Anda di halaman 1dari 11

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Akuaponik (aquaponic) merupakan salah satu teknologi budidaya yang
mengkombinasikan pemeliharaan ikan dengan tanaman (Nelson, 1998). Teknologi ini
merupakan teknologi terapan hemat lahan dan air dalam budidaya ikan sehingga dapat
dijadikan sebagai suatu model perikanan perkotaan dan pertamanan di kompleks perumahan.
Penerapan sistem akuaponik
pada budidaya ikan nila di lokasi-lokasi berbeda diduga memiliki keanekaragaman
hayati biota air non ikan yang berbeda. Plankton dan makrobentos merupakan bagian penting
dari rantai makanan (food chain) dalam lingkungan budidaya ikan dan memiliki peranan
penting pada kualitas air suatu perairan, apabila perairan tersebut cukup unsur hara untuk
pertumbuhan plankton dan terdapat banyak jenis benthos hal tersebut mengindikasikan
bahwa kualitas air di perairan tersebut bagus (Macan, 1960).
Sejauh ini sistem budidaya akuaponik masih sebatas kajian riset yang terus
dikembangkan dan disempurnakan, sehingga perlu diuji penerapannya diberbagai lokasi yang
berbeda seperti dataran tinggi, sedang dan rendah dengan jenis komoditas yang berbeda pula
(Macan, 1960).
Sistem akuaponik kualitas air, jenis dan komposisi biota air seperti ikan merupakan
suatu rangkaian yang akan meningkatkan produktivitas dari ikan. Dengan mengetahui
komposisi jenis dan kelimpahan plankton dan makrobentos pada kolam ikan patin dalam
penerapan sistim akuaponik akan diketahui kondisi ekologis kolam dan keseimbangannya
guna pengelolaan lingkungan budidaya (Wheatherley, 1972).
Macan (1960) menambahkan salah satu cara untuk manajemen kualitas air yang baik
untuk ikan patin dapat menggunakan sistem teknologi akuaponik yang mengkombinasikan
ikan dan tumbuhan air seperti kangkung, sisa buangan ikan seperti feses dan urin akan
diserap oleh tumbuhan air untuk dimanfaatkan.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
1.

Untuk mengetahui cara pembuatan teknologi akuaponik.

2.

Untuk mengetahui kualitas air ikan patin dengan teknologi akuaponik.

3.
Untuk mengetahui pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan patin (Pangasius
pangasius).

II.

A.

TINJAUAN PUSTAKA

Sistematika dan Morfologi Ikan Ikan Patin (Pangasius pangasius)


Menurut Lingga et al. ( 2000), sistematika ikan patin adalah sebagai berikut :

kingdom
filum

:Animalia
: Chordata

kelas

: Pisces

ordo

: Ostariophysi

famili

: Pangasidae

genus

: Pangasius

spesies

: Pangasius pangasius

Ikan patin merupakan salah satu golongan ikan catfish yang banyak terdapat di
negara Asia. Di Indonesia ikan ini dikenal dengan sebutan ikan patin. Ikan patin yang ada di
Indonesia memiliki bentuk badan yang sedikit memipih, kulit tidak bersisik, mulut
subterminal dengan dua pasang sungut peraba (barbels). Memiliki patil pada sirip punggung
dan sirip dada, sirip analnya panjang dimulai dari belakang anal sampai pangkal sirip ekor.
Ikan patin memiliki beberapa sifat biologis diantaranya nokturnal atau melakukan aktifitas
pada malam hari. Seperti halnya ikan catfish yang lainnya ikan patin adalah golongan ikan
omnivora (Susanto dan Amri, 2002).
B. Kualitas Air
Kualitas air didefinisikan sebagai salah satu faktor parameter kelayakan suatu media
perairan untuk menunjang kehidupan dan kelangsungan pertumbuhan organisme akuatik
yang nilai kualitas airnya dibatasi dalam kisaran tertentu sesuai kebutuhan organisme
tersebut.
1.

Parameter Fisika

a.

Suhu

Parameter fisika merupakan salah satu parameter yang sangat penting, karena dari
parameter fisika akan berdampak terhadap parameter lainnya, seperti parameter fisika, kimia
dan parameter biologi. Salah satu parameter fisika adalah suhu atau temperatur air sangat
berpengaruh terhadap metabolisme dan pertumbuhan organisme serta memengaruhi jumlah
pakan yang dikonsumsi organisme perairan khususnya ikan. Suhu optimal untuk hidup
ikan patin pada kisaran 28-29 oC (Boyd, 2000).
2.

