Disusun oleh:
Neni Setyowati
Deta Noorfaizah Ulfi
Ardana Windriya
20110310011
20110310174
20110310183
TUTORIAL KLINIK
ANESTESI PADA BRONKOPNEUMONIA,
SYOK SEPTIK, DAN GAGAL JANTUNG
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Anestesi RSUD Panembahan Senopati Bantul
Disusun oleh:
Neni Setyowati
Deta Noorfaizah Ulfi
Ardana Windriya
20110310011
20110310174
20110310183
Mengetahui,
Dokter pembimbing,
Desember 2016
Kasus
Nama
: Ny. P
Umur
: 79 th
Alamat
No CM
: 47-80-25
Masuk RS tanggal
: 7 Nopember 2016
Anamnesis
Os datang sadar ke iGD mengeluh sesak dan lemas, riw. sesak nafas + terakhir kali kambuh
1th yang lalu, pasien sesak nafas hingga tdk dapat berbicara dengan lancar, Obat rutin asma -,
riw HT +, DM -, makan minum tidak mau, BAK dan BAB baik
Pemeriksaan fisik
Vital sign:
TD: 110/60 TD 70/palp
Suhu: 39.6
: CA -/-, SI -/-
: S1 S2 Reg BJ
Abdomen
Ekstremitas
: Akral hangat +
Assessment di IGD
Asma Bronkhial
Terapi:
RL makro 15 tpm
Nebu ventolin :flexotide 1:1 / 8 jam
Inj Ranitidin 1 Amp
Aminophilin 1 amp
Inj Mp vial / 12 jam
Inj Cefuroxim 1 amp / 12jam
Inj Ciprofloxacin 200 mg/ 12 jam
PCT 4 x 500 mg
Ambroxol 3x1
12.8
pH
7.19
AL
20.25
pCO2
53
pO2
470
Eritrosit
4.53
Trombosit
284
HCO3
18.6
Hmt
39.1
SO2
100
SGOT
295
BE
-8.2
SGPT
256
TCO2
21.8
Alb
3.12
A-aDO2
Glob
2.85
PA02
647
Ureum
124
RI
0.4
Creat
3.49
PF
470
GDS
177
PaO2/PAO2
0.73
Na
143.4
4.57
Cl
113.2
177
13/11
SO2
94
HB
12.6
BE
-7.1
AL
15.86
TCO2
22
Eritrosit
4.46
A-aDO2
285
Trombosit
228
PA02
367
Hmt
38.8
RI
3.5
GDS
124
PF
138
pH
7.23
PaO2/PAO2
0.22
pCO2
49
Na
141.2
pO2
82
4.11
HCO3
20.5
Cl
111.1
14/11
PT 16.9
PF
APTT 34.3
PaO2/PAO2
Alb
D-Dimer 1700
2.35
403
pH 7.33
SGOT 66
pCO2 39
SGPT 95
pO2
Ureum 136
245
0.65
HCO3 20.5
Creat 3.74
SO2
100
CKMB 32
BE
-4.7
Troponin I 1.87
TCO2 21.7
A-aDO2
134
PA02 379
RI
Na
146
4.06
Cl
112.5
0.5
15/11
SGOT
38
HB
10.5
SGPT
54
AL
14.98
Protein total
4.91
Alb
2.65
Eritrosit
3.74
Trombosit
162
Glob
2.26
Hmt
33.5
Ureum
136
Creat
3.58
A-aDO2
102
GDS
136
PA02
379
pH
7.33
RI
0.40
pCO2
39
PF
462
pO2
277
PaO2/PAO2
0.73
HCO3
20.6
Na
140.9
SO2
100
4.17
BE
-4.9
Cl
110.4
TCO2
21.8
22.3
16/11
GDS 111
pH 7.24
pCO2 46
pO2
215
HCO3 19.7
SO2
100
BE
-7.7
TCO2 21.1
17/11
Protein total
5.47
TCO2
Alb
2.96
A-aDO2
Glob
2.51
PA02
364
GDS
184
RI
0.5
pH
7.21
PF
405
pCO2
51
PaO2/PAO2
0.66
pO2
240
Na
134.6
HCO3
20.7
4.27
SO2
100
Cl
106.1
BE
-7.4
18/11
Ureum 165
124
Creat 4.99
