Anda di halaman 1dari 41

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
terselesaikannya referat yang berjudul Intoksikasi Sianida. Referat ini disusun
guna melengkapi syarat dan memenuhi tugas dalam menempuh program
pendidikan di bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal FK Universitas
Wijaya Kusuma Surabaya-RSUD dr. Soetomo Surabaya.
Penulis juga mengucapkan terimakasih yang sebesar besarnya kepada drs.
Putu selaku dosen pembimbing kepaniteraan klinik Ilmu Kedokteran Forensik
dan Medikolegal FK Universitas Wijaya Kusuma Surabaya-RSUD dr. Soetomo
Surabaya.
Penulis juga berharap referat ini dapat memberikan pengetahuan lebih
terhadap topik yang dibahas bagi penulis maupun pembaca. Penulis menyadari
bahwa masih banyaknya kekurangan yang terdapat pada referat ini, oleh karena
itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran, sehingga penulis dapat lebih
menyempurnakan referat ini.

Surabaya,

April 2016

Penulis

BAB I

PENDAHULUAN
I.1

LATAR BELAKANG MASALAH


Sianida sudah banyak digunakan sejak ribuan tahun yang lalu, Efek
dari sianida dengan dosis tinggi sangat cepat dan mematikan yang dapat
terjadi dalam beberapa menit, sehingga antidot sangat tepat bila diberikan
tepat waktu. Dalam bidang militer, penggunaan sianida sebagai senjata
kimia digunakan dalam bentuk cairan yang mudah menguap yang dikenal
sebagi hidrogen sianida (HCN). Sianida dapat disimpan dan digunakan
dalam bentuk cairan dan garam sianida.
Garam sianida adalah derivat yang paling berbahaya dan sering
dijumpai

juga

mungkin

sering

diberitakan

karena

keragaman

penggunaannya. Dari garam sianida ini dapat juga terbentuk gas sianida.
The National Occupational Exposure Survey (NOES), yang
merupakan salah satu lembaga yang menanggulangi masalah keamanan
kerja di USA, menyatakan bahwa potassium sianida merupakan

zat

dengan tingkat keracunan nomor dua terbanyak di Amerika. Hal ini


disimpulkan dari penelitian yang dilakukan pada tahun 2004. Dari 165.458
pekerja industri yang d2kutsertakan, 64.244 diantaranya terekspos oleh
potassium sianida sewaktu sedang melakukan pekerjaannya.1
Kegunaan dari potassium sianida sangat luas, dimulai dari sebagai
salah satu zat dalam industri logam yaitu untuk memisahkan bulir-bulir
emas dari bebatuan dan tanah serta untuk penyepuhan emas maupun perak,
hingga penggunaan dalam bidang fotografi. Kegunaan lain yang sering
disimpangkan adalah untuk dijadikan racun untuk membunuh tikus, ikan,
bahkan untuk perburuan illegal yang banyak dilakukan di berbagai negara.
Di Indonesia sendiri, potassium sianida sering juga disebut
apotas, atau potas, yang seringkali digunakan oleh para nelayan untuk
membius ikan sehingga dapat ditangkap dalam kondisi hidup, baik ikan
yang dapat dikonsumsi manusia maupun ikan hias.
Dewasa ini banyak sekali media yang bisa dijadikan untuk sumber
pengetahuan dan pembelajaran tentang berbagai kegunaan potassium

sianida sampai kegunaannya untuk mengakhiri nyawa seseorang. Seperti


halnya acara pemberitaan di televisi, maupun cerita detektif bergambar
yang dewasa ini ditayangkan berbagai kalangan.
Karena pengetahuan yang diperoleh secara mudah seperti itulah
dapat kita temui berbagai insiden yang terjadi, khususnya keterkaitannya
dengan keracunan sianida. contohnya adalah kasus pembunuhan seorang
anak oleh ibunya dengan menggunakan potassium sianida yang terjadi di
kota Malang beberapa waktu lalu, juga kasus bunuh diri di Jogjakarta. 2
Dan kasus yang baru saja terjadi yaitu pembunuhan seorang wanita muda
oleh temannya dengan menggunakan potassium sianida yang terjadi di
kota Jakarta beberapa waktu lalu.
Tujuan penulisan referat ini adalah mengetahui tentang sianida
secara mendalam baik secara umum maupun dari segi forensik yaitu untuk
mengetahui mengenai sianida dan reaksinya dalam tubuh, juga gejala
keracunan sianida. Disamping itu juga untuk mengetahui tatalaksana
keracunan

sianida,

serta

pemeriksaan

penunjang

forensik

untuk

membuktikan kasus keracunan sianida, serta kelainan yang ditemukan


pada hasil otopsi korban mati akibat keracunan sianida.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 SEJARAH DAN PENGGUNAAN SIANIDA

Walaupun beberapa substansi yang mengandung sianida telah digunakan sebagai


racun sejak berabad-abad yang lalu, sianida yang sesungguhnya belum dikenal
sampai tahun 1782. Pada saat itu sianida berhasil d2dentifikasi oleh ahli kimia
yang berasal dari Swedia, Scheele, yang kemudian meninggal akibat keracunan
sianida di dalam laboratoriumnya.1
(Baskin SI, Brewer TG. Cyanide Poisoning. Chapter. Pharmacology Division.
Army Medical Research Institute of Chemical Defense, Aberdeen Proving
Ground, Maryland. USA. Available from:
www.bordeninstitute.army.mil/cwbw/Ch10.pdf. Access on: April 1, 2016)

2.1.1 Penggunaan Militer

Pada zaman kejayaan kerajaan Romawi, sianida digunakan sebagai senjata.


Sianida sebagai komponen yang sangat mematikan digunakan untuk meracuni
anggota keluarga kerajaan dan orang-orang yang dianggap dapat mengganggu
keamanan. Tidak itu saja, Napoleon 2I mengusulkan untuk menggunakan sianida
pada bayonet pasukannya selama perang dunia pertama, Perancis menggunakan
asam hidrosianik yang berbentuk gas. Tetapi racun sianida yang berbentuk gas ini
mempunyai efek yang kurang mematikan dibandingkan dengan bentuk cairnya.1
Sementara itu, pihak Jerman sendiri pada waktu itu telah melengkapi pasukannya
dengan masker yang dapat menyaring gas tersebut. Karena kurang efektifnya
penggunaan gas ini, maka pada tahun 1916 Perancis mencoba jenis sianida gas
lainnya yang mempunyai berat molekul yang lebih berat dari udara, lebih mudah
terdispersi dan mempunyai efek kumulatif. Zat yang digunakan adalah Cyanogen
chlorida, yang dibentuk dari potassium sianida. Racun jenis ini sudah cukup
efektif pada konsentrasi yang rendah karena sudah bisa mengiritasi mata dan paru.
Pada konsentrasi yang tinggi dapat mengakibatkan paralysis hebat pada sistem
pernafasan dan sistem saraf pusat.1
Dilain pihak, Austria ketika itu juga mengeluarkan gas beracun yang berasal dari
potassium sianida dan bromin. Zat ini kemudian disebut sianogen bromida yang
mempunyai efek iritasi yang sangat kuat pada konjungtiva mata dan pada mukosa
saluran pernafasan. Selama perang dunia ke 2, Nazi Jerman menggunakan asam
hidrosianik yang disebut mereka Zyklon B untuk menghabisi ribuan rakyat sipil
dan tentara musuh.1,4

(4. Anonymus. Fact About Cyanide.C. Departement Of Health and Human


Service. Center for Disease Control and Prevention. 2003. Available from:
www.bt.cdc.gov/agent/cyanide/basics/pdf/cyanide-facts.pdf. Access on: April 1,
2016 )

2.1.2 Penggunan Non Militer

Sianida lebih banyak digunakan untuk kepentingan ekonomi daripada kepentingan


militer. Kebanyakan hampir tiap hari kontak dengan sianida. Ratusan bahkan
ribuan ton sianida dibentuk oleh dunia ini tiap harinya. Sianida banyak digunakan
untuk bidang kimia, pembuatan plastik, penyaringan emas dan perak, metalurgi,
anti jamur dan racun tikus. Sementara itu, keracunan sianida paling banyak
dilaporkan setelah memakan singkong dan kacang. Singkong pada beberapa
negara yang baru berkembang masih menjadi makanan utama dan dianggap
sebagai biang kerok tingginya tropical ataxic neuropathy di negara ini.1,5
(5.Agency for Toxic Substances and Disease Registry. Cyanide. Division of
Toxicology and Environmental Medicine. Atlanta. 2006. Available from:
www.atsdr.cdc.gov/tfacts8.pdf. Access on: 1 April, 2016)
Pada saat ini, sianida digunakan oleh pemerintah, perusahaan maupun perorangan
untuk bermacam keperluan.

