Anda di halaman 1dari 6

I.

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Mangrove adalah tanaman pepohonan atau komunitas tanaman yang hidup
di antara laut dan daratan yang dipengaruhi oleh pasang surut. Hutan mangrove
merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, didominasi oleh beberapa spesies
pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang-surut
pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini umumnya tumbuh pada daerah intertidal
dan supratidal yang cukup mendapat aliran air, dan terlindung dari gelombang
besar dan arus pasang surut yang kuat. Ekosistem mangrove banyak ditemukan di
pantai-pantai teluk yang dangkal, estuaria, delta dan daerah pantai yang terlindung
(Bengen, 2001).
Ekosistem Mangrove adalah sebuah lingkungan dengan ciri khusus
dimana lantai hutannya digenangi oleh air dimana salinitas juga fluktuasi
permukaan air tersebut sangat dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Ekosistem
mangrove ini sebenarnya masuk ke dalam lingkup ekosistem pantai sebab ia
terletak di kawasan perbatasan laut dan juga darat. Ia terletak di wilayah pantai
dan juga muara sungai. Hutan mangrove, sebagai sebuah hutan yang tumbuh di
wilayah pasang dan surut akan tergenang air di masa pasang dan akan bebas dari
genangan air pada saat air surut. Komunitas yang ada di dalam hutan mangrove
ini sangat adaptif terhadap kadar garam air laut. Sebagai sebuah ekosistem, hutan
mangrove terdiri dari beragam organisme yang juga saling berinteraksi satu sama
lainnya.
Ekosistem mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas
flora dan fauna daerah pantai. Selain menyediakan keanekaragaman hayati
(biodiversity), ekosistem mangrove juga sebagai plasma nutfah (genetic pool) dan
menunjang keseluruhan sistem kehidupan di sekitarnya. Habitat mangrove
merupakan tempat mencari makan (feeding ground), tempat mengasuh dan
membesarkan (nursery ground), tempat bertelur dan memijah (spawning ground)
dan tempat berlindung yang aman bagi berbagai juvenile dan larva ikan serta

kerang (shellfish) dari predator. Habitat mangrove juga merupakan tempat hidup
berbagai macam hewan buas/ predator.
Hutan mangrove dengan luas 177,09 ha di kawasan Estuari Perancak
merupakan luas hutan yang tersisa setelah terjadinya kegiatan konversi lahan
menjadi areal pertambakan pada sekitar tahun 1980 (BROK, 2004). Setelah
kegiatan konversi lahan sampai dengan saat ini, masih banya k kegiatan yang
dilakukan oleh masyarakat di dalam ekosistem ini. Beberapa pihak yang terlibat
langsung dan terpengaruh oleh perubahan atau dinamika ekosistem mangrove
perancak diantaranya adalah petambak, pencari ikan, pencari kepiting, pencari
udang, pencari kerang, pencari kayu bakar, peternak sampai dengan masyarakat
secara umum.

II. TINJAUAN PUSTAKA


Kondisi Ekosistem
Berdasarkan pembagian administratif pemerintahan, kawasan Estuari
Perancak berada di dua Kecamatan yaitu Kecamatan Negara dan Kecamatan
Jembrana, Kabupaten Jembrana, Provinsi Bali. Kawasan Estuari Perancak
memiliki luasan cukup besar yaitu 2.512,69 ha, dengan penggunaan lahan berupa
tambak dan hutan mangrove. Hutan mangrove di estuari ini merupakan hutan alam
yang ditumbuhi berbagai jenis mangrove tersebar secara acak pada luasan 177,09
ha (Balai Riset dan Observasi Kelautan 2004).
Jenis-jenis mangrove yang terdapat di hutan mangrove perancak Bali
terdiri dari bakau (Rhizophora spp.), lindur (Bruguiera gymnorrhiza), api-api
(Avicennia spp.), pedada (Sonneratia spp.), tingi (ceriops tagal), dan nipah (Nypa
fruticants).
Tabel 1. Komposisi jenis mangrove di Perancak Bali

