Anda di halaman 1dari 7

SISTEM PENANGGULANGAN GAWAT

DARURAT TERPADU
Posted on 31 Oktober 2012 by Pusdiklat PMI DIY
PENDAHULUAN
Sejak tahun 2000 Kementerian Kesehatan RI telah mengembangkan konsep Sistem
Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) memadukan penanganan gawat darurat
mulai dari tingkat pra rumah sakit sampai tingkat rumah sakit dan rujukan antara rumah sakit
dengan pendekatan lintas program dan multisektoral. Penanggulangan gawat darurat
menekankan respon cepat dan tepat dengan prinsip Time Saving is Life and Limb Saving.
Merupakan suatu sistem dimana koordinasi merupakan unsur utama yang bersifat multi
sektor dan harus ada dukungan dari berbagai profesi bersifat multi disiplin dan multi profesi
untuk melaksanakan dan penyelenggaraan suatu bentuk layanan terpadu bagi penderita gawat
darurat baik dalam keadaan sehari-hari maupun dalam keadaan bencana dan kejadian luar
biasa.
Didalam memberikan pelayanan medis SPGDT dibagi menjadi 3 sub sistem yaitu : sistem
pelayanan pra rumah sakit, sistem pelayanan pelayanan di rumah sakit dan sistem pelayanan
antar rumah sakit. Ketiga sub sistem ini tidak dapat di pisahkan satu sama lain, dan bersifat
saling terkait dalam pelaksanaan sistem.
Prinsip SPGDT adalah memberikan pelayanan yang cepat, cermat, dan tepat, dimana
tujuannya adalah untuk menyelamatkan jiwa dan mencegah kecacatan (time saving is life and
limb saving) terutama ini dilakukan sebelum dirujuk ke rumah sakit yang dituju.
SISTEM PELAYANAN MEDIK PRA RUMAH SAKIT
1. Public Safety Center
Didalam penyelenggaraan sistem pelayanan pra rumah sakit harus membentuk atau
mendirikan pusat pelayanan yang bersifat umum dan bersifat emergency dimana bentuknya
adalah suatu unit kerja yang disebut Public Safety Center (PSC), ini merupakan suatu unit
kerja yang memberi pelayanan umum terutama yang bersifat emergency bisa merupakan UPT
Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota, yang sehari-harinya secara operasional dipimpin oleh
seorang direktur. Selain itu pelayanan pra rumah sakit bisa dilakukan pula dengan
membentuk satuan khusus yang bertugas dalam penanganan bencana dimana disaat ini sering
disebut dengan Brigade Siaga Bencana (BSB), pelayanan ambulans, dan komunikasi. Dalam
pelaksanaan Public Service Center dapat dilakukan oleh masyarakat untuk kepentingan
masyarakat, dimana pengorganisasiannya dibawah pemerintah daerah, sedangkan sumber
daya manusianya terdiri dari berbagai unsur, seperti unsur kesehatan, unsur pemadam
kebakaran, unsur kepolisian, unsur linmas serta masyarakat sendiri yang bergerak dalam
bidang upaya pertolongan pertama, sehingga memiliki fungsi tanggap cepat dalam
penganggulangan tanggap darurat.