2.2

PENGERTIAN SIANIDA
Sianida adalah suatu senyawa kimia yang terdiri dari 3 buah atom
karbon yang berikatan dengan sebuah atom nitrogen (CN). Kata
sianida berasal dari bahasa Yunani yang berarti biru yang mengacu
pada hidrogen sianida yang disebut Blausure ("blue acid") di Jerman.3
Secara spesifik, sianida adalah anion CN -. Senyawa ini ada dalam
bentuk gas, liquid dan solid. Setiap senyawa tersebut dapat melepaskan
anion CN- yang sangat beracun. Sianida dapat terbentuk secara alami
maupun dibuat oleh manusia. Sianida juga ditemukan pada hasil metabolit
dari beberapa preparat farmakologi seperti laetrile, nitroprusside, dan
4

succinonitrile. Dari beberapa studi kasus, beberapa formula tersebut dapat


menyebabkan keracunan sianida.
Sifat racun yang dimiliki oleh sianida sangat kuat dan bekerja
dengan cepat. Garam sianida yang bereaksi dengan air akan menghasilkan
hydrogen sianida (HCN). Contoh lain adalah Kalium sianida (KCN).3
3

Agency for Toxic Substances and Disease Registry Division of Toxicology and

Enviromental Medicine ,ibid.

Hidrogen sianida merupakan gas yang tidak berasa dan memiliki


bau pahit yang seperti bau almond. Kebanyakan orang dapat mencium
baunya, tetapi ada beberapa orang yang karena masalah genetiknya tidak
dapat mencium bau HCN. Hidrogen sianida disebut juga formonitrile,
sedang dalam bentuk cairan dikenal sebagai asam prussit dan asam
hidrosianik. Dalam bentuk cairan, HCN tidak berwarna atau dapat juga
berwarna biru pucat pada suhu kamar. HCN bersifat volatile dan mudah
terbakar serta dapat berdifusi baik dengan udara dan bahan peledak, serta
sangat mudah bercampur dengan air.
Natrium sianida dan kalium sianida berbentuk bubuk putih dengan
bau yang juga menyerupai almond. Adanya hidrolisis dari KCN dan
NaCN, dapat terbentuk HCN dengan reaksi sebagai berikut4 :

NaCN + H2O HCN + NaOH


KCN + H2O HCN + KOH

Agency for Toxic Substances and Disease Registry Division of Toxicology and

Enviromental Medicine ,ibid.

Tabel I.1. Sifat fisik dan kimia dari hidrogen sianida (HCN)5

Sifat Kimia dan Fisika

Hidrogen sianida (HCN)

Titik didih

25,7o C

Tekanan gas

740 mmHg

Kadar dalam:
Gas

0,99 dalam suhu 200 C

Cairan

0.68 g/mL dalam 250C

Padat

Tidak diketahui

Volatilitas

1.1 106 mg/m3 at 25C

Bentuk dan bau

Gas ; bau almond

Kelarutan dalam:
Air

Sempurna pada 250C

Bahan pelarut lain

Dapat terlarut sempurna


hampir dalam setiap larutan
organic

Baskin SI, Brewer TG. Cyanide Poisoning. Chapter. Pharmacology Division. Army

Medical Research Institute of Chemical Defense, Aberdeen Proving Ground, Maryland.


USA. Diunduh dari www.bordeninstitute.army.mil/cwbw/Ch10.pdf. Accessed on July 14,
2010

Sianida memasuki udara, air, dan tanah baik dengan proses alami
maupun karena proses industri. Keberadaan sianida di udara jauh di bawah
ambang batas yang dapat berbahaya. Sianida di udara berbentuk partikel
kecil yang halus. Adanya hujan atau salju mengurangi jumlah partikel
sianida di dalam udara, namun tidak begitu dengan gas HCN.
Kebanyakan sianida di air permukaan akan membentuk HCN dan
kemudian akan terevaporasi. Meskipun demikian, jumlahnya tetap tidak
mencukupi untuk memberikan pengaruh negatif terhadap manusia.
6

Beberapa dari sianida di air tersebut akan diuraikan menjadi bahan yang
tidak berbahaya oleh mikroorganisme atau akan membentuk senyawa
kompleks dengan berbagai logam, seperti besi.
HCN dilepaskan ke dalam atmosfer dari ledakan gunung berapi,
tumbuh-tumbuhan, bakteri dan juga jamur. Sumber utama pada keracunan
sianida pada manusia maupun hewan sebagian besar berasal dari buah atau
tanaman yang mengandung glikosida sianogenik, yang dapat melepaskan
sianida saat memasuki saluran pencernaan.

Baskin SI, Brewer TG.Ibid.

Konsumsi dari tumbuh-tumbuhan yang mengandung glikosida


sianogenik dapat menimbulkan gejala sampai dengan kematian. Tumbuhtumbuhan yang dapat menghasilkan hidrogen sianida yang telah
ditemukan antara lain Cassava sorghum, kentang manis, bambu, talas,
tebu, kacang polong, kacang kedelai, kacang almond, lemon, jeruk nipis,
apel, pir, persik, aprikot, dan plum.
Banyak sianida di tanah atau air berasal dari proses industri.
Sumber terbesarnya yaitu aliran buangan dari proses pertambangan logam,
industri kimia organik, pabrik besi dan baja, serta fasilitas pengolahan air
limbah publik. Pada kejadian diluar industrial, kemungkinan terpapar oleh
sianida adalah melalui pembakaran dari bahan-bahan plastik. Sebagian
kecil sianida dapat ditemukan pada runoff hujan yang membawa garamgaram sianida yang terdapat di jalan. Sianida yang terdapat di landfill
dapat mencemari air tanah.
Seperti halnya di air permukaan, sianida yang berada di tanah juga
dapat mengalami proses evaporasi dan penguraian oleh mikroorganisme.
Baru-baru ini bahkan telah dideteksi sianida di air tanah di bawah
beberapa landfill dan tempat pembuangan limbah industri. Tidak sedikit
7

dantaranya

mengandung

sianida

dalam

konsentrasi

yang

tinggi.

Konsentrasi tinggi ini menjadi racun bagi mikroorganisme tanah.


Dikarenakan

tidak

ada

lagi

mikroorganisme

tanah

yang

dapat

menguraikannya, sianida dapat memasuki air tanah di bawahnya.


HCN digunakan pula dalam ruangan gas yang dipakai untuk proses
eksekusi (hukuman mati) dan banyak juga digunakan dalam peperangan.
Sianida yang digunakan oleh militer NATO (North American Treaty
Organization) adalah yang jenis cair yaitu asam hidrosianik. Selain itu,
banyak bahan-bahan yang mengandung sianida digunakan dalam dunia
kedokteran, seperti penggunaan sebagai vasodilator dalam pemeriksaan
pembuluh darah dan digunakan pula untuk menurunkan tekanan darah
manusia secara cepat dalam kondisi kritis.7

2.3 Insidens dan Penggunaan Sianida


Kematian akibat keracunan CN umumnya terjadi pada kasus bunuh diri
dan pembunuhan. Tetapi dapat pula terjadi akibat kecelakaan di laboratorium,
pada penyemprotan (fumigasi) dalam pertanian dan penyemprotan di gudanggudang kapal.2 Sianida digunakan secara massal sebagai racun pada pengikut
fanatik tim karismatik James Jones di tempat pengungsiannya di Amerika Selatan,
Jonestown. Kejadian tragis yang terjadi pada tahun 1978 ini memakan korban
sekitar 900 nyawa. Setelah memaksa pengikutnya untuk minum cairan jernih yang
telah dicampur pottasium sianida, Jone melakukan bunuh diri dengan menembak
dirinya sendiri.1
Meskipun sianida telah digunakan sejak lama, namun identifikasi sianida
pertama kali adalah pada tahun 1782 oleh ahli kimia dari Swedia, Scheele yang
kemudian meninggal akibat keracunan sianida di laboratoriumnya.3,5

