Anda di halaman 1dari 9

PENGARUH PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN (PMT)

TERHADAP PERUBAHAN BERAT BADAN ANAK GIZI BURUK,USIA 6


60 BULAN DI THERAPEUTIC FEEDING CENTER (TFC), KECAMATAN
MALAKA TENGAH, KABUPATEN BELU, NUSA TENGGARA TIMUR
Maria Dominggas Nahak1, Herawati2, Yeny Sulistyowati3
INTISARI
Latar Belakang : Balita gizi buruk dapat mengakibatkan kematian pada bayi dan anak. Dari hasil Riskesdas tahun
2010, 4,9% menderita gizi buruk. Di NTT 9,0% menderita gizi buruk. Intervensi untuk pemulihan anak penderita
gizi buruk melalui Therapeutic Feeding Center (TFC) adalah memberikan makanan tambahan berupa formula WHO
dan biskuat.
Tujuan : Untuk mengetahui pengaruh pemberian makanan tambahan terhadap perubahan berat badan pada anak
gizi buruk.
Metode Penelitian : Penelitian ini menggunakan One Group Before And After Design. Penelitian ini dilakukan di
Therapeutic Feeding Center, Kecamatan Malaka Tengah, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur. Sebanyak 14
anak diteliti sebagai subjek penelitian. Data yang dikumpulkan meliputi BB saat masuk, berat badan sesudah
perawatan dan menu makanan yang diberikan selama di TFC. Untuk menguji hipotesis digunakan uji t-test.
Hasil : Menu makanan yang diberikan selama perawatan adalah makanan lengkap dan PMT (f-75, f-100, f-135 dan
biskuat). Berat badan rata-rata awal perawatan anak gizi buruk 7,34 kg dan berat badan rata-rata akhir perawatan
8,08 kg. Rata-rata perubahan berat badan 0,74 kg. Dari hasil uji t-tes diperoleh ada pengaruh bermakna (p<0,05).
Kesimpulan : Ada pengaruh pemberian makanan tambahan terhadap perubahan berat badan anak gizi buruk selama
di Therapeutic Feeding Center (TFC).
Kata Kunci : Pemberian Makanan Tambahan, perubahan berat badan, gizi buruk.

Mahasiswa Ilmu Gizi Universitas Respati Yogyakarta


Dosen Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Yogyakarta
3
Dosen Ilmu Gizi Universitas Respati Yogyakarta
2

THE EFFECT OF SUPPLEMENTARY FEEDING (PMT) TO WEIGHT


CHANGE OF SEVERE UNDERNOURISHED CHILDREN OF AGE OF 660 MONTHS IN THERAPEUTIC FEEDING CENTER (TFC), OF
MALAKA TENGAH SUBDISTRICT, BELU REGENCY,
NUSA TENGGARA TIMUR PROVINCE
Maria Dominggas Nahak1, Herawati2, Yeny Sulistyowati3
ABSTRACT
Background: Severe undernourished can cause death for babies and children. From the Riskesdas result 2010, 4.9%
are suffering severe undernourished. In Nusa Tenggara Timur Province, 9.0% of children are suffering severe
undernourished. Intervention to healing of severe undernourished through Therapeutic Feeding Center (TFC) is to
supplementary feeding as WHO and biskuat formulation.
Objective: To find out the effect of supplementary feeding to weight change of severe undernourished children.
Research Method: This research design is One Group Before and After Design. This research is conducted in
Therapeutic Feeding Centre, Subdistrict Malaka Tengah, Belu Regency, Nusa Tenggara Timur Province. Fourteenth
children have been observed as the research subject. The data that is collected are BB of before and after the
treatment and menu. To test the hypothesis, is used t-test.
Result: Menu that is given during treatment in TFC is complete food and supplementary feeding (f-75, f-100, f-135,
and biskuat). The childrens average weight before the treatment of severe undernourished children is 7.34 kg and
after the treatment is 8.08 kg. The average weight change is 0.74. From the hypothesis test, found that there is
significant effect (p<0.05) of supplementary feeding to weigth change.
Conclusion: There is an effect of supplementary feeding to weight change of severe undernourished children during
in Therapeutic Feeding Center (TFC).
Keywords: Supplementary feeding, weight change, severe undernourished.

