Anda di halaman 1dari 6

Jurang Antara Barat dan Timur Sepakbola

Jerman

Tak ada klub eks Jerman Timur di Bundesliga 1 dalam empat musim terakhir.
Tembok Berlin memang sudah rubuh hampir 24 tahun lalu, tapi jurang kesenjangan
antara timur dan barat masih terlalu kentara.
Salah satu foto yang dikirimkan oleh Chris Hadfield, seorang astronot asal Kanada
yang sering menyampaikan foto udara melalui akun twitter-nya, secara pas
menggambarkan hal itu. Melalui gambar yang di-tweet pada April 2013 itu tampak
bagaimana uniknya kondisi kota Berlin jika dilihat dari angkasa.

Areal sebelah kanan, yang merupakan kawasan bekas Jerman Timur, seolah
diselimuti sinar kuning, sementara kawasan eks-Jerman Barat memancarkan sinar
biru-keputihan yang lebih terang. Kekontrasan ini disebabkan oleh adanya
perbedaan jenis lampu jalan yang digunakan. Ini jadi salah satu bukti bagaimana
perbedaan investasi pada infrastruktur tak dapat dengan mudah disamakan meski
telah melewati waktu nyaris 24 tahun.
Seperti lampu jalan yang jadi pertanda "timur" dan "barat", sepakbola pun seakan
jadi cermin refleksi masa lalu Jerman. Di balik kisah dominasi klub asal Jerman Barat
di Liga Champions, ada cerita tentang klub-klub Jerman Timur yang hingga saat ini
masih hidup di bawah bayang-bayang saudara tuanya.
Dilihat dari segi kualitas, atau prestasi, memang ada beda yang sangat kentara
antara klub Jerman timur dan barat. Tercatat, hingga saat ini, belum ada satu pun
klub asal Jerman Timur yang pernah memenangi Bundesliga. Bahkan di saat
Bundesliga kini diagung-agungkan sebagai salah satu model liga tersehat di Eropa,
jarang sekali ada klub eks-Jerman Timur yang ikut menikmatinya.
Maklum saja, mayoritas klub yang dulu memiliki nama besar di DDR Oberliga --liga
untuk Jerman Timur-- kini terdampar di divisi keduanya. Nama-nama seperti FC
Madgeburg, Dynamo Dresden, atau Berliner FC Dynamo tentu kalah dengan
ketenaran Bayern Muenchen atau Borussia Dortmund. Bahkan, mereka juga hanya
sempat mencicipi Bundesliga selama beberapa musim saja.

Tapi, menyalahkan kondisi ini pada ekspansi "barat" ke "timur" sebenarnya tak
cocok juga. Jurang prestasi antara "timur" dan "barat" memang sudah terlihat
semenjak tembok Berlin masih tegak berdiri. Satu-satunya raihan timnas GDR
(Germany Democratic of Republic) yang masih dibicarakan hingga saat ini hanyalah
saat mereka mengalahkan Jerman Barat pada 1974.
Demikian pula di level klub. Tak banyak klub Jerman Timur yang bisa berbicara
banyak di kompetisi Eropa. Sejarah mencatat, klub Jerman Timur yang pernah
mencicipi kejayaan di benua Eropa hanyalah FC Magdeburg yang memenangi Piala
UEFA 1974, kala mengalahkan AC Milan 2-0 di Rotterdam. Mayoritas klub lainnya
hanya berjaya di liga lokal. Itu pun dengan beberapa catatan tentang kedekatan
mereka dengan golongan kiri atau penguasa.
Berliner FC Dynamo, misalnya. Kedekatannya dengan Stasi, atau polisi rahasia
Jerman Timur, membuat mereka mampu memenangi liga selama 10 tahun berturutturut, dari 1979 hingga 1989. Mayoritas gelarnya sendiri didapatkan dengan adanya
indikasi korupsi, pengaturan pertandingan, intimidasi, dan berbagai tindakan tidak
etis lainnya. Sementara itu, klub lainnya, The Vorwarts, malah "dijaga" oleh
kementrian pertahanan.
Tim-tim yang tidak berafiliasi dengan satu kepentingan politik tertentu pun
biasanya dimiliki oleh perusahaan negara. Rotation Babelsberg, Turbine Potsdam,
dan Traktor Gross-Lindau jadi beberapa contoh.
Peleburan Barat dan Timur
Meski sudah ada gap prestasi dari semula, merosotnya kondisi klub-klub Jerman
Timur setelah unifikasi pun tak bisa disangkal. Runtuhnya tembok Berlin menandai
adanya ide-ide barat yang mengekspansi cara hidup penduduk Jerman Timur.
Termasuk di antaranya perombakan drastis gaya hidup, sistem ekonomi, serta cara
industri sepakbola bekerja. Dan tak banyak klub GDR yang mampu tetap kompetitif
dalam menghadapi perubahan tersebut.
Pasalnya, sebagaimana diceritakan di atas, banyak klub Jerman Timur yang dulunya
mendapatkan bantuan dana dari perusahaan-perusahaan negara. Bahkan, mereka
acap dikenal sebagai factory teams.
Runtuhnya tembok Berlin bukan hanya mempertemukan penduduk Jerman yang
dipisahkan tembok, namun juga ada peleburan ide yang berlangsung. Tiba-tiba saja
tim yang biasanya mendapat sokongan negara itu harus bertemu dengan pasar
bebas. Tiba-tiba saja mereka harus mencari bantuan sponsor dan investor untuk
bisa bersaing.