2.3.1 Penggunaan militer


Pada zaman kejayaan kerajaan Romawi, sianida digunakan sebagai
senjata yang digunakan untuk meracuni anggota keluarga kerajaan dan
orang-orang yang dianggap dapat menganggu keamanan. Kemudian
Napoleon 2I mengusulkan penggunaan sianida pada bayonet pasukannya.
Perancis menggunakan asam hidrosianik yang berbentuk gas selama
perang dunia pertama. Akan tetapi efeknya kurang mematikan
dibandingkan dengan bentuk cair. Ditambah lagi pihak Jerman pada saat
itu telah melengkapi pasukannya dengan masker yang dapat menyaring
gas sianida. Oleh karena itu, pada tahun1916 Perancis mencoba jenis
sianida gas lainnya yang berat molekulnya lebih berat dari udara, lebih
mudah terdispersi dan mempunyai efek kumulatif. Zat yang digunakan
adalah cyanogen chlorida yang dibentuk dari pottasium sianida. Jenis
racun ini sudah cukup efektif karena dalam konsentrasi yang rendah
sudah dapat mengiritasi mata dan paru. Sedangkan pada konsentrasi
tinggi dapat menyebabkan paralisis hebat pada sistem pernafasan dan
sistem saraf pusat.3,5
Kemudian Austria juga mengeluarkan gas beracun yang berasal
dari potasium sianida dan bromin yang disebut sianogen bromida. Zat ini
mempunyai efek iritasi yang sangat kuat pada konjungtiva mata dan
mukosa saluran pernafasan.3,5,8
Selama perang dunia 2, Nazi Jerman menggunakan asam
hidrosianik yang disebut Zyklon B dimana digunakan untuk menghabisi
ribuan rakyat sipil dan tentara musuh.1,3,5,8

2.3.2 Pada perindustrian dan pekerjaan


Contohnya pemadam kebakaran, industri karet, industri kulit,
pertambangan, penyepuhan dengan listrik, pengelasan, petugas
laboratorium dan ahli kimia, pekerja yang menggunakan pestisida,
pengasapan, industri kertas.1,3,5
2.3.3 Sumber lain yang berpotensi sebagai sumber sianida
Contohnya pembersih kuteks, bahan pelarut, asap rokok, buahbuahan seperti cherry, apel, tanaman tertentu seperti bambu, singkong,
bayam, kacang, tepung tapioka; asap kendaraan bermotor, hasil
pembakaran dari material sintetik seperti plastik.1,3,5

1. Fenton JJ. Toxicology A Case-Oriented Approach. Florida: CRC PRESS;


2002.hal. 271-75)
3. New York State Department of Health. The Facts About Cyanides. New York:
2004. http://www.health.state.com, diakses tanggal 1 April 2016.
5. Baskin Sl, Kelly JB, Maliner BI, Rockwood GA, Zoltani CK. Cyanide
Poisoning. Chapter 11. USA: Army medical Research Institute of Chemical
Defense,
Abeerden
Proving
groundm
Maryland.
http://www.bordeninstitute.army.com, diakses tanggal 1 April 2016
8. Gill JR, Marker E, Stajic M. Suicide by Cyanide : 17 Deaths. ASTM
International. 2004. http://www.astm.org, diakses tanggal 1 April 2016.
2.4 Asal Paparan
2.4.1

Inhalasi

Sisa pembakaran produk sintetis yang mengandung karbon dan


nitrogen seperti plastik pasti akan melepaskan sianida. Rokok juga
mengandung sianida, pada perokok pasif ditemukan sekitar 0,06 g/mL
sianida dalam darah, sedangkan pada perokok aktif ditemukan sekitar
0,17 g/mL sianida dalam darah. Hidrogen sianida sangat mudah
10

diabsorbsi oleh paru, gejala keracunan dapat timbul dalam hitungan detik
sampai menit. Ambang batas minimal HCN di udara adalah 2-10 ppm
(part per million), tetapi angka ini belum dapat memastikan konsentrasi
sianida yang berbahaya bagi lingkungan di sekitarnya. Selain itu,
gangguan dari saraf-saraf sensoris pernafasan juga sangat terganggu.
Berat jenis HCN lebih ringan dari udara. Anak-anak yang terpapar HCN
dengan kadar yang sama seperti orang dewasa akan terpapar HCN jauh
lebih tinggi.2,5,9
2.4.2

Mata dan kulit

Paparan HCN dapat menimbulkan iritasi pada mata dan kulit.


Muncul segera setelah paparan atau paling lambat 30 sampai 60 menit.
Kebanyakan kasus disebabkan kecelakaan pada saat bekerja sehingga
cairan sianida kontak dengan kulit dan meninggalkan luka bakar.2,5
2.4.3

Saluran pencernaan

Apabila HCN tertelan, tidak perlu merangsang korban untuk


muntah, karena sianida sangat cepat berdifusi dengan jaringan dalam
saluran pencernaan.2,4,5
2. Keracunan Sianida. Dalam: Budiyanto A, widiatmaka W, Sudiono S, Munim
T, Sidhi, Herfian S, editors. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian
Kedokteran Forensik FKUI; 1997. hal. 95-100.
4. Centers for Disease Control and Prevention. Facts About Cyanide.
Departement
Of
Health
and
Human
service.
2003.
http://www.bt.cdc.gov ,diakses tanggal 1 April 2016.
5. Baskin Sl, Kelly JB, Maliner BI, Rockwood GA, Zoltani CK. Cyanide
Poisoning. Chapter 11. USA: Army medical Research Institute of

11

Chemical
Defense,
Abeerden
Proving
groundm
Maryland.
http://www.bordeninstitute.army.com, diakses tanggal 1 April 2016.
9. Gerberding JL. Toxicological Profile for Cyanide. U.S. Departement of
Health and Human Services, Public Health Service Agency for Toxic
Substances and Disease Registry. 2006. hal. 72-98.

Agency for Toxic Substances and Disease Registry Division of Toxicology and

Enviromental Medicine ,ibid.


8

Robert K. Murray, Daryl K. Granner, Victor W. Rodwell; Harper's Illustrated

Biochemistry 27th Edition; The McGraw-Hill Companies; 2006


9

Wikipedia. Fosforilasi Oksidatif. Diunduh dari http://id.wikipedia.org/wiki/

Fosforilasi_oksidatif. Accessed on 20 July 2010.

2.5 Patomekanisme
Pada saat seseorang terpapar racun sianida secara inhalasi, kulit maupun
oral, baik sianida yang terlepas dari sisa pembakaran plastik yang mengandung
karbon dan nitrogen, ataupun sianida yang terlepas dari asap rokok, maka sianida
tersebut akan cepat diabsorbsi oleh tubuh . Garam sianida cepat diabsorbsi melalui
saluran pencernaan, Cyanogen dan uap HCN diabsorbsi melalui pernapasan .
HCN cair akan cepat diabsorbsi melalui kulit tetapi gas HCN lambat, sedangkan
nitril organik (iminodipropilnitril, glikonitril, asetonitril) cepat diserap melalui
kulit. Setelah diabsorbsi, sianida akan masuk ke dalam sirkulasi darah sebagai CN
bebas dan tidak dapat berikatan dengan hemoglobin, kecuali dalam bentuk
methemoglobin akan terbentuk sianmethemoglobin. Sianida dalam tubuh akan
menginaktifkan beberapa enzim oksidatif seluruh jaringan secara radikal, terutama
sitokrom oksidase dengan mengikat bagian ferric heme group dari oksigen yang
dibawa oleh darah. Selain itu sianida juga secara reflex merangsang pernapasan
dengan bekerja pada ujung saraf sensorik sinus (kemoreseptor) sehingga
12

pernafasan bertambah cepat dan menyebabkan gas racun yang diinhalasi makin
banyak.2,10
Proses oksidasi dan reduksi terjadi sebagai berikut:2

Fe++sitokrom-oksidase

Fe+++sitokrom-oksidase
+
CN

Dengan demikian proses oksidasi-reduksi dalam sel tidak dapat


berlangsung dan oksi-Hb tidak dapat berlangsung dan oksi-Hb tidak dapat
berdisosiasi melepaskan O2 ke sel jaringan sehingga timbul anoksia jaringan
(anoksia histotoksik). Hal ini merupakan keadaan paradoksal karena korban
meninggal akibat hipoksia tetapi dalam darahnya kaya akan oksigen.2,10
Sianida dioksida dalam tubuh menjadi sianat dan sulfosianat dan
dikeluarkan dari tubuh melalui urin. Takaran toksin peroral untuk HCN adalah 6090 mg sedangkan takaran toksik untuk KCN atau NaCN adalah 200 mg. Kadar gas
sianida dalam udara lingkuangan dan lama inhalasi akan menentukan kecepatan
timbul gejala keracunan dan kematian.2
20 ppm