2. Brigade Siaga Bencana (BSB)


Merupakan suatu unit khusus yang disiapkan dalam penanganan pra rumah sakit khususnya
yang berkaitan dengan pelayana kesehatan dalam penanganan bencana. Pengorganisasian
dibentuk oleh jajaran kesehatan baik di tingkat pusat maupun daerah (depkes, dinkes, rumah
sakit) petugas medis baik dokter maupun perawat juga petugas non medis baik sanitarian gizi,
farmasi dan lain-lain. Pembiayaan didapat dari instansi yang ditunjuk dan dimasukkan
anggaran rutin APBN maupun APBD.
3. Pelayanan Ambulans
Kegiatan pelayanan terpadu didalam satu koordinasi yang memberdayakan ambulans milik
puskesmas, klinik swasta, rumah bersalin, rumah sakit pemerintah maupun swasta, institusi
kesehatan swasta maupun pemerintah (PT. Jasa Marga, Jasa Raharja, Polisi, PMI, Yayasan
dan lain-lain). Dari semua komponen ini akan dikoordinasikan melalui pusat pelayanan yang
disepakati bersama antara pemerintah dengan non pemerintah dalam rangka melaksanakan
mobilisasi ambulans terutama bila terjadi korban massal.
4. Komunikasi
Didalam melaksanakan kegiatan pelayanan kasus gawat darurat sehari-hari memerlukan
sebuah sistem komunikasi dimana sifatnya adalah pembentukan jejaring penyampaian
informasi jejaring koordinasi maupun jejaring pelayanan gawat darurat sehingg seluruh
kegiatan dapat berlangsung dalam satu sistem yang terpadu terkoordinasi menjadi satu
kesatuan kegiatan.
PELAYANAN PADA KEADAAN BENCANA
Pelayanan dalam keadaan bencana yang menyebabkan korban massal memerlukan hal-hal
khusus yang harus dilakukan.
Hal-hal yang perlu dilakukan dan diselenggarakan adalah :
1. Koordinasi dan Komando
Dalam keadaan bencana diperlukan pola kegiatan yang melibatkan unit-unit kegiatan lintas
sektoral yang mana kegiatan ini akan menjadi efektif dan efisien bila berada didalam suatu
komandio dan satu koordinasi yang sudah disepakati oleh semua unsur yang terlibat.
2. Eskalasi dan Mobilisasi Sumber Daya
Kegiatan ini merupakan penanganan bencana yang mengakibatkan korban massal yang harus
melakukan eskalasi atau berbagai peningkatan. Ini dapat dilakukan dengan melakukan
mobilisasi sumber daya manusia, mobilisasi fasilitas dan sarana serta mobilisasi semua
pendukung pelayanan kesehatan bagi korban.
3. Simulasi
Diperlukan ketentuan yang harus ada yaitu prosedur tetap (protap), petunjuk pelaksana
(juklak) dan petunjuk tekhnis (juknis) operasional yang harus dilaksanakan oleh petugas yang

merupakan standar pelayanan. Ketentuan tersebut perlu dikaji melalui simulasi agar dapat
diketahui apakah semua sistem dapat diimplementasikan pada kenyataan dilapangan.
4. Pelaporan, Monitoring dan Evaluasi
Penanganan bencana perlu dilakukan kegiatan pendokumentasian, dalam bentuk pelaporan
baik yang bersifat manual maupun digital dan diakumulasi menjadi satu data yang digunakan
untuk melakukan monitoring maupun evaluasi, apakah yang bersifat keberhasilan ataupun
kegagalan, sehingga kegiatan selanjutnya akan lebih baik.
SISTEM PELAYANAN MEDIK DI RUMAH SAKIT
Harus diperhatian penyediaan saran, prasarana yang harus ada di UGD, ICU,kamar jenazah,
unit-unit pemeriksaan penunjang, seperti radiologi, laboratorium, klinik, farmasi, gizi, ruang
rawat inap, dan lain-lain.
1. HOSPITAL DISASTER PLAN
Rumah sakit harus membuat suatu perencanaan untuk menghadapi kejadian bencana yang
disebut Hospital Disaster Plan baik bersifat yang kejadiannya didalam rumah sakit maupun
eksternal rumah sakit.
2. UNIT GAWAT DARURAT (UGD)
Di dalan UGD harus ada organisasi yang baik dan lengkap baik pembiayaan, SDM yang
terlatih, sarana dengan standar yang baik, sarana medis maupun non medis dan mengikuti
teknologi pelayanan medis. Prinsip utama dalam pelayanan di UGD adalah respone time baik
standar nasional maupun standar internasional.
3. BRIGADE SIAGA BENCANA RS (BSB RS)
Didalam rumah sakit juga harus di bentuk Brigade Siaga Bencana dimana ini merupakan
satuan tugas khusu yang mempunyai tugas memberikan pelayanan medis pada saat-saat
terjadi bencana baik di rumah sakit maupun di luar rumah sakit, dimana sifat kejadian ini
menyebabkan korban massal.
4. HIGH CARE UNIT (HCU)
Suatu bentuk pelayanan rumah sakit bagi pasien yang sudah stabil baik respirasi
hemodinamik maupun tingkat kesadarannya, tetapi masih memerlukan pengobatan perawatan
dan pengawasan secara ketat dan terus menerus, HCU ini harus ada baik di rumah sakit tipe
C dan tipe B.
5. INTENSIVE CARE UNIT (ICU)
Merupakan suatu bentuk pelayanan di rumah sakit multi disiplin. Bersifat khusus untuk
menghindari ancaman kematian dan memerlukan berbagai alat bantu untuk memperbaiki
fungsi vital dan memerlukan sarana tekhnologi yang canggih dan pembiyaan yang cukup
besar.

