Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTIK PROFESI KEPERWATAN MEDIKAL BEDAH


KEPERAWATAN PERIOPERATIF DAN LAPAROTOMI
Oleh: Rosyatul Hikmiya, 1006672945
KONSEP PERIOPERATIF
A. Pengertian
Keperawatan perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan klien.
Operasi merupakan tindakan pembedahan pada suatu bagian tubuh (Hancock, 1999).
Operasi (elektif atau kedaruratan) pada umumnya merupakan peristiwa kompleks yang
menegangkan (Brunner & Suddarth, 2002). Tim operasi terdiri dari dokter ahli, asisten
dokter ahli, anesthesiologist atau perawat anastesi, circulating nurses dan scrub nurses
butuh kerjasama yang baik dan fasilitas yang memadai untuk keberhasilan operasi.
B. Tipe Pembedahan
1. Menurut fungsinya (berdasarkan tujuan) :
a.

Diagnostik : biopsi, laparatomi eksplorasi

b.

Kuratif (ablatif) : tumor, appendiktomi

c.

Reparatif (constructif) : memperbaiki luka multiple

d.

Rekonstruktif atau kosmetik : mammoplasti, perbaikan wajah

e.

Paliatif

menghilangkan

nyeri,

memperbaiki

masalah

(gastrostomi

ketidakmampuan menelan)
f.

Transplantasi : penanaman organ tubuh untuk menggantikan organ atau struktur


tubuh yang malfungsi (cangkok ginjal, kornea).

2. Menurut luas atau tingkat resiko :


a.

Mayor
Operasi yang melibatkan organ tubuh secara luas dan mempunyai tingkat resiko
yang tinggi terhadap kelangsungan hidup klien.
Contoh : Bypass arteri koroner, total abdominal histerektomi, reseksi colon, dll

b.

Minor
Operasi pada sebagian kecil dari tubuh yang mempunyai resiko komplikasi
lebih kecil dibandingkan dengan operasi mayor.
Contoh : Operasi katarak, operasi plastik pada wajah, insisi dan drainage
kandung kemih, sirkumsisi.

3. Menurut urgensi :

a. Kedaruratan
Klien membutuhkan perhatian dengan segera, gangguan yang diakibatkan
diperkirakan dapat mengancam jiwa (kematian atau kecacatan fisik), dan tidak
dapat ditunda.
Contoh : Perdarahan hebat, luka tembak atau tusuk, luka bakar luas, obstruksi
kandung kemih atau usus, fraktur tulang tengkorak.
b. Urgen
Klien membutuhkan perhatian segera, dilaksanakan dalam 24 30 jam.
Contoh : Infeksi kandung kemih akut, batu ginjal atau batu pada uretra.
c. Diperlukan
Klien harus menjalani pembedahan, direncanakan dalam beberapa minggu atau
bulan.
Contoh : Katarak, gangguan tiroid, hiperplasia prostat tanpa obstruksi kandung
kemih
d. Elektif
Klien harus dioperasi ketika diperlukan, tidak terlalu membahayakan jika tidak
dilakukan.
Contoh : Hernia simpel, perbaikan vagina, perbaikan skar/cikatrik/jaringan
parut.
e. Pilihan
Keputusan operasi atau tidaknya tergantung kepada klien (pilihan pribadi klien)
Contoh : Bedah kosmetik.
C. Prinsip - Prinsip Operatif
1. Prinsip kesehatan dan baju operasi
a.

Kesehatan yang baik sangat penting untuk setiap orang dalam ruang operasi.
Sehingga keadaan pilek, sakit tenggorok, infeksi kulit, merupakan sumber
organisme patogenik yang harus dilaporkan

b.

Hanya baju ruang operasi yang bersih dan dibenarkan oleh institusi yang
diperbolehkan, tidak dapat dipakai di luar ruang operasi

c.

Masker dipakai sepanjang waktu di ruang operasi yang meminimalkan


kontaminasi melalui udara, menutup seluruh hidung dan mulut, tetapi tidak
mengganggu pernafasan, bicara atau penglihatan

d.

Tutup kepala secara menyeluruh menutup rambut

e.

Sepatu sebaiknya nyaman dan menyangga. Bakiak, sepatu tenis, sandal dan bot
tidak diperbolehkan sebab tidak aman dan sulit dibersihkan.

f.

Bahaya kesehatan dikontrol dengan pemantauan internal dari ruang operasi


meliputi analisis sampel dari sapuan terhadap agens infeksius dan toksik. Selain

itu, kebijakan dan prosedur keselamatan untuk laser dan radiasi di ruang operasi
telah ditegakkan.
2. Prinsip Asepsis Perioperatif
a.

Pencegahan komplikasi pasien, termasuk melindungi pasien dari operasi

b.

Ruang operasi terletak di bagian rumah sakit yang bebas dari bahaya seperti
partikel, debu, polutan lain yang mengkontaminasi, radiasi, dan kebisingan

c.

Bahaya listrik, alat konduktifitas, pintu keluar darurat yang bebas hambatan, dan
gudang peralatan dan gas-gas anesthesia diperiksa secara periodik.

D. Fase-fase Pengalaman Pembedahan dan Lingkup Aktivitas Perawat


1. Fase Praoperatif
Peran perawat dimulai ketika keputusan untuk intervensi pembedahan dibuat dan
berakhir ketika klien dikirim ke meja operasi. Lingkup aktivitas keperawatan selama
waktu tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian dasar pasien di tatanan klinik
ataupun rumah, wawancara praoperatif dan menyiapkan pasien untuk anstesi yang
diberikan dan pembedahan.
Prioritas pada prosedur pembedahan yang utama adalah informed consent yaitu
pernyataan persetujuan klien dan keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan yang
berguna untuk mencegah ketidaktahuan klien tentang prosedur yang akan
dilaksanakan dan juga menjaga rumah sakit dan petugas kesehatan dari klien dan
keluarga mengenai tindakan tersebut. Informasi yang perlu dijelaskan antara lain :
kemungkinan resiko, komplikasi, perubahan bentuk tubuh, kecacatan, dan
pengangkatan bagian tubuh yang dapat terjadi selama operasi.
Kegiatan pra-operatif yaitu: (1) pendidikan pasien (patient teaching), (2) menyiapkan
area operasi (skin preparation) dan pengelolaan obat-obatan. Persiapan yang baik
akan mempengaruhi tingkat keberhasilan operasi disamping faktor usia, status nutrisi,
penyakit kronis, dan sebagainya.
a) Proses Keperawatan Fase Praoperatif
1) Pengkajian
Persiapan praoperasi
Persiapan Fisik, mencakup :
-