Gejala ringan timbul setelah beberapa jam

13

100 ppm Toksin SianidaSangat berbahaya dalam 1 jam


200-400 ppm
Meninggal dalam 30 menit
Blok Sitokrom Oksidase(mitokondria)
2000 ppm
Meninggal seketika
Oksigen Tidak Dapat Diambil
Metabolism Sel Aerobik Terganggu
Perfusi Oksidatif
Histotoksik Hipoksia
Hipoksia Jaringan
Meninggal

14

Nilai TLV (Threshold imit value) adalah 11 mg per M3 untuk gas HCN
sedangkan TLV untuk debu sianida adalah 5 gr per M3. 2
Kadang-kadang korban keracunan CN melebihi takaran mematikan (letal)
tetapi tidak meninggal. Hal ini mungkin disebabkan oleh toleransi individual
dengan daya detoksifikasi tubuh berlebihan, dengan mengubah CN menjadi sianat
dan sulfosianat. Dapat pula disebabkan oleh keadaan anasiditas asam lambung,
sehingga menyebabkan garam CN yang ditelan tidak terurai menjadi HCN.
Keadaan ini dikenal sebagai imunitas Rasputin. Tetapi sekarang hal ini telah
dibantah, karena cukup dengan air saja dalam lambung, garam CN sudah dapat
terurai menjadi HCN. Kemungkinan lain adalah karena dalam penyimpanan
sianida sudah berubah menjadi garam karbonat. Misalnya NaCN +Udara
Na2CO3 + NH3.2

Pada pemeriksaan fisik setelah kematian akan ditemukan adanya lebam


mayat berwarna merah terang, karena darah vena kaya akan oksi-Hb. Tetapi ada
pula yang mengatakan karena terdapat Cyan-Met-Hb. Warna lebam yang merah
terang tidak selalu ditemukan pada kasus keracunan sianida, ditemukan pula kasus
kematian akibat sianida dengan warna lebam mayat biru kemerahan, livid. Hal ini
tergantung pada keadaan dan derajat keracunan. Tercium bau amandel yang
patognomonik untuk keracunan CN, dapat tercium dengan menekan dada mayat
sehingga akan keluar gas dari mulut dan hidung. Pada saat pembedahan mayat
juga tercium bau amandel yang khas pada saat membuka rongga dada, perut dan
otak serta lambung (bila racun melalui mulut). Darah, otot dan organ-organ tubuh
15

dapat berwarna merah terang. Selanjutnya hanya ditemukan tanda-tanda asfiksia


pada organ-organ tubuh.2,10
Pada korban yang menelan garam alkali sianida, dapat ditemukan kelainan
pada mukosa lambung berupa korosi dan berwarna merah kecoklatan karena
terbentuk hematin alkali dan pada perabaan mukosa licin seperti sabun. Korosi
dapat menyebabkan perforasi lambung yang dapat terjadi antemortal atau
postmortal.2,11,12

Yang memegang peran penting di dalam patofisiologi keracunan


sianida adalah sitokrom c oksidase.
Sitokrom c oksidase adalah suatu hemoprotein yang terdistribusi
secara luas pada berbagai jaringan, memiliki tipikal prostetik heme yang
ada pada myoglobin, hemoglobin, dan sitokrom lain. Sitokrom tersebut
merupakan rantai terakhir pernafasan yang ada pada mitokondria dan
mentransfer elektron menghasilkan oksidasi dari molekul substrat dengan
dehidrogenase untuk akseptor terakhir oksigen. Enzim tersebut dapat
diracuni oleh karbonmonoksida, sianida dan hydrogen sulfat. Hal ini juga
melibatkan sitokrom a3.
Telah diketahui bahwa sitokrom a dan a3 tergabung dalam protein
tunggal, dan kompleks enzim sitokrom oksidase dikenal sebagai sitokrom
aa3. Terdiri dari dua molekul heme, dan masing-masing memiliki satu
atom Fe yang berubah-ubah antara Fe3+ dan Fe2+ selama proses oksidasi
dan reduksi. Pada rantai respirasi, ia terlibat sebagai karier elektron dari
flavoprotein yang satu ke sitokrom oksidase yang lain.
2. Keracunan Sianida. Dalam: Budiyanto A, widiatmaka W, Sudiono S,
Munim T, Sidhi, Herfian S, editors. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta:
Bagian Kedokteran Forensik FKUI; 1997. hal. 95-100.
10. Ikegaya H, Iwase H, Hatanaka K, Sakurada K, Yoshida K, Takatori T.
Diagnosis of Cyanide Intoxication by Measurement of Cytochrome C

16

Oxidase Activity. Toxicology Letters. 2001. http://www.elsevier.com,


diakses tanggal 28 Januari 2013.
11. Lundquist P, Rosling H, Sorbo B. Determination of Cyanide in Whole
Blood, Erythrocytes, and Plasma. Dalam Clinical Chemistry, Vol. 31.
1985. hal. 591-595.
12. Moriya F, Hashimoto Y. Potential for Error when Assessing Blood
Cyanide Concentrations in Fire Victims. ASTM International. 2001.

10

Sherwood, Lauralee. Pulmonary Function and Respiratory Regulation. Human

Physiologic 13. 2010.

2.4

PATOFISIOLOGI KERACUNAN SIANIDA


Jumlah dan bentuk dari sianida, durasi paparan, rute paparan serta
kondisi komorbid dari masing-masing individu mempengaruhi onset dan
tingkat keparahan dari pasien yang terkena sianida. Kombinasi dari faktorfaktor tersebut dapat mengganggu kemampuan alami tubuh untuk
detoksifikasi dan menimbulkan gejala-gejala.11
Banyak informasi menjelaskan bahwa sianida berperan dalam
menghambat rantai respirasi. Jadi penelitian terhadap penghambat rantai
pernafasan sangat berguna dalam perkembangan penelitian dari system
rantai pernafasan yang kemudian dihambat akibat keracunan sianida,
antara lain

penghambat fosforilasi oksidatif dan pemutusan rantai

fosforilasi oksidatif.
11

Goldfrank, LS. Cyanide and Hydrogen Sulfide. Toxicologic Emergencies 87, 1994:

1215-1225.

17

Gambar 1. : letak inhibisi rantai respirasi oleh obat tertentu, bahan kimia,
dan antibiotik.12

Rute paparan sianida antara lain melalui inhalasi, tertelan


(ingestion), dermal, konjungtiva dan parenteral.13 Toksisitas terjadi segera
setelah inhalasi gas hidrogen sianida, ingesti sianida melalui garam atau
cyanogen, atau melalui absorpsi perkutaneus sianida dari larutan
berkonsentrasi tinggi. Sianida memiliki berat molekul yang ringan dan
tidak terionisasi sehingga dapat dengan mudah menemus membrane epitel.
Hidrogen sianida sangat mudah diabsorbsi oleh paru melalui membran
alveolar.

12

Robert K. Murray, Daryl K. Granner, Victor W. Rodwell. Loc cit.


Goldfrank, LS. Loc cit.

13

18

H
M
R
A
G
,K
N
C
D
IN
S
a
I
K
I
N
U
N
H
L
G
A
I
E
L
T
S
A
T
S
I
I

SIRKULASI

Anoksiaht

Asfikia

19

o
d
i
s
A
b
o
r
e
a
n
TAeProbA
k
l
b
a
t
e
m
O OHS
ki i2 t
p g- k H o a r
i msa d
g kt
o i k a k ek
j s db a e ae r
dl n u
i eg sl
ts e a e i r n a r
a
n i
g
u

s o

ob
l a
s
i sr
o
gs
g

Diagram 2.1. Patofisiologi keracunan sianida

Konsentrasi HCN di udara yang tidak tercemar adalah kurang dari

0,2 ppm. Di USA dan Kanada, konsentrasi sianida di dalam air minum

berkisar antara 0,001-0,011 ppm. Sisa pembakaran produk sintesis yang


mengandung karbon dan nitrogen seperti plastik juga akan melepaskan

sianida, begitu pula dengan rokok. Pada perokok pasif dapat ditemukan
sekitar 0.06g/mL sianida dalam darahnya, sementara pada perokok aktif
ditemukan sekitar 0.17 g/mL sianida dalam darahnya.

Sianida merupakan bahan kimia umum yang dapat menyebabkan

kematian dalam 5 10

20

menit jika tidak ditangani segera.14 Racun klasik seperti H2S, karbon
monoksida dan sianida menginhibisi Complex IV (sitokrom oxidase),
menghalangi siklus asam trikarboksilat dan menyebabkan henti nafas.
Namun proses tersebut reversible.15,16

14

Kasper, Braunwald, Fauci, Hauser, Longo, Jameson; Harrisons Principles of Internal

Medicine 16th edition; The McGraw-Hill Companies; 2005.