Students of Nutrition of Yogyakarta Respati University


Lecturer of Nutrition of Health Polytechnic Yogyakarta
3
Lecturer of Nutrition of Yogyakarta Respati University
2

PENDAHULUAN
Balita gizi buruk yang ditemukan dan meninggal menunjukkan sistem surveilans dan penanggulangan dari
berbagai instansi terkait belum optimal, menjadi berita utama dimedia masa1. Menurut WHO lebih dari 50%
kematian bayi dan anak terkait dengan gizi kurang dan gizi buruk. Hasil Susenas menunjukkan prevalensi balita gizi
buruk yaitu 10,1 % pada tahun 1998, menjadi 8,1% pada tahun 1999 dan menjadi 6,3% pada tahun 2001. Namun
pada tahun 2002 terjadi peningkatan kembali prevalensi gizi buruk dari 8,0% menjadi 8,3% pada tahun 2003 dan
kembali meningkat menjadi 8,8% pada tahun 2005.
Hasil Riskesdas 2010 menunjukkan prevalensi gizi kurang 13% dan gizi buruk 4.9%. Jika dibandingkan
dengan Riskesdas 2007 prevalensi kekurangan gizi pada anak balita 18,4% (gizi kurang 13 % dan gizi buruk 5,4 %)
mengalami penurunan. Namun, penurunan itu tidak signifikan, apalagi pertumbuhan penduduk lebih tinggi dari
harapan2. Dari hasil Riskesdas Di NTT prevalensi balita gizi buruk berdasarkan indikator berat badan menurut umur
(BB/U) pada tahun 2007 sebanyak 9,4% dan gizi kurang sebanyak 24,2% 3. Prevalensi balita gizi buruk dan gizi
kurang mengalami penurunan pada tahun 2010 menjadi gizi buruk 9,0% dan balita gizi kurang 20,4%4.
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil pemantauan Status Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Belu pada
tahun 2007, berdasarkan indikator berat badan menurut umur (BB/U), ditemukan status gizi buruk sebanyak 2.416
anak (6,6%), sementara yang gizi kurang sebanyak 12.944 anak (35,4%), sedangkan yang gizi baik sebanyak 21.242
anak (58,0%). Pada tahun 2008 mengalami penurunan untuk gizi buruk sebanyak 1.885 anak (5,2%), gizi kurang
12.152 anak (33,6%) dan gizi baik mengalami peningkatan sebanyak 22.096 anak (61,2%), dan pada tahun 2009
mengalami penurunan untuk gizi buruk yaitu sebanyak 1.610 anak (5,0%), gizi kurang 11.180 anak (35,0%), dan
gizi baik 19.155 anak (60,0%), sedangkan pada tahun 2010 mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun
2009 untuk gizi buruk 1.756 anak (5,60%), dan gizi baik 19.351 anak (61,69%) dan penurunan untuk gizi kurang
10.262 anak (32,71%) dan pada tahun 2011 mengalami penurunan untuk gizi buruk 1.244 anak (4,33%), gizi kurang
8.713 anak (30,32), gizi baik 18. 779 anak (65,34%) dan terdapat gizi lebih sebanyak 5 anak (0,02) 5.
Berdasarkan data Therapeutic Feeding Center (TFC) balita yang berstatus gizi buruk pada periode bulan
Januari Oktober tahun 2011 sebanyak 206 anak. Data Puskesmas Betun Desa Wehali, untuk balita gizi buruk pada
tahun 2008 mencapai 4,4%, dan menurun pada tahun 2009 menjadi 3,8% kemudian meningkat lagi pada tahun 2010
menjadi 4,1%. Demikian juga dengan angka gizi kurang pada tahun 2008 mencapai 27,4% meningkat menjadi
36,3% pada tahun 2009 kemudian menurun pada tahun 2010 menjadi 35%. Intervensi untuk memulihkan tingkat
gizi anak penderita gizi buruk adalah berupa pemberian makanan tambahan diluar makanan yang dimakan anak di
luar lingkungan keluarganya.