GDS 166
Alb 2.61
Na 141.2
Glob 2.30
4.54
Ureum 182
Cl
102.3
Creat 5.83
GDS 108
Na 136.1
K 4.84
19/11
Cl 103.9
Tanggal
12 November
Follow up
S : Pasien pindahan dari bangsal Anestesi :
2016
Terapi
SIMV/365/12/PS8/PEEP/FiO2
O:
B1 : Kussmaul 40x/ menit, ronkhi 70%
+/+, wheezing +/+
-Diet : Jika resiu -, diet cair
B2 : TD 110/80, nadi 140 x/ menit
100cc/3 am
irregular, VES +
-Infus RL 60cc/jam
B3 : E2V2M3
B4 :
-Injeksi ceftazidim 1gr/12 jam
B5 : peristaltic (+)
-Injeksi fluconazole 200mg/12 jam
B6 : edema (-)
Laboratorium : pH : 7.190
-Injeksi esomeprazole 40 mg/12
pCO2 : 53
jam
HCO3 : 18.6
A : Bronkopneumonia
-Levosol titrasi TDS >90
Syok septik
-Fentanil 200 mikrogram dalam 50
cc Nacl
-Midazolam 2mg/jam
-Novorapid 4IU jika GDS >200
(cek GDS tiap 4 jam )
-Nebulizer meptin +Nacl 3% 2cc/8
jam
-Balance cairan +/- 500 cc/24 jam
-Cek GDS, elektrolit, AGD besok
-Kultur sensitivitas darah dan urin
-Rontgen thorax
14 November
S : gagal napas
Anestesi :
2016
O:
B1 :
on ventilator FiO2
60%/SIMV/15/65/8/5
100cc/3 jam
B2 : TD :110/80, HR 100x/menit
irregular, bising -
cc Nacl
Midazolam 2mg/jam
Laboratorium :
Albumin : 2.35
GDS : 111
pH : 7.33
jam
PO2 : 245
PCO2 : 39
HCO3 : 20.5
BE : - 4.7
%
Cek GDS, elektrolit, albumin,
A:
napas
15 November
S : gagal napas
jam
Anestesi :
2016
O:
B1 :
on ventilator FiO2
60%/SIMV/15/65/8/5
100cc/3 jam
B2 : TD :104/62, HR 91x/menit
irregular, bising -
cc Nacl
Midazolam 2mg/jam
Laboratorium :
Albumin : 2.35
GDS : 111
pH : 7.33
jam
PO2 : 245
PCO2 : 39
HCO3 : 20.5
BE :- 4.7
%
Cek GDS, elektrolit, , AGD besok
A:
S : gagal napas
2016
O:
B1 : on ventilator FiO2
60%/SIMV/15/65/8/5
100cc/3 jam
B2 : TD :110/80, HR 100x/menit
irregular, bising -
cc Nacl
Midazolam 2mg/jam
Novorapid 4IU jika GDS >200
A:
napas
jam
17 November
2016
Anestesi :
Posisi head up 300
SIMV16/365/8/5 /FiO2 60%
Diet : Nefrisol 100 cc/3 jam
Infus RLP4 : eos 40cc/jam
Injeksi ceftazidim 1gr/8 jam
Injeksi fluconazole 200mg/24 jam
Injeksi esomeprazole 40 mg/24
jam
Injeksi furosemide 20 mg/12 jam
Injeksi arixtra 5 mg/24 jam
Captopril 6,25 / 8 jam
Novorapid 4IU jika GDS >200
A : Bronkopneumiona
Syok septik
18/11/2016
S:
Head Up 30
O:
SIMV/6/360/60 %/PS8/PEEP 5/
B1:simv/6/360/60
B3: E1V1M1
B6: Edema +
jam
A:
bronkopneumonia
gagal napas
Dorner 2 x 1
Shock Sepsis
CPG 1 x 75 mg
penkes
Balance cairan : kurang lebih 500
cc /24 jam
Besok cek gds, elektorlit, ureum
kreatinin.
