, Peter K.L, Matthew Z.W, Morton N.S, Richard S.J. Superficial Cutaneous
Infection and Pyodermas. In: Wolff K et all (eds). Fitzpatricks Dermatology in General
Medicine. Vol 2. 7th Ed. New York: McGraw Hill. 2008. p.1695-1705.
Arnold, Odom, James. Bacterial Infection. In: James W.D, Berger T.G, Elston D.M (eds).
Andrews Disease of the Skin Clinical Dermatology. 10th Ed. Canada: Saunders Elsevier.
2006. p.255-6.
Amini Sadegh. Impetigo. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/1109204treatment. Last update: May 20, 2010.
Trozak D.J, Tennenhouse D.J, Russel D.J. Impetigo (Impetigo Crustosa). In: Skolnik N.S
(eds). Dermatology Skills For Primary Care: An Ilustrated Guide. New Jersey: Humana
Press. 2006. p.317-23.
Wolff K, Richard Allen Johnson. Color Atlas and Sypnosis Of Clinical Dermatology.
Part 3rd. 9th Ed. New york: McGraw Hill. 2009. p.597-604.
10 Bonner M.W, Benson P.M, James W.D. Topical Antiboiotics. In: Wolff K et all (eds).
Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. Vol 2. 7th Ed. New York: McGraw Hill.
2008. p.2113-15.
11 Koning S at all. Fusidic Acid Cream in The Treatment of Impetigo in General Practice:
Double Blind Randomised Placebo Controlled Trial. British Medical Journal. 2002.
Vol.324. p.203. Diunduh dari:
http://www.bmj.com/cgi/content/full/324/7331/203