Status kesehatan fisik umum


Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status
kesehatan secara umum, meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti

kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik


lengkap, antara lain status hemodinamika, status kardiovaskuler, status
pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi imunologi,
dan lain-lain. Selain itu pasien harus istirahat yang cukup, karena dengan
istirahat dan tidur yang cukup pasien tidak akan mengalami stres fisik,
tubuh lebih rileks sehingga bagi pasien yang memiliki riwayat hipertensi,
tekanan darahnya dapat stabil dan bagi pasien wanita tidak akan memicu
terjadinya haid lebih awal.
-

Status nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat
badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin
dan globulin) dan keseimbangan nitrogen. Segala bentuk defisiensi
nutrisi harus di koreksi sebelum pembedahan untuk memberikan protein
yang cukup untuk perbaikan jaringan. Kondisi gizi buruk dapat
mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi pasca operasi dan
mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit.
Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi pasca operasi,
dehisiensi (terlepasnya jahitan sehingga luka tidak bisa menyatu), demam
dan penyembuhan luka yang lama. Pada kondisi yang serius pasien dapat
mengalami sepsis yang bisa mengakibatkan kematian.

Keseimbangan cairan dan elektrolit


Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan
output cairan. Demikaian juga kadar elektrolit serum harus berada dalam
rentang normal. Kadar elektrolit yang biasanya dilakuakan pemeriksaan
diantaranya dalah kadar natrium serum (normal : 135 -145 mmol/l), kadar
kalium serum (normal : 3,5 5 mmol/l) dan kadar kreatinin serum (0,70
1,50 mg/dl). Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat dengan
fungsi ginjal. Dimana ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa
dan ekskresi metabolit obat-obatan anastesi. Jika fungsi ginjal baik maka
operasi dapat dilakukan dengan baik. Namun jika ginjal mengalami
gangguan seperti oliguri/anuria, insufisiensi renal akut, nefritis akut maka
operasi harus ditunda menunggu perbaikan fungsi ginjal. Kecuali pada
kasus-kasus yang mengancam jiwa.

Pengosongan lambung dan colon

Lambung dan kolon harus di bersihkan terlebih dahulu. Intervensi


keperawatan yang bisa diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan
dan dilakukan tindakan pengosongan lambung dan kolon dengan
tindakan enema/lavement. Lamanya puasa berkisar antara 7 sampai 8 jam
(biasanya puasa dilakukan mulai pukul 24.00 WIB). Tujuan dari
pengosongan lambung dan kolon adalah untuk menghindari aspirasi
(masuknya cairan lambung ke paru-paru) dan menghindari kontaminasi
feses ke area pembedahan sehingga menghindarkan terjadinya infeksi
pasca pembedahan. Khusus pada pasien yang menbutuhkan operasi CITO
(segera), seperti pada pasien kecelakaan lalu lintas. Maka pengosongan
lambung dapat dilakukan dengan cara pemasangan NGT (naso gastric
tube).
-

Personal hygiene
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena
tubuh yang kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat
mengakibatkan infeksi pada daerah yang dioperasi. Pada pasien yang
kondisi fisiknya kuat diajurkan untuk mandi sendiri dan membersihkan
daerah operasi dengan lebih seksama. Sebaliknya jika pasien tidak
mampu memenuhi kebutuhan personal hygiene secara mandiri maka
perawat akan memeberikan bantuan pemenuhan kebutuhan personal
hygiene.

Pencukuran daerah operasi


Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari terjadinya
infeksi pada daerah yang dilakukan pembedahan karena rambut yang
tidak dicukur dapat menjadi tempat bersembunyi kuman dan juga
mengganggu/menghambat proses penyembuhan dan perawatan luka.
Meskipun demikian

ada beberapa kondisi tertentu yang tidak

memerlukan pencukuran sebelum operasi, misalnya pada pasien luka


incisi pada lengan. Tindakan pencukuran (scheren) harus dilakukan
dengan hati-hati jangan sampai menimbulkan luka pada daerah yang
dicukur. Sering kali pasien di berikan kesempatan untuk mencukur
sendiri agar pasien merasa lebih nyaman.
Daerah yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis operasi dan
daerah yang akan dioperasi. Biasanya daerah sekitar alat kelamin (pubis)
dilakukan pencukuran jika yang dilakukan operasi pada daerah sekitar

perut dan paha. Misalnya : apendiktomi, herniotomi, uretrolithiasis,


operasi pemasangan plate pada fraktur femur, hemmoroidektomi. Selain
terkait daerah pembedahan, pencukuran pada lengan juga dilakukan pada
pemasangan infus sebelum pembedahan.
-

Pengosongan kandung kemih


Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan pemasangan
kateter. Selain untuk pengongan isi bladder tindakan kateterisasi juga
diperluka untuk mengobservasi balance cairan.

Latihan Pra Operasi


Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal ini
sangat penting sebagai persiapan pasien dalam menghadapi kondisi pasca
operasi, seperti : nyeri daerah operasi, batuk dan banyak lendir pada
tenggorokan.
Latihan yang diberikan pada pasien sebelum operasi antara lain :
Latihan Nafas Dalam
Latihan nafas dalam sangat bermanfaat bagi pasien untuk mengurangi
nyeri setelah operasi dan dapat membantu pasien relaksasi sehingga
pasien

lebih

mampu

beradaptasi

dengan

nyeri

dan

dapat

meningkatkan kualitas tidur. Selain itu teknik ini juga dapat


meningkatkan ventilasi paru dan oksigenasi darah setelah anastesi
umum. Dengan melakukan latihan tarik nafas dalam secara efektif
dan benar maka pasien dapat segera mempraktekkan hal ini segera
setelah operasi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien.
Latihan nafas dalam dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

Pasien tidur dengan posisi duduk atau setengah duduk


(semifowler) dengan lutut ditekuk dan perut tidak boleh tegang.

Letakkan tangan diatas perut.

Hirup udara sebanyak-banyaknya dengan menggunakan hidung


dalam kondisi mulut tertutup rapat.

Tahan nafas beberapa saat (3-5 detik) kemudian secara perlahanlahan, udara dikeluarkan sedikit demi sedikit melalui mulut.

Lakukan hal ini berulang kali (15 kali)

Lakukan latihan dua kali sehari praopeartif.

Latihan Batuk Efektif

Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien terutama klien
yang mengalami operasi dengan anstesi general. Karena pasien akan
mengalami pemasangan alat bantu nafas selama dalam kondisi
teranstesi. Sehingga ketika sadar pasien akan mengalami rasa tidak
nyaman pada tenggorokan. Dengan terasa banyak lendir kental di
tenggorokan. Latihan batuk efektif sangat bermanfaat bagi pasien
setelah operasi untuk mengeluarkan lendir atau sekret tersebut.