19/11/2016
Head Up 30
O: Rh +/+ Wh -/-
SIMV/6/360/60 %/PgS5/PEEP 5
A: Bronkopneuomonia
Syok septik
CHF IHD
cc/jam
Injeksi Fosmisin 1 gr/12 jam
Injeksi fluconazol 200 mg/24 jam
Injeksi furosemid 20 mg/8 jam
Injeksi esomeprazol 40 mg/12 jam
Injeksi metoclorpramid 10 mg/ 8
jam
Nebulizer meptin + nacl 3 % , 2
cc/8jam
Captopril 6,25 mg/8 jam
Dorner 2 x 1
CPG 1 x 75 mg
Balance cairan : kurang lebih 500
cc /24 jam
Besok cek gds
20/11/2016
S: Apneu (+)
O: pupil midriasis maksimal (+)
A: +
P: Do not resusitasi
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Bronkopneumonia
Bronkopneumonia adalah penyakit infeksi saluran pernafasan bawah, yang
melibatkan parenkim paru-paru, termasuk alveoli dan struktur pendukungnya
(Reeves, 2001). Adapun pengertian menurut Smeltzer dan Bare (2001), Mansjoer
(2000) dan Ngastiyah (2005).
Bronkopneumonia adalah proses inflamatori permukaan bagian bawah
yang mengenai parenkim paru yang umumnya disebabkan oleh ageninfeksius
seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Definisi lain menurut Sudoyo (2006)
bronkopneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
bronkopneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang
mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup
bronkiolus respiratoris dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru
yang disebabkan oleh mikroorganisme yaitu bakteri, virus, jamur maupun parasit.
Etiologi Bronkopneumonia
Bakteri
Bakteri biasanya mencapai paru melalui inhalasi atau aspirasi secret
nasofaring. Beberapa bakteri yang menyebabkan pneumonia yaitu pada bayi dan
anak kecil ditemukan Staphylococcus aerus sebagai penyabab pneumonia yang
berat,
serius
dan
sangat
progresif
dengan
mortalitas
tinggi.
Infeksi
Staphylococcus aerus ini terutama terjadi pada neonates yang lahir di rumah
sakit. Mula-mula terdapat infeksi stafilokokus pada suatu tempat di badan,
kemudian terjadi penyebaran ke paru-paru, sehingga terjadi pneumonia atau
piotoraks. Proses ini terjadi dengan cepat dengan membuat keadaan bayi cepat
menjadi buruk.
Streptococcus pneumonia atau Pneumococcus merupakan infeksi piogenik
yang sering menimbulkan pneumonia, otitis media, sinusitis, dan meningitis.
Infeksi bakteri ini biasanya terjadi setelah diawali oleh infeksi virus atau sebagai
komplikasi. Proliferasi di alveoli menyebabkan pneumonia lobaris, berupa
konsolidasi keseluruhan lobus paru.
2.
Virus
Virus merupakan penyebab pneumonia tersering pada anak-anak, tetapi
kasus pneumonia oleh virus pada orang dewasa adalah sekitar 10%. Kebanyakan
pneumonia ini ringan. Penyebab tersering adalah virus influenza tipe A, tipe B dan
adenovirus.
3.
Aspirasi
Penyebab ini merupakan penyebab utama kematian bayi BBLR. Hal ini
disebabkan karena pada saat pemberian os dimulai, terjadi aspirasi karena
refleksmenelan dan batuk belum sempurnapneumonia aspirasi ini harus dicurigai
jika bayi BBLR tiba-tiba menunjukan gejala letargia, anoreksia, berat badan tibatiba turun, dan kalau terdapat serangan apnea. Aspirasi bisa terjadi karena
Makanan, kerosen (bensin dan minyak tanah) dan cairan amnion, benda asing.
4.
Pneumonia Hipostatik
Disebabkan oleh tidur terlentang terlalu lama, misalnya pada anak yang
sakit dengan kesadaran menurun, penyakit lain yang harus istirahat di tempat tidur
yang lama sehingga terjadi kongesti pada paru belakang bawah. Kuman yang
tadinya komensal berkembang biak menjadi patogen dan menimbulkan radang.
Oleh karena itu pada anak yang menderita penyakit dan memerlukan istirahat
panjang seperti tifoid harus diubah ubah posisi tidurnya.
5.
