Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejak dulu terdapat berbagai macam obat yang mempunyai efek meningkatkan volume
urin dan digunakan untuk mengobati pasien dengan gangguan volume cairan dan komposisi
elektrolit. Obat-obat tersebut disebut sebagai diuretik. Diuretik adalah suatu agen obat yang
dapat meningkatkan volume urin atau laju aliran urin dengan cara meningkatkan ekskresi air
dan Na+ serta digunakan untuk meregulasi volume atau komposisi cairan tubuh pada
beberapa keadaan contohnya edema.
Pada abad ke-16, Obat-obat diuretik telah diperkenalkan oleh Paracelsus sebagai terapi
edema. Kemudian pada tahun 1930, Swartz menemukan bahwa sulfanilamide (antimikrobial)
dapat mengobati pasien gagal jantung, yaitu dengan meningkatkan ekskresi dari Na+. Sejak
diketahui bahwa obat-obat antimikroba seperti sulfanilamide memiliki efek samping terhadap
perubahan komposisi dan jumlah ekskresi urin, dilakukan berbagai penelitian terhadap obatobat diuretik kembali.
Diuretik adalah obat yang paling banyak diresepkan di USA. Hal ini dikarenakan obat
diuretik cukup efektif untuk pengobatan. Akan tetapi, efek samping dari obat-obat diuretik
juga banyak. Sehingga sebagai seorang dokter umum perlu mengetahui jenis-jenis obat
diuretik agar dapat memberikan terapi diuretik secara rasional kepada pasien.

1.2. Rumusan Masalah


Bagaimana Anatomi dan Fisiologi Ginjal ?
Apa itu Diuretik ?
Apa saja Klasifikasi Diuretik ?

1.3 Tujuan
Memahami Anatomi Fisiologi Ginjal
Mengetahui apa itu Diuretik
Mengetahui Apa saja klasifikasi Diuretik`

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi dan Fisiologi Ginjal
Dua ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, diluar rongga peritoneum seperti
pada gambar 2-1. Setiap ginjal pada orang dewasa beratnya kira-kira 150 gram. Sisi medial
setiap ginjal merupakan daerah lekukan yang disebut hilus tempat lewatnya arteri dan vena
renalis, cairan limfatik, suplai saraf, dan ureter yang membawa urin akhir dari ginjal ke
kandung kemih, tempat urin disimpan hingga dikeluarkan. Ginjal dilingkupi oleh kapsul
fibrosa yang keras untuk melindungi struktur dalamnya yang rapuh.1

Gambar 2-1. Susunan umum ginjal dan sistem kemih1


Secara histologis, ginjal dibagi menjadi dua daerah yaitu korteks dibagian luar dan
medula di bagian dalam. Medula ginjal terbagi menjadi beberapa massa jaringan berbentuk
kerucut yang disebut piramida ginjal. Dasar dari setiap piramida dimulai pada perbatasan
antara korteks dan medula serta berakhir di papilla, yang menonjol ke dalam ruang pelvis
ginjal, yaitu sambungan dari ujung ureter bagian atas yang berbentuk corong. Batas luar
pelvis terbagi menjadi kantong-kantong dengan ujung terbuka yang disebut dengan kaliks
mayor, yang meluas ke bawah dan terbagi menjadi kaliks minor, yang mengumpulkan urin
dari tubulus setiap papila. Dinding kaliks, pelvis, dan ureter terdiri dari elemen-elemen
3

