Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Sistem Pernapasan

2.1.1. Pengertian Pernapasan


Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung O2
(oksigen) ke dalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung CO2
(karbondioksida) sebagai sisa dari oksidasi keluar tubuh. Penghisapan ini disebut inspirasi dan
menghembuskan disebut ekspirasi (Syaifuddin, 1996).
Sistem pernapasan terdiri atas paru-paru dan sistem saluran yang menghubungkan
jaringan paru dengan lingkungan luar paru yang berfungsi untuk menyediakan oksigen untuk
darah dan membuang karbondioksida.
Sistem pernapasan secara umum terbagi atas :
1.

Bagian Konduksi
Bagian konduksi terdiri atas rongga hidung, nasofaring, laring, trakea, bronkus, dan
bronkiolus. Bagian ini berfungsi untuk menyediakan saluran udara untuk mengalir ke dan
dari paru-paru untuk membersihkan, membasahi, dan menghangatkan udara yang
diinspirasi.

2.

Bagian Respirasi
Bagian ini terdiri dari alveoli, dan struktur yang berhubungan. Pertukaran gas antara
udara dan darah terjadi dalam alveoli. Selain struktur diatas terdapat pula struktur yang
lain, seperti bulu-bulu pada pintu masuk yang penting untuk menyaring partikel-partikel
i
Universitas Sumatera Utara

yang masuk. Sistem pernafasan memiliki sistem pertahanan tersendiri dalam melawan
setiap bahan yang masuk yang dapat merusak (Alsagaff, 2002).
Terdapat tiga kelompok mekanisme pertahanan yaitu :
a. Arsitektur saluran nafas; bentuk, struktur, dan caliber saluran nafas yang berbeda-beda
merupakan saringan mekanik terhadap udara yang dihirup, mulai dari hidung, nasofaring,
laring, serta percabangan trakeobronkial. Iritasi mekanik atau kimiawi merangsang reseptor
disaluran nafas, sehingga terjadi bronkokonstriksi serta bersin atau batuk yang mampu
mengurangi penetrasi debu dan gas toksik kedalam saluran nafas (Tabrani Rab, 1996).
b. Lapisan cairan serta silia yang melapisi saluran nafas, yang mampu menangkap partikel debu
dan mengeluarkannya.
c. Mekanisme pertahanan spesifik, yaitu sistem imunitas di paru yang berperan terhadap
partikel-partikel biokimiawi yang tertumpuk di saluran nafas (Tabrani Rab, 1996).
2.1.2. Anatomi Paru
Saluran pernafasan terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring, laring, trakea, dan
paru. Laring membagi saluran pernafasan menjadi 2 bagian, yakni saluran pernafasan atas dan
saluran pernafasan bawah. Pada pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan external, oksigen
di pungut melalui hidung dan mulut. Pada waktu bernafas, oksigen masuk melalui trakea dan
pipa bronchial ke alveoli dan dapat erat hubungan dengan darah didalam kapiler pulmunaris.
Hanya satu lapis membran yaitu membran alveoli, memisahkan oksigen dan darah
oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke
jantung. Dari sini dipompa didalam arteri kesemua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru-paru
pada tekanan oksigen 100 mm hg dan tingkat ini hemoglobinnya 95%. Di dalam paru-paru,
i
Universitas Sumatera Utara

karbon dioksida, salah satu hasil buangan. Metabolisme menembus membran alveoli, kapiler dari
kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui pipa bronchial, trakea, dinafaskan keluar melalui
hidung dan mulut.
SISTEM SALURAN PERNAFASAN

Gambar : Anatomi Paru


Sumber : (Evelyn. Pearce, Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, Tahun 1992,Hal 219).

