Anda di halaman 1dari 12

Nekrosis Pulpa

Etiologi
Nekrosis atau kematian pulpa memiliki penyebab yang bervariasi, pada umumnya
disebabkan keadaan radang pulpitis yang ireversibel tanpa penanganan atau dapat
terjadi secara tiba-tiba akibat luka trauma yang mengganggu suplai aliran darah ke
pulpa. Meskipun bagian sisa nekrosis dari pulpa dicairkan atau dikoagulasikan, pulpa
tetap mengalami kematian. Dalam beberapa jam pulpa yang mengalami inflamasi
dapat berdegenerasi menjadi kondisi nekrosis2. Penyebab nekrosi lainnya adalah
bakteri, trauma, iritasi dari bahan restorasi silikat, ataupun akrilik. Nekrosis pulpa
juga dapat terjadi pada aplikasi bahan-bahan devitalisasi seperti arsen dan
paraformaldehid. Nekrosis pulpa dapat terjadi secara cepat (dalam beberapa minggu)
atau beberapa bulan sampai menahun. Kondisi atrisi dan karies yang tidak ditangani
juga dapat menyebabkan nekrosis pulpa. Nekrosis pulpa lebih sering terjadi pada
kondisi fase kronis dibanding fase akut.
Patofisiologi
Jaringan pulpa yang kaya akan vaskuler, syaraf dan sel odontoblast; memiliki
kemampuan untuk melakukan defensive reaction yaitu kemampuan untuk
mengadakan pemulihan jika terjadi peradangan.Akan tetapi apabila terjadi inflamasi
kronis pada jaringan pulpa atau merupakan proses lanjut dari radang jaringan pulpa
maka akan menyebabkan kematian pulpa/nekrosis pulpa. Hal ini sebagai akibat
kegagalan jaringan pulpa dalam mengusahakan pemulihan atau penyembuhan.
Semakin luas kerusakan jaringan pulpayang meradang semakin berat sisa jaringan
pulpa yang sehat untuk mempertahankan vitalitasnya. Nekrosis pulpa pada dasarnya
terjadi diawali karena adanya infeksi bakteria pada jaringan pulpa. Ini bisa terjadi
akibat adanya kontak antara jaringan pulpa dengan lingkungan oral akibat
terbentuknya dentinal tubules dan direct pulpal exposure, hal ini memudahkan infeksi
bacteria ke jaringan pulpa yang menyebabkan radang pada jaringan pulpa. Apabila
tidak dilakukan penanganan, maka inflamasi pada pulpa akan bertambah parah dan

dapat terjadi perubahan sirkulasi darah di dalam pulpa yang pada akhirnya
menyebabkan nekrosis pulpa. Dentinal tubules dapat terbentuk sebagai hasil dari
operative atau restorative procedure yang kurang baik atau akibat restorative material
yang bersifat iritatif. Bisa juga diakibatkan karena fraktur pada enamel, fraktur
dentin, proses erosi, atrisi dan abrasi. Dari dentinal tubules inilah infeksi bakteria
dapat mencapai jaringan pulpa dan menyebabkan peradangan. Sedangkan direct
pulpal exposure bisa disebabkan karenaproses trauma, operative procedure dan yang
paling umum adalah karena adanya karies. Hal ini mengakibatkan bakteria
menginfeksi jaringan pulpa dan terjadi peradangan jaringan pulpa. Nekrosis pulpa
yang disebabkan adanya trauma pada gigi dapat menyebabkan nekrosis pulpa dalam
waktu yang segera yaitu beberapa minggu. Pada dasarnya prosesnya sama yaitu
terjadi perubahan sirkulasi darah di dalam pulpa yang pada akhirnya menyebabkan
nekrosis pulpa. Trauma pada gigi dapat menyebabkan obstruksi pembuluh darah
utama pada apek dan selanjutnya mengakibatkan terjadinya dilatasi pembuluh darah
kapiler pada pulpa. Dilatasi kapiler pulpa ini diikuti dengan degenerasi kapiler dan
terjadi edema pulpa. Karena kekurangan sirkulasi kolateral pada pulpa, maka dapat
terjadi ischemia infark sebagian atau total pada pulpa dan menyebabkan respon pulpa
terhadap inflamasi rendah. Hal ini memungkinkan bakteri untuk penetrasi sampai ke
pembuluh dara kecil pada apeks. Semuaproses tersebut dapat mengakibatkan
terjadinyanekrosispulpa.
Gejala-gejala
Nekrosis pulpa dapat terjadi parsial atau total. Tipe parsial dapat memperlihatkan
gejala pulpitis yang ireversibel. Yaitu menunjukkan rasa sakit yang biasanya
disebabkan oleh stimulus panas atau dingin, atau rasa sakit yang timbul secara
spontan. Rasa sakit bertahan untuk beberapa menit sampai berjam-jam, dan tetap ada
setelah stimulus/jejas termal dihilangkan. Pada awal pemeriksaan klinik ditandai
dengan suatu paroksisme (serangan hebat), rasa sakit dapat disebabkan oleh hal
berikut: perubahan temperatur yang tiba-tiba, terutama dingin; bahan makanan manis
ke dalam kavitas atau pengisapan yang dilakukan oleh lidah atau pipi; dan sikap