kontraktil yang mendorong urin menuju kandung kemih, tempat urin disimpan dan
dikeluarkan melalui mikturisi.1
Darah yang mengalir ke kedua ginjal normalnya sekitar 22% dari curah jantung, atau
1100 ml/menit. Arteri ginjal utama (arteri renalis) bercabang di dekat hilum ginjal ke dalam
arteri segmentalis yang selanjutnya bercabang lagi membentuk arteri interlobaris yang
menembus parenkim ginjal. Arteri interlobaris melengkung pada perbatasan medula dan
korteks ginjal untuk membentuk pembuluh seperti lengkungan yang disebut arteri arcuata.
Arteri arcuata bercabang lagi membentuk pembuluh vertikal yang disebut arteri
interlobularis, yang masuk ke korteks renal dan menyuplai darah ke arteriol aferen. Arteriol
aferen tunggal berpenetrasi ke glomerulus tiap nefron dan bercabang lagi dalam jumlah
banyak untuk membentuk ikatan kapiler glomerulus. Cabang-cabang ini bergabung
membentuk arteriol eferen.2
Arteriol-arteriol eferen pada glomeruli superfisial naik ke permukaan ginjal sebelum
dipisah kedalam kapiler peri tubulus yang menjaga elemen-elemen tubulus dari korteks renal.
Arteriol eferen pada jukstamedula glomeruli turun ke medula dan bercabang untuk
membentuk arteriol rekta menurun, yang menyuplai darah ke kapiler-kapiler medula. Darah
yang kembali dari medula melalui arteriol rekta naik mengalir secara langsung ke vena
arcuata, dan darah dari kapiler peritubulus korteks masuk ke vena interlobular yang
selanjutnya berhubungan dengan vena arcuata. Vena arcuata mengalirkan darah kedalam
vena interlobaris, yang selanjutnya berhubungan dengan vena arcuata. Vena arcuata
mengalirkan darah kedalam vena interlobularis, yang selanjutnya mengalir ke vena
segmentalis, kemudian meninggalkan ginjal melalui vena ginjal utama.2
Unit dasar pembentukan urin di ginjal adalah nefron, yang terdiri atas organ-organ
penyaring, glomerulus, yang terhubung dengan suatu bagian tubulus panjang yang
mereabsorpsi dan membentuk ultrafiltrat glomerular. Tiap ginjal manusia terdiri atas sekitar 1
juta nefron. Tata nama untuk segmen-segmen nefron tubulus menjadi sangat kompleks
karena para ahli fisiologi ginjal telah membagi lagi nefron menjadi segmen-segmen yang
lebih pendek. Pembagian ini awalnya didasarkan lokasi aksial segmen tetapi selanjutnya
didasarkan pada morfologi sel-sel epitelium yang terdapat di berbagai segmen nefron.
Gambar 2-2 di bawah ini menjelaskan pembagian nefron menjadi 14 subsegmen yang saat ini
disetujui.2

Gambar 2-2. Anatomi dan Tata nama nefron2


Tabel dibawah ini menunjukkan fungsi-fungsi dari bagian segmen utama nefron.3
Tabel 2-1 Berbagai segmen utama nefron beserta fungsinya3
5

Segmen

Fungsi

Glomerulus

Pembentukan filtrat glomerulus

Tubulus

Reabsorpsi

kontortus

difiltrasi, K+, Ca2+, dan Mg+.

proksimal

85%

Na+

65%

NaHCO3,

dan

Permeabilitas

Transporter

Terhadap Air

dan Target Obat pada

Amat

Utama

Membran Apikal
sangat Tidak ada

tinggi
yang Sangat tinggi

Na/H

(NHE3),

karbonik anhidrase

hampir

100% glukosa dan asam amino.


Tubulus

Reabsorpsi isosmotik air.


Sekresi dan reabsorpsi asam Sangat tinggi

Transporter

rektus

dan basa organik, termasuk

(contoh, asam urat)

proksimal

asam

dan basa

Ansa

urat

dan

kebanyakan

diuretic
henle Reabsorpsi pasif air

Tinggi

asam

Akuaporin

cabang
descenden
tipis
Ansa

henle Reabsorpsi aktif 15-25% Na+ Sangat rendah


difiltrasi,

K+,

Na/K/2Cl (NKCC2)

Cl-.

cabang

yang

ascenden

Reabsorpsi sekunder Ca2+ dan

tebal
Tubulus

Mg+
Reabsorpsi aktif 4-8% Na+ dan Sangat rendah

kontortus

Cl- yang difiltrasi. Reabsorpsi

distal

Ca2+ dibawah kontrol hormon

Tubulus

paratiroid
Reabsorpsi

koligen

digabung dengan sekresi K+

kanal K, transporter

renalis

dan H+

H, akuaporin

kortikal
Tubulus

Reabsorpsi air dibawah kontrol Bervariasi

Akuaporin

koligen

vasopressin

Na+

(2-5%) Bervariasi

Na/Cl (NCC)