i
Universitas Sumatera Utara

2.1.3. Fungsi Sistem Pernapasan


Pertukaran karbon dioksida dan oksigen antara darah dan udara berlangsung di alveolus
paru. Pertukaran tersebut diatur oleh kecepatan dan dalamnya aliran udara timbale balik
(pernapasan), dan tergantung pada difusi oksigen dari alveoli ke dalam darah kapiler dinding
alveoli. Hal yang sama juga berlaku untuk gas dan uap yang dihirup. Paru-paru merupakan jalur
masuk terpenting dari bahan-bahan berbahaya lewat udara pada paparan kerja (WHO, 1995).
2.1.4 Mekanisme Kerja Sistem Pernapasan
Debu, aerosol dan gas iritan kuat menyebabkan refleks batuk-batuk atau spasme laring
(penghentian bernapas). Kalau zat-zat ini menembus kedalam paru-paru, dapat terjadi bronchitis
toksik, edema paru-paru atau pneumonitis. Para pekerja menjadi toleran terhadap paparan iritan
berkadar rendah dengan meningkatkan sekresi mucus, suatu mekanisme yang khas pada
bronkhitis dan terlihat pada perokok tembakau. Partikel-partikel debu dan aerosol yang
berdiameter lebih dari 15 m tersaring keluar pada saluran napas. Partikel 5-15 m tertangkap
pada mukosa saluran yang lebih rendah dan kembali disapu ke laring oleh kerja mukosiliar,
selanjutnya ditelan. Bila partikel ini mengatasi saluran nafas atau melepaskan zat-zat yang
merangsang respon imun dapat timbul penyakit pernafasan seperti bronchitis (WHO, 1995).
Partikel-partikel berukuran 0,5 dan 5 m (debu yang ikut dengan pernafasan) dapat
melewati sistem pembersihan mukosiliar dan masuk ke saluran nafas terminal serta alveoli. Dari
sana debu ini akan dikumpulkan oleh sel-sel scavenger (makrofag) dan dihantarkan pulang
kembali ke sistem mukosiliar atau ke sistem limfatik. Partikel berdiameter kurang dari 0,5 m
mungkin akan mengambang dalam udara dan tidak diretensi. Partikel-partikel panjang dan serat
yang diameternya dari 3 m dengan panjang 100 m dapat mencapai saluran nafas terminal,
i
Universitas Sumatera Utara

namun tidak dibersihkan oleh makrofag ; akan tetapi partikel ini mungkin pula ditelan lebih dari
satu makrofag dan dibungkus dengan bahan protein kaya besi sehingga terbentuk badan-badan
besar asbes yang khas.
Sebab-sebab utama penyakit pernafasan adalah :
1. Mikroorganisme pathogen yang mampu bertahan terhadap fagositosis
2. Partikel-partikel mineral yang menyebabkan kerusakan atau kematian makrofag yang
menelannya, sehingga menghambat pembersihan dan merangsang reaksi jaringan.
3. Partikel-partikel organik yang merangsang respon imun.
4. Kelebihan beban sistem akibat paparan terus-menerus terhadap debu respirasi berkadar tinggi
yang menumpuk di sekitar saluran nafas terminal.
Stimulasi saluran nafas berulang (bahkan mungkin juga oleh partikel-partikel inert),
menyebabkan penebalan dinding bronki, meningkatkan sekresi mucus, merendahkan ambang
refleks penyempitan dan batuk, meningkatkan kerentanan terhadap infeksi pernafasan dan
gejala-gejala asmatik. Daerah perifer paru-paru terutama dirusak oleh debu fibrogenik.
Umumnya partikel fibrogenik yang masuk paru-paru dibersihkan sebagian dan diendapkan pada
kelenjar-kelenjar limfe hilus. Di sana, partikel-partikel tersebut merangsang reaksi jaringan,
penebalan dan pembentukan jaringan parut pada kelenjar-kelenjar tersebut. Drainase limfatik
menjadi tersebut, sehingga partikel-partikel pada paparan lebih lanjut akan menumpuk di dekat
kelenjar-kelenjar yang berparut tersebut, dan secara progresif memperbesar daerah parut.
Pembentukan jaringan parut dengan berbagai cara ini mengakibatkan pengerutan paru-paru,
peregangan berlebihan pada jaringan paru-paru yang tersisa, ventilasi tidak merata dan tipe
emfisema tertentu (Amin, 1992).

i
Universitas Sumatera Utara

2.2. Penyakit Paru Akibat Kerja


Berbagai penyakit dapat timbul dalam lingkungan pekerjaan yang mengandung debu
industri, terutama pada kadar yang cukup tinggi, antara lain pneumoconiosis, silikosis,
asbestosis, hemosiderosis, bisinosis, bronchitis, asma kerja, kanker paru, dll. Penyakit paru kerja
terbagi 3 bagian yaitu :
1. Akibat debu organik, misalnya debu kapas (Bissinosis), debu padi-padian (Grain workers
disease), debu kayu.
2. Akibat debu anorganik (pneumoconiosis), misalnya debu silica (Silikosis), debu asbes
(asbestosis), debu timah (Stannosis).
3. Penyakit paru kerja akibat gas iritan, 3 polutan yang paling banyak mempengaruhi kesehatan
paru adalah sulfur dioksida (SO2), nitrogen dioksida (NO2), dan ozon (O3).
Bila penyakit paru akibat kerja telah terjadi, umumnya tidak ada pengobatan yang
spesifik dan efektif untuk menyembuhkannya. Gejala biasanya timbul apabila penyakit sudah
lanjut (WHO, 1995)
2.2.1. Tanda-Tanda Dan Gejala Gangguan Pernafasan
Gangguan pada saluran pernafasan ditandai dengan gejala-gejala yaitu :
1. Gejala Lokal
a. Batuk
Batuk merupakan gejala yang paling umum akibat penyakit pernafasan. Batuk bisa
bersifat kering atau basah tergantung dari pada produksi sekrit.