Pasien dapat dilatih melakukan teknik batuk efektif dengan cara :

Pasien condong ke depan dari posisi semifowler, jalinkan jari-jari


tangan dan letakkan melintang diatas incisi sebagai bebat ketika
batuk.

Kemudian pasien nafas dalam seperti cara nafas dalam (3-5 kali)

Segera lakukan batuk spontan, pastikan rongga pernafasan


terbuka dan tidak hanya batuk dengan mengadalkan kekuatan
tenggorokan saja karena bisa terjadi luka pada tenggorokan. Hal
ini bisa menimbulkan ketidaknyamanan, namun tidak berbahaya
terhadap insisi.

Ulangi lagi sesuai kebutuhan.

Jika selama batuk daerah operasi terasa nyeri, pasien bisa


menambahkan dengan menggunakan bantal kecil atau gulungan
handuk yang lembut untuk menahan daerah operasi dengan hatihati sehingga dapat mengurangi guncangan tubuh saat batuk.

Latihan Gerak Sendi


Latihan gerak sendi merupakan hal sangat penting bagi pasien sehingga
setelah operasi, pasien dapat segera melakukan berbagai pergerakan
yang diperlukan untuk mempercepat proses penyembuhan.
Pasien/keluarga pasien seringkali mempunyai pandangan yang keliru
tentang pergerakan pasien setelah operasi. Banyak pasien yang tidak
berani menggerakkan tubuh karena takut jahitan operasi sobek atau
takut luka operasinya lama sembuh. Pandangan seperti ini jelas keliru
karena justru jika pasien selesai operasi dan segera bergerak maka
pasien akan lebih cepat merangsang usus (peristaltik usus) sehingga
pasien akan lebih cepat kentut/flatus. Keuntungan lain adalah

menghindarkan penumpukan lendir pada saluran pernafasan dan


terhindar dari kontraktur sendi dan terjadinya dekubitus. Tujuan
lainnya adalah memperlancar sirkulasi untuk mencegah stasis vena dan
menunjang fungsi pernafasan optimal. Intervensi ditujukan pada
perubahan posisi tubuh dan juga Range of Motion (ROM). Latihan
perpindahan posisi dan ROM ini pada awalnya dilakukan secara pasif
namun kemudian seiring dengan bertambahnya kekuatan tonus otot
maka pasien diminta melakukan secara mandiri.
Persiapan Mental
Kondisi fisiologis akan mempengaruhi proses pembedahan, sehingga
persiapan mental perlu dilakukan karena:
-

Tindakan pembedahan merupakan ancaman potensial maupun aktual


pada integritas seseorang yang dapat membangkitkan reaksi stres
fisiologis maupun psikologis.

Pembedahan merupakan penyebab kecemasan pasien yaitu takut terhadap


nyeri yang akan dialami, takut terhadap keganasan, takut menghadapi
ruang operasi dan alat bedah, takut operasi gagal dan cacat, takut
meninggal di meja operasi.

Hal hal yang perlu digali untuk mengantisipasi masalah kecemasan pasien
antara lain :
-

Pengalaman operasi pasien

Pengertian pasien tentang tujuan operasi

Pengetahuan pasien tentang kondisi kamar operasi

Pengetahuan pasien tentang prosedur perioperatif

Pengertian yang salah / keliru tentang pembedahan

Faktor pendukung / support system.

Pendidikan Praopertif
-

Latihan napas dalam, batuk dan relaksasi

Perubahan posisi dan gerakan tubuh aktif

Kontrol dan medikasi nyeri

Kontrol kognitif

Informasi lain

Persiapan penunjang

- Hasil pemeriksaan Radiologi, berupa: foto thoraks, foto abdomen, USG,


CT scan, BNO-IVP, Colon in loop, EKG, ECHO
- Hasil pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Laboratorium, berupa pemeriksaan darah : hemoglobin,
angka leukosit, limfosit, LED (laju endap darah), jumlah trombosit,
protein total (albumin dan globulin), elektrolit (kalium, natrium, dan
chlorida), CT/BT, ureum kretinin, BUN, dll. Bisa juga dilakukan
pemeriksaan pada sumsun tulang jika penyakit terkait dengan kelainan
darah.
- Biopsi, yaitu tindakan sebelum operasi berupa pengambilan bahan
jaringan tubuh untuk memastikan penyakit pasien sebelum operasi. Biopsi
biasanya dilakukan untuk memastikan apakah ada tumor ganas/jinak atau
hanya berupa infeksi kronis saja.
- Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD)
Pemeriksaan KGD dilakukan untuk mengetahui apakah kadar gula darah
pasien dalan rentang normal atau tidak. Uji KGD biasanya dilakukan
dengan puasa 10 jam (puasa jam 10 malam dan diambil darahnya jam 8
pagi) dan juga dilakukan pemeriksaan KGD 2 jam PP (ppst prandial).
2) Diagnosa Keperawatan Praoperatif, yang mungkin terjadi :
Cemas berhubungan dengan pengalaman bedah (anesthesi, nyeri) dan hasil
akhir dari pembedahan
Kurang pengetahuan mengenai prosedur dan protokol pre-operatif dan
harapan pasca-operatif
3) Perencanaan
Tujuan utama asuhan keperawatan pre-operatif pada klien bedah dapat meliputi
menghilangkan ansietas pre-operatif dan peningkatan pengetahuan tentang
persiapan

pre-operatif

dan

harapan

pasca-operatif.

Intervensi Keperawatan yang dilakukan dapat berupa: (1) pendidikan pasien, (2)
puasakan pasien, (3) pencukuran, (4) monitoring hasil lab dan pemeriksaan
penunjang, (5) pre medikasi, (6) melepaskan perhiasan, dan lain-lain.
4) Evaluasi Pre-operatif :
Ansietas berkurang, yang ditunjukkan oleh penerimaan pasien untuk
dilakukan tindakan pembedahan.
Pasien memahami prosedur dan protokol pre-operatif.
2. Fase Intraoperatif

Perawatan dimulai ketika pasien masuk atau dipindah kebagian bedah dan berakhir
saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan. Lingkup aktivitas perawat adalah
memasang IV-line (infus), memberikan medikasi intravena, melakukan pemantauan
fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan
klien (menggenggam tangan klien, mengatur posisi klien). Contoh tindakan:
memberikan dukungan psikologis selama induksi anstesi, bertindak sebagai perawat
scrub, atau membantu mengatur posisi pasien di atas meja operasi dengan
menggunakan prinsip-prinsip dasar kesimetrisan tubuh.
a) Perawatan Intraoperatif, meliputi:

Pengkajian pre-anastesi

Positioning

Drapping pada area pembedahan

Monitoring hemodinamik

Perawatan post anestesi di recovery room (RR)

b) Diagnosa Keperawatan Intraoperatif , yang mungkin terjadi :


Risiko cedera berhubungan dengan efek anastesi, positioning, lingkungan
intraoperatif.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka pembedahan.
Powerlessness berhubungan dengan efek anastesi.
3. Fase Post operatif
Perawatan dimulai dengan dengan masuknya pasien ke ruang pemulihan dan berakhir
dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau dirumah. Pada fase ini fokus
pengkajian meliputi efek agen anstesi dan memantau fungsi vital serta mencegah
komplikasi.