Kanal Na (ENaC),

renalis
medulla
6

2.2 Definisi Diuretik


Diuretik adalah suatu agen obat yang dapat meningkatkan volume urin atau laju aliran
urin dengan cara meningkatkan ekskresi air dan Na + dengan cara mengurangi absorpsi dari
Na+ dan kadang-kadang Cl- (Natriuresis) dalam filtrat serta digunakan untuk meregulasi
volume atau komposisi cairan tubuh pada beberapa keadaan seperti hipertensi, gagal ginjal,
gagal jantung, sirosis dan sindrom nefrotik.2,3,4
2.3 Klasifikasi Diuretik
Berdasarkan aspek mekanisme kerjanya, diuretik dibagi menjadi 2, yaitu4:
1. Secara langsung (aksi langsung pada sel di nefron ginjal)
2. Secara tidak langsung (mengubah komposisi dari filtrat)
1. Aksi langsung pada sel di nefron ginjal
a. Diuretik loop (Inhibitor symport Na+-K+-2Cl-)
Diuretik loop adalah diuretik terkuat

karena

kemampuannya

untuk

mengekskresikan Na+ sebanyak 15-25%. Diuretik ini secara selektif menghambat


reabsorpsi NaCl dengan cara menghambat symport Na+-K+-2Cl- bagian membran
luminal pada ansa henle cabang asenden tebal. Karena efek diuretiknya tidak dibatasi
oleh asidosis, seperti pada kasus inhibitor karbonik anhidrase, diuretik loop adalah
salah satu agen diuretik paling efektif yang tersedia.3,4
Khasiat diuretik loop dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu: (1) sekitar 25% beban
Na+ yang difiltrasi secara normal direabsorpsi oleh bagian ascenden tebal, dan (2)
segmen-segmen nefron sebelum bagian ascenden tebal tidak mempunyai kapasitas
reabsorpsi yang cukup untuk mendapatkan kembali berlimpahnya senyawa yang
keluar dari bagian naik yang tebal.2
Kimiawi
Diuretik loop atau inhibitor symport Na+-K+-2Cl- merupakan golongan obat yang
memiliki struktur kimia yang beragam. Furosemida, bumetanida, azosemida,
piretanida, dan tripamida termasuk dalam diuretik loop golongan sulfonamida.
Sedangkan asam etakrinat merupakan derivat dari asam fenoksiasetat yang
mengandung gugus keton dan metilen. Diuretik merkurium organik juga dapat
menghambat transport garam pada ansa henle cabang asenden tebal. Akan tetapi,
karena toksisitas yang tinggi golongan ini sudah tidak digunakan lagi.3
7

Farmakokinetik
Diuretik loop cepat diabsorpsi dan dieliminasi oleh ginjal melalui filtrasi
glomerulus dan sekresi tubulus. Torsemid oral diabsorpsi dalam waktu 1 jam dan jika
diberikan intravena absorpsinya hampir sempurna. Durasi efek torsemid sekitar 4-6
jam. Sedangkan furosemid memerlukan waktu yang lebih panjang untuk diabsorpsi
yaitu 2-3 jam, dan dengan durasi efek yang lebih pendek yaitu 2-3 jam. Waktu paruh
keduanya bergantung pada fungsi ginjal. Pemberian obat-obat lain seperti NSAID
atau probenesid dapat mengurangi sekresi asam lemah yang menyebabkan penurunan
sekresi diuretik loop.3,4
Farmakodinamik
Mekanisme kerja dari diuretik loop adalah dengan menghambat symport Na +-K+2Cl- di lumen ansa henle cabang ascenden tebal. Hal ini menyebabkan penurunan
reabsorpsi terhadap NaCl serta mengurangi potensial positif di lumen akibat difusi
kembali K+ yang meningkatkan ekskresi dari Mg2+ dan Ca2+. Hal ini dapat memicu
terjadinya hipomagnesium pada penggunaan berkepanjangan. Hipokalsemia tidak
terjadi pada pemberian diuretik loop dikarenakan absorpsi Ca 2+ di usus dapat dipicu
oleh vitamin D dan Ca2+ juga aktif direabsorpsi pada tubulus kontortus distal.3
Pada pasien dengan gangguan hiperkalsemia, dapat diberikan kombinasi antara
diuretik loop dan infus saline untuk meningkatkan ekskresi Ca2+. Agen seperti NSAID
dapat mengganggu kerja diuretik loop melalui penurunan sintesis prostaglandin
(berperan dalam kerja diuretik di ginjal) sehingga perlu berhati-hati terutama pada
pasien dengan sindrom nefrotik atau sirosis hepatik.3
Selain memiliki aktivitas diuretik, diuretik loop juga memiliki efek yang belum
diketahui secara lengkap terhadap aliran darah. Contohnya pada penggunaan
furosemid secara intravena pada pasien dengan edema paru et causa gagal jantung
akut, dapat memberikan efek vasodilator (terapi yang berguna) sebelum muncul efek
diuretik.4
Indikasi klinis dan Dosis
Indikasi klinis penggunaan diuretik loop antara lain, yaitu3,4:
- Edema paru akut
- Hiperkalsemia akut
- Hiperkalemia
- Gagal ginjal akut
8