Jamur
Infeksi paru oleh jamur dan parasit biasanya merupakan penyulit paling
berbahaya pada individu dengan gangguan imun, terutama wanita dengan sindrom
immunodeficiency
didapat
(AIDS).
Beberapa
jamur
penyebab
Sindrom Loeffler
Etiologi oleh larva A. Lumbricoedes. Secara klinis biasa, berbagai etiologi
3.
Patofisiologi Bronkopneumoni
Proses terjadinya bronkopneumonia dimulai dari berhasilnya kuman
pathogen masuk ke mukus jalan nafas. Kuman tersebut berkembang biak di
saluran nafas atau sampai di paru-paru. Bila mekanisme pertahanan seperti sistem
transport mukosilia tidak adekuat, maka kuman berkembang biak secara cepat
sehingga terjadi peradangan di saluran nafas atas, sebagai respon peradangan akan
terjadi hipersekresi mukus dan merangsang batuk.
Mikroorganisme berpindah karena adanya gaya tarik bumi dan alveoli
menebal. Pengisian cairan alveoli akan melindungi mikroorganisme dari fagosit
dan membantu penyebaran organisme ke alveoli lain. Keadaan ini menyebabkan
infeksi meluas, aliran darah di paru sebagian meningkat yang diikuti peradangan
vaskular dan penurunan darah kapiler (Price & Wilson, 2005).
bronkopneumonia.
Gambar 1
Perbedaan Bronkus normal dan bronkopneumonia. Sumber:(Reeves,2001).
Edema karena inflamasi akan mengeraskan paru dan akan mengurangi
kapasitas paru, penurunan produksi cairan surfaktan lebih lanjut, menurunkan
compliance dan menimbulkan atelektasis serta kolaps alveoli. Sebagai tambahan
proses bronkopneumonia menyebabkan gangguan ventilasi okulasi partial pada
bronkhi dan alveoli, menurunkan tekanan oksigen arteri, akibatnya darah vena
yang menuju atrium kiri banyak yang tidak mengandung oksigen sehingga terjadi
hipoksemia arteri.
Efek sistemik akibat infeksi, fagosit melepaskan bahan kimia yang disebut
endogenus pirogen. Bila zat ini terbawa aliran darah hingga sampai hipotalamus,
maka suhu tubuh akan meningkat dan meningkatkan kecepatan metabolisme.
Pengaruh dari meningkatnya metabolisme adalah penyebab takhipnea dan
takhikardia, tekanan darah menurun sebagai akibat dari vasodilatasi perifer dan
penurunan sirkulasi volume darah karena dehidrasi, panas dan takhipnea
meningkatkan kehilangan cairan melalui kulit (keringat) dan saluran pernafasan
sehingga menyebabkan dehidrasi (Price & Wilson 2005).
Untuk pneumonia pneumokokkus menimbulkan respons khas yang terdiri
dari empat tahap berurutan atau stadium. Tahap-tahap ini menggambarkan
perjalanan pneumonia pneumokokkus yang tidak diobati. Kini dengan pemberian
antibiotic perjalanan penyakit hanya sekitar 3 hari.
1.
oleh sel-sel darah merah, eksudat, dan fibrin, yang dihasilkan oleh pejamu
sebagai bagian dari reaksi peradangan. Paru-paru tampak merah dan
bergranula (hepatisasi=seperti hepar) karena sel-sel darah merah, fibrin, dan
leukosit PMN mengisi alveoli.
3.
mengkolonisasi bagian paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi diseluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa
sel.
4.
peradangan mereda ; sisa-sisa sel, fibrin, dan bakteri telah dicerna; dan
makrofag, sel pembersih pada reaksi peradangan mendominasi
Anak yang lebih besar dengan pneumonia akan lebih suka berbaring
pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada.
4.
Tanda efusi pleura atau empiema berupa gerak ekskursi dada tertinggal
di daerah efusi, suara napas tubuler tepat diatas batas cairan, friction rub,
nyeri dada karena iritasi pleura (nyeri berkurang bila efusi beertambah dan
berubah menjadi nyeri tumpul), kaku kuduk/meningismus (iritasi meningen
tanpa inflamasi) bila terdapat iritasi pleura lobus atas, nyeri abdomen (kadang
terjadi, bila iritasi mengenai diafragma pada pneumonia lobus kanan bawah).
