Bab II, III, IV, V
Bab II, III, IV, V
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan
besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada
akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang.9 Anemia defisiensi besi
merupakan tahap defisiensi besi yang paling parah, yang ditandai oleh penurunan
cadangan besi, konsentrasi besi serum, dan saturasi transferin yang rendah, dan
konsentrasi hemoglobin atau nilai hematokrit yang menurun.10
Anemia defisiensi besi dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar
hemoglobin di bawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar hemoglobin < 10,5 gr%
pada trimester II dan merupakan salah satu penyebab kematian pada ibu hamil.3
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terbanyak dijumpai pada kehamilan.
Defisiensi besi merupakan hasil akhir keseimbangan negatif Fe yang berlangsung lama.
Defisiensi besi terjadi dimulai dengan deplesi Fe atau defisiensi Fe prelaten, kemudian
terjadi defisiensi Fe laten bila hal ini terus berlanjut baru terjadi anemia defisiensi besi.
2.2. Epidemiologi
Kekurangan gizi dan perhatian yang kurang terhadap ibu hamil merupakan
predisposisi anemia defisiensi besi pada ibu hamil di Indonesia. WHO melaporkan
prevalensi ibu hamil yang mengalami defisiensi besi sekitar 35- 75% semakin meningkat
seiring dengan pertambahan usia kehamilan.6
Anemia defisiensi zat besi lebih cenderung berlangsung di negara yang sedang
berkembang daripada negara yang sudah maju. Tiga puluh enam persen (atau sekitar 1400
juta orang) dari perkiraan populasi 3800 juta orang di negara yang maju hanya sekitar 8%
(atau kira-kira 100 juta orang) dari perkiraan populasi 1200 juta orang.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 angka kejadian anemia
pada ibu hamil sebesar 37,1%, 36,4% terjadi pada ibu hamil di perkotaan dan 37,8%
terjadi pada ibu hamil di pedesaan.9 Lautan J dkk (2001) melaporkan dari 31 orang wanita
hamil pada trimester II didapati 23 (74 %) menderita anemia, dan 13 (42 %) menderita
kekurangan besi.4
11
2.3. Etiologi
Etiologi anemia defisiensi besi pada kehamilan: 9
a.
b.
c.
d.
e.
12
Hal ini dikarenakan kondisi ibu masih belum pulih dan pemenuhan kebutuhan zat gizi
belum optimal, sudah harus memenuhi kebutuhan nutrisi janin yang dikandung. 15,16
Jarak kelahiran mempunyai risiko 1,146 kali lebih besar terhadap kejadian anemia.11
2.5. Patofisiologi
2.5.1. Metabolisme Besi dalam Tubuh
Besi merupakan logam atau elemen yang penting untuk pembentukan hemoglobin,
mioglobin dan zat-zat lain seperti sitokrom, sitokrom oksidase, peroksidase dan katalase
yang diperlukan untuk proses metabolik seperti respiratorik intraseluler, oksidasi biologik,
pembelahan, proleferasi sel, sel pengangkutan oksigen oleh hemoglobin dan mioglobin.17
Terdapat empat bentuk zat besi dalam tubuh yaitu:8
a.
b.
c.
d.
% zat besi
2000 - 2500
67
1000 1500
27
Mioglobin ( 40 gr)
130
3,5
Pool labil
80
2,2
0,2
2,5 - 3
4000
0,08
100
Heme
enzim
yang
mengandung
zat
besi
Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa sebagian besar zat besi terikat dalam
hemoglobin yang berfungsi khusus, yaitu mengangkut oksigen untuk keperluan
metabolisme dalam jaringan-jaringan. Sebagian lain dari zat besi terikat dalam sistem
retikuloendotelial (RES) di hepar dan sumsum tulang sebagai depot besi (cadangan).