Zonasi mangrove di Estuari Perancak dari perairan menuju ke arah daratan


adalah zona depan (dekat perairan) didominasi oleh Avicnenia spp. dan Sonneratia
spp. Di zona tengah didapatkan campuran jenis Rhizophora spp, ceriops tagal dan
Bruguiera gymnorrhiza serta beberapa mangrove ikutan. Pada zona akhir (dekat
daratan) didominasi oleh jenis Nypa fruticants. Komposisi jenis ini masih tetap
sama dengan penelitian greenbelt yang dilakukan oleh Balai Riset dan Observasi
Kelautan pada tahun 2004.
Hasil pengamatan di lapang, diperoleh kisaran kerapatan jenis setiap
stasiunnya baik itu untuk tingkat pohon, anakan ataupun semai. Selain itu, kisaran

kerapatan total mangrove juga dapat diperoleh dengan cara menjumlahkan semua
jenis yang terdapat pada setiap plotnya.
Potensi Flora dan Fauna Pada Ekosistem Mangrove di Perancak
Mangrove memiliki fungsi ekologis sebagai habitat berbagai jenis satwa.
Komunitas fauna ekosistem mangrove di Estuari Perancak membentuk
percampuran antara dua kelompok, yaitu kelompok fauna daratan (terestrial) dan
kelompok fauna perairan (akuatik).
Kelompok fauna daratan (terestrial) di Estuari Perancak adalah jenis
burung seperti kuntul besar (Egretta alba), kuntul kecil (Egretta garzetta),
belekok/ kuntul sawah (Ardeola speciosa) dan jenis reptil seperti biawak (Varanus
salvator), ular air (Natrix sp.) dan kadal (Mabouia multifasciata). Sedangkan
kelompok fauna perairan (akuatik) di daerah adalah jenis ikan seperti ikan buntal
(Diodon sp), ikan bawal putih (Pampus argeteun), ikan baronang (Siganus sp.),
ikan kerapu lumpur (Epinephelus coroides), ikan blanak (Mugil sp.) dan ikan
mujaer (Oreochromis mossambicus) dan jenis moluska seperti teritip (Belanus
spp.) dan kerang bakau (Polymesoda bengalensis L.), jenis krustasea seperti udang
dan kepiting bakau (Scylla serrata).
Kegiatan Pemanfaatan Kawasan Estuari Perancak oleh Masyarakat
Masyarakat sebagian besar melakukan kegiatan pemanfaatan kawasan
Estuari Perancak berupa penangkapan ikan (91%), sisanya ada yang melakukan
penangkapan udang, kerang dan kepiting. Selain itu terdapat juga masyarakat
yang melakukan pemafaatan kayu mangrove (Gambar 7). Masyarakat pemanfaat
kayu yang terdata relatif sedikit, namun pada kenyataannya masih banyak
masyarakat yang melakukan kegiatan tersebut.
Tambahin yang kamu da..

III.
Tambahin juga ya da

KESIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA
Bahar, A. 2004. Kajian Kesesuaian dan Daya Dukung Ekosistem Mangrove untuk
Pengembangan Ekowisata di Gugus Pulau Tanakeke Kabupaten Takalar,
Sulawesi Selatan [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Bengen, D. G. 2001. Ekosistem dan sumberdaya pesisir dan laut serta pengelolaan
secara terpadu dan berkelanjutan. Prosiding pelatihan pengelolaan wilayah
pesisir terpadu. Bogor
Bengen, D. G. 2002. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir. Pusat Kajian
Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Institut Pertanian Bogor. Bogor
BROK (Balai Riset dan Observasi Kelautan). 2004. Pengembangan Teknologi
Struktur Lunak (Greenbelt) untuk Perlindungan Pantai . Laporan Antara .
Pusat Riset Teknologi Kelautan. Balai Riset dan Observasi Kelautan. DKP.
BROK (Balai Riset dan Observasi Kelautan). 2008. Prediksi Pasang Surut Estuari
Perancak 1 7 April 2008. Pusat Riset Teknologi Kelautan. Balai Riset
dan

Observasi Kelautan. DKP.

Santoso, N. 2006. Pengelolaan Ekosistem Mangrove Berkelanjutan di Indonesia.


Dalam bahan pelatihan. 2006.
Yulianda, F. 2007. Ekowisata bahari sebagai alternatif pemanfaatan sumberdaya
pesisir berbasis konservasi. Makalah Seminar Sains 21 Februari 2007.
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK. IPB.
Yulianda, F. 2006. Bahan Kuliah Pengelolaan Kawasan Wisata Air. Departemen
Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK. IPB.

Anda mungkin juga menyukai