Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PRAKTIKUM KRISTALOGRAFI

1.1 PENDAHULUAN
1.1.1

Latar belakang
Bumi adalah planet ketiga dari delapan planet dalam tata surya yang
tersusun atas tiga lapisan yaitu inti bumi, mantel bumi dan kerak bumi
atau lapisan litosfer. Salah satu ilmu yang mempelajari tentang bumi
adalah geologi. merupakan ilmu yang mempelajari tentang Bumi meliputi
komposisinya,

struktur,

sifat-sifat

fisik,

sejarah

dan

proses

pembentukannya. Didalamnya, kita akan mempelajari semua hal tentang


seluk-beluk Bumi ini secara keseluruhan. Dari mulai gunung-gunung
dengan tinggi ribuan meter, hingga palung-palung didasar samudera. Agar
dapat mempelajarai bumi akan lebih baiknya jika kita mengetahui materi
apasjakah yang menjadi penyusun bumi. Materi dasar pembentuk Bumi
ini adalah batuan, dimana batuan sendiri adalah kumpulan dari mineral,
dan

mineral

terbentuk

dari

kristal-kristal.

Jadi

dasarnya,untuk

mempelajari bumi kita harus terlebih dahulu mengetahui tentang kristal.


Kristal sendiri secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu padatan
yang atom, molekul, atau ion penyusunnya terkemas secara teratur dan
polanya berulang melebar secara tiga dimensi. Sedangkan ilmu yang
mempelajari segala sesuatu tentang kristal seperti sifat-sifat geometri
terutama perkembangan, pertumbuhan, kenampakan bentuk luar, struktur
dalam dan sifat-sifat fisisnya disebut Kristalografi.
1.1.2

Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan dalam mempelajari kristalografi :
a. Mengenal bentuk-bentuk Kristal yang banyak corak ragamnya dan

dapat menggolongkan dalam kelompok-kelompok klasifikasi kristal


b. Menentukan sistem kristal dari bermacam bentuk kristal atas dasar panjang,
posisi dan jumlah sumbu kristal yang ada pada setiap bentuk kristal.
c. Menentukan klas simetri atas dasar jumlah unsur simetri setiap kristal.
d. Menggambarkan semua bentuk kristal atas dasar parameter dan parameter
rasio, jumlah dan posisi sumbu kristal dan bidang kristal yang dimiliki semua
bentuk kristal baik dalam bentuk proyeksi orthogonal maupun proyeksi
stereografis

1.1.3

Manfaat
Laporan praktikum kristalografi ini selain sangat bermanfaat bagi
setiap mahasiswa pertambangan dalam pengenalan kristal sebagai dasar
ilmu pembelajaran bagi mahasiswa, juga bermanfaat bagi segenap
komponen dalam jurusan teknik pertambangan dalam rangka peningkatan
kepustakaan pada Jurusan Pertambangan Fakultas Sains dan Teknik
Universitas Nusa Cendana Kupang.

1.2 RUANG LINGKUP


Ruang lingkup dari kegiatan pelaksanaan praktikum kristalografi adalah:
a. Pembahasan tentang definisi
b. Istilah terkait
c. Metode analisis
d. Kristalisasi
e. Sifat bentuk dan klasifikasi kristal

1.3 ALAT YANG DIGUNAKAN


1.3.1 Praktikum Kristalografi
Dalam praktikum kristalografi, peralatan yang digunakan adalah:
a. Busur derajat
b. Penggaris segitiga (1 set)
c. Pensil warna
d. Drawingpen 0.1 dan 0.4
e. Pensil mekanik 0.5
f. Kertas HVS ukuran folio

BAB II
KRISTALOGRAFI
2.1
2.1.1

DASAR TEORI

Kristal
Kata kristal berasal dari bahasa Yunani crystallon yang berarti tetesan
yang dingin atau beku. Menurut pengertian kompilasi yang diambil untuk
menyeragamkan pendapat para ahli maka, kristal adalah bahan padat
homogen, biasanya anisotrop dan tembus cahaya serta mengikuti hukumhukum ilmu pasti sehingga susunan bidang-bidangnya memenuhi hukum
geometri; Jumlah dan kedudukan bidang kristalnya selalu tertentu dan teratur.
2

Kristal juga dapat diartikan sebagai suatu padatan yang atom, molekul, atau
ion penyusunnya terkemas secara teratur dan polanya berulang melebar
secara tiga dimensi. Secara umum, zat cair membentuk kristal ketika
mengalami proses pemadatan. Pada kondisi ideal, hasilnya bisa berupa kristal
tunggal, yang semua atom-atom dalam padatannya terpasang pada kisi atau
struktur kristal yang sama, tapi secara umum kebanyakan kristal terbentuk
secara simultan sehingga menghasilkan padatan polikristalin. Misalnya,
kebanyakan logam yang kita temui sehari-hari merupakan polikristal. Struktur
kristal mana yang akan terbentuk dari suatu cairan tergantung pada kimia
cairannya sendiri, kondisi ketika terjadi pemadatan, dan tekanan ambien.
Proses terbentuknya struktur kristalin dikenal sebagai kristalisasi.
Kristal juga dapat didefinisikan sebagai bahan padat homogen, biasanya
anisotrop dan tembus air serta menuruti hukum-hukum ilmu pasti, sehingga
susunan bidang-bidangnya

