PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang
termasuk di Indonesia, dan merupakan salah satu penyebab kematian dan
kesakitan tertinggi pada anak, terutama usia dibawah 5 tahun.1 Diare yang terjadi
pada anak-anak biasanya disebabkan oleh karena infeksi, meskipun demikian diet
makanan yang tidak sesuai, terjadinya malabsorpsi makanan, dan berbagai macam
gangguan pada saluran cerna juga dapat menyebabkan keadaan tersebut. Penyakit
diare ini biasanya merupakan penyakit yang sembuh dengan sendirinya (selflimited), tetapi manajemen dan tatalaksana yang tidak baik dari infeksi akut
tersebut dapat menyebabkan keadaan yang berlarut-larut.2
Diperkirakan 2 sampai 2,5 juta kematian yang berhubungan dengan diare
terjadi pada anak kurang dari 5 tahun, terkonsentrasi pada daerah miskin di dunia.
Insiden diare balita di Indonesia adalah 6,7 persen. Lima provinsi dengan insiden
diare tertinggi adalah Aceh (10,2%), Papua (9,6%), DKI Jakarta (8,9%), Sulawesi
Selatan (8,1%), dan Banten (8,0%) . Karakteristik diare balita tertinggi terjadi
pada kelompok umur 12-23 bulan (7,6%), laki-laki (5,5%), tinggal di daerah
pedesaan (5,3%), dan kelompok kuintil indeks kepemilikan terbawah (6,2%).3
Terdapat banyak penyebab diare akut pada anak. Pada sebagian besar
kasus penyebanya adalah infeksi akut intestinum yang disebabkan oleh virus,
bakteri atau parasit, akan tetapi berbagai penyakit lain juga dapat menyebabkan
diare akut, termasuk sindroma malabsorbsi. Diare karena virus umunya bersifat
self limting, sehingga aspek terpenting yang harus diperhatikan adalah mencegah
terjadinya dehidrasi yang menjadi penyebab utama kematian dan menjamin nutrisi
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Definisi Diare
Diare adalah suatu keadaan pergerakan tinja yang cepat, konsistensi
cair/berair, lembek dan dapat ditambah dengan keadaan saluran cerna yang penuh
dengan gas.5 Sedangkan yang dimaksud dengan diare akut adalah buang air besar
lebih dari 3 kali dalam 24 jam dengan konsistensi cair dan berlangsung kurang
dari 1 minggu. Pola defekasi neonatus dan bayi, hingga usia 4-6 bulan dengan
defekasi >3kali/hari dan konsistensinya cair atau lembek masih dianggap normal
selama tumbuh kembangnya baik. Diare merupakan penyebab kematian pada 42%
bayi dan 25.2% pada anak usia 1-4 tahun.6
2.2 Etiologi
1) Infeksi : virus, bakteri, dan parasit.
a) Golongan virus : Rotavirus, Adenovirus, Virus Norwalk, Astrovirus,
Calicivirus, Coronavirus, Minirotavirus.
b) Golongan bakteri : Shigella spp., Salmonella spp., Escherecia coli, Vibrio
cholera, Vibrio parahaemoliticus, Aeromonas hidrophilia, Bacillus cereus,
Campylobacter jejuni, Clostridium difficile, Clostridium perfringens,
Staphylococcus aureus, Yersinia enterocolitica.
c) Golongan parasit, protozoa : Entamoeba histolytica, Giardia lamblia,
Balantidium coli ; cacing perut : Ascariasis, Trichuris truchiura,
Strongiloides stercoralis ; jamur : Candida spp.