15

Agency for Toxic Substances and Disease Registry Division of Toxicology and

Enviromental Medicine ,Loc cit.


16

Wyatt, J. P., Illingworth R. N., Clancy M. J., Munro P. T., Robertson C. E. OXFORD

HANDBOOK of ACCIDENT and EMERGENCY MEDICINE 2 ND EDITION,

Oxford

University Press.UK. 2005.

Gejala keracunan dapat timbul dalam hitungan detik sampai menit.


Ambang batas minimal hidrogen sianida di udara adalah 2-10 ppm. Tetapi
angka ini belum dapat memastikan konsentrasi sianida yang berbahaya
bagi orang disekitarnya. Sianida merupakan satu dari sebagian kecil
senyawa kimia yang tidak mengikuti hukum Hawer, bagian dimana Ct
( produk konsentrasi dan waktu ) dibutuhkan dalam menyebabkan efek
biologi adalah konstan berdasarkan konsentrasi dan waktu. Paparan
pendek untuk konsentrasi tinggi berbeda dengan paparan jauh untuk
konsentrasi rendah. Anak-anak yang terpapar hidrogen sianida dengan
tingkat yang sama pada orang dewasa akan terpapar hidrogen sianida yang
jauh lebih tinggi. Selain itu, orang yang tinggal di dekat pembuangan
limbah berbahaya akan terpapar lebih banyak dibanding dengan orang
umum lainnya.
Sianida sangat mudah masuk ke dalam saluran pencernaan. Dosis
letal via transmisi oral diperkirakan 200 miligram untuk potassium sianida.
Tidak perlu melakukan atau merangsang korban untuk muntah, karena
sianida sangat cepat berdifusi dengan jaringan dalam saluran pencernaan.
Namun waktu kematian via oral ini masih lebih lama dibandingkan dengan
via parenteral (20 menit banding 5 menit).

21

Paparan melalui kulit, khususnya pada kulit yang terkelupas, dapat


menimbulkan gejala keracunan. Namun hingga saat ini korelasi antara
paparan melalui kulit dengan timbulnya gejala masih dianggap sulit.
Kecelakaan industri dimana seseorang terpapar sianida melalui kulit dan
inhalasi, mununjukkan bahwa paparan melalui inhalasi lebih berbahaya.
Sianida merupakan inhibitor nonspesifik untuk beberapa enzim
respirasi termasuk sitokrom oksidase, karbonik anhidrase, superoksida
dimutase, dan banyak lainnya. Inhibisi enzim-enzim tersebut dikarenakan
sianida yang memiliki kemampuan untuk berikatan dengan porsi metal
dari metalloenzim. Sitokrom oksidase merupakan metalloenzim yang
mengandung besi (ferri (Fe3+)) dan merupakan bagian penting pada
fosforilasi dan produksi energi secara aerobik. Sitokrom oksidase
berfungsi dalam rantai transpor elektron dalam mitokondria yang
mengubah produk katabolis dari glukosa menjadi molekul yang berenergi
tinggi yaitu adenosine triphophatase (ATP).17

17

Goldfrank, LS. Loc cit.

Gambar 1. Reaksi ikatan sianida dengan enzim sitokrom oksidase18


22

Sianida bisa menimbulkan selular hipoksia karena sianida


menghambat kerja dari sitokrom oksidase. Pada akhir rantai transpor
elektron adalah tempat dimana sianida tampak mangambil bagian dari
sitokrom A3 di dalam enzim. Hal ini merupakan cara yang efektif untuk
mengurangi

jumlah

produksi

ATP.

Penurunan

produksi

ATP

mengakibatkan jaringan tidak dapat menggunakan O2 dan sebagai


konsekuensinya, pembuluh vena cenderung tinggi O2 karena oksigen tidak
digunakan. PO2 alveolar, PO2 arterial dan kandungan oksigen dapat normal
(bahkan meningkat, sianida dalam dosis rendah dapat mengakibatkan
peningkatan ventilasi dengan menstimulasi kemoreseptor arterial).19

18

Robert K. Murray, Daryl K. Granner, Victor W. Rodwell. Loc cit.

19

Levitsky M. G.; Pulmonary Physiology, Seventh Edition; The McGraw-Hill Companies,

Inc; 2007.

Keadaan ini disebut Hipoksia Histotoksik. Buruknya perfusi


jaringan, juga dapat meningkatkan L-laktat di plasma darah, yang
menyebabkan asidosis laktat sekunder. Sebagai akibatnya hanya dalam
waktu beberapa menit akan mengganggu transmisi neuronal.20
Tidak perlu paparan sianida dalam jumlah banyak untuk
mengakibatkan gangguan kesehatan yang merugikan. Kehebatan efek
yang ditimbulkan sianida bergantung pada bentuknya, apakah itu HCN
atau dalam bentuk garam dan lainnya.

20

Goldfrank, LS. Loc cit.

Gejala yang ditimbulkan antara lain bradikardi dan hipertensi, d2kuti


hipotensi dengan takikardi yang akhirnya menjadi bradikardi dan
hipotensi.
Apabila terpapar dalam konsentrasi yang sangat tinggi, hanya
dalam jangka waktu 15 detik tubuh akan merespon dengan hiperpnea, 15

23

detik setelah itu seseorang akan kehilangan kesadarannya. 3 menit


kemudian akan mengalami apnea yang dalam jangka waktu 5-8 menit
akan mengakibatkan aktifitas otot jantung terhambat karena hipoksia dan
berakhir dengan kematian.21
Pekerja yang terpapar dalam konsentrasi rendah akan tetapi
terpapar beberapa tahun dapat mengalami kesulitan dalam pernapasan,
nausea, sakit dada, dan kepala. Indikasi pertama keracunan sianida adalah
napas cepat dan pendek, sakit kepala, hiperpnea sementara, gelisah dan
lainnya. Tanda akhir sebagai ciri adanya penekanan terhadap CNS adalah
koma dan dilatasi pupil, tremor, aritmia, kejang-kejang, koma penekanan
pada pusat pernafasan, gagal nafas sampai henti jantung, tetapi gejala ini
tidak spesifik bagi mereka yang keracunan sianida sehingga menyulitkan
penyelidikan apabila penderita tidak mempunyai riwayat terpapar sianida.
21

WU. Harry. Keracunan Sianida. Di unduh dari http://klikharry.wordpress.com/2006/

12/14/keracunan-sianida/. Diakses tanggal 15 Juli 2010.

Gejala klinis pada kulit bervariasi. Umumnya berupa kulit


kemerahan seperti cherry. Hal ini disebabkan peningkatan saturasi
hemoglobin pada darah vena karena penurunan pemanfaatan oksigen pada
jaringan. Fenomena ini dapat lebih terbukti pada pemeriksaan funduskopi,
dimana vena dan arteri tampak dalam warna yang hamper sama. Sianosis
juga pernah dilaporkan namun diduga karena syok.22,23

24

Gambar 2. Gejala klinis yang ditimbulkan oleh keracunan sianida 24


22

CDC.

Facts

About

Cyanide.

Diunduh

dari

http://emergency.cdc.gov/agent/cyanide/basics/facts.asp. Diakses tanggal 15 Juli 2010.


23

Goldfrank, LS. Loc cit

24

Agency for Toxic Substances and Disease Registry Division of Toxicology and

Enviromental Medicine ,Loc cit.

1. Tanda dan gejala keracunan sianida


1.1 Keracunan akut
Racun yang ditelan cepat menyebabkan kegagalan pernafasan dan
kematian dapat timbul dalam beberapa menit. Korban sering mengeluh
rasa terbakar pada kerongkongan dan lidah, sesak nafas, hipersalivasi,
mual, muntah, sakit kepala, vertigo, fotofobi, tinitus, pusing dan
kelelahan.2
Dapat pula ditemukan sianosis pada muka, busa keluar dari
mulut, nadi cepat dan lemah, pernafasan cepat dan kadang-kadang tidak
teratur, pupil dilatasi dan refleks melambat, udara pernafasan dapat

25

berbau amandel, juga dari muntahan tercium bau amandel. Menjelang


kematian sianosis lebih nyata dan timbul kedut otot-otot kemudian
kejang-kejang dengan inkontinesia urin dan alvi.2
Racun yang diinhalasi menimbulkan palpitasi, kesukaran
bernafas, mual-muntah, sakit kepala, salivasi, lakrimasi, iritasi mulut,
dan kerongkongan, pusing dan kelemahan ekstremitas cepat timbul dan
kemudian kolaps, kejang-kejang, koma dan meninggal.2
1.2 Keracunan kronik
Korban tampak pucat, keringat dingin, pusing, rasa tidak enak
dalam perut, mual dan kolik, rasa tertekan pada dada dan sesak nafas.
Keracunan kronik CN dapat menyebabkan goiter dan hipotiroid, akibat
terbentuk sulfosianat.2
Calcium cyanimide menghambat aldehida-oksidase sehingga
toleransi terhadap alkohol menurun. Gejala keracunan berupa sakit
kepala, vertigo, sesak nafas dan meninggal akibat kegagalan
pernafasan. 2