Pada neonates dan bayi kecil tanda pneumonia tidak selalu jelas. Efusi pleura
pada bayi akan menimbulkan pekak perkusi.
6.
serius.
7.
8.
Gelisah
9.
Letargi
Peningkatan LED
diobati. Selain kultur dahak , biakan juga dapat diambil dengan cara
hapusan tenggorok (throat swab)
Diagnosis
Ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisis yang sesuai
dengan gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya, disertai pemeriksaan
penunjang. Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi
dan/atau serologi.
Karena pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan; dan bila dapat
dilakukan pun kuman penyebab tidak selalu dapat ditemukan, WHO mengajukan
pedoman diagnosis dari tatalaksana sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut,
pneumonia dibedakan atas :
1.
Pneumonia sangat berat : bila ada sianosis sentral dan tidak sanggup minum.
2.
Pneumonia berat: bila ada retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup
minum.
3.
5.
Bayi <2 bulan dianggap beresiko sangat tinggi karena perjalanan penyakit
(75-100%)
Diagnosa ini dilaporkan untuk dipantau atau ditangani sering (5074%)
* Diagnosa ini tidak termasuk kedalam study validasi (Lynda J. Carpenito.
2000)
Penatalaksanaan Bronkopneumonia
Penatalaksanaan bronkopneumonia menurut Mansjoer (2000)
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi. Akan tetapi, karena
hal itu perlu waktu dan pasien perlu terapi secepatnya maka biasanya diberikan :
a. Penisilin ditambah dengan Cloramfenikol atau diberikan antibiotik yang
mempunyai spektrum luas seperti Ampisilin. Pengobatan ini diteruskan sampai
bebas demam 4 5 hari.
b. Pemberian oksigen dan cairan intervensi.
c. Karena sebagian besar pasien jatuh ke dalam asidosis metabolik akibat
kurang makan dan hipoksia, maka dapat diberikan koreksi sesuai dengan hasil
analisis gas darah arteri.
d. Pasien pneumonia ringan tidak perlu dirawat di Rumah Sakit.
Komplikasi Bronkopneumonia
Komplikasi yang timbul dari bronkopneumonia menurut Ngastiyah (2005)
dan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (2003) yaitu: Empiema, otitis media
akut, atelektasis, emfisema, meningitis, efusi pleura, abses paru, pneumothoraks,
gagal napas dan sepsis.
2. SYOK SEPTIK
I. DEFINISI
Sepsis merupakan respon sistemik pejamu terhadap infeksi dimana
patogen atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivasi
proses inflamasi. Berbagai definisi sepsis telah diajukan, namun definisi yang saat
ini digunakan di klinik adalah definisi yang ditetapkan dalam consensus American
College of Chest Physician dan Society of Critical Care Medicine pada tahun
1992 yang mendefinisikan sepsis, sindroma respon inflamasi sistemik (systemic
inflammatory response syndrome / SIRS), sepsis berat, dan syok/renjatan septik.
Terminologi dan Definisi Sepsis
2. ETIOLOGI
Sepsis merupakan respon terhadap setiap kelas mikroorganisme. Dari hasil kultur
darah ditemukan bakteri dan jamur 20-40% kasus dari sepsis. Bakteri gram
negatif dan gram positif merupakan 70% dari penyebab infeksi sepsis berat dan
sisanya jamur atau gabungan beberapa mikroorganisme. Pada pasien yang kultur
darahnya negatif, penyebab infeksi tersebut biasanya diperiksa dengan
menggunakan kultur lainnya atau pemeriksaan mikroskopi.