Jenis makanan yang diberikan haruslah padat gizi. Dalam memilih bahan makanan untuk PMT sering
dianjurkan penggunaan bahan makanan setempat dengan alasan agar untuk pelaksaan PMT tidak tergantung pada
tersedianya bahan makanan dari luar daerah, sehingga upaya pelestarian PMT lebih terjamin. Pemberian makanan
tambahan harus dilakukan setiap hari selama tiga sampai empat bulan6. Therapeutic Feeding Center (TFC)
memberikan makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayur, buah dan sebagai makanan tambahan diberikan
formula WHO dan biskuat. Siklus menu yang digunakan yaitu menu siklus 1 minggu.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan jenis eksperimen semu dengan menggunakan One Group Before And After
7

Design . Yang dilakukan di Therapeutic Feeding Center (TFC) atau tempat rehabilitasi gizi buruk, di wilayah
Kecamatan Malaka Tengah, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur antara bulan Februari-Maret 2012. Subjek
penelitian ini adalah semua balita gizi buruk di Therapeutic Feeding Center (TFC) dengan kriteria inklusi balita gizi
buruk usia 6-60 bulan, dan balita gizi buruk yang dirawat di Therapeutic Feeding Center (TFC) sejak saat penelitian
bulan Februari tercatat 17 orang. Kriteria ekslusi balita gizi buruk yang dirawat di Therapeutic Feeding Center
(TFC) sebelum bulan Februari, dan balita gizi buruk yang umurnya dibawah 6 bulan. Selama penelitian di
Therapeutic Feeding Center dari bulan Februari sampai bulan Maret subjek penelitian yang diambil karena
memenuhi kritria inklusi dan ekslusi sebanyak 14 anak.
Data jenis dan jumlah makanan dan minuman diperoleh dari pengambilan data di Therapeutic Feeding
Center (TFC). Untuk mengetahui perubahan berat badan balita digunakan timbangan injak digital untuk anak usia
diatas 2 tahun dan dacin untuk menimbang anak usia dibawah 2 tahun. Kuesioner pemberian makanan tambahan
yang diisi oleh Ahli Gizi penanggung jawab Therapeutic Feeding Center (TFC). Data profil Therapeutic Feeding
Center (TFC) diperoleh dengan cara mewawancarai pengelola Therapeutic Feeding Center (TFC). Instrument
penelitian yaitu kuesioner dan timbangan berat badan untuk anak usia dibawah 2 tahun, ditimbang menggunakan
dacin dengan ketelitian 0,1 kg dan untuk anak usia diatas 2 tahun ditimbang menggunakan timbangan injak digital
dengan ketelitian 0,01 kg.
Data berat badan yang diperoleh dari pengukuran berat badan (BB), dan pemberian makanan tambahan
yang diperoleh dari pengambilan data di TFC kemudian diolah dengan menggunakan langkah langkah sebagai
berikut : editing, coding, entry data dan cleaning data (menggunakan SPSS). Analisis univariat digunakan untuk
mengetahui karakteristik dari variabel penelitian, disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis secara deskriptif yaitu
presentase. Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui pengaruh pemberian makanan tambahan terhadap
perubahan berat badan. Karena jenis datanya adalah data kategorik (rasio) diuji dengan uji Paired t-test.