beracun
atau
makanan
mengandung
mikroorganisme
yang
Manifestasi klinis
Watery diarrhea, muntah, demam ringan, temporary
lactose intolerance
Mual, muntah, lemas, demam,nyeri perut, nyeri kepala
Diare akut, demam, leukositosis, tinja berdarah
Diare akut, tinja berdarah, leukositosis, nyeri perut kanan
bawah, adenitis-pseudoappendicitis
Nyeri abdomen, tinja berdarah, colitis
4
Salmonella
Watery
2.3 Epidemologi
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh WHO maka anak-anak
dibawah usia 3 tahun mengalami 2-8 episode diare setiap tahunnya. Anak yang
lebih besar mengalami kejadian diare 1 kali setiap tahunnya. Dari data-data
tersebut maka dapat disimpulkan bahwa sekitar 500 juta anak-anak yang berusia
dibawah 5 tahun akan mengalami diare sebanyak 1 kali setiap tahunnya. Di
negara maju seperti di Amerika Serikat maka hanya <10% dari kasus-kasus diare
tersebut yang dibawa ke tenaga medis untuk mendapatkan penanganan lebih
lanjut. Hal ini disebabkan karena pengobatan/perawatan di rumah yang efektif.7
Kejadian diare mempunyai tren yang semakin naik pada periode 1996
2010. Saat ini diare menjadi urutan pertama pasien rawat inap di Rumah Sakit.
Proporsi terbesar penderita diare pada balita adalah kelompok umur 6 11 bulan
sebesar 21,65%. Menurut survei kesehatan rumah tangga yang dilakukan di
Indonesia pada tahun 1986 angka kematian karena diare merupakan 12% diantara
seluruh angka.2,3 Angka kematian kasar yang besarnya 7/1000 penduduk. Angka
ini merupakan angka yang tertinggi diantara semua penyebab kematian. Sekitar
15% penyebab kematian bayi dan 26% kematian anak balita disebabkan oleh
5
diare.2,6
2.4 Faktor Resiko
Faktor risiko terjadinya diare adalah faktor risiko yang dapat meningkatkan
transmisi enteropatogen, diantaranya adalah 1) tidak cukup tersedianya air bersih, 2)
tercemarnya air oleh tinja, 3) tidak ada/kurangnya sarana MCK, 4) higiene
perorangan dan sanitasi lingkungan yang buruk, 5) cara penyimpanan dan
penyediaan makan yang tidak higienis, dan 6) cara penyapihan bayi yang tidak baik
(terlalu cepat disapih, terlalu cepat diberi susu botol, dan terlalu cepat diberi
makanan padat). Selain itu terdapat pula beberapa faktor risiko pada pejamu (host)
yang dapat meningkatkan kerentanan pejamu terhadap enteropatogen diantaranya
adalah malnutrisi dan bayi berat badan lahir rendah (BBLR), imunodefisiensi atau
imunodepresi, rendahnya kadar asam lambung, dan peningkatan motilitas usus.5
2.5 Klasifikasi
2.5.1 Menurut mekanisme terjadinya diare
1.
Diare Sekretorik
Diare sekretorik adalah diare yang terjadi akibat aktifnya enzim adenil siklase.
Enzim ini selanjutnya akan mengubah ATP menjadi cAMP. Akumulasi cAMP
intrasel akan menyebabkan sekresi aktif ion klorida, yang akan diikuti secara positif
oleh air, natrium, kalium dan bikarbonat ke dalam lumen usus sehingga terjadi diare
dan muntah-muntah sehingga penderita cepat jatuh ke dalam keadaan dehidrasi.8
Pada anak, diare sekretorik ini sering disebabkan oleh toksin yang dihasilkan oleh
mikroorganisme Vibrio, ETEC, Shigella, Clostridium, Salmonella, Campylobacter.
Toksin yang dihasilkannya tersebut akan merangsang enzim adenil siklase,
selanjutnya enzim tersebut akan mengubah ATP menjadi cAMP. Diare sekretorik
pada anak paling sering disebabkan oleh kolera.8
6
Gejala dari diare sekretorik ini adalah 1) diare yang cair dan bila disebabkan oleh
vibrio biasanya hebat dan berbau amis, 2) muntah-muntah, 3) tidak disertai dengan
panas badan, dan 4) penderita biasanya cepat jatuh ke dalam keadaan dehidrasi.8
2.