i
Universitas Sumatera Utara

b. Sesak
Keadaan ini merupakan akibat kurang lancarnya pemasukan udara saat inspirasi ataupun
pengeluaran udara saat ekspirasi, yang disebabkan oleh adanya penyempitan ataupun
penyumbatan pada tingkat bronkeolus/bronkus/trakea/larings.
c. Pengeluaran Dahak
Dahak orang dewasa normal membentuk sputum sekitar 100 ml per hari dalam saluran
nafas, sedangkan dalam keadaan gangguan pernafasan sputum dihasilkan melebihi 100
ml per hari.
d. Batuk Darah
Adanya lesi saluran pernafasan dari hidung paru yang juga mengenai pembuluh darah.
e. Nyeri Dada
Nyeri dada terjadi dari berbagai penyebab, tetapi yang paling khas dari penyakit paruparu adalah akibat radang pleura.
2. Gejala Umum
Gejala-gejala yang disebut di atas bersifat setempat. Beberapa penyakit memberi juga
gejala umum, seperti suhu badan meninggi, pusing dan mabuk kepala, tidak suka makan, rasa
lesu/lemah, keringat dingin dan sebagainya (Danosantoso, 1998). Masalah pernafasan pada
pekerja di tempat pengolahan telah dikenal selama 2 dekade ini. Gejala-gejala dada akut seperti
batuk, sesak, dada terasa berat dan iritasi saluran nafas atas muncul pada saat kerja biasa
(Alsagaff, 2002).

i
Universitas Sumatera Utara

2.2.2. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Timbulnya Gangguan Paru


Gangguan saluran pernafasan akibat inhalasi debu dipengaruhi oleh berbagai faktor
antara lain
1

Faktor debu itu sendiri


yaitu ukuran partikelnya, daya larut, konsentrasi, sifat kimiawi, lama perjalanan dan faktor

individu berupa mekanisme pertahanan selain itu faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya
gangguan paru dapat berupa jenis debu, ukuran partikel, konsentrasi partikel, lama pajanan, dan
kerentanan individu.Tingkat kelarutan debu pada air, kalau debu larut dalam air, bahan dalam
debu larut dan masuk pembuluh darah kapiler alveoli. Bila debu tidak mudah larut tetapi
ukurannya kecil maka partikel-partikel tersebut dapat masuk ke dinding alveoli. Konsentrasi
debu, makin tinggi konsentrasinya makin besar kemungkinan menimbulkan keracunan. Jenis
debu ada dua (2) macam yaitu debu organik ( debu padi/ kulit padi), dan debu anorganik (debu
yang berasal dari mesin penggilingan padi). (Faridawati, 1997).
2

Masa kerja
Masa kerja menunjukkan suatu masa berlangsungnya kegiatan seseorang dalam waktu

tertentu. Seseorang yang bekerja di lingkungan industri yang menghasilkan debu akan memiliki
resiko gangguan kesehatan. Makin lama seseorang bekerja pada tempat yang mengandung debu
akan makin tinggi resiko terkena gangguan kesehatan, terutama gangguan saluran pernafasan.
Debu yang terhirup dalam konsentrasi dan jangka waktu yang cukup lama akan membahayakan.
Akibat penghirupan debu, yang langsung akan kita rasakan adalah sesak, bersin, dan batuk
karena adanya gangguan pada saluran pernafasan. Paparan debu untuk beberapa tahun pada

i
Universitas Sumatera Utara

kadar yang rendah tetapi di atas batas limit paparan menunjukkan efek toksik yang jelas (Irga,
2009)
3

Umur
Umur merupakan salah satu karateristik yang mempunyai resiko tinggi terhadap gangguan

paru terutama yang berumur 40 tahun keatas, dimana kualitas paru dapat memburuk dengan
cepat. Menurut penelitian Juli Soemirat dan kawan-kawan dalam Rosbinawati (2002),
mengungkapkan bahwa umur berpengaruh terhadap perkembangan paru-paru. Semakin
bertambahnya umur maka terjadi penurunan fungsi paru di dalam tubuh. Menurut hasil
penelitian Rosbinawati (2002) ada hubungan yang bermakna secara statistik antara umur dengan
gejala pernapasan. Faktor umur berperan penting dengan kejadian penyakit dan gangguan
kesehatan. Hal ini merupakan konsekuensi adanya hubungan faktor umur dengan : potensi
kemungkinan untuk terpapar terhadap suatu sumber infeksi, tingkat imunitas kekebalan tubuh,
aktivitas fisiologis berbagai jaringan yang mempengaruhi perjalanan penyakit seseorang.
Bermacam-macam perubahan biologis berlangsung seiring dengan bertambahnya usia dan ini
akan mempengaruhi kemampuan seseorang dalam bekerja.
4