HASIL DAN PEMBAHASAN


HASIL
Subjek penelitian adalah balita yang berusia 6 sampai 60 bulan, sebanyak 14 orang dan diberi perlakuan
yang sama yakni sebelum diberi makanan tambahan dan sesudah diberi makanan tambahan. Ada beberapa subjek
penelitian diteliti selama masa penelitian tetapi ada beberapa subjek penelitian tidak sampai waktu penelitian
dikarenakan subjek penelitian sudah dikatakan selesai masa perawatannya. Dari 14 subjek penelitian sebagian besar
yang terkena gizi buruk yaitu perempuan (57,1%) dan dari subjek penelitian yang berusia 6-60 bulan sebagian besar
berusia 25-59 bulan (42,9%). Balita gizi buruk yang dirawat banyak yang terkena marasmus (71,4%).
Perubahan berat badan dihitung dari berat badan saat perawatan dikurangi berat badan saat masuk.
Hasilnya berat badan awal rata-rata 7,34 kg dengan nilai minimum 4,2 kg dan nilai maximum 10,4 kg. Berat badan
selama perawatan dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Berat badan selama perawatan


Selama perawatan

Jumlah
Perubahan
berat Minimum
Maximum
(anak)
badan rata-rata (kg)
(kg)
(kg)
Minggu I
14
0,21
-0,2
0,5
Minggu II
10
0,4
0
0,9
Minggu III
5
0,22
0
0,5
Minggu IV
4
0,3
0
0,5
Perubahan berat badan dari sebelum atau awal perawatan sampai akhir perawatan dihitung dari berat badan
akhir perawatan dikurangi berat badan awal, hasilnya dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Perubahan Berat Badan Akhir Perawatan
Berat
Berat badan saat
BB akhir perawatan
Perubahan berat badan
badan
masuk (kg)
(kg)
(kg)
Rata-rata
7,34
8,08
0,74
Terendah
4,2
5,2
0,1
Tertinggi
10,4
11,1
1,8
Dari tabel 2 dapat diketahui perubahan berat badan pada akhir perawatan rata-rata 0,74 kg dengan berat
terendah 0,1 kg dan tertinggi 1,8 kg.
Makanan yang diberikan di Therapeutic Feeding Center (TFC) yaitu berupa makanan pokok, lauk hewani,
lauk nabati dan buah. Untuk memperbaiki keadaan status gizi buruk maka diberikan juga makanan tambahan yaitu
berupa formula 75 (F-75), formula 100 (F-100), dan formula 135 (F-135) dan biskuat. F-75, f-100 dan f-135
merupakan salah satu paket PMT pemulihan dari WHO untuk anak gizi buruk.
Tabel 3. Makanan yang diberikan di Therapeutic Feeding Center
PMT

Jenis
Formula 75 (f-75)

Makanan Tambahan

Formula 100 (f-75)


Formula 135 (f-75)
Biskuat

Makanan lengkap

Keterangan
Fase stabilisasi I :
1-2 hari
Fase stabilisasi II :
3-7 hari
Fase transisi : 7-14 hari
Fase rehabilitasi : >15 hari
Diberikan untuk semua
sehari 5 keping
3 kali sehari

anak,

nasi, lauk hewani, lauk nabati,


sayur, dan buah
Dari tabel 3 distribusi responden berdasarkan pemberian makanan tambahan dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Pemberian Makanan Tambahan

Menu Makanan Tambahan


Jumlah
(%)
F-75 dan biskuat
1
7,1
F-100 dan biskuat
11
78,6
F-135 dan biskuat
2
14,3
Total
14
100
Subjek penelitian yang berjumlah 14 anak, yang mendapat makanan tambahan berupa F-75 dan biskuat
berjumlah 1 anak (7,1), F-100 dan biskuat 11 anak (78,6%), dan F-135 dan biskuat 2 anak (14,3%). Sehingga dapat
lihat bahwa subjek peneliti yang mendapat makanan tambahan F-100 dan biskuat lebih banyak dari yang mendapat
F-75 dan biskuat dan F-135 dan biskuat.