Aktivitas

keperawatan

kemudian

berfokus

pada

peningkatan

penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan rujukan
yang penting untuk penyembuhan dan rehabilitasi serta pemulangan.
Lingkup aktifitas perawat :
Perawatan post operasi di RR : mengkaji efek dari agens anesthesia
Transportasi score post anasthesia
Monitoring tanda vital, kondisi umum,drainase, tube, komplikasi, infeksi
Manajemen luka
Mobilisasi dini-ROM
Rehabilitasi

Discharge Planning
Pemindahan Pasien setelah pembedahan :

Pertimbangkan letak insisi, perubahan vaskuler, dan pemajanan

Posisi tidur tidak menyumbat drain atau selang drainage

Pemindahan harus dilakukan dengan perlahan dan cermat

Gown yang basah harus segera diganti dengan gown kering

Gunakan selimut yang ringan

Pertimbangkan perlunya pengikat di atas lutut dan siku

Pertahankan keselamatan dan kenyamanan

Pasang pengaman di kedua sisi tempat tidur

a) Perawatan pasien post operasi di RR


Recovery Room (RR) adalah suatu ruangan yang terletak di dekat kamar bedah,
dekat dengan perawat bedah, ahli anesthesia dan ahli bedah sendiri, sehingga
apabila timbul keadaan gawat pasca-bedah, klien dapat segera diberi pertolongan.
Selama belum sadar betul, klien dibiarkan tetap tinggal di RR. Setelah operasi,
klien diberikan perawatan yang sebaik-baiknya dan dirawat oleh perawat yang
berkompeten di bidangnya (ahli dan berpengalaman).
Tugas perawat di RR :
Selama 2 jam pertama, periksalah nadi dan pernafasan setiap 15 menit, lalu
setiap 30 menit selama 2 jam berikutnya. Setelah itu bila keadaan tetap baik,
pemeriksaan dapat diperlambat. Bila tidak ada petunjuk khusus, lakukan setiap
30 menit. Laporkan pula bila ada tanda-tanda syok, perdarahan dan menggigil.
Infus, kateter dan drain yang terpasang perlu juga diperhatikan
Jagalah agar saluran pernafasan tetap lancar. Klien yang muntah dimiringkan
kepalanya, kemudian bersihkan hidung dan mulutnya dari sisa muntahan. Bila
perlu, suction sisa muntahan dari tenggorokan.
Klien yang belum sadar jangan diberi bantal agar tidak menyumbat saluran
pernafasan. Bila perlu, pasang bantal di bawah punggung, sehingga kepala
berada dalam sikap mendongak. Pada klien dengan laparatomi, tekuk sedikit
lututnya agar perut menjadi lemas dan tidak merenggangkan jahitan luka.
Usahakan agar klien bersikap tenang dan rileks.
Tidak perlu segan untuk melaporkan semua gejala yang perawat anggap perlu
untuk mendapatkan perhatian, termasuk gejala yang tampaknya tidak
berbahaya.

b)

Proses Keperawatan
Pengkajian
Hal yang perlu dikaji segera setelah pasien di operasi :
- Diagnosis medis dan jenis pembedahan yang dilakukan.
- Kondisi umum pasien, kepatenan jalan nafas, tanda-tanda vital.
- Anesthetik dan medikasi lain yang digunakan (misal : narkotik, relaksan
otot, antibiotik).
- Segala masalah yang terjadi selama fase pembedahan yang sekiranya
dapat mempengaruhi perawatan pasca-operatif

(misal : hemorrhagi,

syok, dan henti jantung).


- Patologi yang dihadapi (pemberitahuan kepada keluarga apabila
ditemukan adanya keganasan).
- Cairan yang diberikan, kehilangan darah dan penggantian cairan.
- Segala selang, drain, kateter atau alat bantu pendukung lainnya.
- Informasi spesifik tentang siapa ahli bedah atau ahli anesthesia yang
akan diberitahu.
- Evaluasi saturasi oksigen dengan oksimetri, pengkajian nadi-volumeketeraturan.
- Evaluasi pernafasan : kedalaman, frakuensi, sifat pernafasan.
- Kaji status kesadaran, warna kulit dan kemampuan berespon terhadap
perintah.
Diagnosa Keperawatan, yang mungkin muncul :
- Bersihan jalan nafas inefektif b.d efek depresan dari medikasi dan agen
anesthetik
- Nyeri dan ketidaknyamanan pasca operatif
- Risiko perubahan suhu tubuh
- Risiko cedera b.d status anesthesia
- Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
- Perubahan eliminasi urinarius (retensi urine) b.d penurunan aktivitas,
efek medikasi, dan penurunan masukan cairan
- Konstipasi b.d penurunan motilitas lambung dan usus selama fase intra
operatif
- Kerusakan mobilitas fisik b.d efek depresan dari anesthesia, penurunan
intoleransi aktivitas dan pembatasan aktivitas yang diprogramkan
- Ansietas tentang diagnosis pasca operatif

Intervensi keperawatan
Bersihan jalan nafas efektif
-

Membersihkan sekresi dari jalan nafas : membalikkan pasien dari


satu sisi ke sisi lainnya, membuka mulut pasien secara manual
tetapi hati-hati dengan menggunakan spatel lidah, bila pasien
muntah balikkan badan klien dalam posisi miring, bila perlu
lakukan suction untuk membersihkan lendir atau sisa muntahan

Pengaturan posisi : tempat tidur di jaga agar tetap datar sampai


pasien kembali sadar, lutut difleksikan dan bantal diletakkan di
antara tungkai

Dukungan psikologis : temani pasien, beri informasi secukupnya,


eksplorasi ketakutan dan kekhawatiran.

Menghilangkan ketidaknyamanan pasca operatif.