Overdosis anion
Gagal jantung kronik
Sindrom nefrotik
Sirosis hepatik dengan komplikasi asites
Hipertensi

Tabel 2-2 Dosis tipikal agen-agen diuretik loop3


Obat
Dosis Oral Harian Total1
Bumetanid
0.5-2 mg
Asam etakrinat
50-200 mg
Furosemid
20-80 mg
Torsemid
5-20 mg
1
sebagai dosis tunggal atau terbagi dalam dua dosis
Efek samping
Efek samping yang dapat terjadi antara lain, yaitu3:
- Alkalosis metabolik hipokalemik
- Ototoksisitas
- Hiperurisemia
- Hipomagnesemia
- Reaksi alergik dan reaksi lainnya
b. Tiazid
Diuretik tiazid adalah diuretik yang bekerja pada tubulus kontortus distal
(contohnya, bendroflumetiazid, hidroklorotiazide) dan diuretik terkait (contohnya,
klortaridon, indapamid, dan metolazon). Golongan tiazid kurang poten terhadap
pengobatan pasien hipertensi jika dibandingkan dengan golongan diuretik loop. Akan
tetapi, golongan tiazid lebih dipilih dalam penanganan kasus hipertensi biasa. Pada
penggunaan klinis, golongan tiazid juga dapat mengurangi resiko stroke dan serangan
jantung. Contoh, klortalidon digunakan sebagai obat antihipertensi baru (ACE
inhibitor dan antagonis kalsium).4

Kimiawi
Golongan diuretik tiazid memiliki gugus sulfonamida yang tidak tersubstitusi.
Prototipe dari tiazid adalah hidroklorotiazid. Banyak senyawa ini merupakan analog
1,2,4-benzotiadiazin-1,1-dioksida.2,3
9

Farmakokinetik
Semua tiazid dapat diberikan per oral, tetapi terdapat perbedaan dalam
metabolismenya. Klorotiazid, yakni senyawa induk kelompok ini, bersifat kurang
larut dalam lemak dan harus diberikan dalam dosis yang relatif besar. Klortalidon
diabsorpsi secara perlahan dan durasi kerjanya lebih panjang. Meskipun indapamid
diekskresi melalui sistem empedu, bentuk aktif obat ini yang di ekskresi oleh ginjal
cukup untuk menimbulkan efek diuretiknya di tubulus kontortus distal.3,4
Semua tiazid diekskresikan oleh urin dan kebanyakan melalui sistem sekresi
tubular. Hal ini menyebabkan terjadi persaingan dengan sekresi asam urat oleh sistem
sekresi tersebut. Akibatnya, penggunaan tiazid dapat menurunkan ekskresi asam urat
dan meningkatkan kadar asam urat serum.4
Farmakodinamik
Tiazid menghambat reabsorpsi NaCl dari sisi lumen sel epitel tubulus kontortus
distal dengan memblokade transporter Na+/Cl-. Berbeda dengan tempat kerja diuretik
loop, ansa henle cabang ascenden tebal, tiazid sangat meningkatkan reabsorpsi dari
Ca2+. Peningkatan ini diperkirakan terjadi akibat efek tiazid pada tubulus kontortus
proksimal dan distal. Dalam tubulus kontortus proksimal, hilangnya volume cairan
tubuh akibat tiazid menyebabkan peningkatan absorpsi pasif Ca2+ dan Na+. Dalam
tubulus kontortus distal, penurunan kadar Na+ intrasel akibat blokade pemasukan Na+
oleh tiazid meningkatkan pertukaran Na+/ Ca2+ keseluruhan. walaupun jarang
menyebabkan