berbaring yang menyebabkan bendungan pada pembuluh darah pulpa. Rasa sakit
biasanya berlanjut jika penyebab telah dihilangkan, dan dapat datang dan pergi secara
spontan, tanpa penyebab yang jelas. Rasa sakit seringkali dilukiskan oleh pasien
sebagai menusuk, tajam atau menyentak-nyentak, dan umumnya adalah parah. Rasa
sakit bisa sebentar-sebentar atau terus-menerus tergantung pada tingkat keterlibatan
pulpa dan tergantung pada hubungannya dengan ada tidaknya suatu stimulus
eksternal. Terkadang pasien juga merasakan rasa sakit yang menyebar ke gigi di
dekatnya, ke pelipis atau ke telinga bila bawah belakang yang terkena.
Diagnosis
Radiograf umumnya menunjukkan suatu kavitas atau tumpatan besar, suatu jalan
terbuka ke saluran akar, dan suatu penebalan ligamen periodontal.
Pengobatan
Simtomatis :
Diberikan obat-obat penghilang rasa sakit/anti inflmasi (OAINS)
Kausatif :
Diberikan antibiotika (bila ada peradangan)
Tindakan :
Gigi dibersihkan dengan semprit air, lalu dikeringkan dengan kapas. Beri anagesik,
bila ada peradangan bisa di tambah dengan antibiotic Sesudah peradangan reda bisa
dilakukan pencabutan atau dirujuk untuk perawatan saluran akar. Biasanya perawatan
saluran akar yang digunakan yaitu endodontic intrakanal. Yaitu perawatan pada
bagian dalam gigi (ruang akar dan saluran akar) dan kelainan periapaikal yang
disebabkan karena pulpa gigi tersebut
a. Nekrosi Parsialis
Pulpa terkurung dalam ruangan yang dilingkungi oleh dinding yang kaku, tidak
memiliki sirkulasi darah kolateral, dan venula serta system limfenya akan lumpuh
jika tekanan intrapulpanya meningkat. Oleh karena itu, pulpitis irreversible akan
menyebabkan nekrosis likuefaksi. Jika eksudat yang timbul selama pulpitis