Sebagian kecil dari zat besi dijumpai dalam transporting iron binding protein (transferin),
13
sedangkan sebagian kecil sekali didapati dalam enzim-enzim yang berfungsi sebagai
katalisator pada proses metabolisme dalam tubuh. Fungsi-fungsi tersebut diatas akan
terganggu pada penderita anemia defisiensi besi.11
Pada keadaan normal tubuh mengelola Fe dengan cara daur ulang, pada perempuan
lebih banyak yaitu sekitar 2 mg Fe perhari, karena saat menstruasi banyak zat besi
dikeluarkan. Fe yang dikeluarkan harus digantikan oleh Fe dari sumber makanan. Bila Fe
dari makanan tidak mencukupi, maka dalam waktu yang lama akan terjadi anemia. Hal ini
akan menyebabkan keseimbangan terganggu, dengan manifestasi klinis berupa defisiensi
Fe (anemia defisiensi Fe) oleh karena asupan yang kurang, kebutuhan yang meningkat
atau karena kehilangan yang berlebihan, hal ini terjadi oleh karena metabolisme Fe
berbeda dengan mineral lainnya, dimana tubuh tidak dapat mengatur keseimbangan besi
melalui pengeluaran bila cadangan berlebihan.17
1. Absorbsi Besi Untuk Pembentukan Hemoglobin
Proses absorbsi besi dibagi menjadi tiga fase, yaitu:7
a. Fase Luminal
Besi dalam makanan terdapat dalam dua bentuk, yaitu besi heme dan besi
non-heme. Besi heme terdapat dalam daging dan ikan, tingkat absorbsi dan
bioavailabilitasnya tinggi. Besi non-heme berasal dari sumber nabati, tingkat
absorbsi dan bioavailabilitasnya rendah. Besi dalam makanan diolah di lambung
(dilepaskan dari ikatannya dengan senyawa lain) karena pengaruh asam lambung.
Kemudian terjadi reduksi dari besi bentuk feri (Fe3+) ke fero (Fe2+) yang dapat
diserap di duodenum.18
b. Fase Mukosal
Penyerapan besi terjadi terutama melalui mukosa duodenum dan jejunum
proksimal. Penyerapan terjadi secara aktif melalui proses yang sangat kompleks
dan terkendali. Besi heme dipertahankan dalam keadaan terlarut oleh pengaruh
asam lambung. Pada brush border dari sel absorptif (teletak pada puncak vili usus,
disebut sebagai apical cell), besi feri direduksi menjadi besi fero oleh enzim
ferireduktase (Gambar 1), mungkin dimediasi oleh protein duodenal cytochrome blike (DCYTB). Transpor melalui membran difasilitasi oleh divalent metal
transporter (DMT 1). Setelah besi masuk dalam sitoplasma, sebagian disimpan
dalam bentuk feritin, sebagian diloloskan melalui basolateral transporter ke dalam
kapiler usus. Pada proses ini terjadi konversi dari feri ke fero oleh enzim
ferooksidase (hephaestin). Kemudian besi bentuk feri diikat oleh apotransferin
14
sumber makanan.
Sifat kimiawi makanan yang dapat menghambat atau mempermudah absorbsi
zat besi.
Vitamin C mempermudah absorbsi zat besi karena dapat mereduksi dari bentuk
feri ke bentuk fero, Vitamin E menaikkan absorbsi zat besi karena dapat
15
besi.
Gastroferin, yaitu suatu protein yang berasal dari sekresi lambung dapat
mengikat besi. Pada anemia defisiensi besi dan hemokhromatosis kadar
gastroferinnya berkurang.
16
tidak sanggup untuk mengatur keseimbangan zat besi melalui ekskresi. Jumlah zat besi
yang dikeluarkan tubuh setiap hari hanya sangat kecil saja berkisar antara 0,5 -1 mg /
hari. Ekskresi ini relatif konstan dan tidak dipengaruhi oleh jumlah besi didalam tubuh
atau absorbsinya. Besi keluar melalui rambut, kuku, keringat, empedu, air kemih, dan
yang paling besar melalui deskuamasi sel epitel saluran pencernaan. Pada wanita
selama mensturasi dapat kehilangan besi antara 0,5 -1 mg /hari. Wanita habis
melahirkan dengan perdarahan normal dapat kehilangan besi 500-550 mg / hari.18
2.5.2. Fisiologi Kehamilan
Pada kehamilan kebutuhan oksigen lebih tinggi sehingga memicu peningkatan
produksi eritropoetin. Akibatnya, volume plasma bertambah dan sel darah merah
meningkat. Namun, peningkatan volume plasma terjadi dalam proporsi yang lebih besar
jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit sehingga terjadi penurunan konsentrasi
hemoglobin akibat hemodilusi.8
Peningkatan produksi sel darah merah ini terjadi sesuai dengan proses
perkembangan dan pertumbuhan masa janin yang ditandai dengan pertumbuhan tubuh
yang cepat dan penyempurnaan susunan organ tubuh. Pada trimester pertama kehamilan,
zat besi yang dibutuhkan sedikit karena peningkatan produksi eritropoetin sedikit, oleh
karena tidak terjadi menstruasi dan pertumbuhan janin masih lambat. Sedangkan pada
awal trimester kedua pertumbuhan janin sangat cepat dan janin bergerak aktif. Akibatnya
kebutuhan zat besi semakin meningkat untuk mengimbangi peningkatan produksi eritrosit
dan rentan untuk terjadinya anemia, terutama anemia defisiensi besi.15
2.5.3. Konsentrasi Hemoglobin Pada kehamilan
Konsentrasi hemoglobin normal pada wanita hamil berbeda dengan wanita yang
tidak hamil. Hal ini disebabkan karena pada kehamilan terjadi proses hemodilusi atau
pengenceran darah, yaitu terjadi peningkatan volume plasma dalam proporsi yang lebih
besar jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit. Ekspansi volume plasma di mulai
pada minggu ke-6 kehamilan dan mencapai maksimum pada minggu ke-24 kehamilan,
tetapi dapat terus meningkat sampai minggu ke-37. Hemodilusi berfungsi agar suplai
darah untuk pembesaran uterus terpenuhi, melindungi ibu dan janin dari efek negatif
penurunan venous return saat posisi terlentang (supine), dan melindungi ibu dari efek
negatif kehilangan darah saat proses melahirkan.11
17
18
19
Jumlah
(mg)
270
Plasenta
90
450
230
Jumlah
1040
150
Total keperluan
1190
-450
-160
Sub total
-610
Total kebutuhan
580
Tabel 3. Kebutuhan besi selama kehamilan17
20
pengujian status besi lain yang lebih selektif, pemeriksaan Hb sensitifitasnya 80-90 %
dan spesifisitasnya 65-99%.
2. Mean Corpuscular Volume (MCV), Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH), Mean
Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC), Penentuan indeks eritrosit secara
tidak langsung dengan Flowcytometri atau menggunakan rumus.
a. Mean corpusculer volume = MCV (Volume sel rata-rata)
MCV adalah volume rata-rata eritrosit, MCV akan menurun apabila kekurangan
zat besi semakin parah, dan pada saat anemia mulai berkembang. MCV merupakan
indikator kekurangan zat besi yang spesifik setelah thalasemia dan anemia
penyakit kronis disingkirkan. Dihitung dengan membagi hematokrit dengan angka
sel darah merah. Nilai normal 70 -100 fl, mikrositik < 70 fl dan makrositik > 100
fl.
b. Mean corpuscle heamoglobin = MCH
MCH adalah berat hemoglobin rata-rata dalam 1 eritrosit. Dihitung dengan
membagi hemoglobin dengan angka sel darah merah. Nilai normal 27-31 pg,
mikrositik hipokrom < 27 pg dan makrositik > 31 pg.
c. Mean corpuscular hemoglobin concentration = MCHC
MCHC adalah konsentrasi hemoglobin eritrosit rat-rata. Dihitung dengan membagi
hemoglobin dengan hematokrit. Nilai normal 30-35% dan Hipokrom < 30%.
3. Red distribution wide = RDW (Luas distribusi sel merah)
Luas distribusi sel merah adalah parameter sel darah merah masih relatif baru, dipakai
secara kombinasi dengan parameter lainnya untuk membuat klasifikasi anemia. RDW
merupakan variasi dalam ukuran sel merah untuk mendeteksi tingkat anisositosis yang
tidak kentara. Kenaikan nilai RDW merupakan manifestasi hematologi paling awal
dari kekurangan zat besi, serta lebih peka dari besi serum, jenuh transferin, ataupun
serum feritin. MCV rendah bersama dengan naiknya RDW adalah pertanda
meyakinkan dari kekurangan zat besi.
4. Serum iron = SI (Besi serum)
Besi serum peka terhadap kekurangan zat besi ringan, serta menurun setelah cadangan
besi habis sebelum tingkat hemoglobin jatuh. Keterbatasan besi serum karena variasi
diurnal yang luas dan spesitifitasnya yang kurang. Besi serum yang rendah ditemukan
setelah kehilangan darah maupun donor, pada kehamilan, infeksi kronis, syok,
pireksia, rhematoid artritis, dan malignansi.
5. Serum transferin (Tf)
Transferin adalah protein tranport besi, dan diukur bersama -sama dengan besi serum.
Transferin serum bisa diperkirakan dengan memakai tehnik otomatik dimana
kemampuan mengikat besi total (TffiC) yakni jumlah besi yang bisa diikat secara
21
khusus oleh plasma. Serum transferin dapat meningkat pada kekurangan besi dan
dapat menurun secara keliru pada peradangan akut, infeksi kronis, penyakit ginjal dan
keganasan.
6. Transferrin saturation = TS (jenuh Transferin)
Jenuh transferin adalah rasio besi serum dengan kemampuan mengikat besi,
merupakan indikator yang paling akurat dari suplai besi kesumsum tulang. Penurunan
jenuh transferin dibawah 10% merupakan indek kekurangan suplai besi yang
meyakinkan terhadap perkembangan eritrosit. TS dapat menurun pada penyakit
peradangan. Jenuh transferin umumnya dipakai pada studi populasi yang disertai
dengan indikator status besi lainnya. Tingkat jenuh transferin yang menurun dan serum
feritin sering dipakai untuk mengartikan kekurangan zat besi.
7. Serum feritin.
Serum feritin adalah suatu parameter yang terpercaya dan sensitif untuk menentukan
cadangan besi orang sehat. Serum feritin secara luas dipakai dalam praktek klinik dan
pengamatan populasi. Serum feritin < 12 ug/l sangat spesifik untuk kekurangan zat
besi, yang berarti kehabisan semua cadangan besi, sehingga dapat dianggap sebagai
diagnostik untuk kekurangan zat besi. Rendahnya serum feritin menunjukan serangan
awal kekurangan zat besi, tetapi tidak menunjukkan beratnya kekurangan zat besi
karena variabilitasnya sangat tinggi. Pada wanita hamil serum feritin jatuh secara
dramatis dibawah 20 ug/l selama trimester II dan III bahkan pada wanita yang
mendapatkan suplemen zat besi. Serum feritin diukur dengan mudah memakai essay
immonoradiometris (IRMA), Radioimmonoassay (RIA), atau Essay immonoabsorben
(Elisa).
8. Reseptor serum transferin (TfR)
Reseptor serum transferin adalah pengukuran status besi terbaru untuk mmendeteksi
kekurangan besi pada tingkat seluler. Reseptor transferin secara khusus penting pada
wanita hamil, karena merupakan indikator yang lebih baik terhadap status besi dari
pada serum feritin, eritrioprotophorpirin, ataupun volume sel merah rata-rata.
2.8.2. Kriteria Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi diperlukan metode
pemeriksaan yang akurat dan kriteria diagnosis yang tegas. Para peneliti telah menyetujui
bahwa diagnosis anemia defisiensi besi ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan
pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan darah dan sumsum tulang. Untuk memudahkan
22
dan keseragaman diagnosa anemia defisiensi Besi, WHO menetapkan kriteria diagnosis
yang ditunjukkan pada tabel 4.
Pemeriksaan
Hemoglobin
Normal
15 gr/dl
Laki-laki dewasa
< 12 gr/dl
13 14 gr/dl
< 11 gr/dl
12 gr/dl
< 31 %
< 50 ugr%
> 400 ugr%
< 15 %
< 12 ugr/l
32 35 %
80 160 ugr%
250 400 ugr%
30 35 %
12 200 ugr/l
hamil)
Wanita dewasa (hamil)
MCHC
Serum Iron (SI)
TIBC
Jenuh Transferin
Serum Feritin
Kadar Hemoglobin
10 11 gr/dl
7 10 gr/dl
< 7 gr/dl
23
Penanganan anemia defisiensi besi adalah dengan preparat besi yang diminum (oral) atau
dapat secara suntikan (parenteral).15
Prinsip pemberian terapi zat besi oral yaitu tidak boleh dihentikan setelah
hemoglobin mencapai nilai normal, tetapi harus dilanjutkan selama 2-3 bulan lagi untuk
memperbaiki cadangan besi. Terapi oral adalah dengan pemberian preparat besi:11
-
Pemberian preparat 60 mg/hari dapat menaikkan kadar Hb sebanyak 1 gr% per bulan.
Efek samping preparat Fe terhadap gastrointestinal seperti mual, muntah, rasah perih di
ulu hati merupakan faktor yang juga dapat menyebabkan wanita hamil enggan menelan
obat. Efek samping ini biasanya tergantung dosis yang diberikan. Untuk mengatasi ini
dapat diberikan dosis minimal yang direkomendasikan seperti di bicarakan diatas adalah
60 mg sekali sehari namun untuk memenuhi angka kecukupan haruslah diberikan pada
waktu lebih awal, namun tidak terlalu cepat, yaitu pada awal trimester kedua dimana
keluhan gastrointestinal yang terjadi pada awal kehamilan telah dilewati. Namun dinegaramaju telah dikembangkan tablet gastric delivery system (GDS) yang dapat menahan agar
preparat Fe tidak larut dalam keasaman lambung.17
Sedangkan pemberian preparat parenteral adalah dengan ferum dextran sebanyak
1000 mg (20 ml) intravena atau 210 ml secara intramuskulus, dapat meningkatkan
hemoglobin relatif cepat yaitu 2gr%. Pemberian secara parenteral ini hanya berdasarkan
indikasi, di mana terdapat intoleransi besi pada traktus gastrointestinal, anemia yang berat,
dan kepatuhan pasien yang buruk. Pada daerah-daerah dengan frekuensi kehamilan yang
tinggi dan dengan tingkat pemenuhan nutrisi yang minim, seperti di Indonesia, setiap
wanita hamil haruslah diberikan sulfas ferosus atau glukonas ferosus sebanyak satu tablet
sehari selama masa kehamilannya. Selain itu perlu juga dinasehatkan untuk makan lebih
banyak protein dan sayur-sayuran yang mengandung banyak mineral serta vitamin.15
Kebijakan nasional yang diterapkan di seluruh Pusat Kesehatan Masyarakat adalah
pemberian satu tablet besi sehari sesegera mungkin setelah rasa mual hilang pada awal
kehamilan. Tiap tablet mengandung FeSO4 320 mg (zat besi 60 mg) dan asam folat 500
g, minimal masing-masing 90 tablet. Tablet besi sebaiknya tidak diminum bersama teh
atau kopi, karena akan mengganggu penyarapannya.13
24
1.5.
kehamilan, persalinan, maupun nifas dan masa selanjutnya. Penyulit-penyulit yang dapat
timbul akibat anemia adalah : keguguran (abortus), kelahiran prematurs, persalinan yang
lama akibat kelelahan otot rahim di dalam berkontraksi (inersia uteri), perdarahan pasca
melahirkan karena tidak adanya kontraksi otot rahim (atonia uteri), syok, infeksi baik saat
bersalin maupun pasca bersalin, serta anemia yang berat (<4 gr%) dapat menyebabkan
dekompensasi kordis. Hipoksia akibat anemia dapat menyebabkan syok dan kematian ibu
pada persalinan.17
Risiko pada masa antenatal: berat badan kurang, plasenta previa, eklamsia, ketuban
pecah dini, anemia pada masa intranatal dapat terjadi tenaga untuk mengedan lemah,
perdarahan intranatal, shock, dan masa pascanatal dapat terjadi subinvolusi. Sedangkan
komplikasi yang dapat terjadi pada neonatus : premature, apgar scor rendah, gawat janin.
Bahaya pada Trimester II dan trimester III, anemia dapat menyebabkan terjadinya partus
premature, perdarahan ante partum, gangguan pertumbuhan janin dalam rahim, asfiksia
intrapartum sampai kematian, gestosis dan mudah terkena infeksi, dan dekompensasi
kordis hingga kematian ibu.21
BAB III
PEMBAHASAN
Pada kasus diatas dapat disimpulkan Pasien, Ny. R 29 tahun, mengalami anemia
defisiensi besi karena dari anamnesa didapatkan pasien mengeluh kunang-kunang dan
sesak bila habis berjalan. Keluhan dirasakan sejak 1 hari yang lalu. Berdasarkan teori
disebutkan bahwa pada saat hamil terjadi peningkatan kebutuhan oksigen, perubahan
sirkulasi yang makin meningkat terhadap plasenta dan janin, serta kebutuhan suplai darah
untuk pembesaran uterus, sehingga terjadi peningkatan volume darah yaitu peningkatan
volume plasma dan sel darah merah. Namun, peningkatan volume plasma terjadi dalam
25
proporsi yang lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit sehingga terjadi
penurunan konsentrasi hemoglobin akibat hemodilusi akibatnya suplai oksigen ke jaringan
di dalam tubuh berkurang, sehingga pasien merasakan kunang-kunang, dan juga
kurangnya hemoglobin menyebabkan kurangnya pasokan oksigem sehingga pasien merasa
sesak.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda vital dengan Tekanan Darah :100/70
mmHg, Nadi : 96x/menit, Napas : 23x menit, Suhu: 36 0C, status generalis di dapatkan
konjungtiva anemis. Keadaan pucat biasanya menandakan keadaan anemia dimana tubuh
kekurangan RBC atau hemoglobin sehingga tubuh melakukan suatu kompensasi dengan
mengkonstriksikan pembuluh darah perifer, dan mengurangi pasokan kebutuhan oksigen
ke perifer di bandingkan ke system saraf pusat sehingga tampak konjungtiva menjadi lebih
pucat. Pucat atau tidaknya kulit ini sulit terlihat pada bagian kulit yang lain sebab
dipengaruhi pigmen kulit.
Pada pemeriksaan laboratorium darah Hemoglobin 8,1 g/dl, kadar Hb rendah
dimana kadar normal Hb pada trimester tiga diatas 11 g/dl, keadaan tersebut menunjukkan
pada pasien ini mengalami anemia. Hematokrit 26 %, Eritrosit 3,5 juta/L rendah, hal ini
disebabkan apabila ekspansi volume plasma yang terus-menerus tidak diimbangi dengan
peningkatan produksi eritropoetin sehingga menurunkan kadar Ht, konsentrasi Hb, atau
hitung eritrosit di bawah batas normal, timbullah anemia. Umumnya ibu hamil dianggap
anemia jika kadar hemoglobin di bawah 11 g/dl atau hematokrit kurang dari 33 %. MCV
75 fl,dimana volume rata-rata sebuah eritrosit rendah menunjukkan anemia mikrositer,
MCH 23 pg, menunjukkan anemia hipokrom. Penurunan kadar MCV dan MCH pada
pasien ini dapat disimpulkan bahwa pasien menderita anemia mikrositik hipokromik,
keadaan tersebut dapat dijumpai pada pasien anemia defisiensi besi dan thalassemia. Besi
(Fe/iron) 46 g/dl mengalami penurunan menandakan defisiensi zat besi . TIBC 167 g/dl
mengalami penurunan, TIBC adalah suatu protein transport besi atau jumlah besi yang
yang bisa diikat secara khusus oleh plasma, pada pasien ini di dapatkan mengalami
penurunan, menadakan pada pasien tersebut kekurangan zat besi. Feritin 2 g/dl, serum
feritin < 12 ug/l sangat spesifik untuk kekurangan zat besi, yang berarti kehabisan semua
cadangan besi, sehingga dapat dianggap sebagai diagnostik untuk kekurangan zat besi.
Rendahnya serum feritin menunjukan serangan awal kekurangan zat besi.
Pada pasien tersebut diberikan terapi oral yaitu Sangobion. Prinsip pemberian
terapi zat besi oral yaitu tidak boleh dihentikan setelah hemoglobin mencapai nilai normal,
26
tetapi harus dilanjutkan selama 2-3 bulan lagi untuk memperbaiki cadangan besi. Untuk
mencegah anemia gizi besi, memakan beraneka ragam makanan yang memiliki zat gizi
saling melengkapi seperti meningkatkan konsumsi zat besi dari makanan, mengkonsumsi
pangan hewani dalam jumlah cukup, termasuk vitamin yang dapat meningkatkan
penyerapan zat besi, seperti vitamin C. Peningkatan konsumsi vitamin C sebanyak 25, 50,
100 dan 250 mg dapat meningkatkan penyerapan zat besi sebesar 2, 3, 4 dan 5 kali. Buahbuahan segar dan sayuran sumber vitamin C, namun dalam proses pemasakan 50-80 %
vitamin C akan rusak. Transfusi PRC 500cc diberikan karena kadar Hb pasien 8,1 g/dL
dimana termasuk kategori anemia sedang. Tujuan transfusi PRC adalah untuk menaikkan
Hb pasien tanpa menaikkan volume darah secara nyata.
Asam folat merupakan vitamin yang kebutuhannya berlipat selama kehamilan.
Asam folat penting untuk pertumbuhan dan pembelahan sel dan jaringan pada janin yang
membuat dan memperbaiki DNA. Sehingga wanita hamil dianjurkan untuk mengkonsumsi
asam folat. Pemberian kalk untuk ibu hamil dibutuhkan untuk menjaga kehamilan agar
tetap sehat. Kalsium diperlukan oleh janin untuk membentuk pertumbuhan jaringan tulang
sehingga saat lahir bayi bisa terhindar dari resiko cacat fisik, janin membutuhkan kalsium
untuk membentuk struktur gigi yang baik dan kuat, janin membutuhkan kalsium untuk
membentuk jaringan jantung, otot dan sistem syaraf.
Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik bagi ibu, baik dalam
kehamilan, persalinan, maupun nifas dan masa selanjutnya. Bahaya pada Trimester II dan
trimester III, anemia dapat menyebabkan terjadinya perdarahan ante partum, gangguan
pertumbuhan janin dalam rahim, pertumbuhan janin dipengaruhi oleh karena gangguan
suplai O2 dari plasenta ke janin, asfiksia intrapartum sampai kematian, gestosis dan mudah
terkena infeksi, dan dekompensasi kordis hingga kematian ibu.
Bahaya anemia pada ibu hamil saat persalinan, dapat menyebabkan gangguan his
primer, sekunder, janin lahir dengan anemia, persalinan dengan tindakan-tindakan tinggi
karena ibu cepat lelah dan gangguan perjalanan persalinan perlu tindakan operasi. Anemia
kehamilan dapat menyebabkan kelemahan dan kelelahan sehingga akan mempengaruhi
ibu saat mengedan untuk melahirkan bayi.
27
BAB IV
KESIMPULAN
Anemia dalam kehamilan adalah suatu kondisi ibu dengan kadar nilai hemoglobin
di bawah 11 gr% pada trimester satu dan tiga, atau kadar nilai hemoglobin kurang dari
10,5 gr% pada trimester dua. Perbedaan nilai batas diatas dihubungkan dengan kejadian
hemodilusi.
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terbanyak dijumpai pada kehamilan.
Anemia defisiensi besi masih merupakan problem di kebanyakan negara sedang
berkembang, yang disebabkan oleh karena asupan gizi yang kurang. Kebutuhan besi
berbeda-beda pada masing-masing usia kehamilan, dimana peningkatan kebutuhan besi
28
29
30