hiperkalsemia

karena

peningkat

an reabsorpsi, tiazid dapat memperberat hiperkalsemia pada pasien yang menderita


hiperparatiroidisme, karsinoma, dan sarkoidosis. Tiazid juga bermanfaat dalam
pengobatan batu ginjal yang disebabkan oleh hiperkalsiuria. Karena kerja tiazid
bergantung pada produksi prostaglandin ginjal, tiazid juga dapat dihambat oleh
NSAID pada berbagai kondisi.3
Indikasi Klinis dan Dosis
Indikasi diuretik tiazid antara lain, yaitu3:
- Hipertensi
- Gagal jantung
- Nefrolitiasis akibat hiperkalsiuria idiopatik
- Diabetes insipidus nefrogenik

10

Tabel 2-3 Dosis tiazid dan diuretik terkait3


Obat
Total Dosis Oral Harian Frekuensi Pemberian
Bendroflumetiazid
2.5-10 mg
Dosis tunggal
Klorotiazid
0.5-2 mg
Dua dosis terbagi
1
Klortalidon
25-50 mg
Dosis tunggal
Hidroklorotiazid
25-100 mg
Dosis tunggal
Hidroflumetiazid
12.5-50 mg
Dua dosis terbagi
Indapamid
2.5-10 mg
Dosis tunggal
Metilklotiazid
2.5-10 mg
Dosis tunggal
Metolazon1
2.5-10 mg
Dosis tunggal
Politiazid
1-4 mg
Dosis tunggal
1
Quinethazon
25-100 mg
Dosis tunggal
Triklormethiazid
1-4 mg
Dosis tunggal
1
bukan suatu tiazid tapi sulfonamida yang secara kualitatif serupa dengan tiazid
Efek Samping
Efek samping yang dapat terjadi antara lain, yaitu3,4:
- Alkalosis metabolik hipokalemia dan hiperurisemia
- Gangguan toleransi karbohidrat
- Hiperlipidemia
- Hiponatremia
- Reaksi alergi
- Rasa lemah, letih, paresthesia, dan impotensi
- Hipertensi
- Gagal jantung ringan
- Edema resisten parah
- Diabetes insipidus nefrogenik

c. Antagonis Aldosteron (Diuretik Hemat Kalium)

11

Diuretik ini mencegah sekresi kalium dengan melawan efek aldosteron pada
tubulus koligen renalis kortikal dan bagian akhir distal. Mekanisme kerja dapat
melalui inhibisi langsung terhadap reseptor mineralokortikoid (contoh obat:
spironolakton dan eplerenon) atau inhibisi terhadap influks Na + melalui kanal ion di
lumen membran (contoh obat: amilorid dan triamteren). Spironolakton dan eplerenon
memiliki kemampuan diuretik terbatas jika digunakan secara tunggal. Hal ini
dikarenakan dibagian distal tempat mereka bekerja hanya bisa mereabsorpsi filtrat
Na+ sebanyak 2%. Walaupun begitu keduanya memiliki efek antihipertensi dan dapat
memperpanjang hidup beberapa pasien dengan gagal jantung. Jika dikombinasikan
dengan diuretik loop atau tiazid, akan menimbulkan efek pencegahan terhadap
hipokalemia.3,4
Kimiawi
Senyawa