ireversibel diabsorbsi atau terdrainase melalui karies atau melalui daerah pulpa
terbuka ke dalam rongga mulut, terjadinya nekrosis akan tertunda; pulpa di akar
mungkin masih tetap vital untuk waktu yang lama. Sebaliknya, penutupan atau
penambalan pulpa terinflamasi akan menginduksi nekrosis pulpa yang cepat dan total
serta penyakit periradikuler. Selain nekrosis likuefaksi, nekrosis pulpa iskemik dapat
timbul akibat trauma karena terganggunya pembuluh darah. Dapat dikatakan nekrosis
pulpa parsialis apabila sebagian jaringan pulpa di dalam saluran akar masih dalam
keadaan vital.
Nekrosis pulpa biasanya tidak menimbulkan gejala tetapi dapat juga disertai dengan
episode nyeri spontan atau nyeri ketika ditekan (dari periapeks). Gejala klinis
nekrosis pulpa parsialis:
- Pada anamnesa terdapat keluhan spontan.
- Pada pemeriksaan obyektif dengan jarum Miller terasa sakit sebelum apikal.
Pemeriksaan klinis dari nekrosis pulpa parsialis:
- Tes termis: bereaksi atau tidak bereaksi.
- Tes jarum Miller: bereaksi.
- Pemeriksaan rontgenologis: terlihat adanya perforasi.
Nekrosis pulpa parsialis dapat dilakukan perawatan dengan pulpektomi.
b. Nekrosis Totalis
Merupakan matinya pulpa seluruhnya.
Gejala klinis :
Nekrosis totalis biasanya asimtomatik, tetapi bisa juga ditandai dengan nyeri spontan
dan ketidaknyamanan nyeri tekan (dari periapeks). Diskolorisasi gigi merupakan
indikasi awal matinya pulpa. Dapat dilihat dari penampilan mahkota yang buram atau
opak dan perubahan warna gigi menjadi keabu-abuan atau kecoklatan serta bau busuk

dari gigi.
Rencana perawatan :
Perawatan terdiri dari preparasi dan obturasi saluran akar (perawatan saluran akar).
Pemeriksaan Klinis :
1. Pemeriksaan subyektif
2. Pemeriksaan obyektif
Gigi dengan pulpa nekrotik tidak bereaksi terhadap tes termal dingin, tes pulpa listrik,
atau tes kavitas. Namun, gigi dengan pulpa nekrotik sering kali sensitive terhadap
perkusi dan palpasi asalkan disertai dengan inflamasi periapikal.
3. Rontgenologis
Gambaran radiografi umumnya menunjukkan suatu kavitas atau tumpatan besar, jalan
terbuka ke saluran akar, dan penebalan ligament periodontal. Kadang-kadang gigi
yang tidak mempunyai tumpatan atau kavitas pulpanya mati karena akibat trauma.
2.3 Penegakan Diagnosis
1. Keluhan Utama
Keluhan utama pada umumnya merupakan informasi pertama yang dapat diperoleh.
Keluhan ini berupa gejala atau masalah yang dirasakan pasien dalam bahasanya
sendiri yang berkaitan dengan kondisi yang membuatnya cepat-cepat dating mencari
perawatan. Keluhan utama hendaknya dicatat dengan bahasa apa adanya menurut
pasien.
(Walton & Torabinejad, 1997 : 72)
2. Riwayat Kesehatan Umum
Suatu riwayat kesehatan umum yang lengkap bagi pasien terdiri atas data demografis
rutin, riwayat medis, riwayat dental, keluhan utama, dan sakit yang sekarang diderita.
a. Data Demografis
Data demografis mengidentifikasi karakteristik pasien.
b. Riwayat Medis
Karena suatu riwayat medis tidak dimaksudkan sebagai pemeriksaan klinis lengkap,