1. Penyebab umum sepsis pada orang sehat
2. Patofisiologi
Patofisiologi sepsis dapat dimulai oleh komponen membran luar
organisme gram negatif (misalnya, lipopolisakarida, lipid A, endotoksin)
atau organisme gram positif (misalnya, asam lipoteichoic, peptidoglikan),
serta jamur, virus,dan komponen parasit
4.GEJALA KLINIK
Tidak spesifik, biasanya didahului demam, menggigil, dan gejala
konsitutif seperti lemah, malaise, gelisah atau kebingungan. Tempat infeksi yang
paling sering: paru, tractus digestivus, tractus urinarius, kulit, jaringan lunak, dan
saraf pusat. Gejala sepsis akan menjadi lebih berat pada penderita usia lanjut,
penderita
diabetes,
kanker,
gagal
organ
utama,
dan
pasien
dengan
a. Koagulasi intravascular
a. Gagal ginjal akut
b. Perdarahan usus
c. Gagal hati
d. Disfungsi sistem saraf pusat
e. Gagal jantung
f. Kematian
5. DIAGNOSIS
Riwayat
Menentukan apakah infeksi berasal dari komunitas atau nosokomial, dan
apakah pasien immunocompromise. Beberapa tanda terjadinya sepsis meliputi:
a. Demam atau tanda yang tidak terjelaskan disertai keganasan atau
instrumentasi
b. Hipotensi, oliguria, atau anuria
c.Takipnea atau hiperpnea, hipotermia tanpa penyebab yang jelas
d. Perdarahan
PemeriksaanFisik
Pemeriksaan fisik diperlukan untuk mencari lokasi dan penyebab infeksi
dan inflamasi yang terjadi, misalnya pada dugaan infeksi pelvis, dilakukan
pemeriksaan rektum, pelvis, dan genital.
Laboratorium
Hitung darah lengkap, dengan hitung diferensial, urinalisis, gambaran
koagulasi, urea darah, nitrogen, kreatinin, elektrolit, uji fungsi hati, kadar asam
laktat, gas darah arteri, elektrokardiogram, dan rontgen dada. Biakan darah,
sputum,urin, dan tempat lain yang terinfeksi harus dilakukan.Temuan awal lain:
Leukositosis
dengan
shift
kiri,
trombositopenia,hiperbilirubinemia,
dan
DIC.Azotemia
dan
hiperbilirubinemia
lebih
dominan.
Aminotransferase
Oksigenasi
Hipoksemia dan hipoksia pada sepsis dapat terjadi sebagai akibat dari
disfungsi atau kegagalan sistem respirasu karena gangguan ventilasi
maupun perfusi. Transport oksigen ke jaringan dapat pula terganggu akibat
keadaan hipovolemik dan disfungsi miokard yang menyebabkan
penurunan curah jantung. Pada keadaan hipoksemia berat dan gagal napas
bila disertai dengan penurunan kesadaran atau kerja ventilasi yang berat,
ventilasi mekanik perlu segera dilakukan. Oksigenasi bertujuan mengatasi
hipoksia dengan upaya meningkatkan saturasi oksigen di darah,
vaskular
penurunan
balik
vena),dehidrasi,
terjadinya
fosfodiesterase
Bikarbonat
Secara empirik , bikarbonat dapat diberikan bila PH<7.2 atau serum
bikarbonat < 9 meq/l dengan disertai upaya untuk memperbaiki keadaan
hemodinamik.
Disfungsi renal
Sebagai terapi pengganti gagal ginjal akut dapat dilakukan hemodialisis
maupun
hemofiltrasi
kontinu
(continuous
hemofiltration).
Pada
Nutrisi
Pada sepsis kecukupan nutrisi berupa kalori, protein, asam lemak, cairan,
vitamin dan mineral perlu diberikan sedini mungkin. Diutamakan
pemberian secara enteral dan bila tidak memungkinkan baru diberikan
secara parenteral. Pengendalian kadar glukosa darah perlu dilakukan oleh
karena berbagai penelitian menunjukkan manfaatnya terhadap proses
inflamasi dan penurunan mortalitas.
Kortikosteroid
Saat ini terapi kortikosteroid hanya diberikan dengan indikasi insufisiensi
adrenal dan dapat diberikan secara empirik bila terdapat dugaan keadaan
tersebut. Hidrokortison dengan dosis 50 mg bolus intravena 4x sehari
selama 7 hari pada pasien renjatan septik menunjukan penurunan
mortalitas dibandingkan kontrol.
I. DEFINISI
Gagal jantung merupakan suatu sindrom klinis akibat kelainan
struktural atau fungsi jantung yang ditandai dengan :
- Gejala gagal jantung : sesak napas atau lelah bila beraktivitas; pada
-
pergelangan kaki
Bukti objektif kelainan struktur atau fungsi jantung saat istirahat.