2. Pemeriksaan kedokteran forensik

Pemeriksaan luar
Tercium bau amandel yang patognomonik untuk keracunan
CN, dapat tercium dengan menekan dada mayat sehingga akan
keluar gas dari mulut dan hidung. Bau ini harus cepat dapat
ditentukan karena indera pencium kita cepat teradaptasi sehingga
tidak dapat membaui bau khas tersebut.2

26

Sianosis pada wajah dan bibir, busa keluar dari mulut dan
lebam mayat berwarna merah terang, karena darah vena kaya akan
oksi-Hb. Tetapi ada pula yang mengatakan karena terdapat CyanMet-Hb. 2
Warna lebam yang merah terang tidak selalu ditemukan pada
kasus keracunan sianida, ditemukan pula kasus kematian akibat
sianida dengan warna lebam mayat biru kemerahan, livid. Hal ini
tergantung pada keadaan dan derajat keracunan. 2

Pemeriksaan dalam
Pada pemeriksaan dalam tercium bau amandel yang khas pada
saat membuka rongga dada, perut dan otak serta lambung (bila racun
melalui mulut). Darah, otot dan organ-organ tubuh dapat berwarna
merah terang. Selanjutnya hanya ditemukan tanda-tanda asfiksia
pada organ-organ tubuh.2
Pada korban yang menelan garam alkali sianida, dapat
ditemukan kelainan pada mukosa lambung berupa korosi dan
berwarna merah kecoklatan karena terbentuk hematin alkali dan
pada perabaan mukosa licin seperti sabun. Korosi dapat
menyebabkan perforasi lambung yang dapat terjadi antemortal atau
postmortal. 2

3. Pemeriksaan laboratorium

27

3.1 Uji kertas saring


Kertas saring dicelupkan ke dalam larutan asam pikrat jenuh,
biarkan hingga lembab. Teteskan satu tetes isi lambung atau darah
korban, diamkan sampai agak mengering, kemudian teteskan Na2CO3
10% 1 tetes. Uji positif bila terbentuk warna ungu.2
Kertas saring dicelupkan ke dalam larutan HJO3 1%, kemudian
ke dalam larutan kanji 1 % dan keringkan. Setelah itu kertas saring
dipotong-potong seperti kertas lakmus. Kertas ini dipakai untuk
pemeriksaan masal pada para pekerja yang diduga kontak dengan CN.
Caranya dengan membasahi kertas dengan ludah di bawah lidah. Uji
positif bila warna berubah menjadi biru. Hasil uji berwarna biru muda
meragukan sedangkan bila warna tidak berubah (merah muda) berarti
tidak terdapat keracunan CN.2
Kertas saring dicelup ke dalam larutan KCl, dikeringkan dan
dipotong-potong kecil. Kertas tersebut dicelupkan ke dalam darah
korban, bila positif maka warna akan berubah menjadi merah terang
karena terbentuk sianmethemoglobin. 2
3.2 Reaksi Schonbein-Pagenstecher (reaksi Guajacol)
Caranya adalah dengan memasukkan 50 mg isi lambung/jaringan
ke dalam botol Erlenmeyer. Kertas saring (panjang 3-4 cm, lebar 1-2
cm) dicelupkan ke dalam larutan guajacol 10% dalam alkohol,
kemudian dikeringkan. Lalu dicelupkan ke dalam larutan CuSO4 0,1%
dalam air dan kertas saring digantungkan di atas jaringan dalam botol.
Botol tersebut dihangatkan. Bila hasil reaksi positif, akan terbentuk

28

warna biru-hijau pada kertas saring. Reaksi ini tidak spesifik, hasil
positif semu didapatkan bila isi lambung mengandung klorin, nitrogen
oksida atau ozon; sehingga reaksi ini hanya untuk skrining.2
3.3 Reaksi Prussian Blue (Biru Berlin)
Isi lambung/jaringan didestilasi dengan destilator. 5 ml destilat +
1 ml NaOH 50% + 3 tetes FeSO4 10% rp + 3 tetes FeCl3 5%, panaskan
sampai hampir mendidih, lalu dinginkan dan tambahkan HCl pekat
tetes demi tetes sampai terbentuk endapan Fe(OH)3, teruskan sampai
endapan larut kembali dan terbentuk biru berlin.2
3.4 Cara Gettler Goldbaum
Dengan menggunakan 2 buah flange (piringan) dan di antara 2
flange dijepitkan kertas saring Whatman No.50 yang digunting sebesar
flange. Kertas saring dicelupkan ke dalam larutan FeSO4 10% rp
selama 5 menit, keringkan lalu celupkan ke dalam larutan NaOH 20%
selama beberapa detik. Letakkan dan jepitkan kertas saring di antara
kedua flange. Panaskan bahan dan salurkan uap yang terbentuk hingga
melewati kertas saring bereagensia antara kedua flange. Hasil positif
bila terjadi perubahan warna pada kertas saring menjadi biru.2

4. Pengobatan
4.1 Pada keracunan CN yang masuk secara inhalasi:
Pindahkan korban ke udara bersih. Berikan amil-nitrit dengan
inhalasi, 1 ampul(0,2 ml) tiap 5 menit. Hentikan pemberian bila tekanan
29

darah sistolik kurang dari 80 mmHg. Berikan pernapasan buatan


dengan 100% oksigen untuk menjaga PO2 dalam darah agar tetap
tinggi. Dapat juga dipakai oksigen hiperbarik. Resusitasi mulut ke
mulut merupakan kontraindikasi. Antidotum berupa Natrium nitrit 3%
IV diberikan sesegera mungkin dengan kecepatan 2,5 sampai s ml per
menit. Pemberian nitrit akan mengubah Hb menjadi met-Hb dan akan
mengikat CN menjadi sianmet-Hb. Jumlah nitrit yang diberikan harus
didasarkan pada kadar Hb dan berat badan korban. Jumlah Natrium
nitrit pada table telah cukup untuk mengubah 25% Hb menjadi met-Hb.
Kadar met-Hb tidak boleh melebihi 40%, karena met-Hb tidak dapat
mengangkut O2. Bila kadat met-Hb melebihi 40% berikan reduktor,
misalnya vitamin C intravena. 2
Tabel. Variasi takaran natrium nitrit dan natrium tiosulfat dengan kadar
Hb
Hemoglobin
(g/100 ml)

Takaran awal
NaNO2 (mg/kg)

Takaran awal
NaNO2 3%
(ml/Kg)

Takaran awal
Na-tiosulfat 25%
(ml/kg)

5,8

0,19

0,95

6,6

0,22

1,10

7,5

0,25

1,25

10

8,3

0,27

1,35

11

9,1

0,30

1,50

12

10,0

0,33

1,65

13

10,8

0,36

1,80

14

11,6

0,38

1,95

30

Bila tekanan darah turun karena pemberian nitrit, berikan 0,1mg


levarterenol atau epinefrin IV. Natrium tiosulfat25% IV diberikan
menyusul setelah pemberian Na nitrit dengan kecepatan 2,5-5 ml per
menit. Tiosulfat mengubah CN menjadi tiosianat. Hidroksokobalamin
juga dilanjutkan sebagai antidotum terutama untuk keracunan kronik.
Dikatakan bahwa kobalt EDTA adalah obat pilihan dengan takaran 300
mg IV yang akan mengubah CN menjadi kobaltsianida Co(CN)6 yang
larut dalam air. 2
4.2 Pada keracunan CN yang ditelan:
Lakukan tindakan darurat dengan pemberian inhalasi amil-nitrit,
satu amoul (0,2 ml, dalam waktu 3 menit) setiap 5 menit. Bilas lambung
harus ditunda sampai setelah diberikan antidotum nitrit dan tiosulfat.
Bilas lambung dengan Na-tiosulfat 5% dan sisakan 200 ml (10 g) dalam
tabung. Dapat juga dengan K permanganat 0,1% atau H2O2 3% yang
diencerkan 1 sampai 5 kali. Atau dengan 2 sendok teh karbon aktif atau
Universitas antipode dalam 1 gelas air dan kemudian kosongkan
lambung dengan jalan dimuntahkan atau bilas lambung. Berikan
pernapasan buatan dengan oksigen 100%. Penggunaan andidotum sama
seperti pada pengobatan keracunan CN yang diinhalasi. Selain nitrit,
dapat juga diberikan biru metilen 1% 50 ml IV sebagai antidotum. Biru
metilen akan mengubah Hb menjadi Met-Hb dan Met-Hb yang
terbentuk pada pemberian biru metilen ini ternyata tidak dapat bereaksi
dengan CN sebab yang masih belum diketahui. Bila korban keracunan