pertanyaan medis janganlah terlalu luas. Buatlah formulir pemeriksaan yang berisi
penyakit serius yang sedang dan pernah dialami. Jika ditemukan adanya penyakit
fisik atau psikologis yang parah atau penyakit yang masih diragukan yang mungkin
mengganggu diagnosis dan perawatan kita, lakukanlah pemeriksaan lebih lanjut dan
konsultasikan dengan profesi kesehatan lainnya.
c. Riwayat Dental
Riwayat dental merupakan ringkasan dari penyakit dental yang pernah dan sedang
diderita. Informasi ini menyediakan informasi yang sangat berharga mengenai sikap
pasien terhadap kesehatan gigi, pemeliharaan, serta perawatannya. Infromasi
demikian tidak hanya berperan penting dalam penegakan diagnosis, melainkan
berperan pula pada rencana perawatan. Kuesionernya hendaknya berisikan
pertanyaan mengenai gejala dan tanda, baik kini maupun di masa lalu. Pengambilan
riwayat dental ini merupakan langkah teramat penting dalam menentukan diagnosis
yang spesifik.(Walton & Torabinejad, 1997 : 72-73)
3. Pemeriksaan Subyektif
Sejumlah infromasi rutin yang berkaitan dengan data pribadi, riwayat medis, dan
riwayat dental serta keluhan utama didapatkan dari pemeriksaan subyektif. Banyak
pasien yang menunjukkan tingkatan nyeri yang jelas dan merasa tertekan. Pada
umumnya nyeri dan ketidaknyamanan yang disebabkan oleh penyakit pulpa dan
periradikuler yang parah dapat mempengaruhi kondisi fisik pasien. Pertanyaan yang
diajukan adalah mengenai lokasi, asal nyeri, karakter dan keparahan nyeri yang
dialami. Kemudian pertanyaan lanjutan mengenai spontanitas dan durasi nyeri, serta
stimulus yang merangsang atau meredakan nyeri. Keparahan rasa nyeri dan obatobatan yang diminum pasien untuk meredakan nyeri dan keefektifannya juga perlu
diketahui.
Makin intens nyerinya, makin besar kemungkinan adanya penyakit irreversible. Nyeri
intens dapat timbul dari pulpitis ieversible atau dari periodontitis atau abses apikalis

akut. Nyeri spontan yang bersama dengan nyeri intens juga mengindikasikan adanya
penyakit pulpa atau periradikuler yang parah. (Walton & Torabinejad, 1997 : 73-75)

4. Pemeriksaan Obyektif
a. Pemeriksaan ekstraoral
Penampilan umum, tonus otot, asimetri fasial, pembengkakan, perubahan warna,
jaringan parut ekstraoral, dan kepekaan atau nodus jaringan limfe servikal atau fasial
yang membesar, merupakan indokator status fisik pasien. Pemeriksaan ekstraoral
yang hati-hati akan membantu mengidentifikasi sumber keluhan pasien serta adanya
dan luasnya reaksi inflamasi rongga mulut.
b. Pemeriksaan intraoral
Bibir, mukosa oral, pipi, lidah, palatum, dan otot-otot serta semua keabnormalan
diperiksa. Periksa pula mukosa alveolar dan gingival-cekatnya untuk memeriksa
apakah ada perubahan warna, terinflamasi mengalami ulserasi, atau mempunyai
saluran sinus. Suatu stoma saluran sinus biasanya menandakan adanya pulpa nekrosis
atau periodontitis apikalis supuratif atau kadang-kadang abses periodontium.
Gigi geligi diperiksa untuk mengetahui adanya perubahan warna, fraktur, abrasi,
erosi, karies, restorasi yang luas, atau abnormalitas lain. Mahkota yang berubah
warna sering merupakan tanda adanya penyakit pulpa atau merupakan akibat
perawatan saluran akar yang telah dilakukan sebelumnya.
c. Tes klinis
Tes klinis meliputi tes dengan menggunakan kaca mulut dan sonde serta tes
periodontium selain tes pulpa dan jaringan periapeks. Hasil satu tes harus
dikonfirmasikan dengan tes tambahan yang lain. Penting untuk diingat bahwa tes-tes
ini bukan tes untuk gigi melainkan tes mengenain respons pasien terhadap berbagai