II.
KLASIFIKASI DAN TERMINOLOGI
A. Gagal Jantung Kiri dan Kanan
Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan vena
pulmonalis dan paru menyebabkan pasien sesak napas dan orthopnea.
Gagal jantung kanan terjadi kalau kelainannya melemahkan ventrikel
kanan seperti pada hipertensi pulmonal primer/sekunder, tromboemboli
paru kronik sehingga terjadi kongesti vena sistemik yang menyebabkan
edema perifer, hepatomegali, dan distensi vena jugularis. Tetapi karena
perubahan biokimia gagal jantung terjadi pada miokard ke-2 ventrikel,
maka retensi cairan pada gagal jantung yang sudah berlangsung bulanan
atau tahun tidak lagi berbeda.
B. Gagal Jantung Akut dan Kronik
Gagal jantung akut : timbulnya sesak napas secara cepat (<24 jam) akibat
kelainan fungsi jantung, gangguan fungsi sitolik atau diastolic atau irama
jantung, atau kelebihan beban awal (preload), atau kontraktilitas.
Gagal jantung menahun : sindrom klinis yang kompleks akibat kelainan
structural atau fungsional yang mengganggu kemampuan pompa jantung
atau mengganggu pengisian jantung.
C. Klasifikasi menurut New York Heart Association (NYHA) :
- NYHA class I, penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam
kegiatan fisik serta tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit jantung
seperti cepat lelah, sesak napas atau berdebar-debar, apabila melakukan
-
kegiatan biasa.
NYHA class II, penderita dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan
fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi
kegiatan fisik yang biasa dapat menimbulkan gejala-gejala insufisiensi
jantung seperti kelelahan, jantung berdebar, sesak napas atau nyeri
dada.
NYHA class III, penderita penyakit dengan pembatasan yang lebih
banyak dalam kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu
istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang kurang dari kegiatan biasa
sudah menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti yang
tersebut di atas.
Kelas I (A)
gagal jantung kiri pada pasien dengan penyakit parenkim paru dan atau
pembuluh paru (kor polmunale) dan pada pasien dengan penyakit katup
arteri pulmonalis atau trikuspid.
IV.
PATOFISIOLOGI
Gagal jantung terjadi akibat sejumlah proses yang mengakibatkan
penurunan kapasitas pompa jantung, seperti iskemia, hipertensi, infeksi,
dan sebagainya. Penurunan kapasitas awalnya akan dikompensasi oleh
mekanisme neurohormonal: sistem saraf adrenergic, system reninangiotensin-aldosteron, dan system sitokin. Kompensasi awal bertujuan
untuk menjaga curah jantung dengan meningkatkan tekanan pengisian
ventrikel (preload) dan kontraksi miokardium. Namun seiring dengan
berjalannya waktu, aktivitas system tersebut akan menyebabkan
kerusakan sekunder pada ventrikel, seperti remodeling ventrikel kiri dan
dekompensasi
jantung.
Kadar
angiotensin
II,
aldosterone,
dan
glomerulus
Pelepasan renin dari apparatus jukstaglomerulus
Interaksi
menghasilkan angiotensinI
Konversi angotensin I menjadi angiotensin II
Rangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal.
Retensi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus kolektifus.
renin
dan
angiotensinogen
dalam
darah
untuk
3. Hipertrofi ventrikel :
Respon kompensatorik terakhir adalah hipertrofi miokardium
atau bertambah tebalnya dinding. Hipertrofi miokardium akan
mengakibatkan peningkatan kekuatan kontraksi ventrikel.
Awalnya, respon kompensatorik sirkulasi memiliki efek yang
menguntungkan; namun akhirnya mekanisme kompensatorik dapat
menimbulkan gejala, meningkatkan kerja jantung, dan memperburuk
derajat
gagal
jantung.
Retensi cairan
yang
bertujuan untuk
MANIFESTASI KLINIK
Gejala-gejala dari gagal jantung kongestif bervariasi diantara
individu sesuai dengan sistem organ yang terlibat dan juga tergantung pada
derajat penyakit.
Batuk non produktif juga dapat terjadi akibat kongesti paru, terutama
pada posisi berbaring.