mineralokortikoid

menyebabkan

retensi

garam

dan

air

serta

meningkatkan ekskresi dari K+ dan H+ dengan cara berikatan dengan reseptor


mineralokortikoid tertentu. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa spirolakton
dapat memblok efek dari mineralokortikoid sehingga dibuatlah antagonis reseptor
mineralokortikoid yaitu, spironolakton (suatu 17-spirolakton).2
Farmakokinetik
Spironolakton diabsorpsi dengan baik di usus. Awitan dan durasi kerja
spironolakton ditentukan oleh kinetik respons aldosteron di jaringan sasaran. Waktu
paruh spironolakton dalam plasma hanya 10 menit, akan tetapi bentuk metabolit
aktifnya, canrenone memiliki waktu paruh 16 jam. Spironolakton sebagian besar di
inaktivasi di hati. Secara keseluruhan, awitan kerja spironolakton agak lambat,
dibutuhkan beberapa hari sebelum efek terapi penuh dicapai. Eplerenon adalah analog
spironolakton yang lebih selektif terhadap reseptor aldosteron.3,4
Amilorid dan triamteren adalah penghambat langsung influks Na + di tubulus
koligen renalis. Triamteren dimetabolisme di hati, tetapi ekskresi ginjal merupakan
jalur eliminasi bentuk aktif dan metabolit triamteren yang utama. Triamteren
memiliki waktu paruh yang lebih singkat sehingga harus diberikan lebih sering
dibandingkan dengan amilorid (yang tidak dimetabolisme).3
Farmakodinamik
12

Diuretik hemat kalium menurunkan absorpsi di tubulus dan tubulus koligen


renalis. Absorpsi Na+ (dan sekresi K+) pada tempat ini diatur oleh aldosteron.
Antagonis aldosteron mempengaruhi proses ini. Efek serupa diamati pada pengaturan
H+ oleh sel interkalaris tubulus koligen renalis. Hal ini menjelaskan alasan terjadinya
asidosis metabolik pada penggunaan antagonis aldosteron.3
Spironolakton dan eplerenon berikatan dengan reseptor aldosteron dan dapat pula
menurunkan pembentukan metabolit aktif aldosteron di dalam sel. Amilorid dan
triamteren tidak memblokade reseptor aldosteron tetapi langsung mempengaruhi
masuknya Na+ melalui kanal ion natrium epitel (ENaC) pada membran apikal tubulus
koligen renalis. Karena sekresi K+ digabung dengan masuknya Na+ pada segmen ini,
agen-agen ini juga merupakan diuretik hemat kalium yang efektif. Kerja antagonis
aldosteron bergantung pada produksi prostaglandin, sehingga kerjanya dapat
dihambat oleh NSAID pada berbagai kondisi.3
Indikasi Klinis dan Dosis
Indikasi diuretik hemat kalium antara lain, yaitu3,4:
- Mineralokortikoid yang berlebihan atau hiperaldosteronisme (aldosteronisme)
- Hipersekresi primer (sindrom conn, produksi hormon adrenokortikotropik)
- Aldosteronisme sekunder (dipicu oleh gagal jantung, sirosis hepatik, sindrom
-

nefrotik)
Hipertensi resisten esensial
Tabel 2-4 Dosis diuretik hemat kalium dan preparat kombinasi3
Nama Dagang
Diuretik Hemat Kalium
Hidroklorotiazid
Aldactazid
Spironolakton 25 mg
50 mg
Aldacton
Spironolakton 25, 50, atau 100 mg
--Dyazid
Triamteren 37.5 mg
25 mg
Dyrenium
Triamteren 50 atau 100 mg
--1
Inspra
Eplerenon 25, 50, atau 100 mg
--Maxzid
Triamteren 75 mg
50 mg
Maxzide-25 mg
Triamteren 37.5 mg
25 mg
Midamor
Amilorid 5 mg
--Moduretic
Amilorid 5 mg
50 mg
1
eplerenon saat ini disetujui penggunaannya hanya untuk hipertensi

Efek Samping
Efek samping yang dapat terjadi antara lain, yaitu3,4:
- Hiperkalemia
13