6. KAMAR JENAZAH
Pelayanan bagi pasien yang sudah meninggal dunia, baik yang meninggal di rumah sakit
maupun luar rumah sakit, dalam keadaan normal sehari-hari ataupun bencana. Pada saat
kejadian massal di perlukan pengorganisasian yang bersifat komplek dimana akan di lakukan
pengidentifikasian korban baik yang dikenal maupun yang tidak dikenal dan memerluikan
SDM yang khusus selain berhubungan dengan hal-hal aspek legalitas.
SISTEM PELAYANAN MEDIK ANTAR RUMAH SAKIT
Berbentuk jejaring rujukan yang dibuat berdasarkan kemampuan rumah sakit dalam
memberikan pelayanan baik dari segi kualitas maupun kuantitas, untuk menerima pasien dan
ini sangat berhubungan dengan kemampuan SDM, ketersediaan fasilitas medis didalam
sistem ambulans.
1. Evakuasi
Bentuk layanan transportasi yang ditujukan dari pos komando, rumah sakit lapangan menuju
ke rumah sakit rujukan atau transportasi antar rumah sakit, baik dikarenakan adanya bencana
yang terjadi di rumah sakit, dimana pasien harus di evakuasi ke rumah sakit lain. Pelaksanaan
evakuasi tetap harus menggunakan sarana yan terstandar memenuhi kriteria-kriteria yang
suah ditentukan berdasarkan standar pelayanan rumah sakit.
2. Syarat syarat evakuasi

Korban berada dalam keadaan paling stabil dan memungkinkan untuk di evakuasi

Korban telah disiapkan/diberi peralatan yang memadai untuk transportasi.

Fasilitas kesehatan penerima telah di beritahu dan siap menerima korban.

Kendaraan dan pengawalan yang dipergunakan merupakan yang paling layak tersedia.

3. Beberapa bentuk evakuasi


Evakuasi darat, dimana para korban harus secara cepat dipindahkan, karena lingkungan yang
membahayakan, keadaan yang mengancam jiwa, membutuhkan pertolongan segera, maupun
bila terdapat sejumlah pasien dengan ancaman jiwa yang memerlukan pertolongan.
Evakuasi segera, korban harus segera dilakukan penanganan, karena adanya acaman bagi
jiwanya dan tidak bisa dilakukan dilapangan, misal pasien syok, pasien stres dilingkungan
kejadian dan lain-lain. Juga dilaukan pad pasien-pasien yang berada di linkungan yang
mengakibatkan kondisi pasien cepat menurun akibat hujan, suhu dingin ataupun panas.

Evakuasi biasa, dimana korban biasanya tidak mengalami ancaman jiwa, tetapi masih perlu
pertolongan di rumah sakit, dimana pasien akan di evakuasi bila sudah dalam keadaan baik
atau stabil dan sudah memungkinkan bisa dipindahkan, ini khususnya pada pasien-pasien
patah tulang.
4. Kontrol lalu lintas
Untuk memfasilitasi pengamanan evakuasi, harus dilakukan control lalu lintas oleh
kepolisian, untuk memastikan jalur lalulintas antar rumah sakit dan pos medis maupun pos
komando. Pos medis dapat menyampaikan kepada pos komando agar penderita dapat
dilakukan evakuasi bila sudah dalam keadaan stabil. Maka kontrol lalu lintas harus seiring
dengan proses evakuasi itu sendiri.