mengikuti

hukum geometri,

jumlah dan

kedudukan dari bidangnya tertentu dan teratur. Keteraturannya tercermin


dalam permukaan kristal yang berupa bidang-bidang datar dan rata yang
mengikuti pola-pola tertentu. Bidang-bidang ini disebut sebagai bidang muka
kristal. Sudut antara bidang-bidang muka kristal yang saling berpotongan
besarnya selalu tetap pada suatu kristal. Bidang muka itu baik letak maupun
arahnya ditentukan oleh perpotongannya dengan sumbu-sumbu kristal. Dalam
sebuah kristal, sumbu kristal berupa garis bayangan yang lurus yang
menembus kristal melalui pusat kristal. Sumbu kristal tersebut mempunyai
satuan panjang yang disebut sebagai parameter.
Bila ditinjau dan telaah lebih dalam mengenai pengertian kristal,
mengandung pengertian sebagai berikut :
1. Bahan padat homogen, biasanya anisotrop dan tembus cahaya
a. Tidak termasuk didalamnya cair dan gas
b. Tidak dapat diuraikan kesenyawa lain yang lebih sederhana
oleh proses fisika
c. Terbentuknya oleh proses alam
2. Mengikuti hukum-hukum ilmu pasti sehingga susunan bidangbidangnya mengikuti hukum geometri :

a. Jumlah bidang suatu kristal selalu tetap


b. Macam atau model bentuk dari suatu bidang kristal selalu tetap
c. Sifat keteraturannya tercermin pada bentuk luar dari kristal
yang tetap.
Apabila unsur penyusunnya tersusun secara tidak teratur dan tidak
mengikuti hukum-hukum diatas, atau susunan kimianya teratur tetapi tidak
dibentuk oleh proses alam (dibentuk secara laboratorium), maka zat atau
bahan tersebut bukan disebut sebagai kristal atau non kristalin
2.1.2

Pembentukan Kristal
Pada kristal ada beberapa proses atau tahapan dalam pembentukan
kristal. Proses yang di alami oleh suatu kristal akan mempengaruhi sifat-sifat
dari kristal tersebut. Proses ini juga bergantung pada bahan dasar serta
kondisi lingkungan tempat dimana kristal tersebut terbentuk.
Berikut ini adalah fase-fase pembentukan kristal yang umumnya terjadi
pada pembentukan kristal :
a. Fase cair ke padat : kristalisasi suatu lelehan atau cairan sering
terjadi pada skala luas dibawah kondisi alam maupun industri. Pada
fase ini cairan atau lelehan dasar pembentuk kristal akan membeku
atau memadat dan membentuk kristal. Biasanya dipengaruhi oleh
perubahan suhu lingkungan.
b. Fase gas ke padat (sublimasi) : kristal dibentuk langsung dari uap
tanpa melalui fase cair. Bentuk kristal biasanya berukuran kecil dan
kadang-kadang berbentuk rangka (skeletal form). Pada fase ini,
kristal yang terbentuk adalah hasil sublimasi gas-gas yang memadat
karena perubahan lingkungan. Umumnya gas-gas tersebut adalah
hasil dari aktifitas vulkanis atau dari gunung api dan membeku
karena perubahan temperature.
c. Fase padat ke padat : proses ini dapat terjadi pada agregat kristal
dibawah pengaruh tekanan dan temperatur (deformasi). Yang
berubah adalah struktur kristalnya, sedangkan susunan unsur kimia
tetap (rekristalisasi). Fase ini hanya mengubah kristal yang sudah
4

terbentuk sebelumnya karena terkena tekanan dan temperatur yang


berubah secara signifikan. Sehingga kristal tersebut akan berubah
bentuk dan unsur-unsur fisiknya. Namun, komposisi dan unsur
kimianya tidak berubah karena tidak adanya faktor lain yang terlibat
kecuali tekanan dan temperatur
2.1.3

Kristalografi
Kristalografi adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang
kristal seperti sifat-sifat geometri terutama perkembangan, pertumbuhan,
kenampakan bentuk luar, struktur dalam dan sifat-sifat fisiknya.
a. Sifat Geometri
Memberikan pengetahuan tentang letak, panjang dan jumlah
sumbu kristal yang menyusun suatu bentuk kristal tertentu dan
jumlah serta bentuk bidang luar yang membatasinya.
b. Perkembangan dan Pertumbuhan Kenampakan Bentuk Luar
Bahwa disamping mempelajari bentuk-bentuk dasar yaitu
suatu bidang pada situasi permukaan, juga mempelajari
kombinasi antara suatu bentuk dengan bentuk kristal lainnya yang
masih dalam satu sistem kristalografi, ataupun dalam arti
kembaran dari kristal yang terbentuk kemudian.
c. Struktur dalam
Susunan dan jumlah sumbu-sumbu kristal juga menghitung
parameter dan parameter rasio.
d. Sifat Fisik Kristal
Sangat tergantung pada struktur (susunan atom-atomnya).
Besar kecilnya kristal tidak mempengaruhi, yang penting bentuk
yang dibatasi oleh bidang-bidang kristal, sehingga akan dikenal
dua zat yaitu kristalin dan non kristalin.

2.1.4

SISTEM KRISTALOGRAFI
Dalam mempelajari dan mengenal bentuk kristal secara mendetail, perlu
diadakan pengelompokkan yang sistematis. Pengelompokkan itu didasarkan
pada perbangdingan panjang, letak (posisi) dan jumlah serta nilai sumbu
tegaknya.
Bentuk kristal dibedakan berdasarkan sifat-sifat simetrinya (bidang
simetri dan sumbu simetri) dibagi menjadi tujuh sistem, yaitu : Isometrik,
Tetragonal, Hexagonal, Trigonal, Orthorhombik, Monoklin dan Triklin.

Dari tujuh sistem kristal dapat dikelompokkan menjadi 32 kelas kristal.