Alat pelindung diri


Alat pelindung diri adalah perlengkapan yang dipakai untuk melindungi pekerja terhadap

bahaya yang dapat mengganggu kesehatan yang ada di lingkungan kerja. Alat yang dipakai disini
untuk melindungi sistem pernapasan dari partikel-partikel berbahaya yang ada di udara yang
dapat membahayakan kesehatan. Perlindungan terhadap sistem pernapasan sangat diperlukan
terutama bila tercemar partikel-partikel berbahaya, baik yang berbentuk gas, aerosol, cairan,
ataupun kimiawi. Alat yang dipakai adalah masker, baik yang terbuat dari kain atau kertas wol
(Irga, 2009)
i
Universitas Sumatera Utara

Riwayat merokok
Riwayat merokok merupakan faktor pencetus timbulnya gangguan pernapasan, karena asap

rokok yang terhisap dalam saluran nafas akan mengganggu lapisan mukosa saluran napas.
Dengan demikian akan menyebabkan munculnya gangguan dalam saluran napas. Merokok dapat
menyebabkan perubahan struktur jalan nafas. Perubahan struktur jalan nafas besar berupa
hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus. Sedangkan perubahan struktur jalan nafas kecil
bervariasi dari inflamasi ringan sampai penyempitan dan obstruksi jalan nafas karena proses
inflamasi, hiperplasia sel goblet dan penumpukan secret intraluminar. Perubahan struktur karena
merokok biasanya di hubungkan dengan perubahan/kerusakan fungsi. Perokok berat dikatakan
apabila menghabiskan rata-rata dua bungkus rokok sehari, memiliki resiko memperpendek usia
harapan hidupnya 0,9 tahun lebih cepat ketimbang perokok yang menghabiskan 20 batang
sigaret sehari (Antaruddin, 2003).
6

Riwayat penyakit
Riwayat penyakit merupakan faktor yang dianggap juga sebagai pencetus timbulnya

gangguan pernapasan, karena penyakit yang di derita seseorang akan mempengaruhi kondisi
kesehatan dalam lingkungan kerja. Apabila seseorang pernah atau sementara menderita penyakit
sistem pernafasan, maka akan meningkatkan resiko timbulnya penyakit sistem pernapasan jika
terpapar debu.

i
Universitas Sumatera Utara

2.3. Spirometri
Spirometri merupakan suatu metode sederhana yang dapat mengukur sebagian terbesar
volume dan kapasitas paru- paru. Spirometri merekam secara grafis atau digital volume ekspirasi
paksa dan kapasitas vital paksa. Volume Ekspirasi Paksa atau Forced Expiratory Volume (FEV)
adalah volume dari udara yg dihembuskan dari paru- paru setelah inspirasi maksimum dengan
usaha paksa minimum, diukur pada jangka waktu tertentu. Biasanya diukur dalam 1 detik
(FEV1) . Kapasitas Vital paksa atau Forced Vital Capacity (FVC) adalah volume total dari udara
yg dihembuskan dari paru- paru setelah inspirasi maksimum yang diikuti oleh ekspirasi paksa
minimum. Pemeriksaan dengan spirometer ini penting untuk pengkajian fungsi ventilasi paru
secara lebih mendalam. Jenis gangguan fungsi paru dapat digolongkan menjadi dua yaitu
gangguan fungsi paru obstruktif (hambatan aliran udara) dan restriktif (hambatan pengembangan
paru). Seseorang dianggap mempunyai gangguan fungsi paru obstruktif bila nilai FEV1 kurang
dari 75% dan menderita gangguan fungsi paru restriktif bila nilai kapasitas vital kurang dari
80% dibanding dengan nilai standar. (Alsagaf, dkk, 2005).

i
Universitas Sumatera Utara

2.3.1. Kapasitas dan Volume Statis Paru

1. Volume statis paru-paru


-

Volume tidal (VT) = jumlah udara yang dihirup dan dihembuskan setiap kali bernapas
pada saat istirahat. Volume tidal normalnya adalah 350-400 ml.

Volume residu (RV) = jumlah gas yang tersisa di paru-paru setelah menghembuskan
napas secara maksimal atau ekspirasi paksa. Nilai normalnya adalah 1200 ml.

Kapasitas vital (VC) = jumlah gas yang dapat di ekspirasi setelah inspirasi secara
maksimal. VC = VT + IRV + ERV (seharusnya 80% TLC) Besarnya adalah 4800 ml.

Kapasitas total paru-paru (TLC) = yaitu jumlah total udara yang dapat dimasukkan ke
dalam paru-paru setelah inspirasi maksimal. TLC = VT + IRV + ERV + RV. Besarnya
adalah 6000 ml.

Kapasitas residu fungsional (FRC) = jumlah gas yang tertinggal di paru-paru setelah
ekspirasi volume tidal normal. FRC = ERV + RV. Besarnya berkisar 2400 ml.
i
Universitas Sumatera Utara

Kapasitas inspirasi (IC) = jumlah udara maksimal yang dapat diinspirasi setelah ekspirasi
normal. IC = VT + IRV. Nilai normalnya sekitar 3600 ml.