Asidosis metabolik hiperkloremia


Ginekomastia
Gagal ginjal akut
Batu ginjal

d. Inhibitor Karbonik Anhidrase


Asetazolamid merupakan prototipe golngan senyawa diuretik yang kegunaannya
terbatas tetapi berperan penting dalam perkembangan konsep dasar fisiologis dan
farmakologi ginjal.2
Kimiawi
Awalnya sulfonamid diperkenalkan sebagai suatu senyawa kemoterapeutik
dengan efek samping metabolik asidosis. Penemuan ini menyebabkan dilakukan
penelitian in vitro dan in vivo yang menyatakan bahwa sulfonamid adalah suatu
inhibitor karbonik anhidrase. Motif umum molekul inhibitor karbonik anhidrase yang
tersedia saat ini adalah terdapat gugus sulfonamid yang tidak tersubstitusi.2
Farmakokinetik
Penghambat karbonik anhidrase diabsorpsi secara baik setelah pemberian oral.
Peningkatan pH urin akibat diuresis HCO3- tampak dalam waktu 30 menit, maksimal
setelah 2 jam, dan bertahan selama 12 jam setelah pemberian dosis tunggal. Obat
diekskresi melalui sekresi di segmen S 2 tubulus proksimal sehingga dosis obat harus
diturunkan pada pasien insufisiensi ginjal.2,3
Farmakodinamik
Inhibisi aktivitas karbonik anhidrase sangat menekan reabsorpsi HCO 3- di tubulus
kontortus proksimal. Pada dosis teraman, inhibitor karbonik anhidrase menghambat
85% kapasitas reabsorpsi HCO3- dari tubulus kontortus proksimal superfisial.
Beberapa HCO3- tetap dapat diabsorpsi ditempat lain di nefron melalui mekanisme
yang tidak bergantung pada karbonik anhidrase sehingga efek keseluruhan
penghambatan oleh dosis maksimal acetazolamide hanyalah sebesar 45% dari seluruh
reabsorpsi HCO3- di ginjal. Walaupun demikian, inhibisi karbonik anhidrase
menyebabkan pelepasan HCO3- dan asidosis metabolik hiperkloremik yang signifikan.
Karena penurunan kadar HCO3- dalam filtrat glomerulus dan fakta bahwa deplesi
HCO3- menyebabkan peningkatan reabsorpsi NaCl di segmen nefron lain, efektivitas

14

diuretik acetazolamide menurun secara signifikan setelah digunakan selama beberapa


hari.3
Saat ini aplikasi klinis acetazolamide yang utama menyangkut transport cairan
dan HCO3- yang bergantung pada karbonik anhidrase di tempat lain selain ginjal.
badan siliaris mata menyekresi HCO 3- dari darah ke dalam aqueous h7umor.
Pembentukan cairan serebrospinal oleh pleksus koroideus juga menyangkut sekresi
HCO3-. Walaupun berbagai proses ini memindahkan HCO 3- dari darah (arah yang
berlawanan dengan arah di tubulus proksimal), proses-proses ini juga dihambat oleh
penghambat karbonik anhidrase.3
Indikasi Klinis dan Dosis
Indikasi diuretik inhibitor karbonik anhidrase antara lain, yaitu2,3:
- Glaukoma
- Alkalinisasi urine
- Alkalosis metabolik
- Penyakit gunung akut (acute mountain sickness)
- Ajuvan dalam terapi epilepsi, paralisis periodik akibat hipokalemia, dan
hiperfosfatemia
Tabel 2-5 Dosis diuretik inhibitor karbonik anhidrase yang digunakan per oral dalam
terapi glaukoma3
Obat
Acetazolamide
Diklorfenamide
Methazolamide

Dosis Oral Normal


250 mg 1-4 kali sehari
50 mg 1-3 kali sehari
50-100 mg 2-3 kali sehari

Efek Samping
Efek samping yang dapat terjadi antara lain, yaitu2,3:
- Asidosis metabolik hiperkloremik
- Batu ginjal
- Pembuangan kalium ginjal
- Rasa mengantuk, paresthesia, toksisitas sistem saraf, dan reaksi hipersensitivitas
- Depresi sum-sum tulang
- Toksisitas pada kulit
2. Aksi tidak langsung dengan mengubah komposisi dari filtrat
a. Diuretik Osmotik
Tubulus kontortus proksimal dan ansa henle cabang desenden sangat permeabel
terhadap air. Agen apapun yang aktif secara osmotik yang difiltrasi glomerulus tapi
15