Untuk melihat pengaruh dari pemberian makanan tambahan terhadap perubahan berat badan, maka diuji
dengan menggunakan uji statistik uji beda yaitu uji paired-t test. Hasil uji statistik dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Pengaruh Pemberian Makanan Tambahan Terhadap Perubahan Berat
Variabel
PMT
BB Sebelum PMT
BB Sesudah PMT
Perubahan Berat Badan

Rata-rata
(kg)

14

7.34
8.08
0,74

Standar
(kg)

deviasi

1.70
1.93

Badan
t

-5,44

P value

0.000

Dari tabel 5 dapat diketahui rata-rata berat badan awal adalah 7,34 kg (Sd=1,70) sedangkan rata-rata berat
badan akhir adalah 8,08 kg (Sd=1,93). Jadi ada perubahan berat badan sebesar 0,74 kg dan dari hasil analisis uji
statistik t-test mengatakan ada perbedaan berat badan sebelum dan sesudah pemberian makanan tambahan (p<0,05).
Artinya ada pengaruh yang siginifikan pada perubahan berat badan (p= 0.000).

PEMBAHASAN
Balita yang dirawat di Therapeutic Feeding Center sebagian besar dari perempuan yaitu (8 anak) dan lakilaki berjumlah 6 anak dan paling banyak berumur rata-rata 25-59 bulan (42,9%), umur 6-12 bulan (35,7%) dan
terendah 13-24 bulan (21,4%). Sama dengan penelitian Werdiningsih dkk8, bahwa sebagian besar anak gizi buruk
adalah perempuan (60,9%), berumur 2 tahun ke atas (63,1%). Penelitian lain yang mendungkung penelitian ini yaitu
Hayati9 yang menyatakan presentase tertinggi penderita gizi buruk adalah pada usia 6-24 bulan (73%).
Anak yang berumur 12-60 bulan lebih banyak terkena gizi buruk daripada anak yang berusia 6-11 bulan
karena pada usia ini anak banyak bermain dan energi atau semua zat gizi dibutuhkan hanya dari luar. Sedangkan
pada masa ini, energi yang dibutuhkan semakin banyak untuk proses tumbuh kembangnya dengan bertambahnya
usia. Anak yang berumur 6-11 bulan yang terkena gizi buruk dikarenakan dimana masa ini merupakan masa
peralihan dari ASI ke makanan tambahan atau pada masa ini seharusnya anak masih diberi ASI tetapi tidak
diberikan ASI dan juga makanan yang diberikan kurang, sehingga anak mengalami gizi buruk. Sementara pada masa
ini bayi membutuhkan banyak energi untuk proses tumbuh kembangnya.
Hal ini juga dikatakan oleh Moehji6, bahwa usia antara 9 bulan sampai 2 tahun merupakan usia kritis
dalam kehidupan anak. Faktor yang menyebabkan terjadinya gizi buruk pada masa ini adalah makanan yang
diberikan kepada anak tidak dapat memenuhi kebutuhan anak akan berbagai zat gizi yang diperlukan dan
penghasilan keluarga yang terbatas. Sehingga pada usia ini apabila orang tua atau pengasuh anak tersebut tidak
mengetahui kandungan zat gizi dalam makanan, makanan apa yang seharusnya diberikan dan penghasilan orang tua
yang sangat minim, akibatnya anak bisa mengalami gizi kurang dalam jangka waktu panjang sehingga menyebabkan
anak terkena gizi buruk.
Dari hasil penelitian didapat bahwa terjadi perubahan kenaikan berat badan, seperti yang terlihat pada tabel
1, terjadi peningkatan pada minggu ke 2 (0,4 kg) sebanyak 10 anak, jika dibandingkan minggu 1 (0,4 kg) sebanyak
14 anak, minggu 3 (0,22 kg) sebanyak 5 anak dan minggu 4 (0,3 kg) sebanyak 4 anak. Masingmasing subjek
penelitian memiliki masa perlakuan yang berbeda dikarenakan masa perawatan mereka, apabila anak sudah