Volume cadangan inspirasi (IRV) = jumlah udara yang dapat diinspirasi secara paksa
sesudah inspirasi volume tidal normal.

Volume cadangan ekspirasi (ERV) = jumlah udara yang dapat diekspirasi secara paksa
sesudah ekspirasi volume tidal normal.

2. Volume dinamis paru-paru


FVC (Forced Vital Capacity) merupakan volume udara maksimum yang dapat
dihembuskan secara paksa/kapasitas vital paksa yang umumnya dicapai dalam 3 detik,
normalnya 4 liter dan FEV1 (Forced Expired Volume in one second) merupakan volume udara
yang dapat dihembuskan paksa pada satu detik pertama normalnya 3,2 liter adalah parameter
dalam menentukan fungsi paru (http://Lung function.pdf.2009).
2.3.2. Test Fungsi Paru
Dasar test fungsi paru terdiri dari :
1

Penyakit paru obstuktif


Tidak dapat menghembuskan udara (Unable to get air out). FEV1/FVC <75% Semakin
parah obstruksinya :
-

FEV1 : 60-75% = mild

FEV1 : 40-59% = moderate

FEV1 : <40 = severe

Jalan napas yang menyempit akan mengurangi volume udara yang dapat dihembuskan pada
satu detik pertama ekspirasi.
i
Universitas Sumatera Utara

Penyakit paru restriktif


Tidak dapat menarik napas (unable to get air in)
-

FVC rendah; FEV1/FVC normal atau meningkat

TLC berkurang sebagai Gold Standart

FEV1 dan FVC menurun, karena jalan napas tetap terbuka, ekspirasi bisa cepat dan selesai
dalam waktu 2-3 detik. Rasio FEV1/FVC tetap normal atau malah meningkat, tetapi volume
udara yang terhirup dan terhembus lebih kecil dibandingkan normal.
3

Mixed
Ekspirasi diperlama dengan peningkatan kurva perlahan mencapai plateau. Kapasitas vital
berkurang signifikan dibandingkan gangguan obstruktif. Pola campuran ini, jika tidak terlalu
parah, sulit dibedakan dengan pola obstruktif (http://Lung function.pdf.2009).

2.4. Partikel Debu


2.41. Definisi Debu
Debu merupakan salah satu bahan yang sering disebut sebagai partikel yang melayang di
udara (Suspended Particulate Matter / SPM) dengan ukuran 1 mikron sampai dengan 500
mikron. Dalam kasus pencemaran udara baik dalam maupun di ruang gedung (Indoor and Out
Door Pollution) debu sering dijadikan salah satu indikator pencemaran yang digunakan untuk
menunjukkan tingkat bahaya baik terhadap lingkungan maupun terhadap keselamatan dan
kesehatan kerja.

i
Universitas Sumatera Utara

Debu industri yang terdapat di udara dibagi menjadi 2, yaitu :


1. Deposit Particulate Matter
Deposit particulate matter yaitu partikel debu yang hanya sementara di udara. Partikel ini
akan segera mengendap karena daya tarik bumi.
2. Suspended Particulate Matter
Suspended particulate matter adalah debu yang tetap berada di udara dan tidak mudah
mengendap. (Pudjiastuti, 2002)
Menurut Sumamur (1998), debu adalah partikel-partikel zat padat yang ditimbulkan oleh
kekuatan-kekuatan alami atau mekanis seperti pengolahan, penghancuran, pelembutan,
pengepakan yang cepat, peledakan dan lain-lain dari bahan-bahan baik organik maupun
anorganik Secara fisik debu atau particulate dikategorikan sebagai pencemar yaitu dust udara
aerosol. Debu terdiri dari 2 golongan, yaitu padat dan cair.
Debu yang terdiri atas partikel-partikel padat dapat menjadi 3 macam :
a. Dust
Dust terdiri dari berbagai ukuran mulai dari yang submikroskopik sampai yang besar. Debu
yang berbahaya adalah ukuran yang bisa terhirup ke dalam sistem pernafasan, umumnya
lebih kecil dari 100 mikron dan bersifat dapat terhirup ke dalam paru-paru
b. Fumes
Fumes adalah partikel-partikel zat padat yang terjadi oleh karena kondensasi dari bentuk gas,
biasannya sesudah penguapan benda padat yang dipijarkan dan lain-lain dan biasanya disertai