tidak direabsorpsi menyebabkan retensi air di segmen ini sehingga menimbulkan


diuresis air. Agen seperti demikian dapat digunakan untuk menurunkan tekanan
intrakranial dan untuk cepat menghilangkan racun ginjal. Manitol adalah prototipe
dari diuretik osmotik. Selain manitol, ada juga gliserin, isosorbid, dan urea.2,3
Farmakokinetik
Diuretik osmotik sulit diabsorpsi. Sehingga obat ini harus diberikan secara
parenteral. Jika diberikan peroral, manitol menyebabkan diare osmotik. Manitol tidak
dimetabolisme dan diekskresi melalui filtrasi glomerulus dalam waktu 30-60 menit,
tanpa adanya reabsorpsi ataupun sekresi tubular yang berarti.3
Farmakodinamik
Diuretik osmotik terutama bekerja di tubulus kontortus proksimal dan ansa henle
cabang desenden. Melalui efek osmotik, diuretik ini melawan kerja ADH di tubulus
koligen renalis. Adanya bahan yang tidak dapat direabsorpsi, seperti manitol
mencegah absorpsi normal air dengan menimbulkan tekanan osmotik yang melawan
keseimbangan. Akibatnya, volume urin meningkat. Peningkatan laju aliran urin
menurunkan waktu kontak antara cairan dan epitel tubulus sehingga menurunkan
reabsorpsi Na+ dan juga reabsorpsi air. Natriuresis yang terjadi kurang berarti
dibandingkan dengan diuresis air, yang kemudian menyebabkan kehilangan banyak
cairan tubuh dan hipernatremia.2,3
Dosis dan Indikasi Klinis
Indikasi diuretik osmotik antara lain, yaitu2,3:
- Meningkatkan volume urin
- Penurunan tekanan intrakranial
Dosis yang diberikan untuk tujuan meningkatkan volume urin awalnya 12.5 g
secara intra vena (dosis uji) sebelum memulai infus kontinu. Manitol tidak boleh
dilanjutkan kecuali terdapat peningkatan laju aliran urinlebih dari 50 ml/jam dalam
waktu 3 jam setelah pemberian dosis uji. Manitol dengan dosis 12.5-25 g dapat
diulang pemberiannya tiap 1-2 jam untuk mempertahankan laju aliran urin agar
berada diatas 100 ml/jam. Penggunaan jangka panjang tidak dianjurkan. Untuk fungsi
penurunan tekanan intrakranial dan intraokular dapat diberikan manitol secara

16

intravena dengan dosis 1-2 g/kg. monitoring tekanan intrakranial, karena tekanan
intrakranial harus turun dalam waktu 60-90 menit.3
Efek Samping
Efek samping yang dapat terjadi antara lain, yaitu2,3:
- Ekspansi cairan ekstrasel
- Dehidrasi, hiperkalemia, dan hipernatremia
- Sakit kepala, mual, dan muntah
- Edema paru (pada pasien gagal jantung dan kongesti paru

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Diuretik merupakan obat yang berfungsi untuk meningkatkan volume urin dan
ekskresi dari Na+ dan elektrolit lainnya.
Diuretik dibagi menjadi 2 jenis menurut mekanisme kerjanya yaitu secara
langsung pada sel nefron ginjal (diuretik loop, tiazid, antagonis aldosteron/
diuretik hemat kalium, dan inhibitor karbonik anhidrase) dan tidak langsung
melalui perubahan pada komposisi filtrat (diuretik osmotik).
Efek samping penggunaan diuretik bermacam-macam, dan yang paling sering
adalah gangguan keseimbangan elektrolit pada tubuh.

17

Daftar Pustaka
Guyton AC, Hall JE. Textbook of Medical Physiology: The Body Fluids and Kidneys. 11 th
Edition. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2006. p. 308-10.
Hardman JG, Limbird LE, Gilman AG. Goodman & Gilmans The Pharmacological Basic
of Therapeutics: Drugs Affecting Renal and Cardiovascular Function. 11th Edition.
California: McGraw-Hill; 2005. p. 735-62.
Katzung BG. Farmakologi Dasar dan Klinik: Obat-Obat Kardiovaskular-Ginjal. Edisi 10.
Jakarta: EGC; 2010. p. 240-58.
Rang HP, Dale MM, Ritter JM, Flower RJ, Henderson G. Rang and Dales Pharmacology:
Drugs Affecting Major Organ Systems. 7th Edition. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2011.
p. 353-56.

18

Anda mungkin juga menyukai