stimuli. Pasien mungkin tidak memahami arti stimuli atau salah


menginterpretasikannya. Oleh karena itu, hasil tes obyektif dan subyektif dan tanda
yang ditemukan tidak konsisten sehingga kadang kadang membingungkan. (Walton
& Torabinejad, 1997 : 77-78)
5. Tes Periapeks
a. Perkusi
Perkusi dapat menentukan ada tidaknya penyakit periradikuler. Respons positif yang
jelas menandakan adanya inflamasi periodontium. Karena perubahan inflamasi dalam
ligament periodontium tidak selalu berasal dari pulpa dan dapat diinduksi oleh
penyakit periodontium, hasilnya harus dikonfirmasikan dengan tes yang lain. Cara
melakukan perkusi dengan mengetukan ujung kaca mulut yang dipegang paralel atau
tegak lurus terhadap mahkota pada permukaan insisal atau oklusal mahkota.
b. Palpasi
Seperti halnya perkusi, palpasi menentukan seberapa jauh proses inflamasi meluas
kearah periapeks. Respon positif menandakan adanya inflamasi periradikuler. Palpasi
dilakukan dengan menekan mukosa di atas apeks dengan cukup kuat. Pemeriksaan
hendaknya memakai juga gigi pembanding.
c. Tes kevitalan pulpa
Tes dingin menggunakan larutan chlor etil yang dibasahkan pada cotton palate.
Respon nyeri tajam dan sebentar akan timbul baik pada pulpa normal, pulpitis
reversible maupun irreversible. Akan tetapi jika responnya cukup intens dan
berkepanjangan, pulpa biasanya telah mengalami peradangan irreversible. Sebaliknya
jika pulpa nekrosis tidak akan memberikan respon.
Tes panas menggunakan gutta percha yang dipanaskan dan diaplikasikan pada
permukaan fasial. Seperti halnya pada tes dingin, nyeri tajam dan sebentar
menandakan pulpa vital atau peradangan reversible. Respon hebat dan tidak cepat
hilang adalah pulpitis irreversible. Jika tidak ada respon menandakan pulpanya

nekrosis.
Pengetesan pulpa secara elektrik diaplikasikan pada permukaan fasial untuk
menentukan ada tidaknya saraf sensoris dan vital tidaknya pulpa. Tes ini masih belum
sempurna dan mungkun menghasilkan respons positif dan negative palsu.
Metamorphosis kalsium dapat menghasilkan respons negative palsu. (Walton &
Torabinejad, 1997 : 79-81)
6. Pemeriksaan Radiografis
a. Periapeks
Lesi periradikuler yang disebabkan oleh pulpa biasanya memiliki empat karakteristik
yaitu (1) hilangnya lamina dura di daerah apeks, (2) radiolusensi tetap terlihat di
apeks bagaimanapun sudut pengambilannya, (3) radiolusensi menyerupai suatu
hanging drop; dan (4) biasanya nekrosisnya pulpa telah jelas. Lesi radiolusen yang
terbentuk sempurna disebabkan oleh hasil dari suatu pulpa yang nekrosis. Suatu
radiolusensi yang cukup besar di daerah periapeks dengan gigi yang pulpanya vital
adalah bukan berasal dari lesi endodonsi melainkan struktur normal atau penyakit
nonendodonsi. Perubahan juga bisa berupa radioopak. Condensing osteitis adalah
reaksi yang jelas terhadap pulpa atau inflamasi periradikuler dan mengakibatkan
peningkatan dalam tulang medulla.
b. Pulpa
Hanya sedikit keadaan patologis khusus yang berkaitan dengan pulpitis ireversibel
terlihat secara radiografis. Suatu pulpa yang terinflamasi dengan aktivitas
dentinoklast dapat memperlihatkan pembesaran ruang pulpa yang berubah abnormal
dan merupakan tanda patologis dari resorpsi interna.kalsifikasi yang menyebar luas
dalam kamar pulpa menunjukkan adanya iritasi dengan derajat rendah yang sudah
berjalan lama (tidak harus suatu pulpitis ireversibel.) (Walton & Torabinejad, 1997 :
83-85)
7. Tes Khusus