Meredakan nyeri : teknik relaksasi, teknik distraksi, analgetik oral /
IV / IM, therapi kognitif
Menghilangkan kegelisahan : merupakan gejala defisit oksigen dan
hemorrhagi, bisa juga diakibatkan oleh posisi selama fase intra operatif,
cara penanganan jaringan oleh ahli bedah, dan reaksi tubuh terhaap
pemulihan anesthesia. Dapat dihilangkan dengan analgesik pasca
operatif yang diresepkan dan perubahan posisi secara rutin.
Menghilangkan mual dan muntah : pengaruh anesthesia untuk
mengeluarkan mukus dan saliva dalam lambung yang tertelan selama
periode anesthesia. Bila berlebihan dapat dihilangkan dengan agens
anesthestik dan antiemetik. Posisi pasien selama mual-muntah adalah
dengan dibalikkan miring ke salah satu sisi untuk meningkatkan
drainage mulut, mencegah aspirasi muntahan, dan suction jika
diperlukan. Jika muntah tidak kunjung berhenti, maka perlu dilakukan
pemasangan NGT.
Menghilangkan distensi abdomen : diakibatkan oleh akumulasi gas
dalam saluran intestinal. Penanganannya dengan memasang selang
kateter rektak, selang NGT, meminta pasien untuk sering berbalik,
melakukan

latihan

dan

mobilisasi

dini

jika

keadaan

pasien

memungkinkan.
Menghilangkan cegukan : diakibatkan oleh spasme intermitten
diafragma dan dimanifestasikan dengan adanya bunyi hik(bunyi
koarse), akibat dari vibrasi pita suara yang tertutup ketika udara secara
mendadak masuk ke dalam paru-paru. Terbukti bahwa sebenarnya tidak

ada tindakan yang paling efektif untuk mengatasi cegukan. Remedi


paling tua dan sederhana adalah dengan menahan nafas, terutama pada
saat minum. Selain itu penggunaan medikasi fenotiasin, dengan
menekankan jari tangan pada kelopak mata yang tertutup selama
beberapa menit dan dengan merangsang muntah dapat berhasil pada
beberapa kasus
Mempertahankan suhu tubuh normal : ruangan dipertahankan pada
suhu yang nyaman dan penggunaan selimut untuk mencegah
kedinginan.
Menghindari cedera : restrain boleh digunakan hanya bila keadaan
pasien benar-benar mendesak untuk menggunakannya. Meski begitu,
penggunaan restrain harus diawasi jangan sampai mencederai pasien,
mengganggu terapi IV, selang dan peralatan pemantau. Apabila
kegelisahan disebabkan oleh nyeri, maka dianjurkan penggunaan
analgesik dan sedatif.
Mempertahankan status nutrisi yang normal : makin cepat pasien dapat
mentoleransi diet yang biasa, makin cepat fungsi GI tract yang normal
akan pulih kembali. Ambulasi dini dan latihan di tempat tidur dapat
membantu memperlancar kembalinya

fungsi GI tract. Cairan

merupakan substansi pertama yang dapat ditoleransi oleh pasien. Jus


buah dan teh dapat diberikan sebagai asupan selanjutnya jika tidak
terjadi mual dan muntah (bukan es atau cairan hangat). Setelah itu
makanan secara bertahap diberikan mulai dari yang paling lunak
sampai pada makanan padat biasa sesuai dengan toleransi pasien.
Meningkatkan fungsi urinarius yang normal : membiarkan air mengalir
di kran dan kompres hangat pada perineum merupakan upaya yang
dianjurkan untuk merangsang eliminasi pasien. Masukan dan haluaran
harus terus dicatat.
Meningkatkan eliminasi usus : auskultasi abdomen dengan stetoskop
digunakan untuk mendeteksi adanya bising usus, sehingga jika bising
usus telah terdengar, diet pasien secara bertahap dapat ditingkatkan.
Memulihkan mobilitas : pasien dengan mobilitas terbatas harus dibalik
dari posisi satu ke posisi lainnya setiap 2 jam.
Ambulasi dini : ditentukan oleh kestabilan sistem cerebro vaskuler dan
neuromuskuler pasien, tingkat aktivitas fisik pasien yang lazim, dan
sifat pembedahan yang dilakukan. Ambulasi dini dapat menurunkan
insiden komplikasi pasca operasi. Ambulasi dini tidak diperkenankan
melebii toleransi pasien. Kondisi pasien menjadi faktor penentu dan

kemajuan langkah diikuti dengan memobilisasi pasien : pasien diminta


untuk bergerak secara bertahap dari posisi berbaring ke posisi duduk
dampai semua tanda pusing telah hilang (dengan menaikkan bagian
kepala tempat tidur), pasien dapat dibaringkan dengan posisi benarbenar tegak dan dibalikkan sehingga kedua tungkai menjuntai di atas
tepi tempat tidur dan setelah persiapan ini, pasien dapat dibantu untuk
berdiri di sisi tempat tidur.
Pengaturan posisi : posisi telentang tanpa menaikkan kepala, berbaring
miring ke salah satu sisi dengan lengan atas ke depan, posisi fowlerposisi paling umum tetapi juga merupakan posisi yang paling sulit
untuk dipertahankan.
Latihan di tempat tidur :
- Latihan nafas dalam untuk menyempurnakan ekspansi paru.
- Latihan lengan melalui rentang gerak penuh, dengan perhatian
khusus pada abduksi dan rotasi eksternal bahu.
- Latihan tangan dan jari.
- Latihan kaki untuk mencegah foot drop dan deformitas dan untuk
membantu dalam mempertahankan sirkulasi yang baik.
- Latihan fleksi dan mengangkat tungkai untuk menyiapkan pasien
untuk membantu aktivitas ambulasi.
- Latihan kontraksi abdomen dan gluteal.
Mengurangi ansietas dan mencapai kesejahteraan psikososial
-Dukungan psikologis selama fase post operatif.
-Kunjungan keluarga dekat selama beberapa saat.
-Eksplorasi kekhawatiran pasien tentang hasil pembedahan dan

pikiran tentang masa depannya.


-Jawab pertanyaan-pertanyaan pasien dengan meyakinkan tanpa

masuk ke dalam suatu pembahasan yang mendetail.


-Berada

di dekat pasien untuk mendengarkan, mempertegas

penjelasan dokter, dan memperbaiki miskonsepsi yang ada.


-Instruksikan teknik relaksasi dan aktivitas pengalihan.

Intervensi Kolaboratif

Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat.


