Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIK LAPANGAN

PENGAWASAN MUTU INDUSTRI PETERNAKAN

PENGAWASAN MUTU INDUSTRI PENGOLAHAN KULIT


(UD NISA)

OLEH :
NAMA

: SRI ANGGRAENI ZAINUDDIN

NIM

: I111 14 317

KELOMPOK

: IV

LABORATORIUM PENGAWASAN MUTU INDUSTRI PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Limbah atau buangan dari pengolahan dan proses produksi, baik di rumah
tangga maupun pada industri skala besar, kebanyakan akan menjadi sampah,
sehingga banyak cara yang harus kita lakukan dalam mengolah limbah tersebut.
Dalam kaitannya dengan perkembangan teknologi, banyak cara di mana kita dapat
mengolah hasil limbah tersebut menjadi benda pakai atau bahkan memiliki nilai
jual yang tinggi. Oleh karena itu, dibutuhkan kreatifitas yang tinggi agar kita
mampu memanfaatkan limbah menjadi produk dengan nilai tinggi.
Kulit sapi mentah basah adalah kulit yang diperoleh dari hasil pemotongan
ternak sapi, kulit tersebut telah dipisahkan dari seluruh bagian dagingnya, baik
yang segar maupun yang digarami (SNI,1992). Untuk menghasilkan produk kulit
yang berkualitas baik diperlukan bahan baku kulit yang baik pula. Menurut Untari
(1999) dalam Rossuartini dan Purnama (1999), kualitas kulit dipengaruhi oleh
bermacam-macam faktor yaitu, (1) sejak hewan masih hidup, misalkan faktor cara
pemberian makanan, lingkungan (antara lain temperatur), kebersihan kandang,
penyakit terutama penyakit kulit seperti kudis, kutu dsb, (2) hewan itu sendiri
yaitu ras dan bangsa, (3) cara pemotongan, (4) cara pengawetan.
Salah satu pengolahan kulit skala industri rumah tangga yaitu industri
pengolahan kulit untuk pangan, yang selanjutya dapat diolah menjadi berbagai
macam masakan olahan kulit, seperti kerupuk, kikil, dan sebagainya. Kerupuk
atau krupuk adalah makanan ringan yang dibuat dari adonan tepung tapioka
dicampur bahan perasa seperti udang dan ikan. Hal inilah yang melatarbelakangi
dilakukan praktek lapangan mengenai mutu industri pengolahan kulit.

Tujuan dan Kegunaan


Tujuan dilakukan praktek lapangan mengenai Mutu Industri Pengolahan
Kulit yaitu untuk mengetahui tahapan-tahapan pengolahan serta bagaimana proses
pengendalian mutu produk melalui pendekatan proses produksi pada Industri
Pengolahan Kulit UD Nisa, Antang.
kegunaan dilakukan praktek lapangan mengenai Mutu Industri Pengolahan
Kulit yaitu mengetahui tahapan-tahapan pengolahan serta bagaimana proses
pengendalian mutu produk melalui pendekatan proses produksi pada Industri
Pengolahan Kulit UD Nisa, Antang.

TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Umum Kulit
Kulit mentah merupakan bahan baku utama industri kulit. Untuk
menghasilkan produk kulit yang berkualitas baik diperlukan kulit awetan yang
baik pula (Rossuartini dan Purnama 1999). Organ tubuh yang menyelubungi
seluruh permukaan tubuh kecuali kornea mata, selaput lendir serta kuku disebut
kulit. Kulit termasuk organ tubuh ternak yang tersusun atas berbagai macam
jaringan maupun sel. Sifat kulit pada ternak dipengaruhi oleh keadaan ternak
sewaktu hidupnya, kulit ternak juga dipengaruhi oleh umur, dan genetik dari pada
ternak itu sendiri (Asmi, 2010).
Kulit yang baru lepas dari tubuh hewan disebut dengan kulit mentah segar.
Kulit ini mudah rusak bila terkena bahan-bahan kimia seperti asam kuat, basa
kuat, atau mikroorganisme. Kulit mentah segar sebagian besar tersusun dari air
(65%), lemak (1,5%), dan mineral (0,5%). Protein di dalam kulit yang paling
banyak adalah serabut kolagen sekitar 80% - 90% dari total protein. Protein
kolagen berbeda dengan protein lain pada umumnya. Protein kolagen
mengandung asam amino glysine sekitar 33%, imino residues, hydroksiprolin, dan
hydroksilysin Winarno (1992), dalam Asmi (2010).
Menurut Untari (1999) dalam Rossuartini dan Purnama (1999), kualitas
kulit dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor yaitu, (1) sejak hewan masih
hidup, misalkan faktor cara pemberian makanan, lingkungan (antara lain
temperatur), kebersihan kandang, penyakit terutama penyakit kulit seperti kudis,
kutu dsb, (2) hewan itu sendiri yaitu ras dan bangsa, (3) cara pemotongan, (4) cara
pengawetan.

Untari (1992) dalam Rossuartini dan Purnama (1999), mengemukakan


bahwa, pengeringan yang terlalu cepat juga dapat mengakibatkan lapisan luar
akan mengering lebih dulu dan berubah jadi gelatin, sehingga menghalangi
penguapan air dari lapisan kulit bagian dalam. Apabila ini terjadi, maka lapisan
kulit bagian dalam tidak dapat kering dan akan menimbulkan pembusukan pada
kulit mentah yang sudah diawetkan. Kerusakan fisik kulit dapat terjadi pada
waktu merentangkan, bila regangannya terlalu kuat maka pada waktu pengeringan
kekuatan regangannya akan meningkat sehingga dapat merusak/memutuskan
serat-serat terutama dibagian kulit yang tipis . Sebaliknya kelambatan waktu
pengeringan, akan memberi kesempatan tumbuhnya mikro organisme, dan apabila
sampai terjadi pembusukan maka kondisinya tidak dapat diperbaiki lagi (bulu
menjadi rontok) sehingga kulit menjadi kurang bernilai.
Tinjauan Umum Kerupuk Kulit/Kerupuk Rambak
Kerupuk atau krupuk adalah makanan ringan yang dibuat dari adonan
tepung tapioka dicampur bahan perasa seperti udang dan ikan. Sebutan kerupuk
dibeberapa Negara antara lain krupuk/kerupuk/kropoek di Indonesia, keropok di
Malaysia, Kropek di Filiphina, bnh phng tm di Vietnam merupakan makanan
ringan (snack) di beberapa negara Asia (Amertaningtyas, 2016).
Kerupuk bertekstur garing dan dijadikan sebagai makanan selingan,
pelengkap untuk berbagai makanan Indonesia seperti nasi goreng, gado-gado,
soto, rawon, bubur ayam dan lain lain dan bahkan orang menganggap kerupuk
sebagai lauk sehari-hari. Kerupuk biasanya dijual dalam kemasan yang belum
digoreng (kerupuk mentah) atau dalam kemasan yang sudah digoreng (kerupuk
matang). Ada dua jenis kerupuk yang dikenal dimasyarakat, yaitu kerupuk dengan

bahan baku nabati (seperti kerupuk singkong, kerupuk bawang, kerupuk puli,
rempeyek, rengginang, kerupuk gendar, kerupuk aci, kemplang, rengginang,
emping melinjo (Gnetum gnemon) dan karak) dan kerupuk dengan tambahan
bahan pangan hewani (seperti kerupuk udang, kerupuk ikan dan kerupuk rambak
kulit (Anonymous, 2010).
Kerupuk kulit atau yang dikenal dengan nama kerupuk rambak adalah
kerupuk yang tidak dibuat dari adonan tepung tapioka, melainkan dari kulit sapi,
kerbau, kelinci, ayam atau kulit ikan yang dikeringkan (Anonymous, 2011).
Tinjauan Umum Mutu Industri Pengolahan Kulit
Mutu sangat penting dalam kehidupan manusia, karena mutu berkaitan
dengan sesuatu yang dapat memberikan kepuasan pada manusia pemakai produk
tersebut. Pengendalian mutu merupakan kegiatan atau program yang tak pernah
terpisahkan dengan semua proses produksi industri dan pemasaran komoditas,
termasuk komoditas pertanian. Industri selalu memerlukan pengendalian mutu
terhadap produk yang dihasilkannya (Susanto dan Suseno, 2004 dalam Saputra,
2012)
Pengendalian mutu bertujuan untuk mencegah terjadinya penyimpangan
mutu dan memperbaiki kesalahan mutu yang mungkin terjadi. Fungsi
pengendalian mutu adalah memeriksa penyimpangan mutu, kemudian melakukan
tindakan perbaikan dan pengendalian. Untuk mencegah terjadinya penyimpangan,
hendaknya pengendalian dilakukan terhadap tiap-tiap tahap proses. Dengan cara
ini, akan sempat dilakukan pembenahan di tengah jalan jika terjadi penyimpangan
sehingga produk akhir terjamin mutunya (Wibowo, 2012, dalam Saputra, 2012).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil
Berdasarkan praktek lapangan mengenai Pengawasan Mutu Industri
Pengolahan Kulit pada Industri Pengolahan Kulit UD Nisa, Antang, dengan
narasumber Pak Sofyan sebagai pemilik/direktur Industri UD Nisa maka

diketahui bahwa proses pengolahan kulit dibagi atas tahapan yaitu sebagai berikut.

Penyiapan Kulit Ternak Segar

Pembersihan

Perebusan I (40-45 C)

Pembersihan kulit dalam

Pembersihan/pembukaan klit luar

Perebusan II (100C selama 15-20 menit)

Penjemuran/pengeringan (3-4 Hari)


Penyimpanan

Gambar 1. Diagram Alir Proses Peengolahan Kulit Setengah Jadi

Pembahasan
Berdasarkan praktek lapangan mengenai Pengawasan Mutu Industri
Pengolahan Kulit pada Industri Pengolahan Kulit UD Nisa, Antang, dengan
narasumber Pak Sofyan sebagai pemilik/direktur Industri UD Nisa maka
diketahui bahwa pengolahan kulit dibagi atas beberapa tahapan, mulai dari
penyiapan kulit segar, perebusan, pembersihan kulit dalam dan luar, perebusan
kedua, sampai pada tahap pengeringan/penjemuran kulit.
Penyiapan Kulit
9

Kulit segar sebagai bahan utama industri pengolahan UD Nisa diperoleh


dari Rumah Potong Hewan (RPH) Antang yang berada tidak jauh dari Rumah
Industri Kulit. Kriteria kulit yang diambil yaitu masih segar atau berasal dari
ternak sapi yang baru disembelih, kulit tidak cacat atau tidak berasal dari ternak
sapi yang sakit (korengan, dsb). Hal ini sesuai dengan persyaratan mutu kulit sapi
mentah basah menurut SNI 06-2736-1992 mengenai kriteria kulit basah yang
paling baik (mutu I) yaitu berbau khas kulit sapi cerah bersih, tidak ada cacat
(lubang-lubang, penebalan kulit). Kandungan airnya pada kulit mentah segar
maksimum 66% sedangkan pada kulit mentah garaman maksimum 25%.
Perebusan I
Tahapan selanjutnya yaitu pembersihan awal kulit dan perebusan.
Perebusan dilakukan pada wadah berupa tong besar dan pembakaran dengan kayu
untuk meminimalisir biaya produksi. Perebusan bertujuan unuk melunakkan kulit
agar memudahkan dalam pembukaan kulit bagian dalam maupun bagian luar. dan
membunuh kuman yang ada pada kulit. Hal ini sesuai pendapat Saputra (2012)
bahwa perebusan bertujuan untuk mematikan bakteri yang hidup di kulit sapi
tersebut, karena kebanyakan bakteri patogen tidak tahan pada suhu yang panas.
Bakteri tersebut mati pada suhu diatas 100C. Pada proses perebusan ini
dihasilkan kulit yang tampak transparan dan tekstur kulit menjadi kenyal.
Pengendalian proses perebusan dilakukan dengan pengontrolan waktu
perebusan. Waktu perebusan yang terlalu lama maka akan membuat kulit menjadi
lembek dan menjadi rusak, sedangkan waktu perebusan yang terlalu singkat maka
akan membuat kulit sulit untuk dipotong dan mikroba yang ada pada kulit tidak
sepenuhnya akan mati semua (Saputra, 2012).

10

Pembersihan Kulit dalam dan Pembukaan Kulit Luar


Tahap selanjutnya yaitu pembersihan kulit bagian dalam dan
pelepasan/pembukaan kulit bagian luar. Pada tahap ini penggunaan pisau dan
keahlian dalam pengerjaan sangat penting, agar tidak merusak tekstur kulit dan
keutuhan kulit. Pembukaan kulit bagian luar (epidermis) yang juga terdapat bulu,
sehingga perlu dilepaskan sehingga baik untuk konsumsi.
Perebusan II
Dilakukan perebusan kedua sebagai tahapan selanjutnya dari pengolahan
kulit ini. Perebusan kedua bertujuan untuk mematikan bakteri serta mikroba
lainnya yang masih tersisa pada kulit. Hal ini sesuai pendapat Saputra (2012)
bahwa perebusan bertujuan untuk mematikan bakteri yang hidup di kulit sapi
tersebut, karena kebanyakan bakteri patogen tidak tahan pada suhu yang panas.
Bakteri tersebut mati pada suhu diatas 100C. Pada proses perebusan ini
dihasilkan kulit yang tampak transparan dan tekstur kulit menjadi kenyal.
Perebusan dilakukan selama 15-20 menit dengan suhu sekitar 100C untuk
menghasilkan kulit yaitu mudah dipotong, tidak kaku dan bewarna cerah
transparan. Proses perendaman jika dilakukan kurang dari 15-20 menit maka kulit
kurang matang, atau masih belum lunak, sehingga pada saat dipotong kulitakan
masih ulet, jika lebih maka kulit akan terlalu lembek.
Pengeringan/Penjemuran
Tahapan akhir dari pengolahan kulit sapi ini yaitu
pengeringan/penjemuran. Tahapan pengeringan sangat menentukan keberhasilan
produk kulit setengah jadi ini. Pengeringan dilakukan dengan bantuan sinar
matahari, yaitu menjemur kulit dibawah terik matahari. Pengeringan dilakukan

11

selama 3-4 hari, namun menghadapi musim hujan saat ini, pengeringan biasa
dilakukan dengan bantuan oven. Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar
air pada kulit.hingga 30-35 %. Hal ini sesuai pendapat Saputra (2012) bahwa
fungsi dari pengeringan ini yaitu untuk menghilangkan kadar air yang terkandung
dalam kulit sapi tersebut supaya dalam proses penggorengan mudah
mengembang. Produk akhir dari pengeringan yaitu kulit setengah jadi yang
kemudian akan dikirim ke luar daerah (Jabodetabek dan sekitarnya).
Pengendalian mutu pada proses pengeringan yaitu dengan melakukan
pengecekan keadaan kulit sudah kering atau belum dan membolak-balikan produk
supaya kering merata. Pada proses pengeringan ini hanya mengandalkan panas
dari sinar matahari, jika terjadi cuaca yang tidak mendukung seperti pada musim
hujan maka produk memerlukan waktu lama untuk kering. Maka dilakukan
pengendalian proses dengan melakukan pengeringan menggunakan oven.
Penyimpanan
Penyimpanan produk akhir yang siap dipasarkan yaitu pada gudang yang
terletak dibelakang rumah produksi. Tempat penyimpanan ini hanya berupa ruang
kosong dan sangat sederhana, bertujuan melindungi produk dari terpaan hujan dan
sinar matahari.

12

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Industri pengolahan kulit UD Nisa yang berlokasi di Antang dibawah
pimpinan Pak Sofyan merupakan suatu industri pengolahan kulit sapi menjadi
produk kulit setengah jadi dengan tujuan pangan. Pengendalian mutu industri ini
dilakukan dengan pendekatan proses, yaitu dengan mengawasi dan mengontrol
setiap proses yang berlangsung dalam pengolahan kulit, mulai dari penyiapan
bahan berupa kulit sapi segar, pembersihan, perebusan pertama, pembukaan kulit

13

bagian dalam dan luar, perebusan kedua, penjemuran kulit, penyimpanan, hingga
pemasaran dan pendistribusian produk.

Saran
Praktek lapangan sebaiknya dilakukan dengan pengarahan yang lebih jelas
sebelumnya agar praktikan dapat lebih terarah dalam pelaksanaan praktek
lapangan.

DAFTAR PUSTAKA
Amertaningtyas, Dedes. 2009. Pengolahan Kerupuk Rambak Kulit Di
Indonesia. Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas
Brawijaya. Malang. Jurnal Ilmu-ilmu Peternakan 21 (3): 18 29
ISSN: 0852-3581
Anonymous. 2010. Kerupuk Kulit Rambak Haram Bila. Tribunnews.com,
Surabaya.
Anonymous. 2011. KERUPUK. Wikipedia Bahasa Indonesia.
http://id.wikipedia.org/wiki/Kerupuk. Diakses Januari 2011.

14

Rossuartini dan Purnama, Denny R. 1999. Metoda Pengawetan Kulit Bulu (fur)
Kelinci Rex dengan Cara Penggaraman Kering (dry salting). Balai
Penelitian Ternak. Bogor.
Saputra, Anggazani. 2012. Laporan Tugas Akhir Konsep Pengendalian Mutu Dan
Hazard Analysis Critical Control Point (Haccp) Dalam Proses
Pembuatan Rambak Kulit Sapi. Program Studi Diploma Iii Teknologi
Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.
Surakarta

Standar Nasioanal Indonesia. 1992. Kulit Domba Mentah Basah. SNI


06-2738-1992. Departemen Pertanian, Indonesia.

15

Anda mungkin juga menyukai