dinyatakan sembuh atau status gizi baik, maka dipulangkan. Perubahan berat badan yang tinggi pada minggu kedua,
dapat didukung oleh penelitian Werdiningsih dkk8, yang menyatakan bahwa anak balita gizi buruk yang membaik
status gizinya mempunyai asupan energi lebih tinggi pada 2 minggu pertama, walaupun rata-rata asupan energi pada
semua balita gizi buruk sangat rendah.
Makanan tambahan yang diberikan di Therapeutic Feeding Center (TFC) yaitu berupa formula 75 (F-75),
formula 100 (f-100) dan formula 135 (f-135) dan biskuat. Pada masing masing subjek penelitian, makanan
tambahan diberikan sesuai umur, berat badan dan berdasarkan fase masingmasing subjek peneliti.
Fase stabilisasi diberikan selama 2 hari, dibagi atas 2 tahap. Fase stabilisasi I diberikan F-75 sebanyak 6
kali selama 2 hari, stabilisasi II diberikan mulai hari ke-3 7 hari atau selama 5 hari dan diberikan 8 kali dengan
nilai energinya 750 Kcal. Perawatan fase transisi diberikan F-100 dari hari ke- 8 14 hari atau selama 7 hari
sebanyak 6 kali dalam dengan nilai energinya 1000 Kcal. Fase rehabilitasi diberikan F-135 dari hari 15 sampai
selesai masa perawatan sebanyak 5 kali dengan nilai energinya 1350 Kcal. Biskuat diberikan sebanyak 5 keping
yang mempunyai nilai Energi 80 Kcal. Formula (susu) yang diberikan sesuai dengan umur apabila anak yang
berumur 6 11 bulan diberikan SGM 1 dan anak yang berumur 12 59 bulan diberikan susu dancow.
Penelitian ini didukung oleh penelitian Krisnansari10 yang mengatakan masalah gizi buruk dapat ditangani
dengan pemberian asupan gizi yang seimbang secara bertahap sesuai dengan kebutuhan pada tahap tersebut. Dimana
di TFC sudah memberikan sesuai tahap-tahap tersebut yaitu fase stabilisasi, fase transisi dan fase rehabilitasi.
Tumiar11 mengatakan PMT yang diberikan pada balita gizi buruk bertujuan memberikan asupan yang tinggi, tinggi
protein, dan cukup vitamin dan mineral secara bertahap, guna mencapai status gizi yang optimal dengan komposisi
zat gizi mencukupi. Dari hasil analisis uji statistik t-test mengatakan ada perbedaan berat badan sebelum dan
sesudah pemberian makanan tambahan (p<0,05). Artinya ada pengaruh yang siginifikan pada perubahan berat badan
(p = 0.000). Perubahan terlihat selama masa perawatan yaitu berat badan sesudah perawatan dikurangi berat badan
sebelum perawatan yakni berat badan rata-rata sebelum perawatan yaitu 7,34 kg dan sesudah atau akhir perawatan
rata-rata berat badan yaitu 8,08 dan mengalami perubahan yakni sebesar rata-rata 0,74 kg.
Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Wonatorey12 yang mengatakan dengan rata-rata tingkat
konsumsi energi dan protein dari paket PMT-Pemulihan yaitu 50-60% pada kedua kelompok. Hasil t-test
peningkatan rata-rata asupan energi dan protein menunjukkan adanya perbedaan bermakna pada kedua kelompok
sesudah intervensi dilakukan dan pada penelitian ini ada pengaruh yang signifikan pada perubahan berat badan
setelah diberikan PMT. Dengan jenis PMT f-75 energi 34,31 Kcal, biskuat 80 Kcal (1 anak), f-100 energi 117,58
Kcal, biskuat 80 Kcal (11 anak) dan f-135 energi 74,7 Kcal, biskuat 80 Kcal (2 anak). Peningkatan atau adanya
pengaruh terhadap perubahan berat badan, hal ini disebabkan karena makanan tambahan yang diberikan pada subjek
peneliti sudah memenuhi syarat yaitu baik jenis, jumlah maupun nilai gizi pada masing masing makanan tambahan
F-75, 750 Kcal, F-100, 1000 Kcal, F-135, 1350 Kcal dan biskuat.
Adanya pengaruh PMT formula WHO terhadap perubahan berat badan pada penelitian ini dapat didukung
oleh penelitian Setyobudi dkk13, yang menyatakan PMT-pemulihan dengan formula WHO/modifikasi selama 90
hari makan anak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap status gizi anak balita KEP, dan dari 2 paket PMT
yang diberikan, paket formula WHO-100 (minuman susu) lebih disukai daripada formula modifikasi.