Diare Invasif
Diare invasif adalah diare yang terjadi akibat invasi mikroorganisme dalam mukosa
usus sehingga menimbulkan kerusakan pada mukosa usus. Diare invasif ini
disebabkan oleh Rotavirus, bakteri (Shigella, Salmonella, Campylobacter, EIEC,
Yersinia), parasit (amoeba). Diare invasif yang disebabkan oleh bakteri dan amoeba
menyebabkan tinja berlendir dan sering disebut sebgai dysentriform diarrhea.8
Di dalam usus pada shigella, setelah kuman melewati barier asam lambung, kuman
masuk ke dalam usus halus dan berkembang biak sambil mengeluarkan enterotoksin.
Toksin ini akan merangsang enzim adenil siklase untuk mengubah ATP menjadi
cAMP sehingga terjadi diare sekretorik. Selanjutnya kuman ini dengan bantuan
peristaltik usus sampai di usus besar/kolon. Di kolon, kuman ini bisa keluar bersama
tinja atau melakukan invasi ke dalam mukosa kolon sehingga terjadi kerusakan
mukosa berupa mikro-mikro ulkus yang disertai dengan serbukan sel-sel radang
PMN dan menimbulkan gejala tinja berlendir dan berdarah.8
Gejala dysentriform diarrhea adalah 1) tinja berlendir dan berdarah biasanya b.a.b
sering tapi sedikit-sedikit dengan peningkatan panas badan, tenesmus ani, nyeri
abdomen, dan kadang-kadang prolapsus ani, 2) bila disebabkan oleh amoeba,
seringkali menjadi kronis dan meninggalkan jaringan parut pada kolon/rektum,
disebut amoeboma.8
Mekanisme diare oleh rotavirus berbeda dengan bakteri yang invasif dimana diare
oleh rotavirus tidak berdarah. Setelah rotavirus masuk ke dalam traktus digestivus
bersama makanan/minuman tentunya harus mengatasi barier asam lambung,
7
kemudian berkembang biak dan masuk ke dalam bagian apikal vili usus halus.
Kemudian sel-sel bagian apikal tersebut akan diganti dengan sel dari bagian kripta
yang belum matang/imatur berbentuk kuboid atau gepeng. Karna imatur, sel-sel ini
tidak dapat berfungsi untuk menyerap air dan makanan sehingga terjadi gangguan
absorpsi dan terjadi diare. Kemudian vili usus memendek dan kemampuan absorpsi
akan bertambah terganggu lagi dan diare akan bertambah hebat. Selain itu sel-sel
yang imatur tersebut tidak dapat menghasilkan enzim disakaridase. Bila daerah usus
halus yang terkena cukup luas, maka akan terjadi defisiensi enzim disakaridase
tersebut sehingga akan terjadilah diare osmotik.8
Gejala diare yang disebabkan oleh rotavirus adalah 1) paling sering pada anak usia
dibawah 2 tahun dengan tinja cair, 2) seringkali disertai dengan peningkatan panas
badan dan batuk pilek, 3) muntah.8
3.
Diare Osmotik
Diare osmotik adalah diare yang disebabkan karena tingginya tekanan osmotik pada
lumen usus sehingga akan menarik cairan dari intra sel ke dalam lumen usus,
sehingga terjadi diare berupa watery diarrhea. Paling sering terjadinya diare osmotik
ini disebabkan oleh malabsorpsi karbohidrat.8
Monosakarida biasanya diabsorpsi baik oleh usus secara pasif maupun transpor aktif
dengan ion Natrium. Sedangkan disakarida harus dihidrolisa dahulu menjadi
monosakarida oleh enzim disakaridase yang dihasilkan oleh sel mukosa. Bila terjadi
defisiensi enzim ini maka disakarida tersebut tidak dapat diabsorpsi sehingga
menimbulkan osmotic load dan terjadi diare.8
Disakarida
atau
karbohidrat
yang
tidak
dapat
diabsorpsi
tersebut
akan
difermentasikan di flora usus sehingga akan terjadi asam laktat dan gas hidrogen.