Gagal pada sisi kanan jantung menimbulkan gejala dan tanda kongesti
vena sistemik. Dapat diamati peningkatan tekanan vena jugularis; venavena leher mengalami bendungan . tekanan vena sentral (CVP) dapat
meningkat secara paradoks selama inspirasi jika jantung kanan yang
gagal tidak dapat menyesuaikan terhadap peningkatan aliran balik vena
ke jantung selama inspirasi.
Gejala saluran cerna yang lain seperti anoreksia, rasa penuh, atau mual
dapat disebabkan kongesti hati dan usus.
VI.
DIAGNOSIS
Diagnosis gagal jantung kongestif didasarkan pada gejala-gejala
yang ada dan penemuan klinis disertai dengan pemeriksaan penunjang
antara lain foto thorax, EKG, ekokardiografi, pemeriksaan laboratorium
rutin, dan pemeriksaan biomarker.
Kriteria Diagnosis :
Kriteria Framingham dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif
Kriteria Major :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Kriteria Minor :
1.
2.
3.
4.
Edema eksremitas
Batuk malam hari
Dispnea deffort
Hepatomegali
5. Efusi pleura
6. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
7. Takikardi(>120/menit)
Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2
kriteria minor.
b. Pemeriksaan Penunjang
Ketika pasien datang dengan gejala dan tanda gagal jantung,
pemeriksaan penunjang sebaiknya dilakukan.
1. Pemeriksaan Laboratorium Rutin :
Pemeriksaan darah rutin lengkap, elektrolit, blood urea
nitrogen (BUN), kreatinin serum, enzim hepatik, dan urinalisis.
Juga dilakukan pemeriksaan gula darah, profil lipid.
2. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG 12-lead dianjurkan. Kepentingan utama dari
EKG adalah untuk menilai ritme, menentukan adanya left ventrikel
hypertrophy (LVH) atau riwayat MI (ada atau tidak adanya Q
wave). EKG Normal biasanya menyingkirkan kemungkinan
adanya disfungsi diastolik pada LV.
3. Radiologi :
Pemeriksaan ini memberikan informasi berguna mengenai
ukuran jantung dan bentuknya, distensi vena pulmonalis, dilatasi
aorta, dan kadang-kadang efusi pleura.
vaskuler
pulmoner
dan
dapat
mengidentifikasi
penyebab
4. Penilaian fungsi LV :
Pencitraan kardiak noninvasive penting untuk mendiagnosis,
mengevaluasi, dan menangani gagal jantung. Pemeriksaan paling
berguna adalah echocardiogram 2D/ Doppler, dimana dapat
memberikan penilaian semikuantitatif terhadap ukuran dan fungsi
LV begitu pula dengan menentukan keberadaan abnormalitas pada
katup dan/atau pergerakan dinding regional (indikasi adanya MI
sebelumnya). Keberadaan dilatasi atrial kiri dan hypertrophy LV,
disertai dengan adanya abnormalitas pada pengisian diastolic pada
LV yang ditunjukkan oleh pencitraan, berguna untuk menilai gagal
jantung dengan EF yang normal. Echocardiogram 2-D/Doppler
juga bernilai untuk menilai ukuran ventrikel kanan dan tekanan
pulmoner,
dimana
sangat
penting
dalam
evaluasi
dan
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan
penderita
dengan
gagal
jantung
meliputi
pengobatan.
Aktivitas sosial dan pekerjaan diusahakan agar dapat
dilakukan seperti biasa. Sesuaikan kemampuan fisik dengan
Tindakan Umum :
Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g pada gagal jantung
ringan dan 1 g pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter
pada gagal jantung berat dan 1,5 liter pada gagal jantung
ringan.
Hentikan rokok
Hentikan alkohol pada kardiomiopati. Batasi 20-30 g/hari
b. Farmakologi
Terapi farmakologik terdiri atas ; panghambat ACE, Antagonis
Angiotensin
II,
diuretik,
Antagonis
aldosteron,
-blocker,
Kebanyakan
pasien
dengan
gagal
jantung
menekan
aktivitas
Pemberiannya
akan
memperbaiki
hemodinamik
dan
aorta,
pemasangan
pacu
jantung,
implantable
cardioverter
Implantable