Keberhasilan Penanggulangan Pasien Gawat Darurat Tergantung 4 Kecepatan :


1. Kecepatan ditemukan adanya penderita GD
2. kecepatan Dan Respon Petugas
3. Kemampuan dan Kualitas
4. Kecepatan Minta Tolong
Kemungkinan yang terjadi jika terlambat melakukan resusitasi
Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Koordinasi Lintas Unit

0- 4 Menit

Kerusakan Sel-sel otak tidak diharapkan


Mati Klinis

4-8 menit

Mungkin sudah terjadi Kerusakan Sel-Sel Otak

8-10 menit

Sudah Mulai terjadi Kerusakan Otak

>10 menit

Mati
Biologis

Hampir Dipastikan terjadi Kerusakan sel-sel


Otak

Brigade Siaga Bencana (BSB) merupakan konsep menangani situasi krisis dengan basis
emergency dan komunitas. Sifat emergency berarti konsep layanan tersebut mengutamakan
cepat siaga. Sedangkan komunitas untuk memberi arti bahwa layanan tersebut diperuntukkan
bagi komunitas masyarakat. Keistimewaan dari brigade siaga bencana adalah mekanisme
untuk mendekatkan pelayanan dasar kesehatan kepada seluruh masyarakat Bantaeng.
Terbentuk pada 7 Desember 2009 yang bertepatan dengan hari ulang tahun Kabupaten
Bantaeng ke-755, BSB bertujuan memberikan pelayanan kesehatan yang terdepan dan
tercepat atas setiap bencana/musibah yang menimpa masyarakat. Keberadaan BSB
diperlukan sebagai upaya kesiapsiagaan dalam penanggulangan setiap bencana/musibah
terutama bagi korban yang membutuhkan pertolongan cepat namun jauh dari jangkauan
dokter maupun terkendala sarana transportasi karena tidak memiliki kendaraan.
Dalam pengertian umum Brigade Siaga Bencana dimaksudkan untuk merespon kejadian
bencana di suatu wilayah. Keberadaan unit pelayanan tersebut banyak terdapat di berbagai
daerah sebagai crisis center terutama dalam menghadapi bencana. Yang berbeda dari
penerapan Brigade Siaga Bencana di Bantaeng adalah kondisi krisis tidak diterjemahkan
dalam kondisi bencana saja. Tetapi saat kondisi sakit dan musibah bisa dianggap sebagai
keadaan darurat. Misalnya, persalinan, kebakaran, kecelakaan dan kondisi darurat lain.
Sehingga fungsi BSB masuk dalam isu-isu pelayanan dasar kesehatan masyarakat.
Pertamakali inisiasi sebelum tanggal 7 Desember 2009, belum ada dukungan pihak legislatif
dalam penganggaran. Kebutuhan operasional BSB masih terbatas dalam anggran operasional
dinas kesehatan. Pihak dinas sosial dan Bapedalda adalah unit pemerintah yang dilibatkan
dalam memulai inisiasi. Seperti ide awalnya mengenai pembentukan Emergency Service,
pelayanan tersebut perlu melibatkan banyak elemen unit pemerintah. Dalam Emergency
Service tersebut membawahi beberapa wilayah kerja dari tiga unit satuan kerja. Di bawah
pelayanan Emergency Service terdapat BSB, tagana (taruna siaga bencana), SAR, PMI, Orari
dan damkar (pemadam kebakaran).
Dalam hal ini, BSB hanya menjadi salah satu bagian dari Tim Emergency Services (TES).
Dengan banyak wilayah kerja yang dilayani, kinerja Emergency service disuplai dari
manejemen dinas kesehatan, dinas sosial dan Bapedalda. Lokasi yang menunjang pelayanan
satu atap kemudian disediakan dengan menggusur dinas perhubungan. Pada tahun 2010
layanan tersebut dianggarkan dalam APBD. Sekaligus keluarlah surat keputusan Bupati yang
menjadikan unit layanan satu atap emergency service sebagai Satuan Kerja Pemerintah
daerah (SKPD). Selanjutnya, tim BSB menjalin kerjasama dengan CSO perempuan dengan
kelompok sasaran usia produktif, Fatayat NU, untuk menjalankan dukungan sosialisai
persalinan aman dan promosi kesehatan komunitas.

Anda mungkin juga menyukai