Adanya gas ini terlihat pada perut penderita yang kembung (abdominal distention),
8
pH tinja asam, dan pada pemeriksaan dengan klinites terlihat positif. Perlu diingat
bahwa enzim amilase pada bayi, baru akan terbentuk sempurna setelah bayi berusia
3-4 bulan. Oleh sebab itu pemberian makanan tambahan yang mengandung
karbohidrat kompleks tidak diberikan sebelum usia 4 bulan, karena dapat
menimbulkan diare osmotik.8
Gejala dari diare osmotik adalah 1) tinja cair/watery diarrhae akan tetapi biasanya
tidak seprogresif diare sekretorik, 2) tidak disertai dengan tanda klinis umum seperti
panas, 3) pantat anak sering terlihat merah karena tinja yang asam, 4) distensi
abdomen, 5) pH tinja asam dan klinitest positif. Bentuk yang paling sering dari diare
osmotik ini adalah intoleransi laktosa akibat defisiensi enzim laktase yang dapat
terjadi karena adanya kerusakan mukosa usus. Dilaporkan kurang lebih sekitar 2530% dari diare oleh rotavirus terjadi intoleransi laktosa.8
2.5.2 Berdasarkan Derajad Dehidrasi1
Klasifikasi
Dehidrasi Berat
(kehilangan cairan >10% BB)
Dehidrasi Ringan-Sedang
(kehilangan cairan 5-10% BB)
Tanpa Dehidrasi
(kehilangan cairan <5% BB)
2.6 Patofisiologi
Dalam keadaan normal, usus halus mampu menyerap cairan sebanyak 7-8
liter sehari, sedangkan usus besar 1-2 liter sehari. Penyerapan air oleh usus halus
ditentukan oleh perbedaan antara tekanan osmotik di lumen usus dan didalam sel,
terutama yang dipengaruhi oleh konsentrasi natrium. Penyerapan natrium ke
dalam enterosit dapat melalui tiga cara yaitu 1) berpasangan dengan ion klorida,
9
atau bahan non-elektrolit seperti glukosa, asam amino, peptida, dll, 2) pertukaran
dengan ion hidrogen, 3) pasif melalui ruang intraseluler (tight junction), yang
dengan cara ini hanya sebagian kecil saja yang dapat diserap.9
Setelah masuk ke dalam enterosit , natrium ini akan dikeluarkan melalui enzim
Na-K-ATPase (terdapat di membran basolateral) ke dalam ruang intraseluler dan
selanjutnya diteruskan ke dalam pembuluh darah. Di dalam ileum dan kolon,
cairan klorida diserap melalui pertukaran dengan cairan bikarbonat.9
Sekresi cairan di usus halus. Proses sekresi merupakan kebalikan dari proses
absorpsi. Penyerapan pasangan NaCl akan meningkatkan anion klorida di dalam sel
kripta dan pada waktu yang bersamaan natrium akan dikeluarkan dari sel kripta
dengan bantuan enzim Na-K-ATPase. Sekresi klorida di dalam sel kripta dapat pula
ditingkatkan dengan adanya intracellular messenger (berupa cyclic nucleotide,
misalnya cAMP, cGMP, yang dapat menyebabkan peninggian permeabilitas sel
kripta) sehingga klorida dengan mudah keluar ke lumen usus.9
Dalam keadaan normal usus besar dapat meningkatkan kemampuan
penyerapannya sampai 4400 ml sehari, bila terjadi sekresi cairan yang berlebihan
dari usus halus (ileosekal). Bila sekresi cairan melebihi 4400 ml maka usus besar
tidak mampu menyerap seluruhnya lagi, selebihnya akan dikeluarkan bersama tinja
dan terjadilah diare. Diare dapat juga terjadi karena terbatasnya kemampuan
penyerapan usus besar pada keadaan sakit, misalnya kolitis, atau terdapat
penambahan ekskresi cairan pada penyakit usus besar, misalnya karena virus, disentri
basiler, ulkus, tumor, dsb. Dengan demikian, dapat dimengerti bahwa setiap
perubahan mekanisme normal absorpsi dan sekresi di dalam usus halus maupun usus
besar (kolon), dapat menyebabkan diare, kehilangan cairan, elektrolit, dan akhirnya
dehidrasi.9
10
Secara garis besar diare dapat disebabkan oleh diare sekretorik, diare osmotik,
peningkatan motilitas usus, dan defisiensi imun terutama SIgA.