Parameter Kimia

a.

pH

Parameter kualitas air ditinjau dari nilai pH merupakan indikator tingkat keasaman
perairan akibat konsentrasi ion H+ atau ion OH- yang berlebih atau dalam kondisi netral.
Beberapa faktor yang memengaruhi pH di perairan di antaranya aktivitas fotosintesis dan
suhu. Setiap jenis ikan memiliki toleransi terhadap pH yang berbeda-beda, perbedaan yang
jelas terdapat pada ikan-ikan yang memiliki alat bantu pernapasan seperti labirin. Nilai pH
yang ditoleransi ikan patin berkisar antara 7,2-7,5 (Boyd, 2000).
b. Oksigen Terlarut
Oksigen terlarut diperairan memiliki peranan sangat penting, misalnya dibutuhkan
oleh bakteri untuk proses dekomposi bahan organik dan diperlukan untuk respirasi, proses
pembakaran makanan, aktivitas berenang, pertumbuhan, reproduksi ikan. Sumber oksigen
perairan dapat berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer kurang lebih sekitar 35%
dan aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton. Keberadaan oksigen terlarut di
perairan dipengaruhi oleh parameter kualitas lainya, misalnya kondisi suhu dan nilai pH.
Kadar oksigen terlarut di perairan atau di kolam yang optimal bagi pertumbuhan
ikan patin yaitu >5 ppm (Kusdiarti, 2006).
c.

CO2

Karbon dioksida yang terlarut di perairan merupakan salah satu racun bagi organisme
di perairan. Keberadaan karbondioksida yang berlebih dapat menghambat pertumbuhan ikan
dan apa bila keberadaan karbon dioksida di perairan tidak mampu ditolerir lagi oleh ikan
dapat menyebabkan kematian pada ikan. Sumber karbondioksida bisa akibat difusi dari
atmosfer bisa juga hasil dari dekomposi bahan organik oleh bakteri anaerob. Keadaan
konsentrasi CO2 yang masih dapat ditolerir oleh ikan patin antara 15-30 ppm (Boyd, 2000)
d. Alkalinitas
Alkalinitas adalah kapasitas air untuk menetralkan tambahan asam tanpa penurunan
nilai pH larutan. Alkalinitas mampu menetralisir keasaman di dalam air, secara khusus
alkalinitas sering disebut sebagai besaran yang menunjukkan kapasitas pembufferan dari ion
bikarbonat, dan tahap tertentu ion karbonat dan hidroksida dalam air. Dalam budidaya ikan,
alkalinitas menyediakan kapasitas penyangga (buffer) yang dibutuhkan untuk melindungi
ikan yang dibudidayakan secara intensif untuk melawan goyangan lebar pH air yang akan
terjadi dikarenakan CO2 hasil respirasi dari ikan dan tanaman akuatik. Untuk budidaya
ikan patin, alkalinitas 100-150 mg/L direkomendasikan untuk menyediakan kapasitas
menyangga yang diperlukan untuk mencegah fluktuasi pH, mendukung produksi algae,
mencegah pelepasan logam berat, dan untuk memungkinkan penggunaan senyawa tembaga
untuk treatment penyakit (Darusalam, 2005).
e.

Amonia

Amonia merupakan bentuk utama ekskresi nitrogen dari organisme akuatik. Sumber
utama amonia (NH3) adalah bahan organik dalam bentuk sisa pakan, kotoran ikan maupun
dalam bentuk plankton dari bahan organik tersuspensi. Pembusukan bahan organik, terutama