i
Universitas Sumatera Utara

dengan oksidasi kimiawi sehingga terjadi zat-zat seperti logam (Cadmium) dan timbal (
Plumbum).
c. Smoke
Smoke atau asap adalah produk dari pembakaran bahan organik yang tidak sempurna dan
berukuran sekitar 0,5 mikron
2.4.2. Sifat-sifat Debu
Sifat-sifat debu tidak berflokulasi, kecuali oleh gaya tarikan elektris, tidak berdifusi, dan
turun karena tarikan gaya tarik bumi. Debu di atmosfer lingkungan kerja biasanya berasal dari
bahan baku atau hasil produksi (Depkes RI, 1990)
Sifat-sifat debu adalah sebagai berikut :
1. Sifat Pengendapan
Yaitu debu yang cenderung selalu mengendap karena gaya gravitasi bumi. Debu yang
mengendap dapat mengandung proporsi partikel yang lebih besar dari debu yang terdapat di
udara.
2. Permukaan cenderung selalu bersih
Permukaan debu yang cenderung selalu bersih disebabkan karena permukaannya selalu
dilapisi oleh lapisan air yang sangat tipis. Sifat ini menjadi penting sebagai upaya
pengendalian debu di tempat kerja.

i
Universitas Sumatera Utara

3. Sifat Penggumpalan
Debu bersifat menggumpal karena permukaan debu yang selalu basah maka debu satu
dengan yang lainnya cenderung menempel membentuk gumpalan. Tingkat kelembaban di
atas titik saturasi dan adanya turbelensi di udara mempermudah debu membentuk gumpalan.
4. Debu Listrik Statik
Debu mempunyai sifat listrik statis yang dapat menarik partikel lain yang berlawanan dengan
demikian partikel dalam larutan debu mempercepat terjadinya penggumpalan.
5. Sifat Opsis
Opsis adalah partikel yang basah/lembab lainnya dapat memancarkan sinar yang dapat
terlihat dalam kamar gelap.
Partikel debu melayang (Suspended Particulated Metter) adalah suatu kumpulan senyawa
dan bentuk padatan maupun cair yang tersebar di udara dengan diameter yang sangat kecil,
kurang dari 1 mikron sampai maksimal 500 mikron. Ukuran partikel debu yang membahayakan
kesehatan umumnya berkisar antara 0,1 mikron sampai 10 mikron. Partikel debu tersebut akan
berada di udara dalam waktu yang relative lama dalam keadaan melayang-layang dan dapat
masuk melalui saluran pernafasan. Konsentrasi debu dengan ukuran 5 mikron akan dikeluarkan
seluruhnya bila jumlah yang masuk ke saluran nafas kurang dari 10 partikel, sedangkan
seluruhnya bila yang masuk 1.000 partikel maka 10% dari jumlah tersebut akan ditimbun di
dalam jaringan paru (WHO, 1990).
Debu yang berukuran antara 5 10 mikron bila terhisap akan tertahan dan tertimbun pada
saluran nafas bagian atas; yang berukuran antara 3 5 mikron tertahan dan tertimbun pada
saluran nafas tengah. Partikel debu dengan ukuran 1 3 mikron disebut debu respirabel
i
Universitas Sumatera Utara

merupakan yang paling berbahaya karena tertahan dan tertimbun mulai dari bronkhiolus
terminalis sampai alveoli. Debu yang ukurannya kurang dari 1 mikron tidak mudah mengendap
di alveoli, debu yang ukurannya antara 0,1 0,5 mikron berdifusi dengan gerak Brown keluar
masuk alveoli; bila membentur alveoli ia dapat tertimbun disitu. Meskipun batas debu respirabel
adalah 5 mikron, tetapi debu dengan ukuran 5 10 mikron dengan kadar berbeda dapat masuk ke
dalam alveoli. Debu yang berukuran lebih dari 5 mikron akan dikeluarkan semuanya bila
jumlahnya kurang dari 10 partikel per milimeter kubik udara. Bila jumlahnya 1.000 partikel per
milimeter kubik udara, maka 10% dari jumlah itu akan ditimbun dalam paru (WHO, 1990).
2.4.3. Jenis debu
Menurut macamnya, debu diklasifikasikan atas 3 jenis yaitu :
1

Debu organik adalah debu yang berasal dari makhluk hidup (debu kapas, debu daundaunan, tembakau dan sebagainya).

Debu metal adalah debu yang di dalamnya terkandung unsur-unsur logam (Pb, Hg, Cd, dan
Arsen)

Debu mineral ialah debu yang di dalamnya terkandung senyawa kompleks ( SiO2, SiO3,
dll).

Debu memiliki karakter atau sifat yang berbeda-beda, antara lain debu fisik (debu tanah, batu,
dan mineral), debu kimia (debu organik dan anorganik), dan debu biologis (virus, bakteri, kista),
debu eksplosif atau debu yang mudah terbakar (batu bara, Pb), debu radioaktif (uranium,
tutonium), debu inert (debu yang tidak bereaksi kimia dengan zat lain).

i
Universitas Sumatera Utara

2.4.4. Pengaruh Partikel Debu Terhadap Pernapasan


Ukuran debu sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit pada saluran pernafasan. Dari
hasil penelitian ukuran tersebut dapat mencapai target organ sebagai berikut :
1. Partikel diameter > 5,0 mikron terkumpul di hidung dan tenggorokan., ini dapat
menimbulkan efek berupa iritasi yang ditandai dengan gejala faringitis.
2. Partikel diameter 0,5 5,0 mikron terkumpul di paru paru hingga alveoli, ini dapat
menimbulkan efek berupa bronchitis, alergi, atau asma
3. Partikel diameter < 0,5 mikron terkumpul di alveoli dan dapat terabsorbsi ke dalam darah.