a. Pembuangan karies
Pada beberpa keadaan, yang perlu dilakukan untuk menentukan diagnosis yang tepat
adalah penentuan kedalaman penetrasi karies. Keadaan yang sering dijumpai adalah
adanya karies dalam yang terlihat secara radiografis, tidak ada riwayat penyakit, dan
pulpa yang memberikan respons terhadap ter-tes klinis. Semua temuan lain tidak
begitu relevan. Tes definitive finalnya adalah pembuangan karies seluruhnya untuk
melihat keadaan pulpanya.
Penetrasi karies ke dalam pulpa menandakan adanya pulpitis irebersible. Karies yang
belum berpenetrasi ke dalam pulpa biasanya menunjukkan suatu pulpitis reversible
(walaupun ada sejumlah pulpa yang mengalami inflamasi irreversible tanpa ada
daerah yang terbuka). Gigi kemudian direstorasi secara nirtrauma.
b. Anastesi selektif
Tes ini berlawanan dengan tes kavitas yang dilaksanakan pada gigi tanpa nyeri
maupun gigi yang disertai gejala. Tes ini bermanfaat pada gigi yang sedang nyeri
terutama jika pasien tidak dapat menentukan gigi mana yang sakit, bahkan tidak dapat
pula menentukan lengkung giginya. Jika dicurigai gigi yang sakit ada di daerah
mandibula, anastesi blok mandibula akan mengkonformasikan paling sedikit region
sakitnya apabila nyeri tersebut hilag setelah dianastesi.
c. Transluminasi
Tes ini membantu mengidentifikasi fraktur mahkota vertical karena segmen fraktur
dari mahkota tidak mentransmisikan cahaya secara sama. Transluminasi
menghasilkan bayangan gelap dan abu-abu di daerah fraktur.
(Walton & Torabinejad, 1997 : 85-87)
2.4 Rencana Perawatan
Jika sifat penyakitnya telah ditentukan, buatlah keputusan perawatan dasarnya.
Keputusannya dapat berupa perawatan saluran akar atau cara lain yang lebih tepat.
Sejumlah keadaan memerlukan perawatan saluran akar yang dikombinasikan dengan
prosedur tambahan. Sedangkan yang lain mungkin memerlukan pencabutan atau

perawatan sementara (misalnya pada suatu keadaan darurat) dengan perawatan


saluran akar definitif pada kunjungan berikutnya. Akan tetapi keputusan utama adalah
apakah memang suatu perawatan saluran akar merupakan indikasi atau bukan.
Perawatan Berdasarkan Diagnosis
Diagnosis pulpa secara umum menentukan apakah perawatan saluran akar memang
diperlukan. Andaikata berbagai keadaan pulpa ini dibuat daftarnya, yakni : normal,
pulpitis reversible, pulpitis irreversible, dan nekrosis, terdapat suatu garis yang
membentang antara pulpitis reversible dan ireversibel. Semua yang ada di sisi yang
reversible mungkin perlu atau mungkin pula tidak perlu dilakukan perawatan
noninvasive, sedangkan yang berada pada sisi irreversible memerlukan pencabutan
atau perawatan saluran akar atau paling tidak pembuangan jaringan pulpanya yang
terinfeksi.
Diagnosis periapeks menandakan adanya sifat khusus yang harus diikuti, biasanya
dalam kaitannya dengan perawatan saluran akar. Dengan perkataan lain,
berkembangnya lesi periradikuler hanyalah karena adanya suatu penyakit pulpa yang
parah. Hal ini memerlukan terapi saluran akar (jika memang dibutuhkan) dan kadangkadang prosedur bedah lain seperti insisi dan drainase.
(Walton & Torabinejad, 1997 : 90)
Jumlah kunjungan
Walaupun masih merupakan bahan perdebatan, hasil penelitian mutakhir
menunjukkan bahwa perawatan saluran akar satu kali kunjungan dapat dilakukan
pada sebagian besar kasus. Akan tetapi, dokter gigi umum harus mengerjakan macam
perawatan ini dengan hati-hati serta memilih kasusnya dengan teliti.

DAFTAR PUSTAKA
Baum, Lloyd, Philips, Ralph W., Lund, Melvin R. 1197. Buku Ajar Ilmu
KonservasiGigi, Edisi 3. Jakarta: EGC
Grossman LI. 1998. Endodontic Practice. 8th ed. Philadelphia, London: Lea and
Febiger
Tarigan, Rasinta. 1994. Perawatan Pulpa Gigi (Endodonti). Jakarta : Widya Medika
Walton, Richard. E & Torabinejad, Mahmoud. 1997. Prinsip dan Praktik Ilmu
Endodonsi. Jakarta : EGC.
Diposkan oleh oshinhesina di 20.43
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan
ke Pinterest
Label: gigi, nekrosis pulpa
Tidak ada komentar:
Poskan Komentar

Anda mungkin juga menyukai