yang banyak mengandung protein, menghasilkan ammonium (NH4+) dan NH3. Bila proses
lanjut dari pembusukan (nitrifikasi) tidak berjalan lancar maka dapat terjadi penumpukan
NH3 sampai pada konsentrasi yang membahayakan atau tidak dapat ditolerir bagi ikan dapat
mengakibatkan kematian ikan. Kandungan amonia yang dapat ditolerir bagi ikan patin yaitu
pada kisaran 0,1-0,3 ppm (Darusalam, 2005).
C. Manajemen Kualitas Air (Akuaponik)
Penerapan teknologi akuaponik sangat beragam bentuk dan ukuran medianya, salah
satu yang penting yaitu bentuk atau struktur setiap bagian dari sitem teknologi akuaponik.
Bentuk dari teknologi akuoponik akan menentukan tingkat kemudahan dalam manajemen
kualitas air dan kuantitas air. Bagian terpenting dari manajemen kualitas airdalam teknologi
akaponik adalah bagaimana cara membuat masa air sehomogen mungkin, yang nantinya
pengadukannya akan dibantu oleh teknologi pompa, jadi denganadanya konstruksi
sebagaimanapun bentuknya asalkan tidak porus maka kualitas air bisa distabilkan (Fadhil,
2011).
Manajemen kualitas air dalam teknologi akuaponik sangat berhubungan erat dengan
kontruksi media dalam penerapan teknologi akuaponik, seperti misalnya peletakan tumbuhan
air, tingkat porus media akuarium atau kolam serta posisi alat pemompa air dan yang tak
kalah penting adalah posisi zona dead zone. Zona dead zone adalah terjadinya titik daerah
mati di dalam perairan, dimana terjadi penumpukan bahan organik atau sampah yang
terkumpul pada area-area tertentu di akuarium atau kolam. Daerah ini kadar amonia dan gasgas beracun cenderung tinggi sehingga tidak disukai oleh ikan. Apabila ada pakan ikan yang
jatuh pada titik-titik ini maka ikan tidak akan mau makan, atau daerah ini tempat menjadi
sarangnya beberapa bakteri patogen yang menyebabkan sakit pada ikan ( US EPA, 1976)
Penggunaan tanaman dan media tempat tumbuhnya tanaman tersebut harus tepat guna
sesuai dengan tujuan teknologi akuaponik, misalnya struktur akar yang baik untuk proses
jerapan nitrogen oleh tanaman hasil dari limbah kotoran ikan, serta ukuran dan tingkat
pertumbuhan daun terhadap ukuran teknologi akuaponik jangan melebihi karena pada malam
hari akan merugikan, terjadinya kompetisi oksigen antara ikan dengan tanaman (Taufik,
2010).
D. Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran panjang atau berat dalam kurun waktu
tertentu,
melalui
proses
biologis
yang
komplek
dimana banyak
faktor
mempengaruhinya.Pertumbuhan ikan patin dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal
yang meliputi genetik dan kondisi fisiologis ikan serta faktor eksternal yang berhubungan
dengan lingkungan. Faktor eksternal tersebut yaitu komposisi kualitas kimia dan fisika air,
bahan buangan metabolik, ketersediaan pakan, dan penyakit (Singarimbun dan Effendi,
1987).
Ikan patin termasuk jenis ikan yang pertumbuhannya sangat cepat. Salah satu faktor
yang mempengaruhinya yaitu pakan yang dikonsumsi seperti pakan yang mengandung
protein yang tinggi, protein merupakan nutrien yang paling penting bagi pertumbuhan

ikan patin karena protein yang kisarannya 65-75% dan berfungsi sebagai bahan pembentuk
jaringan
tubuh
dalam
proses
pertumbuhan
ikan patin. Pakan sangat mempengaruhi pertumbuhan ikan patin (Soeseno, 1993).
E. Kelangsungan Hidup
Tingkat kelangsungan hidup atau sering disebut dengan istilah Survival Rate (SR)
adalah jumlah ikan yang hidup hingga akhir pemeliharaan. Untuk mengetahuinya digunakan
rumus sederhana, yaitu jumlah ikan yang ditebar dikurangi dengan jumlah ikan yang hidup
kali seratus persen. Kelangsungan hidup ikan patin khusunya pada budidaya yang diterapkan
teknologi akuaponik dengan perlakuan tipe permukaan medianya menyatakan bahwa pada
dataran tinggi kelangsungan hidup dapat mencapai 70,11%, pada dataran sedang sebesar
74,80 % dan pada dataran rendah tingkat kelangsungan hidup mencapai kurang lebih
71,21% (Soeseno, 1993).
Kelangsungan hidup ikan patin dalam teknologi akaponik sangat ditentukan oleh
kualitas air, dinyatakan bahwa rendahnya tingkat pertumbuhan mutlak ikan patin pada nilai
padat tebar yang relatif tinggi akan mengakibatnya rendahnya standar mutu kualitas air.
Selain itu ketepatan pemberian pakan juga dapat mempengaruhi kelangsungan hidup karena
metode pemberian pakan akan berdampak pada tingkat pertumbuhan ikan patindan
konsentrasi limbah pakan yang dapat mengakibatkan kematian saat bersifat racun saat berada
dalam perairan. Tingkat kelangsungan hidup yang lebih tinggi menggambarkan kondisi
pemeliharaan dan kondisi fisiologi ikan patin yang baik, serta kualitas air yang mendukung
pertumbuhan ikan patin (Singarimbun dan Effendi, 1987).

III.

METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan


1.