Diare karena infeksi virus, virus masuk ke dalam traktus digestivus bersama
makanan dan/atau minuman, kemudian berkembang biak di dalam usus. Setelah itu
virus masuk ke dalam epitel usus halus dan menyebabkan kerusakan bagian apikal
vili usus halus. Sel epitel usus halus bagian apikal akan diganti oelh sel dari bagian
kripta yang belum matang, berbentuk kuboid atau gepeng. Akibatnya sel-sel epitel ini
tidak dapat berfungsi untuk menyerap air dan makanan. Sebagai akibat lebih lanjut
akan terjadi diare osmotik. Vili usus kemudian akan memendek sehingga
kemampuannya untuk menyerap dan mencerna makananpun akan berkurang. Pada
saat inilah biasanya diare mulai timbul. Setelah itu sel retikulum akan melebar, dan
kemudian akan terjadi infiltrasi sel limfoid dari lamina propria, untuk mengatasi
infeksi sampai terjadi penyembuhan (Sunoto, 1991).
Diare oleh karena bakteri pada garis besarnya adalah sebagai berikut. Bakteri
masuk ke dalam traktus digestivus, kemudian berkembang biak di dalam traktus
digestivus tersebut. Bakteri ini kemudian mengeluarkan toksin yang akan
merangsang epitel usus sehingga terjadi peningkatan aktivitas enzim adenili siklase
(bila toksin bersifat tidak tahan panas, disebut labile toxin = LT) atau enzim guanil
siklase (bila toksin bersifat tahan panas atau disebut stable toxin = ST). Sebagai
akibat peningkatan aktivitas enzim-enzim ini akan terjadi peningkatan cAMP atau
cGMP, yang mempunyai kemampuan merangsang sekresi klorida, natrium, dan air
dari dalam sel ke lumen usus (sekresi cairan yang isotonis) serta menghambat
absorpsi natrium, klorida, dan air dari lumen usus ke dalam sel. Hal ini akan
menyebabkan peningkatan tekanan osmotik di dalam lumen usus (hiperosmoler).
Kemudian akan terjadi hiperperistaltik usus untuk mengeluarkan cairan yang
berlebihan di dalam lumen usus tersebut, sehingga cairan dapat dialirkan dari lumen
11
usus halus ke lumen usus besar (kolon). Dalam keadaan normal, kolon seorang anak
dapat menyerap sebanyak hingga 4400 ml cairan sehari, karena itu produksi atau
sekresi cairan sebanyak 400 ml sehari belum menyebabkan diare. Bila kemampuan
penyerapan kolon berkurang, atau sekresi cairan melebihi kapasitas penyerapan
kolon, maka akan terjadi diare. Pada kolera sekresi cairan dari usus halus ke usus
besar dapat mencapai 10 liter atau lebih sehari. Oleh karena itu diare pada kolera
biasanya sangat hebat, suatu keadaan yang disebut sebagai diare profus.1
2.7 Gejala Klinis
Setiap etiologi diare mempunyai klinis yang berbeda dan mempunnyai ciri
khas tersendiri seperti pada tabel berikut ;
Lama diare berlangsung, frekuensi diare sehari, warna dan konsistensi tinja,
lendir/darah dalam tinja
Muntah, rasa haus, rewel, anak lemah, kesadaran menurun, buang air kecil
terakhir, demam, sesak, kejang, kembung
Pemeriksaan Fisik
-
Tanda tambahan: ubun-ubun besar, kelopak mata, air mata, mukosa bibir,
mulut dan lidah
Berat badan
Tanda gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit, seperti nafas cepat dan
dalam (asidosis metabolic), kembung (hypokalemia), kejang (hipo/hypernatremia).5
2.9 Pemeriksaan Penunjang
Hal yang dinilai pada pemeriksaan tinja7:
1. Makroskopis : konsistensi, warna, lebdir, darah dan bau
2. Mikroskopis : leukosit, eritrosit, parasite, bakteri
-
Hitung jenis leukosit biasanya tidak meningkat pada diare yang disebabkan oleh
virus dan toksin. Leukositosis seringkali terjadi tetapi tidak secara konstan pada
diare yang disebabkan oleh enteroinvasif bakteri. Organisme shigella
menyebabkan leukositosis dengan tanda bandemia (netrofilia) dengan variasi
pada total hitung jenis sel darahnya.5
Diare yang berdarah dengan riwayat pernah memakan daging-dagingan maka perlu
dicurigai kemungkinan etiologi enterohemoragik E.coli. Jika E.coli ditemukan di
13
dalam tinja, maka perlu ditentukan apakah E.coli tersebut termasuk ke dalam tipe
O157:H7 atau bukan. Tipe E.coli tersebut merupakan tipe yang sering ditemukan
sebagai penyebab dari HUS (hemolytic uremic syndrome).