Penelitian ini sama dengan penelitian Amra14, yang menyatakan perubahan berat badan menunjukkan ada
perbedaan bermakna (p<0,05) antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol setelah diberikan makanan
tambahan.

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN
PMT yang diberikan adalah f-75, f-100, f-135 dan biskuat. Adanya pengaruh yang bermakna dari
pemberian makanan tambahan terhadap perubahan berat badan atau ada perubahan berat badan saat masuk sampai
akhir perawatan 0,74 kg.

SARAN
Pemberian PMT dalam bentuk formula WHO (f-75, f-100 dan 135) dapat dilanjutkan atau ditingkatkan
lagi.

DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

9.

10.
11.
12.

13.

14.

Departemen Kesehatan RI. 2008. Pedoman Respon Cepat Penangulangan Gizi Buruk. Jakarta : Depkes RI.
http://www. health.kompas.com/ Juta Anak Balita Rawan Gizi. 18 Januari 2012.
http://www.docstoc.com/docs/Laporan-Hasil-Riset-Kesehatan-Dasar RISKESDAS-Nasional-2007. 07 Februari
2012
http://belajarwordpressplk.files.wordpress.com/2011/09/Laporan_Riskesdas 2010. pdf. 07 Februari 2012
Dinas Kesehatan Kabupaten Belu. 2010. Laporan Tahunan Sub.Din. Bina Kesehatan Keluarga. Atambua.
Moehji, Sjahmien. 2009. Ilmu Gizi Penanggulangan Gizi Buruk. Jakarta : Penerbit Papas Sinar Sinanti.
Murti, Bisma. 2003. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Werdiningsih, Hadi, & Padmawati. 2001. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perbaikan Status Gizi Balita
Gizi Buruk Di Kabupaten Bantul Dan Sleman, Yogyakarta. Berita Kedokteran Masyarakat, XVII (4), pp. 181187.
Hayati, Fitra Neni. 2001. Pengaruh Asupan Energy Terhadap Perubahan Berat Badan Pada Pasien Gzi Buruk
Selama Perawatan Di Bangsal Anak RSUP DR. M. DJAMIL PADANG. Program Studi D-IV Ilmu Gizi Dan
Kesehatan Fakultas Kedokteran Universiras Gajah Mada, Yogyakarta.
Krisnansari, Diah. 2010. Nutrisi Dan Gizi Balita. Mandala Of Health, 4 (1) Januari, pp. 60-67.
Tumiar, 2008. Status Gizi Balita Gizi Buruk Yang Memperoleh Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) Di
Kota Bengkulu. Tesis, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Wonatorey, Demianus Frans. 2005. Pengaruh Konseling Gizi Individu Terhadap
Pengetahuan Gzi Ibu Dan Perbaikan Status Gizi Balita Gizi Buruk Yang Mendapatkan Pmt Pemulihan Di
Kota Sorong Irian Jaya Barat. Tesis. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Setyobudi, Pudjirahaju & Bakri. 2005. Pengaruh PMT Pemulihan Dengan Formula WHO/Modifikasi
Terhadap Status Gizi Anak Balita KEP Di kota Malang. Prosiding Temu Ilmiah, Kongres XIII PERSAGI, pp
474-481.
Amra, Nizmawaty. 2004. Pengaruh Pemberian Makanan Tambahan Terhadap Status Gizi Anak Gizi Buruk
Usia 624 Bulan Di Kabupaten Maluku Utara. Tesis, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai