Anda di halaman 1dari 6

BORAKS DAN FORMALIN

A. Boraks
Asam borat atau boraks (boric acid) merupakan zat pengawet berbahaya yang
tidak diizinkan digunakan sebagai bahan campuran bahan makanan. Boraks adalah
senyawa berbentuk kristal putih, tidak berbau dan stabil pada suhu dan tekanan
normal. Dalam air, boraks berubah menjadi natrium hidroksida dan asam borat.
Boraks atau yang sering disebut asam borat, natrium tetraborat atau sodium borat,
sebenarnya merupakan pembersih, fungisida, herbasida dan insektisida yang bersifat
toksik atau beracun untuk manusia (Yuliarti, 2007). Boraks dipakai sebagai pengawet
kayu, antiseptik kayu, dan pengontrol kecoa.
Dalam industri makanan, boraks banyak disalahgunakan dalam pembuatan
berbagai makanan, seperti bakso, mie basah, pisang molen, siomay, lontong, ketupat,
pangsit, dan lemper. Penggunaan boraks oleh pedagang atau produsen yang curang
dimaksudkan sebagai pengawet. Boraks dapat membuat bahan menjadi lebih kenyal
dan memperbaiki penampilan (Rosmauli dan Wuri, 2014). Boraks juga dapat
menimbulkan efek racun pada manusia. Akan tetapi, mekanisme racun pada boraks
berbeda dengan mekanismeracun pada formalin. Racun boraks tidak langsung
mempengaruhi konsumen dalam waktu dekat. Boraks yang terkandung dalam
makanan akan diserap oleh tubuh kemudian disimpan secara kumulatif dalam hati,
otak, dan testis.
Boraks bisa didapatkan dalam bentuk padat atau cair (natrium hidroksida atau
asam borat). Baik boraks maupun asam borat memiliki sifat antiseptik dan biasa
digunakan oleh industri farmasi sebagai ramuan obat, misalnya dalam salep, bedak,
larutan kompres, obat oles mulut dan obat pencuci mata. Selain itu boraks juga
digunakan sebagai bahan solder, pembuatan gelas, bahan pembersih/pelicin porselin,
pengawet kayu dan antiseptik kayu (Aminah dan Himawan, 2009). Asam borat dan
boraks telah lama digunakan sebagai aditif dalam berbagai makaan. Sejak asam borat
dan boraks diketahui efektif terhadap ragi,jamur dan bakteri, sejak saat itu mulai
digunakan untuk mengawetkan produk makanan. Selain itu, kedua aditif ini dapat
digunakan untuk meningkatkan elastisitas dan kerenyahan makanan serta mencegah
udang segar berubah menjadi hitam.

B. Formalin
Formalin merupakan suatu bahan kimia dengan berat molekul 30,03 yang
pada suhu normal dan tekanan atmosfer berbentuk gas tidak berwarna, berbau pedas
(menusuk) dan sangat reaktif (mudah terbakar). Bahan ini larut dalam air dan sangat
mudah larut dalam etanol dan eter (Moffat, 1986). Larutan formalin pada pendingin
membentuk kristal trimer siklik sebagai trioksimetilen (1,3,5- trioxan) yang larut
dalam air (Schunack, Mayer & Haake, 1990). Penyimpanan dilakukan pada wadah
tertutup baik, terlindung dari cahaya dan sebaiknya pada suhu diatas 200 C (Ditjen
POM, 1979). LD50 untuk formalin secara oral pada tikus adalah 0,80g/kg (Windholz
et al, 1983)
Larutan formalin mengandung formaldehida dan metanol sebagai stabilisator,
dengan kadar formaldehida tidak kurang dari 34,0% dan tidak lebih dari 38,0%.
Formalin merupakan cairan jernih tidak berwarna atau hampir tidak berwarna, bau
menusuk, uap merangsang selaput lendir hidung dan tenggorokan. Formalin larut
dalam air dan dengan etanol 95% (Ditjen POM, 1979)
Formalin dapat digunakan untuk membasmi sebagian besar bakteri, sehingga
sering digunakan sebagai desinfektan dan juga sebagai bahan pengawet. Sebagai
desinfektan, formalin dimanfaatkan sebagai pembersih lantai, kapal, gudang dan
pakaian. Formalin juga digunakan sebagai germisida dan fungisida tanaman dan
buah-buahan, dan banyak digunakan dalam industri tekstil untuk mencegah bahan
menjadi kusut. Dalam bidang farmasi formalin digunakan sebagai pendetoksifikasi
toksin dalam vaksin, dan juga untuk obat penyakit kutil karena kemampuannya
merusak protein (Cahyadi, 2006). Di dalam industri perikanan, formalin digunakan
untuk menghilangkan bakteri yang biasa hidup di sisik ikan (Yuliarti, 2007)
Formalin dapat bereaksi dengan cepat pada saluran pencernaan dan saluran
pernafasan. Di dalam tubuh bahan ini secara cepat teroksidasi membentuk asam
formiat terutama di hati dan sel darah merah. Formalin mungkin juga menyebabkan
degenerasi saraf optik, karena terbentuknya asam format dalam jumlah yang banyak
menyebabkan

timbulnya

gejala

umum dan

dapat

menimbulkan

kematian.

Formaldehid dapat diserap melalui semua jalan saluran lambung atau usus dan paruparu dan dioksidasi menjadi asam formit dan sebagian kecil metil format. Formalin
dalam saluran pencernaan dapat menyebabkan rasa sakit yang disertai dengan radang,
menyebabkan muntah dan diare berdarah (Cahyadi, 2009).

DAFTAR PUSTAKA
Aminah dan Himawan. 2009. Bahan-Bahan Berbahaya dalam Kehidupan. Bandung:
Salamadani
Moffat, A. C. 1986. Clarkes Isolation and Identification of Drugs. London: The
Pharmaceutical Press.
Cahyadi, W. 2006. Analisis Aspek & Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta:
Bumi Aksara.
Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta.
Yuliarti, N. 2007. Awas Bahaya Di Balik Lezatnya Makanan. Yogyakarta: Andi

UJI SALMONELLA
Salmonella adalah bakteri gram negatif dan terdiri dari famili Enterobacteriaceae.
Salmonella merupakan bakteri patogen enterik dan penyebab utama penyakit bawaan dari
makanan (foodborne disease). Salmonella merupakan bakteri yang ditemukan di Amerika
pada tahun 1899 (Dharmojono, 2001)
Spesies Salmonella dapat dibagi kepada dua yakni spesies typhoidal dan non
typhoidal. Bagi kelompok typhoidal bisa menyebabkan demam tifoid dan untuk spesies non
thypoidal bisa menyebabkan diare atau disebut enterokolitis dan juga infeksi metastase
seperti oesteomielitis. Spesies typhoidal adalah bakteri S.typhi dan S.paratyphi dan bakteri
S.enteriditis adalah spesies non-typhoidal. Bakteri S.choleraesuis adalah spesies yang
tersering menyebabkan infeksi metastase.( Levinson, 2008). Sakit yang disebabkan oleh
salmonella

disebut

salmonelosis.

Penyakit

ini

terus

meningkat

dengan

semakin

intensifikasinya produksi peternakan dan teknik laboratorium yang semakin canggih. Bakteri
dari genus Salmonella merupakan bakteri penyebab infeksi. Jika tertelan dan masuk ke dalam
tubuh akan menimbulkan gejala yang disebut salmonellosis. Gejala salmonellosis yang paling
sering terjadi adalah gastroenteritis. Selain gastroenteritis, beberapa spesies Salmonella juga
dapat menimbulkan gejala penyakit lainnya. Misalnya demam enterik seperti demam tifoid
dan demam paratifoid, serta infeksi lokal.
Penegakan diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri S.
typhi terdapat pada biakan darah, urine, feses, sumsum tulang, cairan duodenum dan rose
spot (Tumbelaka, 2003). Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid akan
tetapi hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, Kegagalan untuk mengisolasi
organisme dapat disebabkanoleh beberapa faktor: (1) keterbatasan media laboratorium, (2)
penggunaan antibiotik, (3) volume spesimen, jumlah yang dianjurkan 10-15 ml, atau (4)
waktu pengumpulan, pasien dengan riwayat demam selama 7 sampai 10 hari menjadi lebih
mungkin memiliki kultur darah positif (Tumbelaka, 2003)
Bakteri salmonella ditularkan melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi
kotoran atau tinja dari seorang penderita tifoid. Bakteri masuk melalui mulut bersama
makanan dan minuman, kemudian berlanjut kesaluran pencernaan. Jika bakteri yang masuk
dengan jumlah yang banyak maka bakteri akan masuk ke dalam usus halus selanjutnya
masuk ke dalam sistem peredaran darah sehingga menyebabkan bakterimia, demam tifoid,
dan komplikasi organ lain.

Salmonella menghasilkan endotoksin yang merupakan kompleks lipopolisakarida.


Kompleks ini dianggap berperan penting pada patogenesis demam tifoid. Endotoksin bersifat
pirogenik serta meningkatkan reaksi peradangan di tempat bakteri salmonella berkembang
biak. Infeksi terjadi ketika salmonella melalui lambung dan mencapai usus dan invasi ke
jaringan limfosit yang merupakan tempat predileksi untuk berkembang biak. Melalui saluran
limfe mesentrik bakteri masuk aliran darah sistemik (bakterimia) pada fase ini disebut
sebagai fase inkubasi terjadi pada 7 14 hari. Setelah itu terjadi hiperpelasia kemudian
nekrosis dan selanjutnya ulserasi hingga membentuk ulkus.Infeksi terjadi pada organ yang
lain diantaranya tulang, usus, paru, ginjal, jantung, empedu dan organ lain. Bakteri dapat
tinggal dalam empedu sehingga bersifat sebagai penderita karier akibat penyembuhan tidak
sempurna.

DAFTAR PUSTAKA

Dharmojono. 2001. Lima belas Penyakit Menular dari Binatang ke Manusia. Jakarta :Milenia
Populer
Levinson, W., 2008. Review of Medical Microbiology and Immunology ,10th edition.
California: McGraw Hill: 133-142
Tumbelaka, A.R. 2003. Tata Laksana Demam Tifoid Pada Anak. Balai Penerbit Ikatan Anak
Indonesia.Jakarta:FKUI

Anda mungkin juga menyukai