Alat

Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini dapat dilihat pada tabel 1 yaitu
sebagai berikut :
Tabel 1. Alat yang digunakan dalam praktikum
No.

Alat

1.

Akuarium 60 cm x 1 buah
40 cm x 50 cm

Tempat ikan

2.

Wadah tanaman

1 buah

Tempat kangkung

3.

Pompa

1 buah

Memompa air

4.

Pipa

1 buah

Aliran air

5.

Dop

1 buah

Penyambung pipa

Batu kerikil

Secukupnya

Media filtrasi

7.

Arang

Secukupnya

Media filtrasi

8.

Spuit suntik

2 buah

Untuk titrasi

9.

pH meter

1 buah

Untuk mengukur pH air

10.

Do meter

1 buah

Untuk mengukur oksigen terlarut

11.

Spektofotometer

1 buah

Untuk mengukur amonia

12.

Termometer

1 buah

Untuk mengukur suhu

13.

Erlenmeyer

2 buah

Untuk mengambil sampel

14.

Beker glass

2 buah

Untuk mengambil sampel

2.

Spesifikasi

Kegunaan

Bahan

Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini dapat dilihat pada tabel 2 yaitu sebagai
berikut :
Tabel 2. Bahan yang digunakan saat praktikum
No.

Nama Bahan

Jumlah

Fungsi

1.

Ikan Patin

15 ekor

Objek pemeliharaan

2.

Pelet

Secukupnya

Pakan ikan

3.

Air

Secukupnya

Media budidaya

4.

Kangkung

Secukupnya

Media filter

C. Cara Kerja
Adapun cara kerja dari
akuaponikadalah sebagai berikut:
1.

praktikum pemeliharaan

ikan

dengan

teknologi

Persiapan wadah

Praktikum pemeliharaan ikan dengan teknologi akuaponik ini dimulai dengan cara
kerja persiapan akuarium berukuran 60x40x50 cm dan pemasangan kotak filtrasi sekaligus
sebagai tempat tanaman kangkung tumbuh. Setelah akuarium dan kotak filtrasi siap, sarana
dan prasarana seperti batu kerikil pompa air dan pipa-pipa untuk resirkulasi air, tanaman
kangkung disusun sesuai dengan bentuk akuarium. Kemudian media diuji coba 1 hari untuk
memastikan semua fungsi berjalan dengan baik, baru dilakukan penebaran ikan nila yang
sebelumnya telah diukur panjang dan berat ikan.
2.

Pemeliharaan ikan

Pemeliharaan ikan patin dalam media dengan menggunakan teknologi akuaponik


kurang lebih dilakukan selama 1 bulan. Selama pemeliharaan ikan dikontrol terus menerus
untuk mempertahankan kelangsungan hidup ikan.
3.

Pemberian pakan

Selama waktu pemeliharaan pemberian pakan ikan dilakukan dengan metode at


station dengan periode waktu pemberian pakan dilakukan pagi hari pukul 09.00, siang hari
pukul 13.00 dan sore pukul 16.00. Tujuan dilakukannya pemberian pakan secara at
stationuntuk mempertahankan kualitas air dari sisa pakan ikan.
4.

Parameter yang diamati

a.

Parameter Fisika

Parameter fisika yang diamati adalah suhu. Suhu diukur dengan menggunakan
termometer, sebelum melakukan pengukuran suhu, termometer terlebih dahulu dikalibrasi
dengan akuades.

b.

Parameter Kimia

Parameter kimia yang diamati adalah pH, DO, CO2, alkalinitas dan amonia. DO
diukur dengan menggunakan DO meter. Dalam pengukuran DO dan pH, alat terlebih dahulu
dikalibrasi dengan akuades. Pengukuran CO2 dengan cara mengambil air sampel 25 ml,
masukkan kedalam Erlenmeyer. Tambahkan 3-4 tetes indikator PP, jika berwarna pink berarti

tidak ada CO2, jika berwarna pink berarti ada CO 2. Kemudian air dititrasi dengan larutan
NaOH 0,227. Pengukuran alkalinitas dengan cara mengambil air sampel dengan Erlenmeyer.
Tambahkan 2 tetes indikator PP dan indikator MO sebanyak 3-4 tetes, lalu titrasi dengan
H2SO4 0,02 N sampai terjadi perubahan warna dari biru menjadi merah kebiruan.
c.

Pertumbuhan

Pertumbuhan ikan yang diamati adalah pertumbuhan panjang dan berat ikan patin
yang telah dipelihara.
d. Kelangsungan hidup
Tingkat kelangsungan hidup atau Survival Rate (SR) ikan patin dihitung berdasarkan
seberapa banyak ikan yang hidup kemudian dihitung dengan menggunakan rumus :

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


A.

