Anda di halaman 1dari 22

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkah-Nyalah kami dapat melakukan diskusi tutorial dengan lancar dan
menyusun laporan hasil diskusi tutorial ini dengan tepat waktunya.
Kami mengucapkan terima kasih secara khusus kepada dr. Hadian Rahman
sebagai tutor atas bimbingan beliau pada kami dalam melaksanakan diskusi ini.
Kami

juga

mengucapkan

terima

kasih pada teman-teman

yang ikut

berpartisipasi dan membantu kami dalam proses tutorial ini.


Kami juga ingin meminta maaf yang sebesar-besarnya atas kekurangankekurangan yang ada dalam laporan ini. Hal ini adalah semata-mata karena
kurangnya pengetahuan kami. Maka dari itu, kami sangat mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun yang harus kami lakukan untuk dapat
menyusun laporan yang lebih baik lagi di kemudian hari.

Mataram, 11 Juli 2013

Penyusun

24

DAFTAR ISI

Kata Pengantar . 1
Daftar Isi .. 2
BAB I : PENDAHULUAN.... 3
1.1. Skenario... 3
1.2. Learning Objective (LO)... . 3
1.3. Mind Map 4
BAB II : PEMBAHASAN ... 5
BAB III : PENUTUP 23
Daftar Pustaka... 24

24

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. SKENARIO 6
Dyspnea
A 65 year old man comes to the emergency room with difficulty of breathing. The
symptom was felt by him since 3 days ago and getting worse, difficulty of
breathing accompanied by cough with yellowish sputum production. The patient
has experienced dyspnea during hard activities for 7 years, and it was getting
worse so that he hadnt been able to work since the last 5 years. He has been
smoking 2 packs of cigarette per day since the last 40 years. On examination,
his body weight is 46 Kg, and his height is 162 cm. His blood pressure is
160/100 mmHg, pulse

104x/min, respiratory rate 36x/min, and temperature

37.8oC. The lips looks cyanotic, there are intercostals retraction and contraction of
accessory respiratory muscles. Hyperresonant percussion in both lungs.
Auscultation of the chest reveals widespread expiratory wheeze and inspiratory
coarse crackles.

1.2. LEARNING OBJECTIVES


1. PPOK (definisi, etiologi, epidemiologi, patofisiologi, faktor resiko,
manifestasi klinis, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis)

24

1.3. MIND MAP

Laki-laki, 65
thn

IGD

Kesulitan
bernafas sejak
3 hari yang lalu
dan semakin
memberat
Anamnesis
Tambahan,
Pemeriksaan fisik
lanjutan dan
pemeriksaan
penunjang yang
Asma,
Bronkiektasis,
Tuberkulosis

PPOK

Penegakan
diagnosis

DD

Diagnosis
Kerja
Penatalaksan
aan dan
pencegahan

24

Sesak disertai
batuk dengan
produksi sputum
produktif
Riwayat penyakit
dahulu : sesak
saat aktivitas 7
tahun yg lalu dan
tidak bisa bekerja
5 tahun terakhir,
merokok 2
bungkus perhari
selama 40 tahun
Px Fisik : BB 46 kg,
TB 162 cm, bibir
sianosis, retraksi
interkostal,
kontraksi otot
bantu pernapasan,
perkusi hipersonor
pada kedua paru,
asukultasi : mengi
VS : RR 36x/mnt,
Nadi 105x/mnt, TD
160/100 mmHg, T
37,8oC

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK


Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang ditandai
dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak sepenuhnya reversible.
Hambatan aliran udara ini bersifat progresif dan behubungan dengan respon
inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun/berbahaya. Istilah penyakit
Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau Chronic Obstructif Pulmonary Disease
(COPD) ditujukan untuk mengelempokkan penyakit-penyakit yang mempunyai
gejala berupa terhambatnya arus udara pernapasan. Istilah ini mulai dikenal pada
akhir 1950an dan permulaan tahun 1960an. Masalah yang menyebabkan
terhambatmya arus udara tersebut bisa terletak pada saluran pernapasan maupun
pada parenkim paru. Kelompok penyakit yang dimasksud adalah bronkitis kronik
(masalah dalam saluran pernapasan), emfisema (masalah dalam parenkim). Ada
beberapa ahli yang menambahkan ke dalam kelompok ini yaitu asma bronkial
kronik, fibrosis kistik dan bronkiektasis. Secara logika penyakit asma bronkial
seharusnya dapat digolongkan ke dalam golongan arus napas yang terhambat,
tetapi pada kenyataannya tidak dimasukkan ke dalam golongan PPOK.
2.1.1. Epidemiologi
Penderita pria : wanita = 9 : 1. Pekerjaan penderita sering berhubungan
erat dengan faktor alergi dan hiperreaktifitas bronkus. Di daerah perkotaan,
insiden PPOK 1 kali lebih banyak daripada pedesaan. Bila seseorang pada
saat anak-anak sering batuk, berdahak, sering sesak, kelak pada masa tua
timbul emfisema. Prevalensi PPOK cenderung meningkat. Menurut the
Latin American Project for the investigation of Obstructive Lung Disease
(PLATINO) prevalensi PPOK stadium I dan yang lebih parah pada umur >
60 tahun antara 18,4%-32,1%. Di 12 negara Asia Pasifik prevalensi PPOK
stadium sedang-berat pada umur > 30 tahun sekitar 6,3%. Menurut Global
initiative for chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) memperkirakan

24

PPOK sebagai penyebab kematian ke-6 pada tahun 1990 dan akan
meningkat menjadi penyebab terbesar ke-3 pada tahun 2020 di seluruh
dunia.
2.1.2. Etiologi
Infeksi saluran pernafasan adalah penyebab paling umum dari
eksaserbasi PPOK. Namun, polusi udara, gagal jantung, emboli pulmonal,
infeksi nonpulmonal, dan pneumothorax dapat memicu eksaserbasi akut.
Terdapat bukti yang menunjukkan bahwa setidaknya 80% dari PPOK
eksaserbasi disebabkan oleh infeksi. Infeksi tersebut 40-50% disebabkan
oleh bakteri, 30% oleh virus, dan 5-10% karena bakteri atipikal. Infeksi
bersamaan oleh lebih dari satu patogen menular tampaknya terjadi dalam
10 sampai 20% pasien. Meskipun ada data epidemiologis menunjukkan
bahwa peningkatan polusi yang berkaitan dengan peningkatan ringan pada
eksaserbasi PPOK dan perawatan di rumah sakit, mekanisme yang terlibat
sebagian besar tidak diketahui. Emboli pulmonal juga dapat menyebabkan
eksaserbasi PPOK akut, dan, dalam satu penelitian terbaru, emboli
pulmonal sebesar 8,9% menunjukkan pasien rawat inap dengan eksaserbasi
PPOK.
Faktor risiko penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah hal-hal
yang berhubungan dan atau yang mempengaruhi atau menyebabkan
terjadinya PPOK pada seseorang atau kelompok tertentu. Faktor risiko
tersebut meliputi :
a. Kebiasaan merokok, merupakan satu-satunya penyebab kausal yang
terpenting, jauh lebih penting dari factor penyebab yang lainnya.
Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan:
1. Riwayat merokok
- Perokok aktif
- Perokok pasif
- Bekas perokok
2. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu
perkalian jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan
lama merokok dalam tahun :
- Ringan : 0-200
- Sedang : 200-600

24

- Berat : > 600


b. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja
c. Hiperreaktivitas bronkus
d. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang
Faktor resiko lainnya, yaitu meliputi :
Gen
Paparan asap rokok, occupational dust, polusi udara
Asap tembakau
Lung growth and development
Stres oksidatif
Gender
Usia
Infeksi respirasi
Pernah menderita sakit Tuberkulosis
Status sosial ekonomi
Nutrisi
Komorbid
2.1.3. Patogenesis
Peradangan merupakan elemen kunci terhadap patogenesis PPOK.
Inhalasi asap rokok atau gas berbahaya lainnya mengaktifasi makrofag dan
sel epitel untuk melepaskan faktor kemotaktik yang merekrut lebih banyak
makrofag dan neutrofil. Kemudian, makrofag dan neutrofil ini melepaskan
protease yang merusak elemen struktur pada paru- paru. Protease
sebenarnya

dapat

diatasi

dengan

antiprotease

endogen

namun

tidak berimbangnya antiprotease terhadap dominasi aktivitas protease yang


pada akhirnya akan menjadi predisposisi terhadap perkembangan PPOK.
Pembentukan spesies oksigen yang sangat reaktif seperti superoxide,
radikal bebas hydroxyl dan hydrogen peroxide telah diidentifikasi sebagai
faktor yang berkontribusi terhadap patogenesis karena substansi ini dapat
meningkatkan penghancuran antiprotease. Inflamasi kronis mengakibatkan
metaplasia pada dinding epitel bronkial, hipersekresi mukosa, peningkatan
massa otot halus, dan fibrosis. Terdapat pula disfungsi silier pada epitel,
menyebabkan terganggunya klirens produksi mukus yang berlebihan.
Secara klinis, proses inilah yang bermanifestasi sebagai bronkitis kronis,
ditandai oleh batuk produktif kronis. Pada parenkim paru, penghancuran

24

elemen struktural yang dimediasi protease menyebabkan emfisema.


Kerusakan sekat alveolar menyebabkan berkurangnya elastisitas recoil pada
paru dan kegagalan dinamika saluran udara akibat rusaknya sokongan pada
saluran udara kecil non-kartilago. Keseluruhan proses ini mengakibatkan
obstruksi paten pada saluran napas dan timbulnya gejala patofisiologis
lainnya yang karakteristik untuk PPOK. Obstruksi saluran udara
menghasilkan alveoli yang tidak terventilasi atau kurang terventilasi;
perfusi berkelanjutan pada alveoli ini akan menyebabkan hypoxemia (PaO2
rendah) oleh ketidakcocokan antara ventilasi dan aliran darah (V/Q tidak
sesuai). Ventilasi dari alveoli yang tidak berperfusi atau kurang berperfusi
meningkatkan ruang buntu (Vd), menyebabkan pembuangan CO2 yang
tidak efisien. Hiperventilasi biasanya akan terjadi untuk mengkompensasi
keadaan ini, yang kemudian akan meningkatkan kerja yang dibutuhkan
untuk mengatasi resistensi saluran napas yang telah meningkat, pada
akhirnya proses ini gagal, dan terjadilah retensi CO2 (hiperkapnia) pada
beberapa pasien dengan PPOK berat.
2.1.4. Patofisiologi
Perubahan patologi pada PPOK mencakup saluran nafas yang besar
dan kecil bahkan unit respiratori terminal. Secara gamblang, terdapat 2
kondisi pada PPOK yang menjadi dasar patologi yaitu bronkitis kronis
dengan hipersekresi mukusnya dan emfisema paru yang ditandai dengan
pembesaran permanen dari ruang udara yang ada, mulai dari distal
bronkiolus terminalis, diikuti destruksi dindingnya tanpa fibrosis yang
nyata.
Penyempitan saluran nafas tampak pada saluran nafas yang besar dan
kecil yang disebabkan oleh perubahan konstituen normal saluran nafas
terhadap respon inflamasi yang persisten. Epitel saluran nafas yang
dibentuk oleh sel skuamous akan mengalami metaplasia, sel-sel silia
mengalami atropi dan kelenjar mukus menjadi hipertropi. Proses ini akan
direspon dengan terjadinya remodeling saluran nafas tersebut, hanya saja
proses remodeling ini justru akan merangsang dan mempertahankan

24

inflamasi yang terjadi dimana T CD8+ dan limfosit B menginfiltrasi lesi


tersebut. Saluran nafas yang kecil akan memberikan beragam lesi
penyempitan pada saluran nafasnya, termasuk hiperplasia sel goblet,
infiltrasi sel-sel radang pada mukosa dan submukosa, peningkatan otot
polos.
Pada emfisema paru yang dimulai dengan peningkatan jumlah alveolar
dan septal dari alveolus yang rusak, dapat terbagi atas emfisema sentrisinar
(sentrilobular), emfisema panasinar (panlobular) dan emfisema periasinar
(perilobular) yang sering dibahas dan skar emfisema atau irreguler dan
emfisema dengan bulla yang agak jarang dibahas. Pola kerusakan saluran
nafas pada emfisema ini menyebabkan terjadinya pembesaran rongga udara
pada permukaan saluran nafas yang kemudian menjadikan paru-paru
menjadi terfiksasi pada saat proses inflasi.
2.1.5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari PPOK adalah malfungsi kronis pada sistem
pernafasan yang manifestasi awalnya ditandai dengan batuk-batuk dan
produksi dahak pada pagi hari. Napas pendek sedang berkembang menjadi
napas pendek akut. Batuk yang produktif dahak memburuk menjadi batuk
persisten yang disertai dengan produksi dahak yang semakin banyak.
Pasien sering mengalami infeksi pernapasan dan kehilangan berat badan
menurun atau cukup drastis, sehingga pada akhirnya pasien tersebut tidak
akan mampu secara maksimal melaksanakan tugas-tugas rumah tangga.
Pasien mudah lelah, mudah mengalami penurunan berat badan sebagai
akibat dari nafsu makan yang menurun. Penurunan daya kekuatan tubuh,
kehilangan selera makan, penurunan kemampuan pencernaan sekunder
karena tidak cukupnya oksigenasi sel dalam sistem gastrointestinal

Perbandingan tipe-tipe klinis COPD


Gambaran
Pink Puffer (emfisematosa)
Awitan
Usia 30-40 tahun

24

Blue Bloater (bronkitis)


Usia 20an dan 30an (batuk

60 tahun
Faktor-faktor yang tidak

akibat merokok)
50 tahun
Faktor-faktor yang tidak

diketahui

diketahui

Predisposisi genetik

Merokok

Merokok

Polusi udara

Sputum
Dispnea
Rasio V/Q

Polusi udara
Sedikit
Relatif dini
Ketidakseimbangan V/Q

Cuaca
Banyak sekali
Reltif lambat
Ketidakseimbangan V/Q

Bentuk tubuh
Diameter AP dada
Patologi anatomi paru

minimal
Kurus dan ramping
Sering berbentuk tong
Empfisema panlobular

nyata
Gizi cukup
Tidak bertambah
Emfisema sentrilobular

Hiperventilasi dan dispnea

banyak ditemukan
Hilangnya dorongan

yang jelas, dapat timbul

pernapasan

sewaktu istirahat

Sering terjadi hipoventilasi,

Usia saat diagnosis


Etiologi

Pola pernapasan

berakibat hipoksia dan


FEV1 rendah

hiperkapnea
FEV1 rendah

TLC dan RV meningkat

TLC normal, RV meningkat

PaCO2

Normal atau rendah (35-40

sedang
Meningkat (50-60 mmHg)

PaO2
SaO2

mmHg)
65-75 mmHg
Normal

45-60 mmHg
Desaturasi tinggi karena

Hematokrit
Polisitemia

35 - 45%
Hb dan Htc normal sampai

ketidakseimbangan V/Q
50 - 55 %
Sering terjadi peningkatan

Sianosis
Kor pulmonale

tahap akhir
Jarang
Jarang, kecuali tahap akhir

Hb dan Htc
Sering
Sering, disertai banyak

Volume paru

serangan
2.1.6. Gejala

24

Tiga gejala klinis yang paling sering timbul pada pasien PPOK yang
dalam hal ini adalah bronchitis kronis adalah batuk, produksi sputum,dan
sesak napas/ dyspnea.
Gejala
Batuk

Keterangan
mulai dengan batuk batuk pagi hari, dan makin lama
batuk makin berat, timbul siang hari maupun malam hari,

Produksi sputum

sehingga penderita terganggu tidurnya.


sputum putih/mukoid. Bila ada infeksi, sputum menjadi

Sesak nafas

purulen atau mukopuruen dan kental.


bila timbul infeksi, sesak napas akan bertambah, kadang
kadang disertai tanda tanda payah jantung kanan, lama
kelamaan timbul kor pulmonal yang menetap.

2.1.7. Diagnosis
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala,
gejala ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan
kelainan jelas dan tanda inflasi paru. Diagnosis PPOK di tegakkan
berdasarkan :
A. Gambaran klinis
a. Anamnesis
- Keluhan
- Riwayat penyakit
- Faktor predisposisi
b. Pemeriksaan fisik
B. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan rutin
b. Pemeriksaan khusus
A. Gambaran Klinis
a. Anamnesis
- Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala
pernapasan.
- Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja.
- Riwayat penyakit emfisema pada keluarga.

24

- Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misal berat


badan lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang,
lingkungan asap rokok dan polusi udara.
- Batuk berulang dengan atau tanpa dahak.
- Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi.
b. Pemeriksaan fisik
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
o Inspeksi
- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
- Barrel chest (diameter antero-posterior dan transversal
-

sebanding)
Penggunaan otot bantu napas
Hipertropi otot bantu napas
Pelebaran sela iga
Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena

jugularis interna leher dan edema tungkai


- Penampilan pink puffer atau blue bloater
o Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar.
o Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak
diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah.
o Auskultasi
- Suara napas vesikuler normal, atau melemah
- Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa
atau pada ekspirasi paksa
- Ekspirasi memanjang
- Bunyi jantung terdengar jauh
Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit
kemerahan dan pernapasan pursed lips breathing.
Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis,
terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis
sentral dan perifer.
Pursed - lips breathing
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan
ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme

24

tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai


mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi
pada gagal napas kronik.
B. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan rutin
1. Faal paru
o Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP)
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau
VEP1/KVP (%). Obstruksi : % VEP 1(VEP1/VEP1 pred) <
80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %
- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai
untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan
penyakit.
- Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin
dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai
sebagai alternatif dengan memantau variabilitas harian pagi
dan sore, tidak lebih dari 20%.
o Uji bronkodilator
- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada
gunakan APE meter.
- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8
hisapan, 15-20 menit kemudian dilihat perubahan nilai
VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai
awal dan < 200 ml.
- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil.
2. Darah rutin
Hb, Ht, leukosit
3. Radiologi
Foto torak PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan
penyakit paru lain.
Pada emfisema terlihat gambaran :
- Hiperinflasi
- Hiperlusen
- Ruang retrosternal melebar
- Diafragma mendatar

24

- Jantung menggantung (jantung pendulum/tear drop/eye drop


appearance)
Pada bronkitis kronik :
- Normal
- Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus
b. Pemeriksaan khusus (tidak rutin)
1. Faal paru
- Volume Residu (VR), Kapasitas Residu Fungsional (KRF),
2.
3.

Kapasitas Paru Total (KPT), VR/KRF, VR/KPT meningkat


DLCO menurun pada emfisema
Raw meningkat pada bronkitis kronik
Sgaw meningkat
Variabilitas harian APE kurang dari 20 %
Uji latih kardiopulmoner
Sepeda statis (ergocycle)
Jentera (treadmill)
Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal
Uji provokasi bronkus
Untuk menilai derajat hipereaktivitas bronkus, pada sebagian

kecil PPOK terdapat hipereaktivitas bronkus derajat ringan.


4. Uji coba kortikosteroid
Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid
oral (prednison atau metilprednisolon) sebanyak 30-50 mg per
hari selama 2 minggu yaitu peningkatan VEP1 pasca
bronkodilator >20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK
umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian
kortikosteroid.
5. Analisis gas darah
Terutama untuk menilai :
- Gagal napas kronik stabil
- Gagal napas akut pada gagal napas kronik
6. Radiologi
- CT - Scan resolusi tinggi
- Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat
emfisema atau bula yang tidak terdeteksi oleh foto torak polos
- Scan ventilasi perfusi
Mengetahui fungsi respirasi paru
7. Elektrokardiografi

24

Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh


pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan.
8. Ekokardiografi
Menilai fungsi jantung kanan
9. Bakteriologi
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan gram dan kultur
resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk
memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulang
merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita
PPOK di Indonesia.
10. Kadar alfa-1 antitripsin
Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter
(emfisema pada usia muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang
ditemukan di Indonesia.
2.1.1. Tatalaksana
A. Tujuan:

Mengurangi gejala

Mencegah eksaserbasi berulang

Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru

Meningkatkan kualitas hidup

B. Tatalaksana PPOK Stabil

Terapi terdiri dari: Edukasi, Obat-obatan, Oksigen, Ventilasi


Mekanik, Rehabilitasi medik, dan Operasi.