Tanda dan gejala : penurunan tekanan darah, saturasi O2 yang tidak
adekuat, pernafasan cepat atau sulit, peningkatan frekuensi nadi, gelisah,
respon melambat, kulit dingin-kusam-sianosis, denyut perifer menurun
atau tidak teraba, haluaran urine kurang dari 30 ml/jam

Tindakan kolaboratif dan mandiri :


-

Penggantian cairan

Terapi komponen darah

Medikasi untuk memperbaiki atau mendukung fungsi jantung


misalnya : antidisritmia

Pemberian oksigen

Latihan tungkai untuk menstimulasi sirkulasi


Mempertahankan volume cairan adekuat

Selama fase intra operatif, kehilangan cairan yang berlebihan banyak


terjadi bersamaan dengan pembedahan sebagai akibat meningkatnya
perspirasi, sekresi mukus dalam paru-paru, dan kehilangan darah.
Tindakan :
-

Penggantian cairan dan elektrolit per IV

Penggantian cairan per oral secara bertahap setelah mual-muntah


menghilang dan bising usus terdengar
Pencegahan infeksi

Kebanyakan infeksi terjadi pada salah satu dari empat tempat anatomi :
luka bedah, saluran kemih, aliran darah atau saluran pernafasan. Infeksi
dapat terjadi karena adanya hal-hal berikut :
-

Penggunaan selang dan kateter, proses penyakit, atau oleh prosedur


pembedahan.

Efek ansethesia dan bedah mengurangi daya tahan tubuh terhadap


infeksi.

Pasien dapat terpajan pada agen infeksius selama hospitalisasi.

Organisme yang ditemukan pada infeksi yang didapat di RS


menyebar luas dan resisten (kebal) terhadap antibiotik.

Terjadi pelanggaran dalam teknik aseptik dan praktik mencuci tangan


yang tidak baik.

indakan pengendalian :
-

Dorongan kepada pasien untuk batuk dan nafas efektif serta sering
mengubah posisi.

Penggunaan peralatan steril.

Antibiotik dan antimikroba.

Mempraktikkan teknik aseptic.

Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien.

Pencegahan kerusakan kulit.

Pantau tanda-tanda hemorrhagi dan drainage abnormal.

Pantau adanya perdarahan.

Perawatan insisi dan balutan.

Penggantian selang intravena dan alat invasif lainnya sesuai


program.

Evaluasi post operatif


- Fungsi pulmonal tidak terganggu.
- Hasil oksimetri nadi menunjukkan saturasi oksigen yang adekuat.
- Tanda-tanda vital stabil, termasuk tekanan darah.
- Orientasi tempat, peristiwa dan waktu.
- Haluaran urine tidak kurang dari 30 ml/jam.
- Mual dan muntah dalam kontrol, nyeri minimal.

LAPAROTOMI
Oleh: Rosyatul Hikmiya, 1006672945
A. Pendahuluan
Laparotomi adalah tindakan membuka dinding depan abdomen dengan insisi median
untuk melihat isi rongga peritoneum. Laparotomi adalah istilah medis umum untuk
operasi yang dilakukan pada abdomen dengan menggunakan insisi ukuran penuh secara
tradisional, dari pada pendekatan invasif minimal. Nama lain dai laparotomi adalah
koeliotomi. Semakin besar insisi memungkinkan ahli bedah untuk memvisualisasikan
organ, pembuluh darah dan jaringan dalam rongga abdomen. Prosedur ini setara dengan
menggunakan teknik lapaoskopi yang minimal invasif.
Jika operasi yang sedang dilakukan saat darurat, ahli bedah akan melakukan laparotomi
dibandingkan laparoskopi karena memberikan visualisasi yang lebih besar dan akan lebih
cepat dibandingkan dengan pendekatan invasif minimal. Selama laparotomi eksplorasi,
sampel jaringan juga dapat diambil dalam prosedur yang disebut biopsi.
Indikasi Laparotomi:

1. Usus halus dan usus besar : peforasi usus, obstuksi usus, kanker
2. Liver/ hati : tauma, sirosis, pembesaran hati.
3. Sistem urinai ginjal, ureter, dan vesica urinaria : obstruksi, kanker, trauma.
4. Alat reproduksi wanita : endometriosis, kanke, ektopik pregnansi, inflamasi.
5. Limpa : trauma, pembesaran limpa, rupture
6. Pankreas : kanker, inflamasi pancreas
7. Keluhan umum abdomen : infeksi seperti adanya abses, kanker, trauma, inflamasi
jaringan, untuk mengetahui stage suatu proses penyakit, adhesi dari prosedur
sebelumnya.

B. Prosedur Laparotomi
Pra Operatif

Hal yang perlu dipekirakan sebelum pembedahan diantaranya:


-

Pemeiksaan Penunjang (Outpatient Clinical)


Pemeriksaan penunjang seperti CT Scan, MRI, juga pemeriksaan biopsi untuk
menentukan jenis tumor yang akan di operasi.

Hasil CT Scan yang menunjukkan adanya massa di bagian kiri abdomen dan di depan ginjal.

Pra-Skrining Klinik
Nomalnya pasien akan menerima pra-skrining klinik 14 hari sebelum dilakukan
operasi yang meliputi pengkajian umum, pemeriksaan darah, dan EKG. Pengobatan
yang dijalani juga akan dilihat, misalnya pasien yang mengkonsumsi obat-obatan
antikoagulan seperti aspirin, warfarin, clopidogrel harus dihentikan. Selain itu juga,
penghentian konsumsi rokok.

Hak Pasien
Biasanya pasien sudah dirawat minimal 1 hari sebelum pembedahan. Perawat
menjelaskan detail dari prosedur pembedahan, memberikan kesempatan pada klien
untuk bertanya, memberikan informed consent yang terdiri dari keuntungan dan
resiko dari pembedahan yang akan dijalani. Pasien juga akan dipuasakan 6 jam
sebelum puasa dan diberikan injeksi obat anti tombosis vena.

Peralatan

Intra Operatif
-

Laparotomi dimulai dengan pemberian anestesi umum. Namun, ada


juga beberapa yang hanya menggunakan anestesi epidural yang dapat meningkatkan
atau justru mengurangi rasa nyeri setelah dilakukan operasi. Pasien akan diberikan
injeksi antibiotik sebelum prosedur pembedahan dan untuk mencegah infeksi.

Setelah efek anestesi bekerja, kulit abdomen disiapkan dengan cairan


antibakteri untuk mencegah infeksi pada area bedah.

Dokter bedah akan membuat insisi. Jika rasa sakit di perut bagian
kanan bawah (di bagian apendiks), insisi akan ditempatkan di daerah tersebut.
Dua insisi yang paling umum adalah insisi di garis tengah, yang merupakan insisi
vertikal yang ditempatkan antara tulang pubis dan di bawah sternum dan insisi
melintang ditempatkan secara mendatar. Dalam beberapa kasus, pada awal operasi
insisi mungkin, kemudian diperbesar yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah
dari diagnose yang sudah dibuat.

Setelah insisi dibuat, organ dan jaringan akan diperiksa untuk


mengetahui tanda-tanda penyakit, infeksi atau peradangan. Biopsi dapat diambil dari
jaringan yang berbeda sesuai kebutuhan. Dalam beberapa kasus, rongga abdomen
dapat dibilas dengan cairan steril.

Setelah organ-organ dan jaringan abdomen telah diperiksa, bagian


laparotomi prosedur selesai. Namun, biasanya prosedur tambahan akan dilakukan.
Misalnya, laparotomi dilakukan untuk menemukan sumber rasa sakit perut, dan jika
terdapat peradangan apendiks ditemukan, prosedur apendikstomi akan dilakukan.

Insisi dapat ditutup dengan berbagai cara. Insisi yang lebih besar
biasanya ditutup dengan jahitan atau staples. Pada insisi yang lebih kecil dapat ditutup

dengan strip perekat yang disebut steri-strips atau lem bedah. Insisi kemudian ditutup
dengan perban bedah steril.
Anestesi dihentikan dan obat diberikan untuk membangunkan pasien,

yang kemudian dibawa ke ruang pemulihan.

Post Operatif
Beberapa pasien memerlukan perawatan di Intensive Care Unit atau ruang Intermediate Care
setelah pembedahan ini untuk memonitoring kondisi pasien. Hal yang perlu dilakukan pasca
pembedahan, diantaranya:
-

Monitoring tanda-tanda vital (suhu, nadi, frekuensi napas, tekanan darah,


dan luka operasi)

Terpasang selang drainase untuk mengeluarkan darah dan caian.

Terpasang NGT untuk mencegah distensi abdomen akibat adanya udara


dan membantu drainase sekseri selama satu atau dua hari, seta mengistirahatkan saluran
pencernaan sebagai proses penyembuhan.

Tepasang kateter urin untuk memonitoring urin output

Diberikan cairan intravena dan dipuasakan selama beberapa hari (3-4 hari).
Lamanya puasa tergantung dari tipe pembedahan dan bagian usus mana yang diangkat.

Diberikan

analgesik

untuk

mengurangi

nyeri

dan

meningkatkan

kenyamanan
-

Latihan napas dalam dan mobilisasi sedini mungkin. Latihan mobilisasi


sedini mungkin ini sangat penting untuk mengurangi resiko terjadinya penggumpalan darah,
infeksi saluran pernafasan.

Perawatan luka operasi

Pengobatan sesuai indikasi

Setelah 3-4 hari, klien mulai dapat diberikan diet makanan secara bertahap,
analgesic oral, dan kateter urin dapat dilepas.

C. Komplikasi Laparotomi
Komplikasi dari laparotomi diantaranya:
1.

Perdarahan selama proses pembedahan


Adanya perdarahan merupakan hal yang normal selama operasi, tapi pendarahan
melebihi jumlah normal akan mengakibatkan masalah. Jika pendarahan cukup parah
sampai menyebabkan kritis, operasi dapat dihentikan atau transfusi yang signifikan
mungkin diperlukan.

2.

Gumpalan darah
Gumpalan darah yang sering disebut dengan Deep Vein Thrombosis (DVT) adalah
resiko yang signifikan dari suatu pembedahan di area pembedahan. Oleh karena itu,
pasien setelah operasi diberikan obat-obatan seperti heparin untuk mengencerkan
darah dan mencegah penggumpalan darah. Bekuan ini akan berakibat fatal jika masuk
ke dalam aliran darah yang menyebabkan emboli paru, emboli otak yang dapat
menyebabkan stroke.

3.

Keterlambatan penyembuhan setelah pembedahan


Pada beberapa pasien yang memiliki masalah sistem kekebalan tubuh, penderita
diabetes mellitus akan mengalami waktu penyembuhan yang lebih lama.

4.

Infeksi
Luka insisi menciptakan resiko yang tinggi agen infeksius memasuki tubuh, walaupun
operasi dilakukan dilingkungan yang sangat bersih. Oleh karena itu, pasien akan
dibeikan antibiotik sebelum dan sesudah operasi untuk menguangi resiko infeksi.

5.

Cedera organ
Ketika proses operasi akan meningkatkan resiko kerusakan organ tertentu. Sebagai
contoh, pasien menjalani operasi apendikstomi beresiko cedera pada usus besar yang
melekat apendiks .

6.

Pembentukan jaringan parut/ skar


Jaringan parut pasca operasi tidak selamanya dapat dicegah, terutama pada
pembedahan dengan insisi yang besar dan lebih dari satu. Oleh karena itu, pentingnya
perawatan luka, serta anjuan berhenti merokok sebelum operasi (setidaknya 2 minggu

sebelum operasi) dan setelah operasi. Berdasakna penelitian, konsumsi rokok dapat
memperburuk jaingan parut pasca operasi.

7.

Pembengkakan dan Memar


Pembengkakan dan memar merupakan suatu proses normal dari penyembuhan luka
operasi. Kompres dingin dapat mempercepat proses penyembuhan, sementara
penggunaan jenis obat-obatan tertentu dapat membuat memar semakin parah.

8.

Obstruksi usus dan nyeri abdomen akibat adhesi.

RESEKSI HEPAR DAN HEMIKOLEKTOMI


A. Definisi
Hemikolektomi adalah tindakan mereseksi dan membuang bagian kolon dan limfe yang
mengalami masalah (tumor/ Ca).
Ada beberapa type dari kolektomi, antara lain :
Hemikolektomi kanan
Hemikolektomi kanan dilakukan untuk mengangkat suatu tumor atau penyakit pada kolon
kanan . Dilakukan pada kasus tumor bersifat kuratif dengan melakukan reseksi pada
kasus karsinoma sekum, kolon asenden . Pembuluh darah ileokolika, kolika kanan dan
cabang kanan pembuluh darah kolika media diligasi dan dipotong. Sepanjang 10 cm
ileum terminal juga harus direseksi, yang selanjutnya dibuat anastomosis antara ileum dan
kolon transversum.
Hemikolektomi Kanan Diperluas
Hemikolektomi kanan diperluas ( Extended Right Colectomy ) dapat dilakukan untuk
mengangkat tumor pada fleksura hepatika atau proksimal kolon transversum. Standar
hemikolektomi kanan diperluas adalah dengan mengikut sertakan pemotongan pembuluh
darah kolika media. Kolon kanan dan proksimal kolon transversum direseksi dilanjutkan
anastomosis primer antara ileum dan bagian distal kolon transversum. Jika supply darah
diragukan, reseksi diperluas sampai fleksura lienalis dan selanjutnya membuat anstomosis
ileum dengan kolon desenden.
Kolektomi Transversum

Suatu tumor pada pertengahan kolon transversum dapat direseksi dengan melakukan
ligasi pada pembuluh darah kolika media sekaligus mengangkat seluruh kolon
transversum yang diikuti membuat anastomosis kolon asenden dengan kolon desenden.
Bagaimanapun, suatu kolektomi kanan diperluas dengan anastomosis antara ileum
terminal dengan kolon desenden merupakan anastomosis yang aman dengan
menghasilkan fungsi yang baik.
Hemikolektomi kiri
Suatu tumor pada kolon transversum bagian distal , fleksura lienalis , atau kolon
descenden direncanakan untuk dilakukan hemikolektomi kiri. Cabang kiri dari pembuluh
darah kolika media, kolika kiri dan cabang pertama dari pembuluh darah sigmoid
dilakukan ligasi dan dipotong. Selanjutnya dilakukan anastomosis kolo transversum
dengan kolon sigmoid..
Hemikolektomi Kiri Diperluas
Digunakan untuk mengangkat tumor pada kolon transversum bagian distal. Pada operasi
ini, dilakukan kolektomi kiri dengan perluasan ke bagian proksimal cabang kanan
pembuluh darah kolika media.
Kolektomi Sigmoid
Tumor pada kolon sigmoid dengan melakukan ligasi dan pemotongan cabang sigmoid
dari arteri mesenterika inferior. Umumnya, kolon sigmoid dilakukan reseksi setinggi
refleksi peritoneum dilanjutkan anastomosis antara kolon desenden dan rektum bagian
proksimal. Untuk menghindari tension pada anastomosis maka perlu dilakukan
pembebasan fleksura lienalis.
Kolektomi Total atau Sub total
Dilakukan pada pasien dengan kolitis fulminan termasuk familial adenomatous polyposis
atau karsinoma kolon yang sinkronus. Sesuai prosedur, pembuluh darah ileokolika,
pembuluh darah kolika dekstra, kolika media, kolika sinistra dilakukan ligasi dan
dipotong. Selanjutnya ileum terminal sampai sigmoid direseksi. Anastomosis ileo-rektal.
Tehnik operasi
- Setelah penderita diberi narkose dengan endotrakeal, posisi telentang.
- Dilakukan desinfeksi lapangan pembedahan dengan larutan antiseptik, kemudian
dipersempit dengan linen steril.

- Dibuat insisi midline, diperdalam memotong linea alba sampai tampak peritoneum dan
peritoneum dibuka secara tajam.
- Lesi pada kolon kanan diinspeksi dan dipalpasi untuk menilai dapat tidaknya dilakukan
pengangkatan tumor (menentukan resektabilitas). Jika lesi diprediksi ganas, palpasi
pada kelenjar mesokolon dan hepar untuk melihat metastase (menentukan stadium).
- Dengan menggunakan kasa lebar, usus kecil dialihkan kebagian kiri agar ekspose dari
kolon asenden tampak jelas.
- Suatu insisi dibuat pada refleksi peritoneum yang menutupi dinding lateral kolon
asenden dimulai dari batas sekum sampai dengan daerah pada fleksura hepatika. Batas
daerah bebas tumor harus diperhatikan. Saat masuk ke fleksura hepatika, pastikan
bahwa bagian kolon kanan dapat dibebaskan termasuk ligamentum hepatokolika yang
mengandung pembuluh darah dapat dipotong dan diligasi.
- Angkat kolon kanan ke arah kiri untuk memastikan bahwa tidak ada cedera pada ureter
kanan.dan vasa spermatika. Juga diperhatikan puncak dari kolon asenden sampai
batas fleksura hepatika akan terjadinya cedera dari duodenum part 3.
- Selanjutnya identifikasi dari a. kolika media sampai sepanjang cabang kanan yang akan
dilakukan transeksi. Lakukan klem pada mesokolon daerah transeksi dan dipotong.
Cabang kanan dari a. kolika media diligasi ganda dan dipotong, begitu pula a. kolika
dekstra dan a. ileokolika.
- Ileum terminal dipreparasi untuk dilakukan reseksi bersama sekum dan apendiks.
Selanjutnya dilakukan reseksi ileum terminal dan sebagian kolon transversum dan
dilanjutkan anastomosis ileo-transversotomi end to end. Segmen kolon dan kelenjar
getah bening pada mesokolon yang diangkat sebagai dalam satu kesatuan
diperiksakan patologi anatomi.
- Perdarahan yang masih ada dirawat, kemudian luka pembedahan ditutup lapis demi
lapis.
Tindakan yang sama diperlakukan pada hemikolektomi kiri, dimana reseksi kolon
dilakukan pada kolon transversum kiri dan kolon desenden dan dilakukan kolotransversosigmoidostomi end to end.
Komplikasi operasi
- Perdarahan

- Kebocoran dari anastomosis yang dapat menimbulkan peritonitis dan sepsis


- Fistel.
- Cedera ureter
- Cedera vasa spermatika.
B. Tujuan/ Indikasi
-

Mengambil jaringan tumor kolon dan liver

A. Anatomi Lokasi Operasi

REFERENSI
Barbara C L. 1989. Praktek Perawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Carbini Monash University-Depatment of Sugery. (2012). Laparotomy. Januari 18, 2014.
www.betterhealth.vic.gov.au
Doenges, M. E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan:Pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien edisi III. Jakarta: EGC.

____________. (2010). Nursing Care Plans: Guidelines for Individualizing Client Care
Across the Life Span. 8th Ed. USA: F.A. Davis Company.
Heisler,

J.

(2013).

Laparotomy

surgery.

Januari,

19,

2014.

www.surgery.about.com/od/proceduresaz/ss/LaparotomySurge.htm
Smeltzer, S. C. & Bare, B. G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarrth Volume 2 Edisi ke-8 .Jakarta: EGC.
Queen Elizabeth Hospital Birmingham. (2013). Laparotomy for large retroperitoneal mass:
Procedure-specific information. Januari 18, 2014. www.uhb.nhs.uk
Zahari, A.(2009).Deteksi dini, diagnosa an penatalaksanaan kanker kolon dan rectum..
Suplement Majalah Kedokteran Andalas dalam dies natalis 53 FK Unand.

Anda mungkin juga menyukai