Pertumbuhan Panjang dan Berat

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terlihat bahwa peningkatan pertumbuhan


panjang dan berat rata-rata ikan patin sejak awal pemeliharaan hingga akhir pemeliharaan
dengan penambahan berat 3 gram dan panjang hingga 5 cm. Pertumbuhan ini termasuk
kurang baik dalam pemeliharaan satu bulan. Menurut Khairuman (2006), untuk jenis-jenis
ikan budidaya seperti ikan patin baik yang dipelihara secara semi intensif maupun
intensifpertumbuhannya akan sangat cepat karena pakan yang dimakan sepenuhnya
mengandalkan suplai pakan yang diberikan, sangat berbeda dengan ikan patin yang
dipelihara secara tradisional atau yang dipelihara di alam bebas di alam, hanya
memanfaatkan pakan yang tersedia secara alami.
B. Kelangsungan Hidup
Untuk kelangsungan hidup yang didapatkan selama pemeliharaan adalah 18%.
Kelangsungan hidup ikan pada percobaan ini tidak berlangsung secara maksimal karena ikan
yang hidup hanya delapan ekor. Faktor yang menyebabkan ikan mengalami kematian
diantaranya pemberian pakan yang tidak teratur sehingga ikan tidak mendapatkan asupan
nutrisi yang optimal, faktor lainnya juga pemberian pakan yang terlalu banyak sehingga
kualitas air menurun konsumsi oksigen yang terlarut sangat rendah (Khairuman, 2006).

V. SIMPULAN
A. Simpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum akuaponik ini adalah sebagai berikut :
1. Aquaponik adalah salah satu teknologi yang mengkombinasikan ikan dan tanaman air
untuk manajemen kualitas air secara optimal.
2. Kadar oksigen terlarut di perairan atau di kolam yang optimal bagi pertumbuhan ikan
patin yaitu >5 ppm.
3.

Hasil pengukuran pH kelompok tiga adalah netral yaitu 7,3, 7, 7,4 dan 7,5.

4. Kelangsungan hidup ikan yang didapat dari praktikum ini adalah 18%, Kelangsungan
hidup didapat selama pemeliharaan sangat rendah dikarenakan kurang optimalnya
manajemen pemperian pakan.
5. Dari hasil teknologi akuaponik kangkung termasuk tumbuhan yang paling baik
dibandingkan tumbuhan lainnya.
B. Saran
Sebaiknya pemeliharaan ikan pada praktikum ini harus memperhatikan pemberian pakan
yang teratur dan sesuai dengan kebutuhan, karena bila ikan tidak diberi makan maka ikan
akan mengalami kematian.

DAFTAR PUSTAKA
Boyd, C.E. 2000. Budidaya Ikan Di Perairan Umum. Kanisius. Yogyakarta
Darusalam AY. 2005. Kondisi kualitas air tambak udang windu Penaeus monodon dengan
pemanfaatan larutan nutrien. [Skripsi]. Program Studi Teknologi dan Manajemen
Akuakultur. Fakultas Perikanan dan Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Fadhil. 2011. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelola Sumberdaya dan Lingkungan Perairan.
Penerbit Kanisius. Jakarta.
Khairuman. 2006. Konsumsi Pakan Untuk Ikan Air Tawar. Gramedia. Jakarta.
Macan,T.T, 1960. A Guide to Freshwater invertebrate animals, Longmans, Green & Co Ltd:
London.
Nelson, R.1998. Aquaponics Journal Voi.N No.5. Nelson/Pade Multimedia PO Box 1848:
Mariposa, CA , USA.
Singarimbun, M. dan Effendi, S. 1987. Metode Penelitian Survai. Edisi Revisi.LP3S.Jakarta.
Soeseno, S. 1993. Pemeliharaan Ikan di Kolam Pekarangan. Kanisius. Yogyakarta.
Susanto, Heru dan Amri, Khairul. 2002. Budidaya Ikan Patin. Penebar Swadaya, Jakarta.
Taufik. 2010. Uji Mul Tl Lokasi Pada Budidaya Ikan Nila Dengan Sistim Akuaponik. Badan
Riset Kelautan Dan Perikanan (Brkp) Balai Riset Perikanan Budidaya Air
Tawar. Bogor.
US EPA. 1976. Quality Criteria for Water. Washington DC: US. Wheatherley. 1972.Growth
and Ecology of Fish Population. Academick Press. London.

Anda mungkin juga menyukai