Feses yang pH nya 5.5 atau kurang dari itu atau menunjukan adanya substansi
yang mereduksi maka menandakan adanya intoleransi karbohidrat, yang
biasanya disebabkan secara sekunder oleh penyakit virus.
Berbagai medium kultur tersedia untuk dapat mengisolasi bakteri. Suatu tingkat
kecurigaan terhadap suatu penyebab perlu diketahui terlebih dahulu untuk
menentukan media mana yang memungkinkan untuk penyebab diare tersebut
tumbuh.7
dan false-positif pun seringkali muncul, terutama jika terdapat darah di dalam
tinja.
-
Antigen Adenovirus (serotipe 40 dan 41) dapat dideteksi dengan cara enzim
immunoassay.
Pemeriksaan tinja untuk mencari ova dan parasit merupakan cara terbaik untuk
menemukan parasit penyebab diare. Lakukanlah pemeriksaan tinja setiap 3 hari
sekali atau setiap 2 hari sekali .7
5. Analisis gas darah dan elektrolit bila secara klinis dicurigai adanya gangguan
keseimbangan asam-basa.
Pada suatu waktu, maka protein-losing enteropathy dapat diketemukan pada
pasien dengan inflamasi yang luas di dalam saluran pencernaan akibat infeksi oleh
bakteri yang enteroinvasif (seperti Salmonella spp., enteroinvasif E.coli). Dalam
keadaan ini dapat ditemukan keadaan kadar serum albumin yang rendah dan kadar
alfa1-antitripsin fekal yang tinggi .7
2.10 Terapi
Penatalaksanaan awal diare akut pada anak saat dirumah atau sebelum
dibawa ke RS adalah dengan memberikan cairan oralit, bila tidak tersedia berikan
cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, sari buah, air teh, air matang, dll.
15
16
Rehidrasi parenteral (intravena) diberikan bila anak muntah setiap diberi minum
walaupun telah diberikan dengan cara sedikit demi sedikit atau melalui pipa nasogastric.
Cairan intravena yang diberikan adalah ringer laktat atau KaEN 3B atau NaCl dengan
jumlah cairan dihitung berdasarkan berat badan. Status hidrasi dievaluasi secara berkala.
BB 3-10 kg : 200 mL/kgBB/hari BB 10-1 5 kg : 175 mL/kgBB BB > 15 kg : 135 mL/kgBB.