Keterangan :
* = Partikel debu > 5,0

* = Partikel debu < 0,5

* = Partikel debu 0,5 5,0


Gambar 2 : Pengaruh Partikel Debu Terhadap Manusia
Sumber

(Depkes RI Ditjen PPM dan PL, Dampak Pemanfaatan Batubara Terhadap


Kesehatan. 2001)

i
Universitas Sumatera Utara

2.4.5. Pengendalian Debu


Pengendalian debu di lingkungan kerja dapat dilakukan terhadap 3 hal yaitu pencegahan
terhadap sumbernya, media pengantar (transmisi) dan terhadap manusia yang terkena dampak.
1

Pencegahan Terhadap Sumbernya


Pengontrolan debu di ruang kerja terhadap sumbernya antara lain :

Isolasi sumber agar tidak mengeluarkan debu di ruang kerja dengan Local Exhauster atau
dengan melengkapi water sprayer pada cerobong asap.
2

Pencegahan Terhadap Transmisi


a. Memakai metode basah yaitu,penyiraman lantai dan pengeboran basah (Wet Drilling).
b. Dengan alat berupa Scrubber,Elektropresipitator,dan Ventilasi Umum.

3. Pencegahan terhadap Tenaga Kerja


Antara lain dengan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) berupa masker, sarung tangan.
2.4.6. Pencegahan Dan Pengobatan
Tindakan pencegahan merupakan tindakan yang paling penting pada penetalaksanaan
penyakit paru akibat debu industri. Berbagai tindakan pencegahan perlu dilakukan untuk
mencegah timbulnya penyakit atau mengurangi laju penyakit. Perlu diketahui apakah pada suatu
industri atau tempat kerja ada zat-zat yang dapat menimbulkan gangguan pernafasan. Kadar debu
pada tempat kerja diturunkan serendah mungkin dengan memperbaiki tehnik pengolahan bahan,
misalnya pemakaian air untuk mengurangi debu yang beterbangan. Bila kadar debu tetap tinggi
pekerja diharuskan memaki alat pelindung. Bila seseorang telah menderita penyakit,
memindahkan ketempat yang tidak terpapar mungkin dapat mengurangi laju penyakit.

i
Universitas Sumatera Utara

Perokok hendaklah berhenti merokok terutama bila bekerja pada tempat-tempat yang
mempunyai risiko terjadi penyakit bronkitis industri dan kanker paru, karena asap rokok cepat
meninggikan risiko timbulnya penyakit. Penderita yang atopik idealnya dianjurkan menghindari
tempat yang jelas tepat mencetuskan serangan asma, seperti produksi sutra, deterjen, dan
pekerjaan yang mempunyai paparan garam platinum. Industri dan tempat kerja yang mempunyai
risiko tinggi menimbulkan serangan asma hendaklah tidak menerima pegawai yang atopik.
Pekerja yang menderita asma kerja hendaklah dihindari dan paparan zat di tempat kerja. Tidak
ada pengobatan spesifik dan efektif pada penyakit paru yang disebabkan oleh debu industri.
Penyakit biasanya memberikan gejala bila kelainan telah lanjut. Pada silikosis dan asbestosis bila
diagnosis telah ditegakkan penyakit dapat terus berlanjut menjadi fibrosis masif meskipun
paparan dihilangkan ( Irga, 2009).
2.4.7. Nilai Ambang Batas (NAB) Untuk Debu
Sumamur (1998) menyatakan Nilai Ambang Batas (NAB adalah kadar yang pekerja
sanggup menghadapinya dengan tidak menunjukkan penyakit atau kelainan dalam pekerjaan
mereka sehari-hari untuk waktu 8 jam sehari dan 40 jam seminggunya. Debu-debu yang hanya
mengganggu kenikmatan kerja (nuisance dust) adalah debu-debu yang tidak berakibat fibrosis
kepada paru-paru, melainkan bereffek sangat sedikit atau tidak sama sekali pada penghirupan
normal. Dahulu debu-debu demikian disebut debu inert (lamban), tetapi ternyata tidak ada debu
yang sama sekali tanpa reaksi selluler, sehingga istilah inert tidak dipakai lagi.
Reaksi jaringan paru-paru terhadap penghirupan debu-debu yang demikian adalah :
a. Susunan saluran udara tetap utuh.
b. Tidak berbentuk jaringan parut.
i
Universitas Sumatera Utara

c. Reaksi jaringan potensil dapat pulih kembali.