Dari sekian banyak klub Jerman Timur, hanya dua yang mampu bertahan di awalawal penyatuan kedua liga, yaitu Hansa Rostock dan Energi Cottbus. Sementara
klub raksasa seperti Dynamo Dresden langsung terpuruk di divisi bawah di awalawal 90-an.
Kunci kesuksesan Hansa Rostock sendiri terletak pada ketidakbergantungan mereka
pada dana perusahaan negara. Maka ketika dihadapkan ekonomi yang bergantung
pada pasar, mereka lebih mudah untuk beradaptasi. Selain itu, Rostock juga
memiliki struktur profesional pada pembinaan mudanya sehingga mereka sukses
menghasilkan banyak pemain-pemain berbakat. Ya, dibandingkan dengan banyak
klub Jerman Timur lainnya, Rostock memang memiliki syarat-syarat yang pas untuk
bertahan dalam situasi baru.
Lalu bagaimana dengan Energie Cottbus? Secara struktur, Cottbus memang tak
tampil sestabil Rostock. Kesuksesan mereka bertahan di Bundesliga lebih
dikarenakan sosok seorang Eduard Geyer. Seperti Juergen Klopp di Dortmund, Geyer
juga bisa menciptakan tim yang mampu bersaing hanya dengan budget minimal.
Akan tetapi kesuksesan keduanya tak bertahan lama. Cottbus hanya bertahan
selama 6 musim di Bundesliga di antara tahun 2000 hingga 2009, dan kini berada
di divisi 2 Bundesliga. Demikian pula dengan Rostock. Klub yang sempat diperkuat
oleh Jari Litmanen ini terdegradasi dari Bundesliga di musim 2004/2005. Meski

sempat kembali pada 2007/2008, klub ini sempat terpuruk dan kini berada di divisi
2.
Di level pemain, adanya unifikasi kedua liga membuat satu perubahan tersendiri,
yaitu pemain yang diberikan kesempatan untuk menentukan nasibnya masingmasing. Sebelumnya para pemain Jerman Timur memang tak diberi kebebasan
untuk memilih klubnya sendiri. Bahkan mereka sering kali dikirim ke klub lain hanya
karena adanya perintah dari pihak tertentu
.
Karena itu tak heran banyak bakat Jerman Timur yang
lalu lebih memilih untuk menyeberang. Bagaimanapun
juga, istilah rumput tetangga lebih hijau memang
benar adanya dalam kasus ini. Klub barat memang
memiliki otot-otot finansial lebih kuat dibanding klubklub timur. Tak heran, Rostock juga sempat menjual
tiga pemain bintangnya demi mendapatkan suntikan
dana segar ketika terdegradasi.
Salah satu pemain yang paling terkenal "menyebrang"
tentu saja Matthias Sammer. Sementara di masa-masa
ini, Michael Ballack, (alm) Robert Enke, serta Rene Adler jadi bakat yang berpindah
ke barat.
Perlahan Bangkit
Jika menilik lebih jauh foto yang dikirimkan oleh Chris Hadfield di atas, sebenarnya
di beberapa titik kawasan eks-Jerman timur mulai terlihat lampu-lampu berwarna
putih kebiruan. Ini karena pemerintah Jerman dalam beberapa tahun terakhir
sedang melaksanakan program penggantian lampu jalan. Lampu-lampu gas yang
tidak ramah lingkungan itu secara bertahap diganti dengan yang lebih efisien.
Artinya, (memang) tak ada kondisi yang konstan. Meski sempat hancur lebur,
perekonomian Jerman Timur sejak satu dekade lalu makin membaik. Kota-kota
seperti Leipzig, Jena, atau Dresden, yang semula memiliki tingkat pengangguran
tertinggi di Jerman, kini telah berubah.
Leipzig, misalnya. Kota ini kini telah jadi rumah untuk nama-nama besar seperti
Amazon, DHL, BMW, atau Porsche. Sementara Jena dan Dresden tempat industri
optik dan microelectronic berlabuh.
Meski musim ini belum ada satu pun tim eks Jerman Timur yang berlaga di

Bundesliga lagi, secara kasat mata perubahan di lapangan hijau juga mulai terjadi.
Contohnya adalah pada musim 2011/2012. Ada 5 klub eks-Jerman Timur yang bisa
berlaga di Bundesliga 2. Angka ini adalah partisipasi tertinggi klub eks Jerman Timur
sepanjang unifikasi kedua liga. Ya, alih-alih semakin terpuruk, klub-klub ini perlahan
merangkak naik.
Dynamo Dresden, Hansa Rostock, atau Union Berlin juga tak tinggal diam. Berlaga
di Bundesliga 2, kini ketiganya telah menanamkan investasi pada infrastruktur atau
renovasi stadion. Jika demikian, bukankah kembalinya klub Jerman Timur di peta
Bundesliga 1 tinggal menunggu waktu saja? Menarik untuk ditunggu.

===
* Akun twitter penulis: @vetriciawizach dari @panditfootball

Anda mungkin juga menyukai