17
Anti parasit
minum sedikit, sangat haus, diare makin sering, atau belum membaik dalam 3
hari. Orangtua dan pengasuh diajarkan cara menyiapkan oralit dengan benar.1
2.11 Pencegahan
Langkah promotif/preventif: (1) ASI tetap diberikan, (2) Kebersihan
perorangan, cuci tangan sebelum makan, (3) kebersihan lingkungan, BAB di
jamban, (4) imunisasi cammpak, (5) memberikan makanan penyapihan dengan
benar, (6) penyediaan air minum yang bersih, (7) selalu memasak makanan.1
21
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama Lengkap
Jenis Kelamin
Tanggal Lahir
Umur
Alamat
Tanggal MRS
Tanggal Pemeriksaan
No. RM
:
:
:
:
:
:
:
:
An. A.M.A
Laki-laki
16 Agustus 2015
1 tahun
Desa Gontoran, Sesaot, Narmada
26 Agustus 2016
26 Agustus 2016
58 22 65
Identitas Keluarga
Identitas
Ibu
Ayah
Nama
Ny. R
Tn. M
Umur
27 tahun
31 tahun
Pendidikan
SD
SD
Pekerjaan
IRT
Wiraswasta
Alamat
Narmada
Narmada
3.2 Heteroanamnesis
Keluhan Utama
Mencret
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUP NTB dengan keluhan utama mencret. Mencret
dikeluhkan sejak hari senin tanggal 22 Agustus 2016. Pasien BAB hingga 8x sehari
dengan konsisitensi cair, terdapat sedikit ampas, berwarna kuning, ada lender, namun
tidak disertai darah. Selain mencret, pasien juga mengeluhkan muntah sejak 4 hari
yang lalu. Muntah dengan frekuensi 6xsehari dan terutama terjadi setelah makan dan
22
minum. Selain itu, pasien juga mengeluhkan demam sejak 4 hari yang lalu. Demam
naik turun, naik terutama pada sore hari dan turun bila diberi obat penurun panas.
BAK terakhir sekitar pukul 01.00 tanggal 26 Agustus 2016, BAK lancar dengan
frekuensi4-5x sehari. Pasien masih dapat menyusu dengan kuat.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah mengalami keluhan mencret selama 15 hari saat bulan Ramadhan.
Kemudian pasien sembuh setelah mendapat terapi dari dokter. Pada saat usia 4 bulan
pernah rawat inap di Puskesmas Narmada karena sesak
Riwayat Alergi
Tidak Ada
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluhan serupa (-), DM (-), Hipertensi (-), asma (+).
Riwayat Pengobatan
Pasien sebelumnya dibawa ke Polindes pada hari senin tanggal 22 Agustus 2016 dan
diberi pil zinc serta sirup berwarna hijau. Karena orang tua pasien merasa pasien
belum membaik, pasien dibawa kembali ke Polindes pada tanggal 24 Agustus 2016
dan kali ini diberikan 2 macam obat yang menurut ibu pasien merupakan obat
penurun panas dan obat penghilang muntah. Pada keesokan harinya, pasien belum
membaik sehingga orang tua pasien membawa pasien ke praktek dokter swasta yang
menyarankan untuk berobat di Puskesmas Narmada. Dari Puskesmas Narmada,
pasien diinstruksikan untuk dibawa ke RSUP NTB.
Riwayat Nutrisi
Sehari-hari pasien masih minum ASI dan makan nasi lembek.
Riwayat saat masa kehamilan
Ibu pasien tidak pernah mengalami penyakit berat seperti kejang, demam tinggi dan
hipertensi saat kehamilan. Ibu pasien rutin ANC ke Polindes.
Riwayat Persalinan
Pasien merupakan anak ketiga dari 3 bersaudara. Pasien lahir spontan dan langsung
menangis. Pasien tidak menunjukkan warna kebiruan. Persalinan dibantu oleh bidan
23
:
Lid
ah
nor
ma
l,
dan bertempat
di Polindes. Berat badan saat lahir adalah 3100 gram.
bib
ir
ker
Riwayat Imunisasi
ing
. BCG
+
Sto
+/+/+
maDPT I/II/III
titiPolio I/II/III
+/+/+
s
+
(-).Campak
GiHepatitis I/II/III +/+/+
gi
RiwayatKr
Perkembangan dan Pertumbuhan
op
Mulut
os.
Sesuai Usia
3.3 Pemeriksaan Fisik
Leher
: Pembesaran KGB (-). JVP (-). Defiasi trachea (-).
Kesan Umum : anak rewel
Thoraks
:
Kesadaran
Inspeksi
Palpasi
: Kompos mentis
: Simetris (+), Retraksi (-), Jejas (-), Spider nevi (-)
Perkusi
36,6
36,0
:
Nadi
Inspeksi
: Iktus kordis (-)
Respirasi
90/70
100
95
27
30
Palpasi
Kulit
Perkusi
Kepala
Auskultasi
Mata
Abdomen
Inspeksi
PBI(+).