Untuk mencegah terjadinya pencemaran udara di lingkungan kerja perlu dilakukan upaya
pengendalian pencemaran udara dengan penetapan nilai ambang batas yaitu menurut Surat
Edaran Menteri Tenaga Kerja tentang Nilai Ambang Batas Faktor Kimia di Lingkungan Kerja
yaitu sebesar 3 mg/m3, dengan Surat Edaran No.SE.01/MEN/1997, bahwa NAB kadar debu di
udara tidak boleh melebihi 3,0 mg/m. NAB dari debu-debu yang hanya mengganggu
kenikmatan kerja adalah 10 mg/m atau 30 dalam juta partikel perkaki kubik / 30 jppkk.
2.5. Padi
2.5.1. Pengertian Padi
Padi (Oryza sativa) merupakan tanaman yang tumbuh baik di daerah tropis maupun subtropis. Padi tumbuh subur pada kondisi lahan 15 garis lintang utara dan 10 garis selatan
katulistiwa. Untuk padi di sawah, ketersediaan air yang mampu menggenangi lahan tempat
penanaman sangat penting. Oleh karena air menggenang terus-menerus maka tanah sawah harus
memiliki kemampuan menahan air yang tinggi, seperti tanah lempung. Untuk kebutuhan air
tersebut, diperlukan sumber mata air yang besar, kemudian ditampung dalam bentuk waduk
(danau). Dari waduk inilah sewaktu-waktu air dapat dialirkan selama periode pertumbuhan padi
sawah. Pada dasarnya padi adalah tanaman yang agak toleran (moderately tolerant) terhadap
keasinan. Sifat toleran tanaman padi bervariasi selama periode tumbuh. Tanaman padi lebih
dapat bertahan pada tingkat keasinan (salinitas) tertentu selama musim hujan dari pada musim
kemarau (Dwi, 2006)

i
Universitas Sumatera Utara

2.5.2. Hubungan Debu Padi Dengan Faal Paru


Debu kilang padi menurut asalnya terdiri dari 2 macam yaitu debu yang berasal dari biji
padi dan debu yang berasal dari biji beras. Debu yang berasal dari biji padi sudah terdapat di
udara sebelum di sentuh oleh mesin sewaktu dituang kedalam corong penggilingan. Debu yang
berasal dari biji beras partikel-partikelnya terbentuk dari proses penggilingan, lalu menyebar di
udara sewaktu pindah tempat (http://kompas.com.2006).
Debu padi bersifat respirable dimana mempunyai ukuran yang dapat terhirup dan masuk
ke dalam saluran pernapasan. Lambat laun debu yang masuk ke dalam saluran pernapasan
tersebut akan mengganggu kesehatan karena dapat tertahan pada saluran pernapasan itu sendiri.
Debu tersebut juga akan tertimbun mulai dari bronkhiolus terminalis atau saluran napas kecil
paling ujung sampai ke alveoli atau gelumbung-gelembung udara yang merupakan akhir dari
saluran pernapasan (Suzaina, 2006).
Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan pertanian salah satu pertama yang dikenal
dengan resiko gangguan (bahaya kerja) adalah penyakit akibat kerja. Mula-mula tahun 1555 oleh
Olaus Magnus yang mengingatkan tentang bahaya menghirup debu biji-bijian salah satunya biji
padi. Pada tahun 1569 Paracelcus menulis buku Von der Bergsucht und Anderen
Bergkrankheitenyang menggambarkan pekerjaan dalam tambang,cara mengolah bijih dan
tentang

penyakit-penyakit

yang

diderita

para

oleh

pekerja.sedangkan

Bernardine

Ramazzini(1633-1714)menulis buku De Morbis Artificum Diatribayang menguraikan tentang


berbagai penyakit dengan jenis pekerjaan yang dilakukan

oleh pekerja dapat menimbulkan

penyakit akibat kerja.(Sumamur P.K 1967).

i
Universitas Sumatera Utara

Meskipun bahaya kesehatan paru pekerja disebabkan oleh debu biji-bijian dari hasil
pertanian yaitu padi telah dikenal secara dini, tetapi penanggulangannya tidak diperhatikan
secara baik. Pemeriksaan terhadap bahaya-bahaya kesehatan paru pada pertanian telah jauh
ketinggalan dibanding bahaya-bahaya industri baja dan industri-industri lainnya. Masalah klinis
pada pekerja-pekerja pertanian saat ini adalah masalah penyakit saluran pernapasan.
(Antaruddin, 2003)

2.6. Kerangka Konsep

Debu Padi

Karakteristik pekerja kilang padi :


1.
2.
3.
4.
5.

Umur
Masa Kerja
Alat Pelindung Diri (APD)
Riwayat Merokok
Riwayat Penyakit

Faal Paru

i
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai