Anda di halaman 1dari 7

Wahyu Isnia Adharini

145090100111002
Virologi
1. Penempelan Virus dan Injeksi Genom pada Sel Target
Attachment virus merupakan tahapan pertama infeksi virus pada sel target. Virus akan melakukan
attachment atau pelekatan pada sel target yang spesifik. Protein attachment virus akan berikatan dengan
reseptor yang berada pada permukaan sel target dan keduanya bersifat spesifik. Reseptor virus merupakan
molekul yang berperan dalam attachment dan pemberi informasi bahwa virus telah menginfeksi sel target yang
tepat sehingga virus dapat menginjeksikan genomnya. Jika virus menginfeksi sel target yang tidak tepat, maka
virus akan mati.
a. Infeksi pada sel hewan (attachment dan entry)
Sel hewan dilindungi oleh membran plasma (lipid bilayer), tersusun atas berbagai macam protein yang
berperan dalam komunikasi sel dengan lingkungannya. Virus tidak dapat menginfeksi sel target jika pada
permukaan sel tersebut tidak terdapat reseptor spesifik. Masing-masing virus memerlukan jenis reseptor yang
berbeda, misalnya yaitu virus HIV-1 membutuhkan heparans sebagai reseptor, sedangkan lainnya memiliki
reseptor berupa gula, N-acetyl neuraminic acid. Molekul reseptor dapat berupa protein, karbohidrat, atau lipid
dan beberapa virus dalam satu famili dapat memiliki reseptor yang sama. Virus memerlukan 3 tipe reseptor
untuk melakukan proses attachment, yaitu low affinity receptor, reseptor primer dan co-reseptor. Keberadaan
tiga reseptor tersebut dibutuhkan dalam attachment dan kerja ketiganya saling mendukung. Sebelum reseptor
primer berikatan secara spesifik dengan partikel virus, maka virus tersebut harus menempel sebanyakbanyaknya. Jika virus tidak menemukan low affinity receptor, maka virus akan keluar untuk mencari host
lainnya. Sebagian virus yang telah berikatan dengan low affinity receptor akan menemukan reseptor pimer yang
bersifat spesifik di sekitarnya. Kemudian, akan berikatan dengan co-reseptor sehingga proses entry virus dapat
berlangsung. Namun jika virus tidak berhasil menemukan co-reseptor, maka tidak dapat melanjutkan ke proses
entry. Low affinity receptor berfungsi untuk mengubah konformasi protein virus agar dapat menempel serta
peran reseptor ini yaitu untuk menangkap virus sebanyak-banyaknya dan tidak bersifat spesifik. Peran reseptor
antara lain mengatasi adanya repulsive force antara virus dan sel, menyebabkan virus dapat berinteraksi dengan
membran lipid bilayer, sehingga virus dapat menginjeksikan materi genetiknya ke dalam sel. Reseptor yang
berada pada permukaan membran lipid bilayer dapat bergerak yang mana keadaan tersebut mendukung adanya
interaksi antara reseptor dan virus yang akan menempel dapat berlangsung. Interaksi keduanya akan
memberikan sinyal untuk proses uncoating dan virus dapat menemukan sel target yang sesuai, kemudian
memasukkan genomnya ke dalam sitoplasma. Virus ber-envelope dan tidak ber-envelope memiliki mekanisme
attachment berbeda. Virus ber-envelope masuk ke dalam sel host melalui mekanisme fusi atau receptormediated endocytosis, sedangkan virus tidak ber-envelope masuk ke dalam sel melalui endositosis (pinositosis).
Pemilihan mekanisme entry virus ke dalam sel host bergantung pada jenis virus, yaitu beberapa virus
melakukan entry virus melalui mekanisme fusi sedangkan mekanisme entry virus lainnya berlangsung melalui
mekanisme receptor-mediated endocytosis. Perbedaan mendasar antara kedua mekanisme tersebut adalah
receptor-mediated endocytosis melibatkan vesikel, sedangkan mekanisme fusi tidak melibatkan vesikel. Pada
mekanisme fusi, envelope dari virus akan tertinggal di membran sel host sehingga hanya genom virus yang
masuk, sedangkan envelope virus tidak ikut masuk. Proses fusi diinisiasi oleh interaksi antara reseptor dan virus
di dalam sel host, kemudian proses tersebut akan mentriger perubahan konformasi protein envelope sehingga
menyebabkan terjadinya exposure segmen Gp41 protein envelope. Terdapat tiga tahapan utama dalam fusi yaitu
daerah hidrofobik N-terminal gp41 masuk ke membran sel lipid bilayer, kemudian sebagian kecil protein
envelope gp41 membentuk channel hidrofobik di antara dua membran, sehingga akan mengganggu kedua
struktur lipid bilayer dan menyebabkan lipid menyebar ke chanel hidrofobik. Dua struktur bilayer bergabung
dan membentuk pori-pori fusi yang kemudian akan membesar. Hal tersebut akan menyebabkan genom beserta

protein asosiasi lainnya dapat masuk ke dalam sitoplasma serta struktur bilayer beserta virus akan tergabung.
Contoh virus yang melalui mekanisme fusi tersebut adalah HIV-1.
Mekanisme entry virus melalui receptor-mediated endocytosis (envelope virus) dan endositosis-pinositosis
(non-envelope virus) sama-sama melibatkan vesikel. Virus envelope maupun non-envelope yang melakukan
entry melalui mekanisme endositosis akan melepaskan kapsidnya dengan bantuan vesikel endosomal (lisosom).
Vesikel ini memiliki pH asam yang memungkinkan akan menyebabkan terbentuknya pori-pori pada nukleus.
Proses masuknya genom virus ke dalam sitoplasma bergantung pada perubahan konformasi protein virion yang
diiniasi oleh ikatan reseptor pada membran dengan vesikel dan atau penurunan pH pada keadaan lingkungan di
dalam sel, khususnya vesikel. Adanya perubahan konformasi akan menyebabkan keluarnya daerah hidrofobik
tersembunyi yang kemudian dapat menggabungkan struktur bilayer dengan vesikel serta membentuk chanel,
kemudian genom virus beserta protein-protein asosiasi lainnya dapat masuk ke dalam sitoplasma.
b. Infeksi pada tanaman
Mekanisme infeksi virus pada tanaman berbeda dengan infeksi virus pada sel hewan. Tanaman memiliki
dinding sel rigid yang tersusun atas selulosa, sehingga virus akan melewati beberapa proses sebelum pada
akhirnya dapat masuk ke dalam sel tumbuhan. Virus hanya dapat menginfeksi virus pada saat jaringan
tumbuhan telah mengalami kerusakan. Sebagian besar virus membutuhkan vektor (perantara) berupa hewan
untuk dapat menginfeksi virus, namun beberapa tidak membutuhkan vektor seperti tobacco mosaic virus
(TMV). Peran vector dalam attachment virus adalah merusak dinding sel tanaman secara fisik melalui feeding.
Virus yang menginfeksi tumbuhan berada di dalam tubuh vektornya, namun tidak menginfeksi vektor tersebut.
Ketika virus berhasil masuk ke dalam sel host tanaman, maka akan melebarkan plasmodesmata. Melebarnya
plasmodesmata akan menyediakan ruang penyebaran bagi partikel virus dan mengeluarkan genomnya. Gejalagejala yang sering muncul pada tanaman ketika telah terinfeksi oleh virus bergantung pada mutasinya. Virus
tanaman mengkode pergerakan protein virus yang akan membentuk chanel pada plasmodesmata dan
memfasilitasi transmisi genom virus pada sel.
c. Infeksi pada bakteri
Bakteri memiliki dinding sel yang kuat dimana keberadaan dinding sel tersebut berperan sebagai salah satu
bentuk pertahanan bakteri terhadap infeksi oleh virus. Bakteriofag (virus penginfeksi bakteri) pada umumnya
akan menempel pada dinding sel bakteri karena adanya interaksi antara virus dengan reseptor sel host yang
dapat berada pada pili, flagel ataupun kapsul. Tidak semua bakteriofag berekor menempel pada dinding sel,
beberapa di antaranya phage (chi) dan PBSI menempel pada flagel. Ujung ekor bakteriofag memiliki fiber.
Bakteriofag lainnya dapat menempel pada kapsul ataupun pili. Bakteriofag dengan materi genetik berupa DNA
menempel pada ujung pili, sedangkan sebagian besar bakteriofag dengan materi genetik berupa RNA sperikal
menempel pada sepanjang pili. Ekor bakteriofag kontraktil dan tersusun atas 24 lingkaran subunit yang
mengeliling bagian core. Setiap lingkaran tersusun atas subunit besar dan kecil. Bagian core ekor tidak bersifat
kontraktil dan adanya kontraksi pada bagian kepala menyebabkan virus dapat menginjeksikan DNAnya pada sel
host. Proses tersebut dibantu oleh aktivitas lisozim yang terdapat pada bagian ekor bakteriofag. Pada bagian
sheath (selubung) terdapat 144 molekul ATP dan ketersediaan energi virus ini berasal dari konversi ATP
menjadi ADP. Mekanisme masuknya bakteriofag ke dalam sel bakteri dapat dicontohkan pada phage T4. Bagian
pin ekor bakteriofag akan berikatan dengan dinding sel, kemudian sheath mengalami pemanjangan. Bagian
sheath ekor berkontraksi dan core bakteriofag mempenetrasi dinding sel melalui aktivitas lisozim.
d. Pencegahan tahapan awal infeksi virus
Pencegahan tahapan awal infeksi virus dapat dilakukan dengan menghambat proses attachment virus ke
dalam sel host melalui senyawa yang berperan sebagai antivirus. Beberapa senyawa yang digunakan antara lain
plecnaril, antibodi, enfuvirtide dan zanamivir. Pleconaril dapat dimanfaatkan untuk penanganan infeksi
picornavirus dengan mengikat pocket hidrofobik pada virion sehingga reseptor akan dikenali. Penggunaan
antibodi sebagai virus dapat dimanfatkan pada semua virus yang mana antibodi ini bekerja dengan mekanisme
netralisasi, yaitu dengan mengikat permukaan virion dan menghindari infeksi.
2. Replikasi Genom Virus

Mekanisme replikasi genom virus di dalam sel host dibedakan berdasarkan klasifikasi Baltimore.
Terdapat 7 model replikasi genom virus berdasarkan klasifikasi Baltimore. Tujuan virus masuk ke dalam sel
yaitu untuk memperbanyak dirinya melalui proses replikasi genom virus (DNA/RNA). Kondisi host akan
menentukan keberlangsungan proses replikasi yang berkaitan dengan ketersedian protein atau enzim-enzim
yang diperlukan untuk replikasi. Tidak semua kondisi host mendukung untuk replikasi genom ketika proses
infeksi berlangsung. Sebagai contoh, salah satu komponen yang sangat dibutuhkan untuk replikasi genom virus
di dalam sel host yaitu DNA polimerase (pada genom DNA). Enzim tersebut hanya berada dalam jumlah yang
banyak ketika sel akan mengalami pembelahan yaitu pada fase G1, sedangkan ketika sel masih berada pada fase
G0 maka DNA polimerase tidak tersedia. Oleh karena itu, pada kondisi tertentu virus memiliki strategi agar host
yang masih berada pada fase G0 masuk ke fase G1. Mekanisme infeksi tidak lepas dari kondisi host karena
virus memiliki strategi yang berbeda. Beberapa virus perlu memaksa host berada pada kondisi yang
menguntungkan dengan cara menyintesis enzim-enzim untuk replikasi. Beberapa virus mengkode proteinprotein yang bersifat promoting growth factor yang akan menyebabkan host yang pada mulanya berada pada
fase G0 akan masuk ke fase G1, sehingga semua enzim dan protein yang dibutuhkan untuk replikasi genom
virus telah tersedia dalam jumlah cukup. Strategi yang dilakukan virus meliputi persiapan replikasi genom
sekaligus persiapan protein-protein virus yang mana keduanya berlangsung hampir bersamaan. Oleh karena itu,
maka replikasi beserta ekspresi gen dapat berlangsung hampir bersamaan dan kedua proses tersebut saling
mendukung. Misalnya, yaitu host tidak memiliki suatu enzim yang dibutuhkan virus untuk replikasi genom.
Maka, virus akan mengkode untuk sintesis enzim replikasi. Berdasarkan kondisi tersebut maka, proses
transkripsi akan dilakukan terlebih dahulu untuk menghasilkan enzim, kemudian akan dilanjutkan dengan
replikasi. Penentuan proses transkripsi ataupun replikasi yang dilakukan terlebih dahulu ini sangat bervariasi,
bergantung pada genom virus. Pada umumnya replikasi genom virus ini dapat dibedakan berdasarkan
genomnya, yaitu virus yang memiliki genom DNA (kelas I-II) dan virus yang memiliki genom RNA (III-VII).
Berikut merupakan replikasi genom virus berdasarkan klasifikasi Baltimore:
1. Kelas I (dsDNA)
Replikasi genom virus kelas I dibedakan berdasarkan struktur nya yaitu linear dan sirkuler. Replikasi genom
kelas I dimulai dari DNA double stranded dapat ditranskripsikan langsung menjadi mRNA (+) karena memiliki
positif dan negatif sense. Pada sirkuler DNA (SV40), titik awal replikasi (ori) akan diikat dengan p-antigen yang
berfungsi untuk memisahkan dua strand DNA yang masih berikatan secara komplemen, kemudian akan
terbentuk replication buble dan pada akhir replikasi dibutuhkan proses dekatenisasi untuk menghasilkan dua
strand yang terpisah. Pada DNA linear, terdapat dua mekanisme yang berbeda yaitu melalui sirkularisasi dan
tanpa sirkularisasi. Mekanisme replikasi melalui sirkulasi terdiri dari aktivitas eksonuklease 3 dan denaturasi.
Pada sirkularisasi melalui eksonuklease 3 (HSV1), kedua ujung untaian DNA akan dipotong sehingga kedua
ujung untaian DNA tersebut dapat bersatu menjadi sirkuler. Apabila terjadi denaturasi, maka untaian DNA akan
terpisah menjadi dua dan membentuk loop ganda atau loop tunggal. Setelah sirkularisasi, dilanjutkan dengan
replikasi dan titik ori diikat dan dimulai elongasi. Sebagian untaian akan mengalami replikasi terus menerus,
sedangkan bagian lain akan mengalami cleavage untuk pembentukan kapsid. Mekanisme replikasi genom tanpa
sirkularisasi dapat digambarkan pada smallbox virus. Virus ini memiliki DNA rumit yaitu memiliki dua
struktur harpin, A dan A pada bagian kanan dan kiri . Sebelum replikasi dimulai, kedua ujung A yang berada di
dekat hairpin dipotong. Kemudian struktur harpin yang terbentuk akan diubah mejadi linear oleh aktivitas
enzim. Bagian A akan ditranskripsikan hingga bagian A untuk membentuk hairpin baru (dua hairpin). Dua
DNA baru tersebut akan terpisah sehingga terbentuk dua model hasil replikasi. Kekosongan ruang (gap) antara
kedua untaian diisi oleh aktivasi enzim ligase sehingga akan terbentuk dua strand baru.
2. Kelas II (ssDNA sense positif)
Replikasi genom virus kelas II juga dibedakan berdasarkan struktur nya yaitu linear dan sirkuler. Pada ssDNA
linear (Parvovirus B19), ssDNA akan menyintesis strand baru melalui aktivitas gap-fill dan struktur hairpin
menjadi linear. Pada ssDNA sirkuler (Bacteriophage X1734), replikasi membutuhkan DNA polimerase host
untuk membentuk dsDNA. Setelah terbentuk dsDNA, proses transkripsi akan berlangsung secara bidirectional

yaitu menuju kanan untuk membentuk coating protein dan kiri untuk membentuk viral REP. Terbentuknya viral
REP akan memediasi proses cleavage dsDNA dan dapat berlangsung berulang serta ssDNA virus dapat
dipackaging menjadi virion. Perubahan ssDNA ke dsDNA dibantu oleh DNA polimerase, namun dsDNA akan
diubah menjadi ke single stranded DNA dengan enzim tertentu yang dikode oleh virus untuk dapat dipacking.
dsDNA memiliki dua strand, namun hanya satu strand yang ditranskripsi karena mekanisme kerja enzim
replikasi hanya bekerja pada ujung 3 sehingga berjalannya penambahan nukleotida akan berlangsung dari
ujung 5 hingga ujung 3 pada strand yang disintesis. Oleh karena itu, hanya salah satu ujung yang ditranskripsi
sehingga strand yang dapat melanjutkan reaksi disebut juga dengan sense positif.
Replikasi RNA memerlukan RNA-dependent RNA polimerase yang tidak dimiliki oleh sel host, sehingga
virus mengkode enzim tersebut. Sebagian besar virus RNA dapat tetap melangsungkan proses walaupun
terdapat inhibitor DNA. Hal tersebut menunjukkan bahwa virus RNA tidak membutuhkan intermediet DNA
pada replikasi virus, kecuali pada virus kelas 6. Setelah proses infeksi, enzim RNA-dependent RNA polimerase
yang langsung dihasilkan.
3. Kelas III (dsRNA) - Reovirus
Genom virus kelas III terdiri dari 10 segmen yang masing-masing bereplikasi secara independent. Replikasi
kelas III berlangsung secara konservatif dan melibatkan positif sense mRNA sebagai template.
4. Kelas IV (ssRNA sense positif) - Picornavirus
Struktur genom kelas IV melingkar ketika berada di dalam sel host. Pada awalnya genom hanya berupa RNA
single strand, namun selanjutnya terdapat beberapa protein host yang melekat pada genom virus yaitu poly A
binding protein, poly C binding protein dan protein 3CD. Poly A binding protein melekat pada ujung 3. Poly C
binding protein memiliki afinitas tinggi dan melekat pada ujung 5 karena pada ujung 5 tersebut terdapat
struktur yang merupakan residu pirimidin sehingga protein binding dapat melekat pada bagian tersebut. Protein
3CD yg meurpakan precursor dari polimerase akan teraktivasi jika terjadi proteolitik cleavage. Precursor enzim
yang mereplikasi genom virus. Mekanisme aktivasi protein 3CD dan VPg pada ujung 5 belum jelas, namun
diduga bahwa aktivasi protein 3CD simultan dengan penempelan VPg pada ujung 5. Apabila RNA single
strand positif masuk ke dalam sel host, maka host akan menganggap RNA tersebut sebagai mRNA sehingga
dapat langsung diikat dengan ribosom dan terjadi sintesis protein.
5. Kelas V (ssRNA sense negatif)
Sense negative tidak bisa ditranslate RNAse, sehingga akan terbentuk RNA dependent polimerase yang sudah
ada pada virus itu sendiri (bawaan). Single RNA sense negatif selalu ditemukan berlekatan dengan 3 protein
yaitu nucleoprotein (NP), phospoprotein (P) dan large protein (L). L protein berperan dalam sintesis RNA,
sedangkan NP dan P berperan dalam aktivitas genom. Sintesis protein terlebih dahulu dilakukan, kemudian
dilanjutkan dengan replikasi karena pada proses ini membutuhkan enzim RNA dependent polimerase. RNA
sense negatif akan menghasilkan sense positif yang akan dijadikan template untuk menghasilkan virion-virion
baru. Replikasi genom pada virus kelas V dibedakan berdasarkan struktur genom berupa non-segmented dan
segmented. Pada genom non-segmented, replikasi berlangsung sekali jalan (langsung), sedangkan pada genom
segmented terdapat banyak titik dimana RNA polimerase dapat masuk sehingga dapat mereplikasi genom
secara bersamaan.
6. Kelas VI dan VII
Genom kelas VI dan VII memiliki keistimewaan yaitu dilengkapi dengan enzim khsus reverse transkriptase
yang tidak dimiliki sel host. Replikasi yang berlangsung pada kedua kelas ini yaitu RNA sense positif
membentuk strand komplemen DNA sehingga dibentuk dsDNA, kemudian dsDNA akan menghasilkan single
strand RNA. Genom RNA memiliki struktur cap dan poly A tail sehingga tetap stabil di dalam sel host.
3. Ekspresi Gen Virus
Ekspresi genom virus di dalam sel host dibedakan berdasarkan klasifikasi Baltimore. Tujuan dari ekspresi
genom virus antara lain untuk produksi protein replikasi genom, modifikasi lingkungan di dalam sel host dan
membentuk virion. Virus memiliki berbagai macam strategi untuk mengekpresikan genomnya di dalam sel host,

antara lain dengan mengganggu mekanisme transkripsi, mempengaruhi post-translasi dan perubahan dependentcap menjadi independent cap. Berikut merupakan ekspresi genom virus berdasarkan klasifikasi Baltimore.
1. Virus Baltimore Kelas I
Ekspresi genom virus kelas I berlangsung secara langsung ketika virus telah melakukan infeksi. Fase ekspresi
gen pada virus kelas I meliputi early phase (immediate hingga intermediet) serta late phase. Perbedaan
mendasar keduanya terletak pada kelompok gen yang diaktifkan pada tahap awal infeksi (early phase) dan
kelompok gen yang diaktifakan setelah early phase (late phase). Selain itu, kelompok gen yang diaktifkan tiap
fase memiliki peranan berbeda. Kelompok gen pada early phase berperan untuk mengkode pembentukan
protein-protein non-struktural yang bertanggungjawab pada pembentukan protein replikasi genom dan
mengubah lingkungan host yang menguntungkan, sedangkan kelompok gen pada late phase berperan dalam
mengkode protein-protein struktural virus untuk pembentukan virion-virion baru. Kelompok gen early phase
terdiri dari E1B, E2A, E2B, E3 dan E4 yang diinduksi oleh ekspresi gen E1A. kelompok gen late phase terdiri
dari L1, L2, L3, L4 dan L5. Infeksi herpesvirus menganggu transkripsi di dalam sel host, kemudian akan
dihasilkan mRNA yang merupakan regulator ekspresi gen dan akan menginduksi sintesis mRNA. Sintesis
mRNA akan menghasilkan protein yang berperan untuk menekan induksi mRNA agar mRNA memiliki
cakupan regulasi yang luas, mengganggu replikasi DNA host, dan aktivasi mRNA sehingga DNA yang dipackage mengandung DNA virus. Infeksi virus yang berlangsung ketika host sedang melakukan pembelahan
dan virus mengganggu replikasi, maka akan dihasilkan sel host yang mengandung DNA virus.
2. Virus Baltimore Kelas II (Parvovirus)
Ekspresi genom pada virus kelas II meliputi konversi genom menjadi double stranded DNA sehingga dihasilkan
strand baru. Bentuk genom virus ini adalah linear single stranded yang mengandung 3 promotor antara lain P5
dan P19 (early phase) serta P40 (late phase).
3. Virus Baltimore Kelas III (Reovirus)
Protein reovirus dibedakan menjadi 3 kelas yaitu , , dan yang disebut dengan segmen L, M dan S. Masingmasing segmen menghasilkan 1 produk, kemudian akan mengalami modifikasi untuk menjadi protein
fungsional. Salah satu strategi reovirus untuk membuat kondisi lingkungan di dalam host menjadi
menguntungkan yaitu dengan regulasi translasi pada ekspresi gen. Regulasi translasi tersebut yaitu mengubah
mekanisme translasi cap-dependent menjadi cap-independent. Pada awalnya, translasi sangat bergantung pada
ada atau tidaknya cap pada ujung 5 RNA dan tidak dapat melangsungkan proses translasi jika cap tidak ada,
namun adanya strategi regulasi gen virus menyebabkan mekanisme translasi cap-dependent menjadi cap
independent, yaitu translasi tetap dapat dilakukan walaupun tidak terdapat cap pada ujung 5 RNA. Keberadaan
cap pada ujung 5 RNA berperan penting dalam pengenalan ribosom terhadap molekul RNA yang akan
ditranslasi (mRNA) dan menghindari adanya degradasi mRNA karena molekul mRNA merupakan molekul
asing di dalam sel.
4. Virus Baltimore Kelas IV dan V
Virus kelas 4 melakukan replikasi genom untuk mengasilkan strand baru sebelum transkripsi berlangsung,
sedangkan virus kelas 5 dapat langsung menggunakan genomnya sebagai template untuk proses trankripsi.
Strategi ekspresi genom influenza virus yaitu dengan mengatur regulasi transkripsi. Proses transkripsi virus
influenza antara lain struktur cap pada ujung 5 mRNA host dihilangkan bersamaan dengan nukleotida ke 10
hingga ke 13. Struktur yang terbentuk digunakan sebagai primer untuk inisiasi proses transkripsi, kemudian
terjadi pemanjangan sintesis RNA. Selain itu, terdapat pula mekanisme kontrol ekspresi gen dengan splicing
mRNA pada influenza virus A untuk menghasilkan protein spesifik yang fungsional. Splicing mRNA diiniasi
dengan open reading frame (ORF) yang berperan untuk menunjukkan lokasi mRNA yang akan di-splicing.
Setelah itu, terdapat regulasi tranlasi pada ekspresi gen. Protein yang disebut dengan PB1-F2 dikode oleh ORF
kedua yang terdapat pada PB1 ORF namun pada reading frame berbeda. Fungsi protein PB1-F2 belum
diketahui secara jelas, namun protein tersebut akan ditransport ke mitokondria host untuk didegradasi setelah
proses translasi.

5. Virus Baltimore Kelas VI (Retrovirus)


Retrovirus memiliki mekanisme ekspresi gen untuk mengubah genome RNA menjadi bentuk DNA dengan
melibatkan aktivasi enzim reverse-transkriptase. Contoh retrovirus sederhana yaitu avian leucosis virus (ALV).

6. Virus Baltimore Kelas VII (Hepadnavirus)


Hepadnavirus melibatkan sistem host untuk ekspresi gen, yaitu dengan membentuk banyak protein dari genom
berukuran sangat kecil dengan menggunakan banyak promoter. Promotor yang digunakan sebanyak 4 dan akan
menghasilkan 4 jenis protein.
Sebagian virus dengan genome berupa DNA akan melakukan replikasi di dalam nukleur dan
menggunakan sistem host untuk memproduksi mRNA dan sintesis protein. Virus yang melakukan replikasi di
dalam sitoplasma harus menyediakan enzim secara mandiri untuk produksi mRNA.
4. Assembly Virus
Assembly virus merupakan salah proses infeksi yang dilakukan oleh virus untuk merakit komponen virus
yang sebelumnya telah ada, namun belum berfungsi menjadi komponen yang berfungsi
Struktur partikel sangat menentukan proses assembly virus, sehingga mekanisme assembly dapat
dibedakan berdasarkan struktur virusnya
Assembly virus dengan struktur heliks (TMV)
Struktur virus TMV tersusun atas ssRNA sense positif yang tersimpan di dalam suatu kerangka molekul
subunit protein A. Struktur protein TMV terdiri dari beberapa disc. Masing-masing disc memiliki 2
lingkaran dengan 17 protein sub unit pada masing-masing lingkaran. Secara umum, proses assembly pada
TMV meliputi perakitan capsid (coating) secara bertahap pada genom yang sudah ada sebelumnya untuk
membentuk struktur heliks.
Keadaan lingkungan seperti pH dan kekuatan ion mempengaruhi proses assembly TMV, yaitu pH
rendah dapat menyebabkan proses assembly berjalan cepat. Adanya pH rendah menyebabkan terjadinya
konversi disc TMV menjadi struktur yang disebut dengan lock washer yang mana struktur ini berperan
penting dalam assembly virus. Perubahan disc menjadi struktur lock washer dikarenakan pH rendah akan
meminimalisir penolakan antara rantai asam karboksil dua asam amino pada protein subunit A. Setelah
telah terjadi konversi menjadi struktur lock washer, maka genom RNA TMV dapat terbungkus dan
terlindungi oleh protein. Struktur lock washer merupakan hasil dari perubahan konformasi protein sub-unit
A yang memungkinkan genom RNA dapat terjebak di dalam kapsid. Struktur lock washer yang akan
berasosiasi dengan pembentukan struktur heliks TMV.
Proses assembly TMV diinisiasi oleh adanya packaging site pada genom RNA yang terletak di dekat
ujung 3. Packaging site merupakan tempat pertama kalinya disc akan berikatan dengan genom yang
kemudian akan diubah menjadi struktur lock washer. Pembentukan struktur heliks terjadi dengan dua arah
pada kecepatan berbeda, yaitu ujung 3 hingga 5 memiliki kecepatan lebih tinggi dibandingkan dengan
pembentukan struktur heliks dari ujung 5 ke 3. Hal tersebut dikarenakan letak packaging site berada di
dekat ujung 3.
Assembly virus dengan struktur isometric (Picornavirus)
Partikel poliovirus tersusun atas 60 kopi dari 4 struktur protein VP1-4. Seluruh bagian genom poliovirus
akan ditranslasi menjadi polipeptida yang kemudian akan mengalami cleavage untuk menyederhanakan
polipeptida yang terbentuk. Cleavage pertama terjadi pada polipeptida yang disebut dengan P1 yang
merupakan precursor dari 4 protein virion. Sintesis P1 dimulai pada ujung 5 dan bagian ini disintesis
secara keseluruhan sebelum mengalami cleavage serta folding berperan penting dalam proses cleavage.
Proses cleavage selanjutnya pada P1 akan terbentuknya protein VP0, VP1, dan VP3. Mekanisme assembly
poliovirus dimulai dari 3 protein tersebut (VP0, VP1, dan VP3) yang saling bekerjasama untuk membentuk
kompleks koefisien sedimentasi 5S. 5 kompleks 5S kemudian bergabung untuk membentuk kompleks

pentamer 14S. 12 kompleks pentamer 14S mengalami agregasi untuk membentuk kapsid 73S. Setelah
kapsid terbentuk, maka genom ssRNA sense positif dapat ditambahkan.
Assembly virus dengan struktur kompleks
Mekanisme assembly virus dengan struktur kompleks melibatkan pembentukan ekor dan kepala virus.
Phage memiliki struktur kompleks yang tersusun atas bagian kepala berstruktur isometric yang menempel
pada bagian ekor dengan struktur heliks. Struktur yang akan membentuk kepala virus disebut dengan procapsid I yang dibentuk dengan bantuan protein scaffolding. Protein scaffolfing berperan sebagai template
untuk pembentukan kapsid dan masuk melalui portal protein complex. Setelah itu, protein scaffolding akan
terlepas dari struktur procapsid sehingga menyebabkan perubahan bentuk menjadi struktur procapsid II.
Protein pada phage procapsid II bagian kepala akan mengenali sekuens cos pada DNA concatemeric,
kemudian terjadi cleavage pada bagian tersebut. Genom DNA kemudian akan dibawa menuju bagian
kepala hingga proses encapsidasi berakhir, kemudian cleavage selanjutnya akan menghasilkan mature
capsid .
Assembly virus ber-envelope
Pada dasarnya mekanisme assembly virus dapat terjadi jika komponen-komponen yang dibutuhkan
untuk assembly virus telah cukup. Pada assembly virus berenvelope melibatkan pembentukan protein
kapsid dan protein envelope, kemudian akan dilanjutkan budding hingga pada akhirnya akan terbentuk
progeny virus. Budding merupakan bentukan yang berisi virus yang akan dikeluarkan. Terdapat banyak
model budding, yaitu envelope dapat diperoleh dari membran host, membran badan golgi host, membran
reticulum endoplasma host ataupun dari membran inti. Budding dapat berlangsung karena adanya
polarisasi sel yang menyebabkan perbedaan muatan. Pada virus naked atau tidak ber-envelope dapat keluar
dari sel dengan memperbanyak diri di dalam sel host sehingga volumenya banyak. Adanya virus dalam
jumlah tertentu akan mempengaruhi kondisi sitoplasma sel, kemudiann virus dengan sendirinya akan
terdesak keluar sel.

Anda mungkin juga menyukai