31

akut dapat bertahan hidup selama 4 jam maka biasanya akan sembuh.
Kadang-kadang terdapat gejala sisa berupa kelainan neurologik. Pada
keracunan Ca-Sianida, belum diketahui antidotum yang dapat
digunakan. Setelah bilas lambung diberikan terapi secara simtomatik.2
5. Kesimpulan
Sianida merupakan zat beracun yang mematikan. Hidrogen sianida adalah
cairan tidak berwarna atau dapat juga berwarna biru pucat pada suhu kamar.
Bersifat mudah menguap dan mudah terbakar. Sianida ditemukan pada rokok,
asap kendaraan bermotor dan makanan seperti bayam, kacang dan singkong.
Selain itu dapat pula ditemukan pada beberapa produk sintetik.
Gejala yang ditimbulkan bermacam-macam mulai dari sakit kepala, mual,
muntah, sesak nafas, jantung berdebar, selalu berkeringat dan bisa sampai tidak
sadar. Korban dapat terpapar sianida baik secara inhalasi, kontak langsung melalui
kulit dan mata, serta melalui saluran pencernaan.
Jumlah distribusi dari sianida berubah-ubah sesuai dengan kadar zat kimia
lainnya dalam darah. Konsentrasi sianida dalam darah sangat berhubungan dengan
gejala klinis yang akan ditimbulkannya.

2. Keracunan Sianida. Dalam: Budiyanto A, widiatmaka W, Sudiono S,


Munim T, Sidhi, Herfian S, editors. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta:
Bagian Kedokteran Forensik FKUI; 1997. hal. 95-100.

2.5.

DETOKSIFIKASI SIANIDA

32

Karena sianida yang terdapat dalam lingkungan dalam konsentrasi


yang rendah, maka tidak heran bila kebanyakan hewan memiliki jalur
biokimia intrinsik untuk detoksifikasi ion sianida.
Jalur

penting

lain

untuk

eksresi

sianida

adalah

dengan

pembentukan thiocyanate (SCN-) yang selanjutnya akan dieksresikan di


urin. Thiocyanate memiliki sifat toksik yang lebih rendah daripada sianida,
sianat, atau isosianate. Pembentukan tiosianat dikatalisis secara langsung
oleh enzim rhodanese dan secara tidak langsung melalui reaksi spontan
antara sianida dan produk sulfur persulfida dengan

enzim 3-

merkaptopiruvat dan thiosulfat reduktase.


Mekanisme ketiga enzim tersebut dan farmakokinetik tiosianat
telah dipelajari. Walaupun fungsi 3-merkaptopiruvat mengkonversi sianida
menjadi sianat, ketidakstabilannya dan sulf-auto-oksidasi pada pH dasar
dapat menutupi efek ini. Jalur enzimatik efisien tetapi memiliki
ketidakcukupan kapasitas untuk mendetoksifikasi saat keracunan akut
karena rendahnya donor sulfur. Reaksi sulfurtransferase di mitokondria
akan tereksploitasi dengan adanya ambilan natrium tiosulfat saat terjadi
keracunan akut. Belum dapat diketahui secara pasti, namun simpanan
sulfur endogen berperan dalam pembentukan tiosianat dari sianida. Jalur
sederhana metabolisme adalah oksidasi sianida menjadi sianat (CNO-)
yang dapat melalui jalur enzimatik maupun non-enzimatik. Interaksi
antara sistin dan sianida untuk membentuk asam 2-amino tiazolin 4karboksilik dan tautomernya sekitar 20% dari metabolisme sianida.
Peningkatan disertai dosis toksik sianida. Namun, perlindungan yang
disimpan

melalui

pembentukan

derivat

sianat

dibatasi

karena

ketidakstabilan sel dalam menggunakan oksigen selama intoksikasi


sianida. Jalur detoksifikasi 0,017 mg sianida/kgBB/menit pada manusia
umumnya.25
2.6.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

33

Standar baku utama untuk mengkonfirmasi intoksikasi sianida


adalah pemeriksaan kontaminasi sianida pada darah baik itu pemeriksaan
darah lengkap, sel darah merah maupun plasma. Konsentrasi sianida dalam
serum lebih besar dari 2,6 mg%, konsentrasi sianida darah lebih tinggi dari
2,5 Fg/mL, asidosis laktat dengan konsentrasi serum laktat di atas 10
mmol/L.

25

Baskin SI, Brewer TG. Loc cit.

Konsentrasi sianida dalam darah sangat berhubungan dengan


gejala klinis yang akan ditimbulkannya. Selain itu juga, pemeriksaan ini
akan menentukan pemberian jenis terapi. Karena sel darah merah banyak
mengandung sianida di dalam darahnya, maka pemeriksaan seluruh
komposisi darah sangat diperlukan. Hal ini cukup sulit dilakukan karena
waktu paruh sianida yang pendek sehingga kandungan sianida dalam
darah dengan cepat dapat berkurang. 26,27
Pada uji kertas saring, dapat digunakan asam pikrat jenuh atau
larutan HJO3 1% atau larutan KCl. Pada uji dengan asam pikrat jenuh,
diteteskan isi lambung atau darah korban, keringkan, lalu tetes Na2CO3
10% 1 tetes. Hasil positif berupa warna ungu.28
Pada uji kertas saring dengan larutan HJO31% lalu dicelupkan
dalam larutan kanji 1% dan keringkan. Kertas dipotong-potong kecil
seperti kertas lakmus. Kertas dibasahkan dengan ludah di bawah lidah.
Bila positif warna berubah menjadi biru.

34

26

Baskin SI, Brewer TG. Loc cit.

27

Centers for Disease Control and Prevention. The Facts About Cyanides. New York State

Department

Of

Health.

New

York.

2004.

Diunduh

dari

www.health.state.ny.us/nysdoh/bt/chemical_terrorism/docs/cyanide_general.pdf.

Accessed on July 14, 2010.


28

Irga. Keracunan Sianida. Diunduh dari www.passengereng.com. Diakses tanggal 20 Juli

2010.

Jika menggunakan larutan HCl, dikeringkan lalu dipotong kecilkecil. Kertas tersebut dicelupkan ke dalam darah, bila positif warna
berubah menjadi merah terang.
Pemeriksaan

Schonbein-Pagenstecher

(reaksi

Guajacol).

Dimasukkan 50 mg isi lambung/jaringan ke dalam botol Erlernmeyer.


Kertas saring (panjang 3-4 cm, lebar 1-2 cm). Dicelupkan ke dalam larutan
Guajacol 10% dalam alcohol, keringkan. Celupkan ke dalam larutan 0,1%
CuSO4 dalam air dan kertas saring digantungkan di atas jaringan dalam
botol. Bila isi lambung alkalis, tambahkan asam tartrat untuk
mengasamkan, agar KCN mudah terurai. Botol tersebut dihangatkan.Bila
positif,akan terbentuk warna biru hijau pada kertas saring. Reaksi ini
tidak spesifik,hasil positif semu didapatkan bila isi lambung mengandung
klorin,nitrogen oksida atau ozon,sehingga reaksi ini hanya untuk
skrining.29,30

29

Cyanide.

Cited

from

http://www.fas.org/nuke/guide/usa/doctrine/army/mmch/cyanide.htm. Accessed on July


20, 2010
30

Budiyanto A, (et al), op. cit., h. 98-99.

35

Reaksi Prussian blue ( biru berlin) . Isi lambung atau jaringan


didestilasi dengan destilator. 5 ml destilator + 1 ml NaOH 50% + 3 tetes
FeSO4 10% rp + 3 tetes FeCl3 5%,panaskan sampai hampir mendidih , lalu
dinginkan dan tambahkan HCl pekat tetes demi tetes sampai terbentuk
endapan Fe(OH)3 teruskan sampai endapan larut kembali dan terbentuk
biru berlin.
Cara Gettler Goldbaum. Dengan menggunakan 2 buah piringan,
dan diantaranya dijepitkan kertas saring Whatman No.50 yang digunting
sebesar piringan. Kertas saring dicelupkan ke dalam larutan FeSO4 10% rp
selama 5 menit, keringkan lalu celupkan ke dalam larutan NaOH 20%
selama beberapa detik. Letakkkan dan jepitkan kertas saring di antara
kedua piringan. Panaskan bahan dan salurkan uap yang terbentuk hingga
melewati kertas saring bereagensia antar kedua piringan. Hasil positif bila
terjadi perubahan warna pada kertas saring yang mejadi biru.
2.7.

