PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejak dulu terdapat berbagai macam obat yang mempunyai efek meningkatkan volume
urin dan digunakan untuk mengobati pasien dengan gangguan volume cairan dan komposisi
elektrolit. Obat-obat tersebut disebut sebagai diuretik. Diuretik adalah suatu agen obat yang
dapat meningkatkan volume urin atau laju aliran urin dengan cara meningkatkan ekskresi air
dan Na+ serta digunakan untuk meregulasi volume atau komposisi cairan tubuh pada
beberapa keadaan contohnya edema.
Pada abad ke-16, Obat-obat diuretik telah diperkenalkan oleh Paracelsus sebagai terapi
edema. Kemudian pada tahun 1930, Swartz menemukan bahwa sulfanilamide (antimikrobial)
dapat mengobati pasien gagal jantung, yaitu dengan meningkatkan ekskresi dari Na+. Sejak
diketahui bahwa obat-obat antimikroba seperti sulfanilamide memiliki efek samping terhadap
perubahan komposisi dan jumlah ekskresi urin, dilakukan berbagai penelitian terhadap obatobat diuretik kembali.
Diuretik adalah obat yang paling banyak diresepkan di USA. Hal ini dikarenakan obat
diuretik cukup efektif untuk pengobatan. Akan tetapi, efek samping dari obat-obat diuretik
juga banyak. Sehingga sebagai seorang dokter umum perlu mengetahui jenis-jenis obat
diuretik agar dapat memberikan terapi diuretik secara rasional kepada pasien.
1.3 Tujuan
Memahami Anatomi Fisiologi Ginjal
Mengetahui apa itu Diuretik
Mengetahui Apa saja klasifikasi Diuretik`
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi dan Fisiologi Ginjal
Dua ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, diluar rongga peritoneum seperti
pada gambar 2-1. Setiap ginjal pada orang dewasa beratnya kira-kira 150 gram. Sisi medial
setiap ginjal merupakan daerah lekukan yang disebut hilus tempat lewatnya arteri dan vena
renalis, cairan limfatik, suplai saraf, dan ureter yang membawa urin akhir dari ginjal ke
kandung kemih, tempat urin disimpan hingga dikeluarkan. Ginjal dilingkupi oleh kapsul
fibrosa yang keras untuk melindungi struktur dalamnya yang rapuh.1
kontraktil yang mendorong urin menuju kandung kemih, tempat urin disimpan dan
dikeluarkan melalui mikturisi.1
Darah yang mengalir ke kedua ginjal normalnya sekitar 22% dari curah jantung, atau
1100 ml/menit. Arteri ginjal utama (arteri renalis) bercabang di dekat hilum ginjal ke dalam
arteri segmentalis yang selanjutnya bercabang lagi membentuk arteri interlobaris yang
menembus parenkim ginjal. Arteri interlobaris melengkung pada perbatasan medula dan
korteks ginjal untuk membentuk pembuluh seperti lengkungan yang disebut arteri arcuata.
Arteri arcuata bercabang lagi membentuk pembuluh vertikal yang disebut arteri
interlobularis, yang masuk ke korteks renal dan menyuplai darah ke arteriol aferen. Arteriol
aferen tunggal berpenetrasi ke glomerulus tiap nefron dan bercabang lagi dalam jumlah
banyak untuk membentuk ikatan kapiler glomerulus. Cabang-cabang ini bergabung
membentuk arteriol eferen.2
Arteriol-arteriol eferen pada glomeruli superfisial naik ke permukaan ginjal sebelum
dipisah kedalam kapiler peri tubulus yang menjaga elemen-elemen tubulus dari korteks renal.
Arteriol eferen pada jukstamedula glomeruli turun ke medula dan bercabang untuk
membentuk arteriol rekta menurun, yang menyuplai darah ke kapiler-kapiler medula. Darah
yang kembali dari medula melalui arteriol rekta naik mengalir secara langsung ke vena
arcuata, dan darah dari kapiler peritubulus korteks masuk ke vena interlobular yang
selanjutnya berhubungan dengan vena arcuata. Vena arcuata mengalirkan darah kedalam
vena interlobaris, yang selanjutnya berhubungan dengan vena arcuata. Vena arcuata
mengalirkan darah kedalam vena interlobularis, yang selanjutnya mengalir ke vena
segmentalis, kemudian meninggalkan ginjal melalui vena ginjal utama.2
Unit dasar pembentukan urin di ginjal adalah nefron, yang terdiri atas organ-organ
penyaring, glomerulus, yang terhubung dengan suatu bagian tubulus panjang yang
mereabsorpsi dan membentuk ultrafiltrat glomerular. Tiap ginjal manusia terdiri atas sekitar 1
juta nefron. Tata nama untuk segmen-segmen nefron tubulus menjadi sangat kompleks
karena para ahli fisiologi ginjal telah membagi lagi nefron menjadi segmen-segmen yang
lebih pendek. Pembagian ini awalnya didasarkan lokasi aksial segmen tetapi selanjutnya
didasarkan pada morfologi sel-sel epitelium yang terdapat di berbagai segmen nefron.
Gambar 2-2 di bawah ini menjelaskan pembagian nefron menjadi 14 subsegmen yang saat ini
disetujui.2
Segmen
Fungsi
Glomerulus
Tubulus
Reabsorpsi
kontortus
proksimal
85%
Na+
65%
NaHCO3,
dan
Permeabilitas
Transporter
Terhadap Air
Amat
Utama
Membran Apikal
sangat Tidak ada
tinggi
yang Sangat tinggi
Na/H
(NHE3),
karbonik anhidrase
hampir
Transporter
rektus
proksimal
asam
dan basa
Ansa
urat
dan
kebanyakan
diuretic
henle Reabsorpsi pasif air
Tinggi
asam
Akuaporin
cabang
descenden
tipis
Ansa
K+,
Na/K/2Cl (NKCC2)
Cl-.
cabang
yang
ascenden
tebal
Tubulus
Mg+
Reabsorpsi aktif 4-8% Na+ dan Sangat rendah
kontortus
distal
Tubulus
paratiroid
Reabsorpsi
koligen
kanal K, transporter
renalis
dan H+
H, akuaporin
kortikal
Tubulus
Akuaporin
koligen
vasopressin
Na+
(2-5%) Bervariasi
Na/Cl (NCC)
Kanal Na (ENaC),
renalis
medulla
6
karena
kemampuannya
untuk
Farmakokinetik
Diuretik loop cepat diabsorpsi dan dieliminasi oleh ginjal melalui filtrasi
glomerulus dan sekresi tubulus. Torsemid oral diabsorpsi dalam waktu 1 jam dan jika
diberikan intravena absorpsinya hampir sempurna. Durasi efek torsemid sekitar 4-6
jam. Sedangkan furosemid memerlukan waktu yang lebih panjang untuk diabsorpsi
yaitu 2-3 jam, dan dengan durasi efek yang lebih pendek yaitu 2-3 jam. Waktu paruh
keduanya bergantung pada fungsi ginjal. Pemberian obat-obat lain seperti NSAID
atau probenesid dapat mengurangi sekresi asam lemah yang menyebabkan penurunan
sekresi diuretik loop.3,4
Farmakodinamik
Mekanisme kerja dari diuretik loop adalah dengan menghambat symport Na +-K+2Cl- di lumen ansa henle cabang ascenden tebal. Hal ini menyebabkan penurunan
reabsorpsi terhadap NaCl serta mengurangi potensial positif di lumen akibat difusi
kembali K+ yang meningkatkan ekskresi dari Mg2+ dan Ca2+. Hal ini dapat memicu
terjadinya hipomagnesium pada penggunaan berkepanjangan. Hipokalsemia tidak
terjadi pada pemberian diuretik loop dikarenakan absorpsi Ca 2+ di usus dapat dipicu
oleh vitamin D dan Ca2+ juga aktif direabsorpsi pada tubulus kontortus distal.3
Pada pasien dengan gangguan hiperkalsemia, dapat diberikan kombinasi antara
diuretik loop dan infus saline untuk meningkatkan ekskresi Ca2+. Agen seperti NSAID
dapat mengganggu kerja diuretik loop melalui penurunan sintesis prostaglandin
(berperan dalam kerja diuretik di ginjal) sehingga perlu berhati-hati terutama pada
pasien dengan sindrom nefrotik atau sirosis hepatik.3
Selain memiliki aktivitas diuretik, diuretik loop juga memiliki efek yang belum
diketahui secara lengkap terhadap aliran darah. Contohnya pada penggunaan
furosemid secara intravena pada pasien dengan edema paru et causa gagal jantung
akut, dapat memberikan efek vasodilator (terapi yang berguna) sebelum muncul efek
diuretik.4
Indikasi klinis dan Dosis
Indikasi klinis penggunaan diuretik loop antara lain, yaitu3,4:
- Edema paru akut
- Hiperkalsemia akut
- Hiperkalemia
- Gagal ginjal akut
8
Overdosis anion
Gagal jantung kronik
Sindrom nefrotik
Sirosis hepatik dengan komplikasi asites
Hipertensi
Kimiawi
Golongan diuretik tiazid memiliki gugus sulfonamida yang tidak tersubstitusi.
Prototipe dari tiazid adalah hidroklorotiazid. Banyak senyawa ini merupakan analog
1,2,4-benzotiadiazin-1,1-dioksida.2,3
9
Farmakokinetik
Semua tiazid dapat diberikan per oral, tetapi terdapat perbedaan dalam
metabolismenya. Klorotiazid, yakni senyawa induk kelompok ini, bersifat kurang
larut dalam lemak dan harus diberikan dalam dosis yang relatif besar. Klortalidon
diabsorpsi secara perlahan dan durasi kerjanya lebih panjang. Meskipun indapamid
diekskresi melalui sistem empedu, bentuk aktif obat ini yang di ekskresi oleh ginjal
cukup untuk menimbulkan efek diuretiknya di tubulus kontortus distal.3,4
Semua tiazid diekskresikan oleh urin dan kebanyakan melalui sistem sekresi
tubular. Hal ini menyebabkan terjadi persaingan dengan sekresi asam urat oleh sistem
sekresi tersebut. Akibatnya, penggunaan tiazid dapat menurunkan ekskresi asam urat
dan meningkatkan kadar asam urat serum.4
Farmakodinamik
Tiazid menghambat reabsorpsi NaCl dari sisi lumen sel epitel tubulus kontortus
distal dengan memblokade transporter Na+/Cl-. Berbeda dengan tempat kerja diuretik
loop, ansa henle cabang ascenden tebal, tiazid sangat meningkatkan reabsorpsi dari
Ca2+. Peningkatan ini diperkirakan terjadi akibat efek tiazid pada tubulus kontortus
proksimal dan distal. Dalam tubulus kontortus proksimal, hilangnya volume cairan
tubuh akibat tiazid menyebabkan peningkatan absorpsi pasif Ca2+ dan Na+. Dalam
tubulus kontortus distal, penurunan kadar Na+ intrasel akibat blokade pemasukan Na+
oleh tiazid meningkatkan pertukaran Na+/ Ca2+ keseluruhan. walaupun jarang
menyebabkan
hiperkalsemia
karena
peningkat
10
11
Diuretik ini mencegah sekresi kalium dengan melawan efek aldosteron pada
tubulus koligen renalis kortikal dan bagian akhir distal. Mekanisme kerja dapat
melalui inhibisi langsung terhadap reseptor mineralokortikoid (contoh obat:
spironolakton dan eplerenon) atau inhibisi terhadap influks Na + melalui kanal ion di
lumen membran (contoh obat: amilorid dan triamteren). Spironolakton dan eplerenon
memiliki kemampuan diuretik terbatas jika digunakan secara tunggal. Hal ini