Intensitas terapi ditingkatkan berdasarkan berat penyakit

Penatalaksanaan PPOK berdasarkan kategori, menurut

Global

Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD), yaitu sebagai


berikut :

24

Secara umum tatalaksana PPOK adalah sebagai berikut :


a. Pemberian Obat-obatan
1) Bronkodilator
Di anjurkan penggunaan dalam bentuk inhalasi kecuali pada
eksaserbasi digunakan oral atau sistemik.
Macam-macam bronkodilator :
a) Golongan antikolinergik

24

Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai


bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir (maksimal 4 kali
perhari).
b) Golongan agonis beta - 2
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan
jumlah

penggunaan

dapat

sebagai

monitor

timbulnya

eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan


bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat
digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan
untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan
atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
c) Kombinasi antikolinergik dan agonis beta - 2
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek
bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang
berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih
sederhana dan mempermudah penderita.
d) Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan
jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk
tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak (pelega napas),
bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi
akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan
kadar aminofilin darah.
2) Anti Inflamasi
Pilihan utama bentuk metilprednisolon atau prednison. Untuk
penggunaan jangka panjang pada PPOK stabil hanya bila uji steroid
positif. Pada eksaserbasi dapat digunakan dalam bentuk oral atau
sistemik.
3) Antibiotik
Tidak dianjurkan penggunaan jangka panjang untuk pencegahan
eksaserbasi. Pilihan antibiotik pada eksaserbasi disesuaikan dengan
pola kuman setempat.
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :
- Lini I : Amoksisilin, makrolid
- Lini II : Amoksisilin dan asam klavulanat
Sefalosporin

24

Kuinolon
Makrolid baru
Perawatan di Rumah Sakit dapat dipilih:
- Amoksilin dan klavulanat
- Sefalosporin generasi II & III injeksi
- Kuinolon per oral
ditambah dengan yang anti pseudomonas
- Aminoglikose per injeksi
- Kuinolon per injeksi
- Sefalosporin generasi IV per injeksi
4) Mukolitik
Tidak diberikan secara rutin. Hanya digunakan sebagai pengobatan
simptomatik bila terdapat dahak yang lengket dan kental. Hanya
diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat
perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan
sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis
kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.
5) Antitusif
Diberikan hanya bila terdapat batuk yang sangat mengganggu.
Penggunaan secara rutin merupakan kontraindikasi.
b. Pengobatan Penunjang
1) Rehabilitasi
a) Edukasi
b) Berhenti merokok
c) Latihan fisik dan respirasi
d) Nutrisi
2) Terapi oksigen
Harus berdasarkan analisa gas darah baik pada penggunaan jangka
panjang atau pada eksaserbasi. Pemberian yang tidak berhati-hati
dapat menyebabkan hiperkapnia dan memperburuk keadaan.
Penggunaan jangka panjang pada PPOK stabil derajat berat dapat
memeperbaiki kualitas hidup.
Manfaat oksigen
- Mengurangi sesak
- Memperbaiki aktivitas

24

- Mengurangi hipertensi pulmonal


- Mengurangi vasokonstriksi
- Mengurangi hematokrit
- Memperbaiki fungsi neuropsikiatri
- Meningkatkan kualitas hidup
Indikasi
- PaO2 < 60 mmHg atau SpO2 < 90%
- PaO2 diantara 55-59 mmHg atau SpO2>89% disertai Kor
Pulmonal, perubahan P pullmonal, Ht >55% dan tanda - tanda
gagal jantung kanan, sleep apnea, penyakit paru lain.
Macam terapi oksigen :
- Pemberian oksigen jangka panjang
- Pemberian oksigen pada waktu aktivitas
- Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak
- Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas
Terapi oksigen jangka panjang yang diberikan di rumah pada
keadaan stabil terutama bila tidur atau sedang aktivitas, lama
pemberian 15 jam setiap hari, pemberian oksigen dengan nasal
kanul 1-2 L/mnt. Terapi oksigen pada waktu tidur bertujuan
mencegah hipoksemia yang sering terjadi bila penderita tidur. Terapi
oksigen pada waktu aktivitas bertujuan menghilangkan sesak napas
dan meningkatkan kemampuan aktivitas. Sebagai parameter
digunakan analisis gas darah atau pulse oksimetri. Pemberian
oksigen harus mencapai saturasi oksigen di atas 90%.
3) Ventilasi mekanik
Ventilasi mekanik invasive digunakan di ICU pada eksaserbasi
berat. Ventilasi mekanik noninvasive digunakan di ruang rawat atau

24

di rumah sebagai perawatan lanjutan setelah eksaserbasi pada PPOK


berat.
4) Operasi paru
Dilakukan bulektomi bila terdapat bulla yang besar atau
transplantasi paru (masih dalam proses penelitian di Negara maju)
5) Vaksinasi influenza
Untuk mengurangi timbulnya eksaserbasi pada PPOK stabil.
Vaksinasi influenza diberikan pada :
a) Usia diatas 60 tahun
b) PPOK sedang dan berat

2.1.2. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah :
1. Gagal napas
a) Gagal napas kronik
Hasil analisis gas darah Po2 < 60 mmHg dan Pco2 > 60
mmHg, dan pH normal, penatalaksanaan:
Jaga keseimbangan PO2 dan PCO2
Bronkodilator adekuat
Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau
waktu tidur
Antioksi
Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing
b) Gagal napas akut pada gagal napas kronik
Sesak napas dengan atau tanpa sianosis
Sputum bertambah dan purulen
Demam
Kesadaran menurun
2. Infeksi berulang
3. Kor pulmonale
Infeksi berulang Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan
menyebabkan terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi

24

berulang. Pada kondisi kronik ini imuniti menjadi lebih rendah, ditandai
dengan menurunnya kadar limposit darah. Kor pulmonal ditandai oleh P
pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai gagal jantung kanan
2.1.3. Prognosis
Bila

sudah

terdapat

hipoksemia,

prognosis

biasanya

kurang

memuaskan dan mortalitas pada 2 tahun kurang lebih 50%. Namun di


samping survival perlu diketahui pula morbiditas pasien PPOK. Sebagai
ilustrasi bahwa Inggris kehilangan 2,6 juta hari kerja orang/tahun oleh
karena PPOK, sedangkan di Amerika Serikat diperkirakan 3 juta hari
kerja orang/tahun.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari hasi diskusi dan analisis, dapat disimpulkan bahwa pasien diskenario lebih
mengarah pada diagnosis PPOK dengan keluhan-keluhan seperti di skenario
dengan diagnosis banding asma, bronkiektasis, dan tuberkulosis paru. Namun,
untuk menegakkan diagnosis secara pasti harus dilakukan pemeriksaan penunjang
seperti spirometri untuk menilai penyebab sesak nafas yang terjadi pada pasien
apakah karena kelaianan obstruksi atau retriksi. Pemeriksaan penunjang lain yang
dapat membantu menegakkan diagnosis PPOK adalah pemeriksaan mikrobiologi,
analisis gas darah, pemeriksaan darah lengkap, rontgen thoraks, dan sebagainya.

24

DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff, Hood, Abdul M. 2006. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya:


Airlangga University Press
Fauci et.al. 2008. Harrison's

Principles of Internal Medicine

Seventeenth

Edition. The McGraw-Hill Companies, Inc


Global Initiative for Chronic Obstructive of Lung Disease. 2013. Global Strategy
for The Diagnosis, Management, and Prevention of COPD.GOLD
Jusuf, Winariani, Hariadi. 2012. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR.
Surabaya: UNAIR
Sudoyo, Aru W. 2007. Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam, jilid III ed. VI. EGC:
Jakarta

24

Anda mungkin juga menyukai