Pengelompokkan ini berdasarkan pada jumlah unsur simetri yang dimiliki
oleh kristal tersebut. Sistem Isometrik terdiri dari lima kelas, sistem
Tetragonal mempunyai tujuh kelas, sistem Orthorhombik memiliki tiga kelas,
Hexagonal tujuh kelas dan Trigonal lima kelas. Selanjutnya Monoklin
mempunyai tiga kelas dan Triklin dua kelas.

Gambar 2.1 Tujuh sistem kristal

2.1.5

Sumbu dan Sudut kristalografi

2.1.5.1

Sumbu Kristalografi
Sumbu kristalografi adalah suatu garis lurus yang dibuat melalui

pusat kristal. Dimana kristal mempunyai bentuk 3 dimensi, yaitu


panjang, lebar, dan tebal atau tinggi. Tetapi dalam penggambarannya
dibuat 2 dimensi sehingga digunakan proyeksi orthogonal.

Gambar 2.2 Sumbu kristalografi

2.1.5.2

Sudut Kristalografi
Sudut kristalografi adalah sudut yang di bentuk oleh perpotongan

sumbu- sumbu kristalografi pada titik potong (pusat kristal).


6

Gambar 2.3 Sudut kristalografi

Berikut adalah sudut kristalografi dari 7 sistem kristal yang disajikan dalam
bentuk tabel :
Tabel 2.1 Sudut kristalografi dari tujuh sistem kristal

2.1.6

No

Sistem Kristal

Sudut Kristalografi

Isometrik

= = = 90

Tetragonal

= = = 90

Hexagonal

= = 90 ; = 120

Trigonal

= = 90 ; = 120

Orthorhombik

= = = 90

Monoklin

= = 90

Triklin

90

Sumbu Simetri
Sumbu simetri adalah garis bayangan yang dibuat menembus pusat
kristal, dan bila kristal diputar dengan poros sumbu tersebut sejauh satu

putaran penuh (3600) akan didapatkan beberapa kali kenampakan yang sama.
Sumbu simetri dibedakan menjadi empat, yaitu :
a. Sumbu simetri gyre, berlaku bila kenampakan (konfigurasi) satu sama
lain pada kedua ujung sumbu sama. Dinotasikan dengan huruf L
(linier) atau g (gyre). Penulisan ini pada kanan atas atau kanan bawah
notasi.
Contoh : L2 = L2 = g2 = g2. Bila terdapat dua kali kenampakan
yang sama dinamakan digyre (), bila tiga trigyre (), bila empat
tetragyre (), bila enam heksagyre ( ) dan seterusnya.
b. Gyre polair, merupakan sumbu simetri gyre polair apabila
kenampakan (konfigurasi) satu sama lain pada kedua ujung sumbu
tidak sama. Jika pada salah satu sisinya berupa sudut maka pada sisi
lainnya berupa bidang atau plane. Dinotasikan dengan huruf L
(linier) atau g (gyre).
Contoh : L2 = g2
c. Giroide atau sumbu cermin putar dinotasikan dengan S (Spiegel axe
= sumpu Spiegel). Sumbu cermin putar didapatkan dari kombinasi
suatu perputaran dan sumbu tersebut sebagai poros putarnya, dengan
pencerminan ke arah suatu bidang cermin putar yang tegak lurus
dengan sumbu tersebut. Bidang cermin ini disebut sebagai cermin
putar atau bidang normal. Nilai simetri giroide disingkat seperti
Dygiroide (S2), trigiroide (S3), tetragiroide (S4), heksagiroide (S6).
d. Sumbu inversi putar, merupakan hasil perputaran dengan sumbu
tersebut sebagai poros putarnya, dilanjutkan dengan menginversikan
(membalik) melalui titik atau pusat simetri pada sumbu tersebut
(sentrum inversi). Cara penulisannya :

6 , sering pula ditulis

dengan huruf L, kemudian di sebelah kanan atas ditulis nilai sumbu


dan sebelah kanan bawah ditulis (i).
2.1.7

BIDANG SIMETRI
Bidang simetri adalah bidang bayangan yang dapat membelah kristal
menjadi dua bagian yang sama, dimana bagian yang satu merupakan
pencerminan (refleksi) dari bagian yang lainnya. Bidang simetri
dinotasikan

dengan

(plane)

dan

(miror).

Bidang

simetri

diklasifikasikan menjadi dua yaitu :


a. Bidang simetri utama, yaitu bidang simetri yang dibuat melalui 2
buah sumbu simetri utama kristal dan membagi 2 bagian yang sama
besar. Bidang simetri utama dibagi menjadi 2 yaitu bidang simetri

utama horizontaldengan notasi (h) dan bidang simetri utama vertikal


dengan notasi (v).
b. Bidang simetri menengah/tambahan/diagonal/intermediet. Bidang
simetri diagonal merupakan bidang yang dibuat hanya melalui satu
sumbu simetri utama kristal. Bidang ini sering disebut bidang
diagonal saja dengan notasi (d)
2.1.8

TITIK SIMETRI ATAU PUSAT SIMETRI


Titik simetri atau pusat simetri adalah titik di dalam kristal, yang
melaluinya dapat dibuat garis lurus sedemikian rupa sehingga sisi yang satu
dengan sisi yang lain dengan jarak yang sama, memiliki kenampakan yang
sama (tepi, sudut dan bidang). Pusat simetri selalu berhimpit dengan pusat
kristal tetapi pusat kristal belum tentu merupakan pusat simetri.

