Bola Inggris
Berbicara tentang asal muasal pemain bola di Inggris (Raya) ini ada
kekhasan yang susah diketemukan di negara-negara lain: latar belakang sosial
pemain yang relatif homogen (kelas pekerja ke bawah) dan orientasi intelektual
yang juga homogen --dalam pengertian rendah.
Hampir semua pemain sepakbola Inggris ini kalau ditanya megapa memilih
sepakbola dan bukan sekolah misalnya, jawabnya hampir seragam, "Ah, saya
tidak pernah tertarik dengan sekolah. Saya hanya bagus di mata pelajaran
olahraga dan hal-hal yang sifatnya ketrampilan. Sudah lumayan saya bisa
membaca dan tahu dua tambah dua sama dengan empat."
Atau kalau ditanya kira-kira akan berprofesi apa seandainya tidak menjadi
pesepakbola, kebanyakan akan menjawab: dari buruh bangunan, pabrik, toko
dan semacamnya. Puluhan kali saya menyaksikan atau membaca wawancara
seperti itu.
Sistem pendidikan di Inggris memang lazim memberi pilihan untuk tidak
meneruskan pendidikan setelah lulus kelas 11 (2 SMA) kalau memang tidak ingin
melanjutkan ke jenjang universitas dan masuk ke dunia lapangan kerja. Kalau
mau ke jenjang universitas maka masih ada dua tahun tambahan, kelas 12 dan
13.
Kalau pemain sepakbola di Inggris rata-rata mulai menjadi pemain profesional
penuh ketika menginjak usia 16 atau 17 tahun, usia menyelesaikan kelas 11,
adalah karena alasan ini. Mereka sudah tak tahan untuk segera keluar dari
sistem pendidikan formal.
klub manapun saya punya kebiasaan buruk, membuat komposisi: "Oh, pemain
ini yang kira-kira layak menjadi professor, yang ini bisa sekolah lumayan, buruh
atau orang kantorannya mungkin yang ini, yang goblok total pastilah yang ini,
kalau yang satu ini pastilah yang layak gelandangan."
Bintang sepakbola? Jenius sepakbola? Terbukti tidak harus mereka yang
dianggap berotak encer. Kalau jujur, dengan tidak menyebut nama, banyak di
antara mereka kemungkinan masuk dalam kategori yang disebut Hans Meyer
goblok total dan calon gelandangan kalau saja tidak menemukan sepakbola.
Hanya saja ini tidak berlaku untuk kalangan manajer. Manajer sepakbola yang
sukses, di samping karena sekian macam kualitas lain dan keberuntungan yang
dimiliki, semuanya mempunyai kecerdasan yang lebih dari cukup.
Kalau tidak bagaimana mereka akan bisa mengelola para pemain, menyusun
konsep permainan, menjelaskan kepada pemain, menyusun taktik dan strategi,
berimajinasi, berabstraksi dan lain sebagainya. Semuanya menuntut keenceran
otak tersendiri.
Mereka tidak akan dan tidak bisa untuk bersikap anti-intelektual. Manajer
sepakbola harus terus menerus menyerap informasi dan inspirasi dari mana saja.
Bahkan yang di luar dunia sepakbola.
Misalnya, ingat kisah kelahiran catenaccio? Sistem grendel ini lahir karena Gipo
Viani yang sedang pusing memikirkan cara membentuk pertahanan yang kokoh
melihat seorang nelayan menggunakan jala rangkap untuk menangkap ikan,
sehingga kalau ada ikan lolos dari jala pertama akan terperangkap di jala kedua.
Ia pun kemudian meniru nelayan tadi dengan menarik satu pemain tengah untuk
ditaruh di belakang garis pemain bertahan menjadi penyapu bila ada bola atau
pemain lolos, dan lahirlah posisi libero.