PENANGANAN PADA KORBAN HIDUP


Prinsip dari terapi ini adalah mengeliminasi sumber-sumber yang
terus-menerus mengeluarkan racun sianida. Pertolongan terhadap korban
keracunan sianida sangat tergantung dari tingkat dan jumlah paparan
dengan lamanya waktu paparan.31, 32
31

Baskin SI, Brewer TG. Loc cit.

32

Anonymus. Cyanide. Departement Of Health and Human Service. Center for Disease

Control

and

Prevention.

2005.

Diunduh

dari

www.bt.cdc.gov/agent/canide/basics/pdf/cyanidecasedef.pdf. Accessed on July 13, 2010.

Usaha-usaha yang dapat dilakukan antara lain:

Segera menjauh dari tempat atau sumber paparan. Jika korban berada

di dalam ruangan maka segera keluar dari ruangan


Jika tempat yang menjadi sumber, maka sebaiknya tetap berada di
dalam ruangan. Tutup pintu dan jendela, matikan pendingin ruangan,
kipas maupun pemanas ruangan sampai bantuan datang.

36

Cepat buka dan jauhkan semua pakaian yang mungkin telah


terkontaminasi oleh sianida. Letakkan pakaian itu di dalam kantong
plastik, ikat dengan kuat dan rapat. Jauhkan ke tempat aman yang jauh

dari manusia, terutama anak-anak.


Segera cuci sisa sianida yang masih melekat pada kulit dengan sabun
dan air yang banyak. Jangan gunakan pemutih untuk menghilangkan

sianida.
Jika berada di dekat balai pengobatan tertentu maka dapat diberikan

oksigen murni. Ataupun dapat mencari udara segar


Berikan antidotum seperti sodium nitrit dan sodium thiosulfat untuk

mencegah keracunan yang lebih serius.


Asidosis laktat yang berasal dari metabolisme anaerobik dapat diterapi
dengan memberikan sodium bikarbonat secara intravena dan bila
pendertia gelisah dapat diberikan obat-obat antikonvulsan seperti
diazepam. Perbaikan perfusi jaringan dan oksigenisasi adalah tujuan
utama dari terapi ini. Selain itu juga, perfusi jaringan dan tingkat
oksigenisasi sangat mempengaruhi tingkat keberhasilan pemberian

antidotum.
Obat vasopressor seperti epinefrin bila timbul hipotensi yang tidak
memberi respon setelah diberikan terapi cairan. Berikan obat anti
aritmia bila terjadi gangguan pada detak jantung. Setelah itu berikan
sodium bikarbonat untuk mengoreksi asidosis yang timbul.33, 34
Cara kerja obat-obatan diatas adalah dengan menghambat

pembentukan ikatan sianida pada sitokrom oksidase dengan bantuan


methemoglobin.

Methemoglobin

akan

mengikat

sianida

dan

membuangnya dari dalam sel maupun cairan ekstra seluler. Salah satu
keterbatasan mengenai antidotum ini adalah hanya berdasar dari
eksperimen menggunakan hewan. Karena itu cukup sulit untuk menilai
keberhasilannya pada manusia. Selain itu juga, penelitian ini tidak dibuat
bila sedang berada dalam situasi yang besifat emergensi.33

37

2.8.

33

Baskin SI, Brewer TG. Loc.cit

34

Anonymus. Cyanide. Loc.cit.

OTOPSI PADA KORBAN MATI


Otopsi jenazah pada korban mati dengan keracunan potassium
sianida biasanya ditemukan hal-hal sebagai berikut :

Kulit

: Pigmentasi kulit bewarna merah muda terang . Karena

sifatnya korosif , juga ditemukan berbagai lesi , tergantung dari


kadar paparan sianida. Dalam w

aktu jangka panjang , pemaparan potassium sianida dengan kadar


ringan atau sedang misalnya pada pekerja pabrik logam atau
kimia , dapat ditemukan tanda tanda kulit yang kemerahan
(rash),papul sampai ulserasi. Jika terpapar dalam kadar yang tinggi
maka bisa ditemukan tanda korosi pada kulit serta ulserasi . Lebam
mayat juga ditemukan bewarna merah terang atau merah muda
(cherry red) . Sianosis bisa ditemukan pada muka dan bibir.

Kepala : Bisa ditemukan kerusakan pada otak , meliputi daerah


globus palidus dan putamen.

Mata : Pada pemeriksaan luar bisa ditemukan iritasi sampai ulserasi


mata jika terpapar potassium sianida secara eksternal. Pada
pemeriksaan dengan funduskopi dapat ditemukan warna merah
ternag pada arteri dan vena .

Hidung : Ditemukan iritasi mukosa hidung, perdarahan, obstruksi


dampai perforasi septum pada paparan gas atau serbuk potasium
sianida. Dapat dicium bau khas sianida ( bau amandel / bitter
almond / peach )

38

Mulut : Tampak sianosis dan bisa dicium bau khas sianida


terutama pada penekanan dada.

Leher : Dapat ditemukan pembesaran kelenjar tiroid.

Saluran cerna : Pada lambung dengan keracunan potasium sianida


dapat ditemukan korosi , perdarahan , serta bau khas sianida .

Paru paru dan jantung : Pada pemeriksaan dalam , dapat


ditemukan perubahan warna pada organ organ dalam , akibat
perubahan darah yang menjadi bewarna merah terang atau merah
muda terang ( cherry red) , yang juga terdapat pada jaringan paru
dan jantung .35,36

35

Ekwall Bjorn,Clemedson Cecilia, KCN Toxicology,CTLU,1997.

36

USEPA/ODW,Health

Advisory

for

Potassium

Cyanide,1997.

Diunduh

dari:

http:/toxnet.nlm.nih.gov/cgi-bin/sis/search/f?./temp/ AAAsGay8K. Diakses tanggal 10 Juli 2010.

BAB 2I
KESIMPULAN
Sianida merupakan senyawa kimia yang dapat terbentuk secara alami
maupun buatan. Di alam, senyawa ini terdapat dalam bentuk gas, cair dan padat.
Senyawa ini mempunyai daya toksisitas yang tinggi dan dosis letal yang sangat
rendah, oleh karena itu zat ini sangat berbahaya. Proses masuknya sianida dalam
tubuh dapat melalui berbagai cara, antara lain melalui proses pernapasan, proses
pencernaan , rute parenteral dan juga kontak melalui kulit.

39

Tingkat toksisitas sianida ini diperngaruhi oleh bentuk, durasi, rute serta
kondisi komorbiditas dari masing masing individu. Tidak perlu paparan sianida
dalam jumlah banyak untuk mengakibatkan gangguan kesehatan. Tanda tanda
keracunan sianida antara lain adalah bau mulut seperti bau almond,gejala gejala
susunan saraf pusat dan juga sistem kardiovaskular.
Tidak semua keracunan sianida mengakibatkan kematian, oleh karena itu
pertolongan pertama sangat diperlukan sesegera mungkin, dan tingkat
keberhasilan dari pertolongan tersebut tergantung dari tingkat dan jumlah paparan
dengan lamanya waktu terpapar. Maka dari itu tindakan yang diperlukan antara
lain adalah mengevakuasi korban dari tempat paparan, melepaskan semua barang
yang melekat pada tubuh yang telah terpapar oleh sianida tersebut, lalu dilakukan
tindakan untuk membersihkan tubuh korban dari sianida, kemudian berikan
oksigenasi yang cukup, serta antidotum, dan juga tidak lupa untuk memberikan
obat obatan untuk gejala simptomatisnya .
Pada pemeriksaan otopsi untuk korban yang meninggal akibat keracunan
sianida juga dilakukan seperti pemeriksaan otopsi pada umumnya, tapi biasanya
kelainan yang ditemukan pada kasus ini terdapat pada kulit, otak, mata, hidung,
mulut, kelenjar tiroid, saluran pencernaan, paru - paru dan sistem kardiovaskular,
rta organ organ lainnya.
Maka dari itu, sebagai ahli medis diperlukan pengetahuan mengenai
keracunan sianida,penanganan pada korban hidup juga temuan pada korban mati
untuk mengidentifikasi penyebab kematiannya.

40

Anda mungkin juga menyukai