dikarenakan dibagian distal tempat mereka bekerja hanya bisa mereabsorpsi filtrat
Na+ sebanyak 2%. Walaupun begitu keduanya memiliki efek antihipertensi dan dapat
memperpanjang hidup beberapa pasien dengan gagal jantung. Jika dikombinasikan
dengan diuretik loop atau tiazid, akan menimbulkan efek pencegahan terhadap
hipokalemia.3,4
Kimiawi
Senyawa
mineralokortikoid
menyebabkan
retensi
garam
dan
air
serta
nefrotik)
Hipertensi resisten esensial
Tabel 2-4 Dosis diuretik hemat kalium dan preparat kombinasi3
Nama Dagang
Diuretik Hemat Kalium
Hidroklorotiazid
Aldactazid
Spironolakton 25 mg
50 mg
Aldacton
Spironolakton 25, 50, atau 100 mg
--Dyazid
Triamteren 37.5 mg
25 mg
Dyrenium
Triamteren 50 atau 100 mg
--1
Inspra
Eplerenon 25, 50, atau 100 mg
--Maxzid
Triamteren 75 mg
50 mg
Maxzide-25 mg
Triamteren 37.5 mg
25 mg
Midamor
Amilorid 5 mg
--Moduretic
Amilorid 5 mg
50 mg
1
eplerenon saat ini disetujui penggunaannya hanya untuk hipertensi
Efek Samping
Efek samping yang dapat terjadi antara lain, yaitu3,4:
- Hiperkalemia
13
14
Efek Samping
Efek samping yang dapat terjadi antara lain, yaitu2,3:
- Asidosis metabolik hiperkloremik
- Batu ginjal
- Pembuangan kalium ginjal
- Rasa mengantuk, paresthesia, toksisitas sistem saraf, dan reaksi hipersensitivitas
- Depresi sum-sum tulang
- Toksisitas pada kulit
2. Aksi tidak langsung dengan mengubah komposisi dari filtrat
a. Diuretik Osmotik
Tubulus kontortus proksimal dan ansa henle cabang desenden sangat permeabel
terhadap air. Agen apapun yang aktif secara osmotik yang difiltrasi glomerulus tapi
15
16
intravena dengan dosis 1-2 g/kg. monitoring tekanan intrakranial, karena tekanan
intrakranial harus turun dalam waktu 60-90 menit.3
Efek Samping
Efek samping yang dapat terjadi antara lain, yaitu2,3:
- Ekspansi cairan ekstrasel
- Dehidrasi, hiperkalemia, dan hipernatremia
- Sakit kepala, mual, dan muntah
- Edema paru (pada pasien gagal jantung dan kongesti paru
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Diuretik merupakan obat yang berfungsi untuk meningkatkan volume urin dan
ekskresi dari Na+ dan elektrolit lainnya.
Diuretik dibagi menjadi 2 jenis menurut mekanisme kerjanya yaitu secara
langsung pada sel nefron ginjal (diuretik loop, tiazid, antagonis aldosteron/
diuretik hemat kalium, dan inhibitor karbonik anhidrase) dan tidak langsung
melalui perubahan pada komposisi filtrat (diuretik osmotik).
Efek samping penggunaan diuretik bermacam-macam, dan yang paling sering
adalah gangguan keseimbangan elektrolit pada tubuh.
17
Daftar Pustaka
Guyton AC, Hall JE. Textbook of Medical Physiology: The Body Fluids and Kidneys. 11 th
Edition. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2006. p. 308-10.
Hardman JG, Limbird LE, Gilman AG. Goodman & Gilmans The Pharmacological Basic
of Therapeutics: Drugs Affecting Renal and Cardiovascular Function. 11th Edition.
California: McGraw-Hill; 2005. p. 735-62.
Katzung BG. Farmakologi Dasar dan Klinik: Obat-Obat Kardiovaskular-Ginjal. Edisi 10.
Jakarta: EGC; 2010. p. 240-58.
Rang HP, Dale MM, Ritter JM, Flower RJ, Henderson G. Rang and Dales Pharmacology:
Drugs Affecting Major Organ Systems. 7th Edition. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2011.
p. 353-56.
18