2mm|2mm
: Flat
Frog shape (-). Caput medusa (-)
THT
Auskultasi
Faringusus
normal.
Tonsil To|To.
: :Bising
(+) meningkat
Palpasi
:: Supel
Keempat
Hangat
(+) Nyeri
tekan
Perkusi
24
Ekstremitas
CRT < 2
Edema
[g/dl]
11,0 14,7
HCT
30.6
[%]
35,2 46,7
WBC
11.56
[10^3/uL]
4,00 10,00
EO%
0.4
[%]
0,00 7,00
BASO%
0.3
[%]
0,00 1,00
NEUT%
28.3
[%]
40,0 74,0
EO#
0.05
[10^3/uL]
0,00 0,80
BASO#
0.03
[10^3/uL]
0,00 0,20
NEUT#
3.28
[10^3/uL]
1,50 7,00
PLT
476
[10^3/uL]
150 450
<160
Na serum
133
[mmol/l]
135 146
K serum
3.6
[mmol/l]
3.4
5.4
Cl serum
110
[mmol/l]
95
108
25
3.5 Assessment
Diare akut dengan dehidrasi ringan sedang.
3.6 Penatalaksanaan
Terapi UGD
-
Terapi Ruangan
- IVFD RL maintenance 20 tpm
selama 2 jam
- Cefotaxime 2x500 mg
- Inj Ranitidin 15 mg iv
- L-Bio 2 x 1
Monitoring
- Keluhan Pasien
- Tanda-tanda vital pasien
- Obs. Diare secara Kuantitatif dan Kualitatif
-
26
FOLLOW UP
Hari/ tgl
1
25/08/2016
RR: 30 x/m
Diare akut
sehari
HR: 95 x/m
dengan
dehidrasi
IVFD RL 20 tpm
ringan
Cefotaxime
Minum (+)
T : 36,6 0C
Nafsu
Mata cowong
makan (+)
Kembung
(+)
(+)
2
26/08/2016
PO Zinc Syr 1 x
1 cth
RR: 28 X/M
Diare akut
sehari
dengan
dehidrasi
IVFD RL 20 tpm
ringan
Cefotaxime
Nafsu
Mata Cowong
(+)
Kembung
Turgor Kulit
(-)
Kembali cepat
Diare akut
sehari
dengan
dehidrasi
Nafsu
Mata Cowong
makan (+)
(+)
Kembung
Turgor Kulit
(-)
Kembali cepat
Observasi KU
2X500 mg
PO Zinc Syr 1 x
1 cth
RR: 29 X/M
T : 36,5 0C
L-Bio 2 x 1
dan VS
Minum (+)
sedang
BAB 2x
T : 36,0 0C
27/08/2016
2X500 mg
minimal
BAB 2x
Minum (+)
Observasi KU
dan VS
kembali lambat
makan (+)
sedang
Turgor kulit
BAB 6x
Pasien
dipulangkan
ringan
sedang
L-Bio 2 x 1
Diberi zinc
syrup
Oralit
BAB IV
27
PEMBAHASAN
Dari hasil pemeriksaan mulai anamnesis, pemeriksaan fisik, hingga pemeriksaan
penunjang didapatkan diagnosis pasien menderita diare akut dengan dehidrasi
ringan-sedang dengan pemilihan terapi sebagai berikut.
Terapi UGD
-
Terapi Ruangan
selama 2 jam
- Cefotaxime 2x500 mg
- Inj Ranitidin 15 mg iv
- L-Bio 2 x 1
Teori
1050 mL
70-140 ml
16 tpm
Pemilihan terapi jika disesuaikan dengan LINTAS DIARE dapat dikatakan belum
sesuai namun pada kasus di ruang anak tidak diberikan oralit karena diharapkan
dengan pemberian cairan intravena sudah mengatasi dehidrasi pada anak.
Pemberian antipiretik di ruang anak pada kasus ini diberikan dalam bentuk syrup
yang dapat diberikan apabila kondisi suhu tubuh anak meningkat.
28
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
8.
29