2.1.9

Dasar Pembagian Sistem Kristalografi


Tujuh prinsip letak bidang kristal terhadap susunan salib sumbu Kristal:

hol
hko

hkl
(okl)

(001)
(010)

9
(100)

Gambar 2.4 Tujuh prinsip letak bidang kristal terhadap susunan salib sumbu
kristal

2.1.10 Proyeksi Orthogonal


Proyeksi orthogonal adalah salah satu metode proyeksi yang
digunakan untuk mempermudah penggambaran. Proyeksi orthogonal ini
dapat diaplikasikan hamper pada semua penggambaran yang berdasarkan
hukum-hukum geometri. Contohnya pada bidang penggambaran teknik,
arsitektur, dan juga kristalografi. Pada proyeksi orthogonal, cara
penggambaran adalah dengan menggambarkan atau membuat persilangan
sumbu. Yaitu dengan menggambar sumbu a,b,c dan seterusnya dengan
menggunakan sudut-sudut persilangan atau perpotongan tertentu. Dan pada
akhirnya akan membentuk gambar tiga dimensi dari garis-garis sumbu
tersebut dan membentuk bidang-bidang muka kristal.
Pada praktikum kristalografi yang dilakukan di laboratorium Kristalografi
dan Mineralogi jurusan Teknik Pertambangan Universitas Nusa Cendana
Kupang, penggambaran kristal menggunakan proyeksi penggambaran
orthogonal ini.
Tabel 2.2 Penggambaran Tujuh Sistem Kristal

No

Sistem Kristal

Perbandingan Sumbu

Sudut Antar Sumbu

Isometrik

a:b:c=1:3:3

a+/b = 30

Tetragonal

a:b:c=1:3:6

a+/b = 30

Hexagonal

a:b:c=1:3:6

a+/b = 17 ; d/b+= 39

Trigonal

a:b:c=1:3:6

a+/b = 17 ; d/b+= 39

Orthorhombik

a:b:c=1:4:6

a+/b = 30

10

Monoklin

a:b:c=1:4:6

a+/b = 45

Triklin

a:b:c=1:4:6

a+/b = 45 ; b/c+= 80

2.2

CARA KERJA

Dalam ilmu kristalografi, geometri dipakai dengan tujuh jenis sistem


sumbu. Sistem kristalografi dibagi menjadi 7 sistem yang didasarkan pada:
a.
b.
c.
d.

Perbandingan panjang sumbu kristalografi


Letak dan posisi sumbu kristalografi
Jumlah sumbu kristalografi
Nilai sumbu c atau sumbu vertical

Ada 7 sistem Kristalografi, Yaitu :


1.

Sistem Reguler

2.

Sistem Tetragonal

3.

Sistem Heksagonal

4.

Sistem Trigonal

5.

Sistem Orthorhombic

6.

Sistem Monoklin

7.

Sistem Triklin

11

Gambar 2.5. Gambar 7 sistem kristal

2.2.1.Sistem Reguler (cubic)


System kubus/kubik Jumlah sumbu kristalnya 3 dan saling tegak lurus
satu dengan yang lainnya. Masing-masing sumbu sama panjangnya. Terdiri
dari 3 buah sumbu kristal: a,b, dan c;

Sumbu a = b = c;

sudut

===90.Karena Sb a = Sb b = Sb c, maka disebut juga Sumbu


a.Penggambarannya: L a+ / b- = 30o ;Perbandingan a : b : c = 1 : 3 : 3

C+

30o
a+

b+

Gambar 2.6 sistem Isometrik


1.

Dibuat sumbu Kristalografi a : b : c sesuai dengan ukuran


perbandingan 1 : 3 : 3 dan besar sudut 300

2.

Diberi tanda atau titik pada ukuran perbandingan 1 : 3 : 3 pada sumbu


kristalografi

3.

Ditarik garis sejajar pada 2 titik di sumbu b dan sumbu c dengan


ukuran yang sama dengan ukuran a yang telah di beri tanda

4.

Dibuat garis sejajar dengan panjang sumbu b pada 2 tanda atau titik
pada sumbu a dan di sumbu c

12

5.

tarik garis sejajar terhadap dengan panjang sumbu c pada 2 titik yaitu
sumbu b dan sumbu a

6.

pada setiap garis perpotongan ( contohya pada garis sejajar b dengan


garis sejajar a ) ditarik garis yang sejajar dengan garis c

7.

pada perpotongan garis yang telah di buat dan hubungka


Langkah 2

Langkah I

Gambar 2.7 cara menggambar sistem reguler

2.2.2. Sistem Tetragonal (quadratic)


System Tetragonal mempunyai kesamaan dengan sistem isometrik,
sistem ini mempunyai 3 sumbu kristal yang masing-masing saling tegak
lurus (Gambar 2.6). Sumbu a dan b mempunyai Sistem Tetragonal
mempunyai 3 sumbu kristal yang masing-masing saling tegak lurus. Sumbu a
dan b mempunyai satuan panjang yang sama. Sedangkan sumbu c berlainan,
dapat lebih panjang atau lebih pendek (umumnya lebih panjang). Kelas
simetri yang dibangun oleh elemen-elemen dalam kelas holohedralTerdiri dari
3 buah sumbu: a, b, dan c; Sumbu c sumbu a = b;=== c =90 ;
Karena Sumbu a = Sumbu b disebut juga Sb a. Sumbu c bisa lebih panjang
atau lebih pendek dari Sumbu a atau Sumbu b. Bila Sumbu c lebih panjang
dari Sumbu a dan Sumbu b disebut bentuk Columnar. Bila Sumbu c lebih
pendek dari Sb a dan Sb b disebut bentuk Stout. Penggambarannya: L a+ / b- =
30o ; Perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6
C+

30o
a+

b+

13

Gambar 2.8 sistem tetragonal

Langkah Kerja :
1. membuat perbandingan sumbu a:b:c = 1: 3 : 6
2. membuat garis a- / b+ = 300
3.

memberikan keterangan pada garis garisnya sepert tandaa+, a-, b+, b-

4.

membuat proyeksi gaeris yang merupakan pencerminan 1 bagian a+, a-

5.

menujubagian ke tiga dari sumbu b+

6. menuju bagian ketiga dari sumbu b7. membuat proyeksi bidang dari horizontal seperti langkah ke dua tadi
8. memproyeksi bidang menuju bagian ketiga dari sumbu c+
9. memproyeksi bidang menuju bagian ketiga dari sumbu c10. melengkapi garis garis seperti contoh gambar di bawah

Gambar 2.9 Contoh mineral yang berbentuk Tetragonal

2.2.3. Sistem Heksagonal


Sumbu-sumbu kristalografi dalam sistem ini memiliki 3 sumbu
horisontal yang di beri nama a1, a2, a3. sudut yang di bentuk dari positif
sampai kepositif adalah 1200 dan memiliki sudut yang sama besar. Sumbu
vertikal di sebut sumbu c dan tegak lurus terhadap sumbu-sumbu horisontal.
sudut 1= 2 = 3 = 90o; sudut 1=2 = 3 = 120o . Sb a, b dan d sama
panjang, disebut juga Sb a. Sb a, b dan d terletak dalam bidang horisontal dan
membentuk L 60 Sumbu c dapat lebih panjang atau lebih pendek dari sumbu
a. Penggambarannya: L a+ / b- = 17o ; L a+ / d- = 39o. Perbandingan sumbunya
adalah b : d : c = 3 : 1 : 6. Posisi dan satuan panjang Sb a dibuat dengan
memperhatikan Sb b dan Sb d.

14

Gambar 2.10 sistem heksagonal

Langkah Kerja :
1.

membuat perbandingan panjang sumbu a : b : c = 1 : 3


:6

2.

membuat garis a- / b+ = 300

3.

memberikan keterangan pada garis garisnya seperti


tanda a+, a-, b+, b-

4.

membuat proyeksi garis yang sejajar dengan sumbu b


sehingga memotong sumbu a

5.

buat garis yang sejajar dengan sumbu a ke titik atau


garis yang memotong sumbu b pada langkah ke 2

6.

buat garis garis tersebut sehingga membentuk suatu


bidang segi enam

7.

hubungkan setiap titik pada garis tersebut sehingga


membentuk bidang alas dan atap berbentuk segi enam pada bangun
tersebut.

Langkah I

Langkah 2

15

Gambar 2.11 cara menggambar sistem heksagonal

Gambar 2.12 Contoh mineral yang berbentuk heksagonal

2.2.4. Sistem Trigonal (rhombohedral)


Cara penggambaran Antara system heksagonal memilki persamaan.
Perbedaannyabilapada trigonal setelah terbentuk bidang dasar, yang
berbentuk segi enam kemudiandibuat segitiga dengan menghubungkan dua
titik sudut yang melewatisatu titik sudutnya.Trigonal Terdiri dari 4 buah
sumbu: a, b, c, dan d; Sumbu a = b = d c; sudut 1= 2 = 3 = 90o; sudut
1 = 2 = 3 = 120o; Penggambarannya: ketentuan dan cara melukis sama
dengan heksagonal, perbedaannya pada sistem heksagonal sumbu c bernilai
6, sedangkan pada sistem trigonal sumbu c bernilai 3. Penarikan Sb a sama
dengan sistem Hexagonal.

C+

d+
b+

a+

17o

39o

16

Gambar 2.13 sistem trigonal

Langkah Kerja :
1.

membuat perbandingan panjang sumbu b : d : c


=3;1:6

2.

membuat garis a- / b+ = 170

3.

membuat garis d- / b+ = 390

4.

memberikan keterangan pada garis garisnya


seperti tandaa+, a-, b+, b-, c+, c-, d+, d-

5.

membuat proyeksi garis yang sejajar dengan


sumbu b sehungga memotong sumbu a

6.

di buat garis yang sejajar dengan sumbu a pada 3


bagian sumbu b -

7.

di buat garis yang sejajar dengan sumbu b - pada


1 bagian sumbu d -

8.

di buat garis yang sejajar dengan sumbu d pada


3 bagian sumbu b sehingga menampakan bentuk segitiga

8.

menarik garis sejajar dengan sumbu c di titik titik


perpotongan sepanjang 6 bagian

9.

tarik garis di setiap ujung ujung garris pada


penegerjaan langkah sebelumnya

10.

tarik garis dari setiap sudut segitiga di bagian tengah


dengan 6 bagian dari sumbu c+ dan c-

Langkah I

Langkah II

17

Gambar 2.14 cara menggambar sistem trigonal

Gambar 2.15 Contoh mineral siderit sistem Trigonal

2.2.5. Sistem Orthorhombic (prismatic, rhombic, trimetric)


Sistem othorombic ini disebut juga orthorombic (Gambar 2.14) dan
mempunyai 3 sumbu kristal yang saling tegak lurus satu dengan yang lain.
Ketiga sumbu kristal tersebut mempunyai panjang yang berbeda. Sumbu a
b c; Sudut= = = 90; Penggambarannya: panjang sumbu a, b, dan c
tidak sama panjang, tetapi bila dijumpai bentuk kristal yang demikian selalu
sumbu c yang terpanjang, sumbu a adalah yang terpendek, dan sumbu b
panjangnya adalah medium. Sb a disebut Sb Brachy; Sb b disebut Sb Macro;
Sb c disebut Sb Basal. Penggambarannya: L a+ / b- = 30o; Perbandingan sumbu
a:b:c=1:4:6

C+

30o

a+

b+

Gambar 2.16 sistem Orthorombic

18

Langkah Kerja :
buat sumbu Kristalografi a : b : c sesuai dengan

1.

ukuran perbandingan 1 : 4 : 6
2.

membuat garis a- / b+ = 300

3.

memberikan keterangan pada garis garisnya


seperti tanda a+, a, b+, b-, c+, c
Diberi tanda atau titik pada ukuran perbandingan

4.

1 : 3 : 3 pada sumbu kristalografi


membuat

5.

proyeksi

garis

yang

merupakan

pencerminan 1 bagian a+, a6.

menuju bagian ke empat dari a+, a-

7.

menuju bagian ke enam dari sumbu c-

8.

menuju bagian ke enam dari sumbu c+

9.

tarik garis sejajar dengan sumbu b+, b- pada


pencerminan 1 bagian a+, a-

10.

dihubungkan ujung ujung pada garis yang


memotong sumbu a+, a, b+, b-, c+, c-

Gambar 2.17 cara menggambar sistem orthorombic

2.2.6. Sistem Monoklin (obliq, monosymetric, clinorhombic, hemiprismatic,


monoclinohedral)
Sumbu a b c; Sudut = = 90o; 90; Sb a disebut Sb Clino; Sb b
disebut Sumbu Ortho; Sumbu c disebut Sumbu Basal. Penggambarannya:
La+/b- = 45o; Perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 4 : 6. Sb c adalah sumbu
terpanjang; Sumbu a adalah sumbu terpendek.

19

Gambar 2.18 sistem Monoklin

Langkah Kerja :
1.

buat sumbu Kristalografi a : b : c sesuai dengan ukuran perbandingan 1 : 4 :


6

2.

membuat garis a- / b+ = 450

3.

memberikan keterangan pada garis garisnya seperti tanda a+, a-, b+, b-, c+, c-,

4.

hubungkan titik titik pada bagian a-, b -a+ dan b+ menjadi sebuah bidang

5.

tarik garis dari pojok bidang tersebut menuju titik pada 6 bagian c+, c-,

6.

membuat proyeksi garis yang merupakan pencerminan 1 bagian a+, a

Gambar 2.19 cara menggambar sistem monoklin

Gambar 2.20 Contoh mineral gypsum yang berbentuk Monoklin

2.2.7. Sistem Triklin (anorthic, asymmetric, clinorhombohedral)

20

80o
45o

Sumbu a b c; Sudut 90;Sumbu a,b,c saling berpotongan

dan membuat sudut miring tidak sama besar ; Sb a disebut Sb Brachy;Sb b


disebut Sb Macro;Sb c disebut Sb Basal;Penggambarannya: L a+ / c- = 45o; L
b+ / c- = 80o. Perbandingan sumbu: a : b : c = 1 : 4 : 6
C+

b+

a+

Gambar 2.21 cara menggambar sistem triklin

Langkah Kerja :
1.

membuat perbandingan panjang sumbu a : b : c


=1;4:6

2.

membuat garis a+ / b- = 450

3.

membuat garis c- / b+ = 800

4.

memberikan keterangan pada garisgarisnya


seperti tanda a+, a-, b+, b-, c+,chubungkan titik titik pada bagian a-, b -a+ dan

5.

b+ menjadi sebuah bidang


tarik garis dari pojok bidang tersebut menuju

6.

titik pada 6 bagian c+, c,

Langkah I

Langkah II

21

Gambar 2.22 cara menggambar sistem Triklin

Gambar 2.23 Kaolinit salah satu contoh mineral berbentuk Triklin

2.3.1

2.3 DESKRIPSI KRISTAL


Jumlah Unsur Simetri
Jumlah unsur simetri adalah notasi-notasi yang digunakan untuk

menjelaskan nilai-nilai yang ada dalam sebuah kristal, nilai sumbusumbunya, jumlah bidang simetrinya, serta titik pusat dari kristal tersebut.
Dengan menentukan nilai jumlah unsur simetri, kita akan dapat mengetahui
dimensi-dimensi yang ada dalam kristal tersebut, yang selanjutnya akan
menjadi patokan dalam penggambarannya.
Unsur simetri yang diamati adalah sumbu, bidang, dan pusat simetri.
Cara penentuannya adalah sebagai berikut:
a. Pada posisi kristal dengan salah satu sumbu utamanya, lakukan
pengamatan terhadap nilai sumbu simetri yang ada. Pengamatan dapat
dilakukan dengan cara memutar kristal dengan poros pada sumbu
utamanya.

22

b. Perhatikan keterdapatan sumbu simetri tambahan, jika ada tentukan


jumlah serta nilainya, cara menentukan nilainya sama dengan pada
sumbu utama.
c. Amati keterdapatan bidang simetri pada setiap pasangan sumbu
simetri yang ada pada kristal.
d. Amati bentuk kristal terhadap susunan persilangan sumbunya,
kemudian tentukan ada tidaknya titik pusat kristal.
e. Jumlahkan semua sumbu dan bidang simetri (yang bernilai sama)
yang ada.
2.3.2

Herman-Maugin
Dalam pembagian sistem kristal, ada dua simbolisasi yang sering

digunakan yaitu

Herman-Mauguin dan Schoenflish. Simbolisasi tersebut

adalah simbolisasi yang dikenal secara umum (simbol Internasional). Simbol


Herman-Mauguin adalah simbol yang menerangkan ada atau tidaknya bidang
simetri dalam suatu kristal yang tegak lurus terhadap sumbu-sumbu utama
dalam kristal tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan mengamati sumbu dan
bidang yang ada pada kristal tersebut. Pemberian simbol Herman-Mauguin
ini akan berbeda pada masing-masing kristal. Dan cara penentuannya pun
berbeda pada tiap sistem kristal.
2.3.2.1 Sistem Isometrik
a. Bagian 1 : Menerangkan nilai sumbu utama mungkin bernilai 2 atau 4 dan
ada tidaknya bidang simetri yang tegak lurus. Dinotasikan dengan

4 ,

2
m

4
m

, 4,

,2

b. Bagian 2 : Menerangkan sumbu simetri, apakah bernilai 3 atau 6 atau bernilai


3 saja. Dinotasikan dengan 3, atau

c. Bagian 3 : Menerangkan ada tidaknya sumbu simetri intermediet (diagonal)


bernilai 2 dan ada tidaknya bidang simetri diagonal yang tegak lurus terhadap
sumbu diagonal tersebut. Dinotasikan dengan
2.3.2.2 Sistem Tetragonal

23

2
m

, 2, m atau tidak ada.

a. Bagian 1 : Menerangkan nilai sumbu c, mungkin bernilai 4 atau tidak


bernilai dan ada tidaknyabidang simetri yang tegak lurus sumbu c.
dinotasikan dengan

4
m

, 4 ,4

b. Bagian 2 : Menerangkan ada tidaknya sumbu lateral dan ada tidaknya


bidang simetri yang tegak lurus terhadap sumbu lateral tersebut.
Dinotasikan dengan

2
m

, 2, atau tidak ada.

c. Bagian 3 : Menerangkan ada tidaknya sumbu simetri intermediet dan ada


tidaknya bidang simetri yang tegak lurus terhadap sumbu intermediet
tersebut. Dinotasikan dengan 2, 2, m.
2.3.2.3 Sistem Hexagonal dan Trigonal
a. Bagian 1 : Menerangkan nilai sumbu c (mungkin bernilai 6 ,

6 , 3,

3 ) dan ada tidaknya bidang simetri horizontal yang tegak lurus sumbu

c tersebut. Dinotasikan dengan

4
m

, 6 , 6 , 3, 3

b. Bagian 2 :Menerangkan nilai sumbu lateral (sumbu a, b, d) dan ada


tidaknya bidang simetri vertikal yang tegak lurus. Dinotasikan dengan
2
m

, 2, m, atau tidak ada.

c. Bagian 3

:Menerangkan ada tidaknya sumbu simetri intermediet

dan ada tidaknya bidang simetri yang tegak lurus terhadap sumbu
intermediet tersebut. Dinotasikan dengan

2
m

, 2, m, atau tidak ada.

2.3.2.4 Sistem Orthorhombik


a. Bagian 1 :Menerangkan nilai sumbu a dan ada tidaknya bidang
yang tegak lurus sumbu a tersebut. Dinotasikan dengan

2
m

, 2,

m
b. Bagian 2 :Menerangkan ada tidaknya nilai sumbu b dan ada
tidaknya bidang simetri yang tegak lurusterhadap sumbu b
tersebut. Dinotasikan dengan

24

2
m

, 2, m

c. Bagian 3 :Menerangkan nilai sumbu c dan ada tidaknya bidang


simetri yang tegak lurus terhadap sumbu tersebut. Dinotasikan
2
m

dengan

,2

2.3.2.5 Sistem Monoklin


Terdiri atas satu bagian, yaitu menerangkan nilai sumbu b dan ada
tidaknya bidang simetri yang tegak lurus sumbu b tersebut.
2.3.2.6 Sistem Triklin
Untuk sistem ini hanya mempunyai dua kelas simetri yang
menerangkan keterdapatan pusat simetri kristal.
a. Mempunyai titik simetri (kelas pinacoidal). Dinotasikan

dengan 1 .
b. Tidakmempunyai

unsur

simetri

(kelas

assymetric).

Dinotasikan dengan 1.
Keseluruhan bagian tersebut diatas harus diselidiki ada tidaknya bidang
simetri yang tegak lurus terhadap sumbu yang dianalisa. Jika ada, maka
penulisan nilai sumbu diikuti dengan huruf m (bidang simetri) dibawahnya.
Kecuali untuk sumbu yang bernilai satu ditulis dengan m saja.
Berikut ini adalah beberapa contoh penulisan simbol Herman-Mauguin
dalam pendeskripsian kristal :
6
m

1)

: Sumbu simetri bernilai 6 dan terhadapnya terdapat bidang simetri

yang tegak lurus.


2) 3 : Sumbu simetri bernilai 3, namun tidak ada bidang simetri yang tegak
lurus terhadapnya.
3) m : Sumbu simetri bernilai 1 atau tidak bernilai dan terhadapnya terdapat
bidang simetri yang tegak lurus.
2.3.3

Schoenflish
Simbolisasi Scoenflish digunakan untuk menandai atau memberi simbol

pada unsur-unsur simetri suatu kristal. Seperti sumbu-sumbu dan bidangbidang simetri. Simbolisasi Schoenflish akan menerangkan unsur-unsur
25

tersebut dengan menggunakan huruf-huruf dan angka yang masing-masing


akan berbeda pada setiap kristal.
Berbeda dengan Herman-Mauguin yang pemberian simbolnya berbedabeda pada masing-masing sistemnya, pada Schoenflish yang berbeda hanya
pada sistem Isometrik. Sedangkan sistem-sistem yang lainnya sama cara
penentuan simbolnya.
3.2.1.1

Sistem Isometrik

Pada sistem ini, simbolisasi yang dilakukan hanya terdiri dari 2 bagian,
yaitu:
1) Bagian 1 : Menerangkan nilai sumbu c, apakah bernilai 2 atau 4.
a. Bila bernilai 4, maka dinotasikan dengan huruf O (Octaheder)
b. Bila bernilai 2, maka dinotasikan dengan huruf T (Tetraheder)
2) Bagian 2 : Menerangkan keterdapatan bidang simetri.
a. Jika mempunyai bidang simetri horizontal, vertical dan diagonal,
maka diberi notasi huruf h.
b. Jika mempunyai bidang simetri horizontal dan vertical, maka diberi
notasi huruf h.
c. Jika mempunyai bidang simetri vertical dan diagonal, maka diberi
notasi huruf v.
d. Jika hanya mempunyai bidang simetri diagonal, maka diberi notasi
huruf d.
3.2.1.2

Sistem

Tetragonal,

Hexagonal,

Trigonal,

Orthorhombik,

Monoklin dan Triklin


Pada sistem-sistem ini simbolisasi Schoenflish yang dilakukan terdiri
dari 3 bagian, yaitu :
1) Bagian 1 : Menerangkan nilai sumbu lateral atau sumbu intermediet, terdapat
2 kemungkinan yaitu:
a. Jika bernilai 2, maka dinotasikan dengan huruf D (Diedrish)
b. Jika tidak bernilai, maka dinotasikan dengan huruf C (Cyklich)
2) Bagian 2 : Menerangkan nilai dari sumbu c. Penulisannya dilakukan dengan
menuliskan nilai angka nilai sumbu c tersebut didepan huruf D atau C (dari
bagian 1) dan ditulis agak kebawah.
3) Bagian 3 :
Menerangkan keterdapatan bidang simetri. Penulisan
dilakukan dengan menuliskan huruf yang sesuai sejajar dengan huruf dari
bagian 1.

26

a. Jika mempunyai bidang simetri horizontal, vertikal dan diagonal,


maka dinotasikan dengan huruf h.
b. Jika mempunyai bidang simetri horizontal dan vertikal, maka
dinotasikan dengan huruf h.
c. Jika mempunyai bidang simetri vertikal dan diagonal, maka
dinotasikan dengan huruf v.
d. Jika hanya mempunyai bidang simetri diagonal saja, maka dinotasikan
dengan huruf d
Tabel 2.3 Contoh Simbolisasi Schoenflish

No

2.3.4

Kelas Simetri

Notasi (Simbolisasi)

Hexotahedral

Oh

Ditetragonal Bipyramidal

D4h

Hexagonal Pyramidal

D6h

Trigonal Pyramidal

C3v

Rhombik Pyramidal

C2v

Rhombik Dipyramidal

C2h

Rhombik Disphenoidal

C2

Domatic

Cv

Pinacoidal

Ci

10

Pedial

Indeks Miller-Weiss
Indeks Miller dan Weiss adalah salah satu indeks yang sangat penting,

karena indeks ini digunakan pada ancer semua ilmu matematika dan struktur
kristalografi. Indeks Miller dan Weiss pada kristalografi menunjukkan adanya

27

perpotongan sumbu-sumbu utama oleh bidang-bidang atau sisi-sisi sebuah


kristal. Nilai-nilai pada indeks ini dapat ditentukan dengan menentukan salah
satu bidang atau sisi kristal dan memperhatikan apakah sisi atau bidang
tersebut memotong sumbu-sumbu utama (a, b dan c) pada kristal tersebut.
Selanjutnya setelah mendapatkan nilai perpotongan tersebut, langkah
yang harus dilakukan adalah menentukan nilai dari indeks Miller dan Weiss
itu sendiri. Penilaian dilakukan dengan mengamati berapa nilai dari
perpotongan sumbu yang dilalui oleh sisi atau bidang tersebut. Tergantung
dari titik dimana sisi atau bidang tersebut memotong sumbu-sumbu kristal.
Pada dasarnya indeks Miller dan Weiss tidak jauh berbeda, karena apa
yang dijelaskan dan cara penjelasannya sama, yaitu tentang perpotongan sisi
atau bidang dengan sumbu simetri kristal. Yang berbeda hanyalah pada
penentuan nilai indeks. Bila pada Miller nilai perpotongan yang telah didapat
sebelumnya dijadikan penyebut, dengan dengan nilai pembilang sama dengan
satu. Maka pada Weiss nilai perpotongan tersebut menjadi pembilang dengan
nilai penyebut sama dengan satu. Untuk indeks Weiss, memungkinkan untuk
mendapat nilai indeks tidak terbatas, yaitu jika sisi atau bidang tidak
memotong sumbu (nilai perpotongan sumbu sama dengan nol). Dalam
praktikum laboratorium Kristalografi dan Mineralogi jurusan Teknik
Pertambangan Universitas Nusa Cendana disepakati bahwa nilai tidak
terbatas ( ~ ) tersebut digantikan atau disamakan dengan tidak mempunyai
nilai (0). Indeks Miller-Weiss ini juga disebut sebagai ancer bentuk. Hal ini
adalah karena indeks ini juga akan mencerminkan bagaimana bentuk sisi-sisi
dan bidang-bidang yang ada pada kristal terhadap sumbu-sumbu utama
kristalnya.

28

Berikut Adalah Gambar dan Deskripsi


Beberapa Kristal dari Praktikum Kristalografi
Pada Laboratorium Krismin Universitas Nusa
Cendana

29

Anda mungkin juga menyukai