AKUNTANSI SYARIAH
RMK BAN V DAN BAB VIII
Nama
: MUTMAINNA
Nim
: A31114001
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
Bab V :
Metafisika Akuntansi Islam : Tinjauan Kritis Terhadap Epistemologi Barat dan
Epistemologi Berpasangan (Binary Oppositions) atau Epistemologi Manunggal
simbolik masyarakat sebagai segmen pasar. Masyarakat tidak sadar akan pengaruh simulasi
dan tanda. Menenggelamkan nilai guna menuju superioritas nilai tanda. Masyarakat yang
terjebak dalam false conciousness sebagai responsif terhadap tanda
B. Islamisasi Akuntansi atau Pengideologisasian Islam : Tinjauan Kritis
Ide Islamisasi akuntansi pada hakikatnya merupakan bagian dari pengaruh wacana
Islamisasi pengetahuan yang diperkenalkan oleh Al Faruqi (1981). Dalam upaya pengislaman
akuntansi, metode ini menggunakan pendekatan pragmatis konvergensi dengan
mengkonversi teorisasi akuntansi konvensional yang telah mapan untuk kemudian
dikonfrontir atau diarahkan sesuai dengan nilai islam.
1. Kelemahan Dasar Model Konvergensi
Kelemahan dasar model islamisasi akuntansi disamping terletak pada metode yang
tidak kuat dan cenderung reaksioner juga pada hakikatnya telah mereduksi dan
mengkredilkan makna hakiki Islam sebagai siste (ideologi).
Dengan hairnya standar akuntansi keuangan berbasis syariah yakni PSAK No. 59
yang merupakan hasil adopsi dari konsep AAOIFI (Accounting and Auditing Organization
for Islamic Financial Institutions) hingga lahirnya PSAK 101-106 yang mengatur secara
teknis penyajian laporan keuangan masihmanyisakan persoalan-persoalan filosofis mendasar.
Konvergensi akuntansi dalam bentuk Islamisasi akuntansi, pada kenyataannya telah
mereduksi makna akuntansi Islam hanya merupakan akuntansi kapitalisme plus zakat atau
akuntansi kapitalisme minus riba.
2. Pengideologisasian Islam : Akuntansi Islam Sebagai Mainstream Tersendiri
Seperti yang diungkapkan Baqir (2008) bahwa bukan berarti ketika Islam berbeda
dengan kapitalisme maka ia serta-merta adalah sosialisme, begitupun sebaliknya bukan
berarti Islam bukan sosialisme, maka ia adalah kapitalisme. Islam adalah mazhab tersendiri
secara ideologis disebabkan Islam memiliki prespsi-presepsi tentang nilai. Proses
pengideologisasian Islam dalam konstruk-konstruk teoritis akuntansi meniscayakan dialog
antara Islam sebagai doktrinal nilai dengan realitas.
a) Akuntansi Islam Sebagai Proses Pengideologisasian Islam
Kuntowijoyo (2006:49) menyebut istilah pengilmuan Islam yakni terdiri dari proses
integralisasi dan objektifikasi, proses integralisasi merupakan proses penyatuan epistimologis
dalam kerangka strukturalisme transendental yakni penyatuan kekayaan keilmuaan manusia
dengan menempatkan wahyu sebagai puncak kebenaran.
Gagasan pengilmuan Islam kemudian akan selaras dengan gagasan
pengideologisasian Islam, ketika makna pengilmuan Islam berada pada pijakan persepsi yang
menempatkan Islam secara ideologis yang mereproduksi pengetahuan doktrinal. Tetpai akan
berbeda ketika pengilmuan Islam justru dipersepsi sbagai pengetahuan saintis.
Dalam Al-Quran istilah perbedaan dapat merujuk pada berbagai hal diantaranya
perbedaan antara laki-laki dan perempuan, bumi dan langit, siang dan malam, orang beriman
dan tidak beriman dan sebagainya.
Hal ini berarti bahwa, untuk menyatukan perbedaan, maka tidak dapat dipandang
secara generalisir perbedaan itu sendiri, disebabkan perbedaan itu memiliki konsepsi
perbedaan yang membedakan dengan konsepsi perbedaan yang lain.
b) Perbadaan dalam Kesatuan dan Keniscayaan Kemustahilan
Pada tataran alam terdapat perbedaan yang pada hakikatnya adalah perbedaan yang
tidak hakiki, disebut sebagai perbedaan itibari sebagai konsepsi. Perbedaan itibari
meniscayakan kemustahilan menyatunya (manunggalnya) atau meleburnya dengan relitas
yang hakiki. Kemustahilan tersebut merupaka kemustahilan untuk manunggalnya perbedaan
diantanya kemustahilan pada proposisi : kemustahilan manusia untuk maju sekaligus
mundur pada waktu yang bersamaan
c) Teori Gradasi : MenguraI Keterhubungan Perbedaan
Teori gradasi (emanasi) menjelaskan hakikat penciptaan serta mengurai
keterhubungan realitas sumber non-materiil dengan akibat materiil. Non materi sebagai sebab
yang tak bersebab merupakan substansi dari keseluruhan realitas yang bersebab disebut
sebagai eksistensi. Sedangkan realitas materiil hanyalah manifestasi atas luapan Ar Rahman
yang pada hakikatnya merupakan esensi. Hal ini meniscayakan pada dasarnya materi
hanyalah gradasi terendah dari sumber-Nya, sehingga meniscayakan materi merupakan
aksiden yang membutuhkan pelekatan dirinya pada substansi.
d) Eksistensi-eksistensi atau Eksistensi-Esensi : Ketidaksinergitas Binary
Oppsitions dengan Konsepsi Kemanunggalan
Binary oppositions yang bercorak penguatan eksistensi-eksistensi secara filosiofis
pada hakikatnya bebeda dengan epistemologi manunggal yang lebih cenderung sufistik
dengan pola eksistensi-esensi. Epistemologi berpasangan yang memandang relaitas
penyatuan secara konkretisasieksistensi memiliki potensialitas dualisme. Sebagaimana jiwa
yang mandiri identik dengan kemandirian jasad, kemandirian egoistik selaras dengan
kemandirian altruistik, kemandirian matrealistik setara dengan kemandirian spiritualistik.
e) Eksistensi-Esensi dalam Kerangka 4 Perhubungan
Pertama, hubungan perbedaan atau penafian, merupakan dua pahaman universal yang
berbeda makna yang saling tidak bertemu pada ekstensi (misdaq) masing-masing, bahkan
saling menafikan satu sama lain.
Kedua, hubungan sama, merupakan dua perbedaan universal yang berbeda makna,
saling bertemu pada semua ekstensi keduanya.
Ketiga, kesatuan Ying dan Yang, merupakan kesatuan yang berbentuk opoisisi biner
yakni suatu keseimbangan yang setara dan selaras daam suatu kesatuan yang terbatasi antar
satu sam lain. Ying adalah eksistensi yang berbeda dangan Yang, begitupun sebaliknya.
Kesatuan ini disebut kesatuan oposisi biner yang terdapat pada epitemologi berpasangan.
Keempat, hubungan umum dan khusus mutlak merupakan dua realitas pahaman
universal yang berbeda makna, yang satu mencakup pahaman yang lainnya pada ekstensi
keduanya, dan tidak sebaliknya.
Bab VIII :
Akuntan Tercerahkan (Rausyan Fikr), Perwakilan Tuhan dalam Entitas
Bisnis : Refleksi Kedaulatan Agen
A. Relasi Akuntan Sebagai Agen Akuntansi Sebagai Struktur
Dalam Islam relasi agen dan struktur seperti halnya relasi individu dan masyarakat yang
memiliki eksistensi masing-masing. Struktur adalah eksistensi riil sebagaimana agen adalah
eksistensi riil. Struktur memiliki kuasa dalam memengaruhi agen, begitupun sebaliknya agen
memiliki pula kuasa untuk memengaruhi struktur dalam menstrukturkan sruktur baru.
Akuntansi sebagai struktur ketika kandungan filosofinya adalah kapitalisme maka akuntan
sebagai agen dan keseluruhan agen yang bertindak dalam pengambilan keputusan akan
terpola pada pola-pola kapitalisme pula. Dengan demikian, relitas yang dikonstruk oleh
struktur (akuntansi) adalah realitas kapitalisme.
B. Akuntan dan Belenggu Kapitalisme
Dalam teori strukturalisme yang mengagungkan kuasa struktur akan menempatkan agen
sebagai produk struktur. Akuntan dalam posisi tersebut pada dasarnya hanyalah objek yang
dibentuk dan didikte oleh struktur.akuntan pada dasarnya sebagaimana manusia adalah
makhluk yang memiliki fitrah kebaikan, kejujuran, kepedulian, cinta dan keadilan, tetapi
aktualitas fitrah tersebutdiproduksi oleh realitas struktur. Dalam konteks ini, akuntansi yang
berwatak kapitalislah yang menggiring akuntan yang berperawakan kapitalis pula. Tarik
menarik kuasa antara akuntan (nilai) denga realitas struktur (akuntansi kapitalis) telah
meneggelamkan akuntan dalam penjara akuntansi.
1. Dilema Keprofesian
Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa minat penghuni jurusan akuntansi
kebanyakan menganggap bahwa akuntan adalah profesi yang menjanjikan. Dalam artian
menjanjikan bukan dalam kapasitasnya untuk altruism, tetapi jalan paling instant untuk cepat
kaya. Tingginya minat pada kenyataannya bertemu dengan hausnya pemodal akan bagaimana
megakumulasi kekayaan ditengan pusaran kompetisi yang dahsyat. Maka yang terjadi bukan
tarik menarik kepentingan antara agent dengan principal, melainkan bertemu dalam bentuk
asosiasi (mutualism) untuk tujuan yang sama yakni memperbesar peradaban laba. Sehingga
kode etik pun kadang tinggal selembaran kertas yang usang dan hanya dibicarakan di ruangruang yang sempit bernama kampus.
2. Indenpendensi dan Dosa Sosial Akuntan
Indenpendensi adalah salah satu rukun kode etik akuntan yang diproduksi oleh IAI
(Ikatan Akuntan Indonesia) sebagai etika yang mengikat pelaku dasar yang bergelar akuntan.
Indenpendensi berarti mandiri, netralitas dan tidak memihak dalam berbagai kepentingan.
Meski dalam realitasnya makna indenpendensi kemudian terkesan absurd ketika dalam
kenyataannya akuntan memosisikan diri bagai patung dalam melihat perilaku keserakahan
entitas bisnis.
3. Akuntan dan Dunia Simulacra
Dalam dunia modern, praktik hidup masyarakat mengikuti pole moderenitas,
Baudrillard (1983) memandang masyarakat kontemporer adalah tipikal masyarakat yang
terjebak bahkan hanyut dalam dalam dunia simulacra. Satu-satunya perekat dengan klien
adalah relasi dagang dengan laporan keuangan adalah komoditas dan klien adalah konsumen.
Masyarakat yang hanyut dalam dunia simulacra bukan hanya tidak dapat membedakan antara
realitas dan image melainkan melampaui (hyper-reality) yakni konsumen menggandrungi
realitas imaji dibanding dengan fakta. Kepalsuan adalah jauh mendapatkan popularitas
ketimbang yang faktual.
Reformulasi bagaimana kesadaran mendefinisikan kenyataan sejati yang imajiner.
Bahkan pilihan yang falsity dilegitimasi oleh pertimbangan-pertimbangan instrumental.
Bercengkrama dalam logika efisiensi, efektifitas yang dipresepsi sebagai keuntungan dengan
menempatkan uang sebagai motif utama berlangsungnya interaksi. Akibatnya relaitas semu
mangalahkan realitas sejati (sesungguhnya).
4. Masa Depan Akuntan Sebagai Profesi
Roh akuntan terletak pada kepercayaan dalam artian ketika kepercayaan telah
hilang maka seperti hilangnya roh dalam jasad manusia yang bermakna kematian. Disamping
kualitas citra akuntan masuk dalam tataran elit, bahkan tidak dapat dipisahkan dengan citra
manajemen. Sehingga masyarakat mempresepsinya sebagai bagian dari manajemen, yang
dalam konteks industri, akuntan sama dengan manajemen sebagai pihak yang dinisbahkan
dalam konflik pertentangan majikan dan buruh yang begitu ironis atau kasus-kasus konflik
korporasi dangan masyarakat yang sering melanda dan mengorbankan rakyat kecil.
C. Akuntan Tercerahkan (Rausyan Fikr) : Refleksi Kedaulatan Agen
Islam menurut Syariati bukan ritualitas individu semata, melainkan roh yang
menggerakkanhati seorang muslim untuk menempuh aksi-aksi progresif bagi kemaslahatan
umat manusia baik individu maupun kolektif. Sebagai sebuah ideologi, agama Islam
bertengger di atas keyakinan yang secara sadar dipilih untuk menjawab kebutuhan-kebutuhan
serta maslah-maslah yang mencuat dalam masyarakatnya (kemiskinan, ketimpangan, dan
lain-lain). Rasulullah pernah mengatakan : setiap kamu adalah penggembala dan setiap
Khusuk adalah istilah yang sering digunakan dalam ibadah ritual yang merujuk pada
proses kualitas pencapaian ibadah yang tertinggi.
Akuntansi adalah sarana mendekatkan diri kepada Tuhan. Sebab Tuhan tidak hanya ada di
tempat ibadah, melainkan juga di tempat-tempat bisnis. Akuntansi akan menjadi sarana
kemusyrikan ketika akuntan menjadikan profesi tunduk pada naluri. Khusuk adalah pola
penghadiran Tuhan dikeseluruhan aktivitas manusia, melibatkan unsur pikiran, jiwa dan
perasaan. Seorang akuntan yang khusuk tidak berarti bahwa ia harus memegang tasbih sambil
menyusun laporan keuangan, atau memakai kopiah dan membentangkan sajadah dalam
memeriksa laporan keuangan, tetapi mengingat Tuhan dalam artian apakah aktivitas yang
dilakukan sudah selaras dengan perintah Tuhan atau sebaliknya.