160110110001Inez Kiantoro
160110110011
Monica Sherlyta
160110110002Sellyanna Putri A.
160110110012
Putri Nisrina M.
160110110003Tiara Gassani
160110110013
Natanael Adi S.
160110110004Hilman Triwibowo
160110110014
160110110005Nila Agustini
160110110015
160110110006Ina Istiana
160110110016
Irfi Fauzah
160110110007Abdul Munazzar R
160110110017
Trezna Zuniar Z.
160110110008Robiyanti
160110110018
Amilia Nabhila
160110110009Fitri Setia
160110110019
Endah Meirena
160110110010
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
JATINANGOR
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmatNya lah penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini.
Makalah ini berisikan hal-hal mengenai perawatan rehabilitatif dan estetik
kedokteran gigi. Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas mata kuliah DSP 9 di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran.
Proses penulisan menggunakan sumber data literatur atau sekunder. Data
utama kami dapatkan berbagai sumber dengan berbagai disiplin ilmu yaitu Ilmu
Konservasi Gigi, Pedodonsia, Prostodonsia, Ilmu Oral Surgery, Ortodonsia, dll.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu
dalam pembuatan makalah ini, khususnya kepada dosen mata kuliah DSP 9.
Semoga makalah ini bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi kita semua.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................i
DAFTAR ISI ......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Identifikasi Kasus............................................................................1
1.2
Riwayat Keluhan.............................................................................1
1.3
Riwayat Medis................................................................................2
1.4
1.5
Klasifikasi Fraktur..........................................................................3
2.2
2.3
2.4
Implant.........................................................................................30
2.5
Mahkota Jaket
37
ii
iii
2.6
Bleaching......................................................................................43
2.7
Veneer Porselen............................................................................61
Analisis..........................................................................................68
3.2
Rencana Perawatan.......................................................................68
DAFTAR PUSTAKA
70
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Identifikasi Kasus
Pasien ibu rumah tangga umur 37 tahun datang ke RSGM Unpad dengan
keluhan penampilannya yang terganggu. Gigi seri atas kanan patah karena jatuh
terpeleset di kamar mandi tiga minggu lalu. Selain itu pasien mengeluhkan gigi seri
atas kiri berubah warna menjadi gelap sejak 2 tahun lalu. Pasien menginginkan
giginya yang patah diperbaiki dan warna gigi depan lainnya diputihkan agar
warnanya tidak berbeda-beda dan senyumnya lebih menarik.
1.2
Riwayat Keluhan
Pasien pernah mengalami kecelakaan motor lima tahun lalu, gigi depan
mengalami benturan. Saat itu gigi seri kanan dan kiri dilakukan perawatan syaraf dan
direstorasi langsung dengan bahan tambal sewarna gigi.
Pemeriksaan subjektif gigi insisif sentral kiri dan kanan tidak ada keluhan dan
telah dilakukan perawatan saluran akar. Pemeriksaan objektif menunjukan palpasi
negatif, perkusi negatif, rasa nyeri negatif, dan gambaran radiografis pengisian sudah
hermetic dan tidak ada kelainan pada daerah periapikal. Gigi insisif sentral kanan atas
fraktur 2/3 koronal, memperlihatkan tambalan komposit yang masih menutupi kamar
pulpa. Bagian labial gigi insisif sentral kiri atas terihat berwarna coklat dari insisal ke
gingival, dibagian palatal terdapat restorasi komposit pada kavitas akses dengan
kondisi baik.
1.3
Riwayat Medis
Pasien terllihat sehat tidak tampak kelainan pada wajahnya. TMJ dan pergerakan
Mandibular terlihat normal.
1.5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
10.
6
1.
2.
3.
4.
5.
6.
kelompok dasar :
Fraktur email.
Fraktur dentin, pulpa belum terbuka.
Fraktur mahkota disertai pulpa terbuka.
Fraktur akar.
Gigi Iuksasi.
Gigi intrusi.
pewarnaan gigi yang diakibatkan oleh noda yang terdapat di dalam email
dan dentin, penyebabnya adalah penumpukan atau penggabungan bahan
bahan di dalam struktur gigi misalnya stain tetrasiklin,yang bila masukke
dalam dentin akan terlihat dari luar karena transluensi email. Perubahan
warna gigi dapat dihubungkan dengan periode perkembangan gigi
misalnya
pada
dentiogenesis
imperfekta
atau
setelah
selesai
20.
21.
22.
19.
Gambar 1. Pewarnaan pada gigi akibat penumpukan plaque.
2)
Tembakau
Produk tembakau larut dalam saliva dan menurunkan pH,
memfasilitasi penetrasi dari pit dan fissure. Memberikan warna coklat atau
hitam.
23.
24.
3)
Makanan dan Minuman
Konsumsi makanan dan minuman seperti kopi, teh, anggur
25.
26.
27.
28.
minuman.
4)
Oral Hygiene yang buruk
Oral hygiene yang buruk menghasilkan pewarnaan hijau,
29.
30.
31.
32.
34.
33.
Gambar 4. Pewarnaan pada gigi akibat Chlorhexidine.
37.
38.
Gambar 5. Pewarnaan pada gigi akibat hipoklasifikasi enamel.
Fluorosis
39.
Pewarnaan ini karena penyerapan floride yang berlebihan pada
yang berlebihan. Perubahan warna ini terjadi pada enamel superfisial dan
muncul seperti bercak putih atau cokelat dengan bentuk yang irregular.
40.
43.
41.
Gambar 6. Pewarnaan pada gigi akibat fluorosis.
42.
Pewarnaan karena fluorosis bermanifestasi dalam tiga cara:
(1) Simple fluorosis muncul seperti pigmen coklat pada permukaan
halus enamel
44.
(2) Opaque fluorosis muncul seperti noda putih atau abu pada
permukaan gigi
45.
(3) Fluorosis dengan pitting muncul seperti cacat pada permukaan
enamel dan warnanya muncul menjadi lebih gelap.
46.
3)
Tetracycline
47.
Penggunaan tetracycline selama odontogenesis menyebabkan
perubahan warna saat primary and secondary dentition. Perubahan warnanya
bervariasi tergantung tipe tetracycline yang digunakan.
50.
51.
48.
49.
Gambar 7. Pewarnaan pada gigi akibat tetracycline.
4)
Nekrosis pulpa
Ini bisa terjadi karena bakteri, iritasi mekanik atau kimia ke
54.
Gambar 8. Pewarnaan pada gigi akibat haemorrhage.
56.
6)
Hiperkalsifikasi dentin
Ini terjadi ketika ada dentin irregular yang berlebihan di dalam
55.
57.
58.
ruang pulpa dan dinding saluran. Mungkin ada gangguan sementara di suplai
10
60.
61.
62.
59.
Gambar 9. Pewarnaan pada gigi akibat hiperklasifikasi dentin.
7) Bahan restorasi
Eugenol menyebabkan pewarnaan oranye kuning. Material
64.
8) Ageing
63.
Gambar 10. Pewarnaan pada gigi akibat bahan restorasi.
11
65.
67.
12
74.
atau sebagian dari suatu gigi yang dibuat dari logam, porselen, atau
kombinasi.
75.
menggantikan kehilangan satu atau lebih gigi asli yang terbatas dan tertentu,
dilekatkan secara permanen dengan semen didukung sepenuhnya oleh satu
atau lebih gigi atau akar gigi yang telah dipersiapkan.
76.
sebagian yang direkatkan dengan semen secara permanen pada satu atau
beberapa gigi penyangga yang telah dipersiapkan untuk menggantikan satu
atau beberapa gigi yang hilang.
77. Keuntungan dan Kerugian pemakaian Gigi tiruan jembatan
78.
yaitu:
79. 1. Karena dilekatkan pada gigi asli sehingga tidak mudah lepas atau tertelan
80. 2. Dirasakan seperti gigi asli oleh penderita
81. 3. Memiliki efek splinting untuk mempertahankan posisi gigi
82. 4. Tidak ada kawat sehingga permukaan email tidak aus
83. 5. Melindungi gigi terhadap tekanan
84. 6. Mendistribusikan tekanan fungsi keseluruh gigi sehingga menguntungkan
jaringan gigi.
85.
Pada pembuatan gigi tiruan jembatan terdapat beberapa kerugiannya
yaitu:
13
86. 1. Membutuhkan preparasi permukaan gigi pada mahkota gigi yang masih utuh
untuk dijadikan gigi penyangga
87. 2. Ditempatkan permanen sehingga sulit untuk mengontrol plak gigi
88. 3. Dapat menyebabkan peradangan mukosa dibawah pontik
89. Indikasi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
1.
2.
3.
4.
5.
Pembuatan pontik
14
95.
yang diberikan kepadanya. Ini tidak berarti bahwa suatu pontik harus
merupakan reproduksi dari gigi yang digantikan. Jelas bahwa bentuk anatomi
dasar dan topografi permukaan yang terlihat (bukal dan labial) harus sesuai
dengan bentuk dasar dan detail permukaan gigi asli yang digantikan, tetapi
beberapa dimensi dari gigi asli tidak dapat dan tidak boleh ditiru dengan tepat
dalam pembuatan pontik. Penyimpangan-penyimpangan dari bentuk dan
ukuran gigi asli diperlukan untuk :
1) Mengurangi pengaruh daya kunyah
2) Memelihara kesehatan gusi dan kebersihan rongga mulut.
96.
boleh mengurangi estetika dan harus dapat diterima secara biologis oleh lidah,
bibir, dan pipi supaya pasien tidak merasakannya sebagai benda asing. Syaratsyarat untuk suatu pontik yang baik adalah:
1) Dapat menahan gaya kunyah atau daya gigit
97. Ini berarti bahwa suatu pontik harus kaku (rigid) dan tidak boleh
membengkok atau patah akibat tekanan daya kunyah. Suatu pontik harus
mempunyai kekerasan permukaan yang cukup untuk menahan kikisan (atrisi)
oleh gigi lawan.
2) Mempunyai estetika yang baik
98. Penggantian gigi pada tempat-tempat di rahang yang terlihat harus
memenuhi persyaratan estetika. Pontik anterior, terutama bagian bukal dan labial,
15
harus mempunyai bentuk dan ukuran anatomis dari gigi asli yang digantinya.
Warna dari bagian luar pontik (facing) harus sama dengan warna gigi aslinya.
3) Tidak menyebabkan iritasi pada gusi
99. Syarat ini berhubungan erat dengan bahan yang dipakai untuk
membuat pontik, bentuk pontik, dan posisi pontik terhadap gusi.
4) Mudah dibersihkan
100. Kebersihan mulut yang tidak diperhatikan merupakan sebab utama
dari peradangan gusi dan gangguan-gangguan periodontal, oleh karena itu maka
suatu pontik harus dibuat sedemikian rupa sehingga sisa-sisa makanan tidak
mudah berkumpul membusuk.
101.
Perhatian terutama diberikan kepada bentuk bagian pontik yang
berdekatan dengan gusi. Untuk bagian tersebut, dikenal 2 bentuk dasar, yaitu :
1) Bentuk membulat (spheroid atau ovoid)
2) Bentuk ridge lap
102.
Pontik yang terletak bebas dari permukaan gusi lebih higienis, namun
posisi ini jelas bertentangan dengan persyaratan estetika di daerah anterior. Pontik
yang menekan gusi akan merusak jaringan dan akibat dari tekanan yang berat dan
terus menerus ini, aliran darah setempat dapat terganggu dan jaringan dapat
mengalami proliferasim peradangan dan ulserasi. Untuk menjamin kebersihan,
estetika yang baik dan untuk mencegah terjadinya kelainan-kelainan pada gusi, suatu
pontik dipasang menyentuh gusi tanpa tekanan dan dalam batas-batas kemungkinana
yang ditentukan oleh estetika, penutupan gusi oleh pontik dibuat sekecil mungkin.
16
103.
104.
105.
106.
107.
108.
109.
110.
bahwa
dalam
Perlu
diperhatikan
usaha
untuk
memperkecil penutupan gusi oleh pontik dari arah lingual, bentuk anatomi lingual
perlu dipertahankan untuk mencegah bolus makanan melukai gusi dan juga untuk
memberi perasaan yang hampir sama seperti gigi asli pada lidah.
111.
Bentuk-bentuk pontik :
1) Pontik insisif sentral rahang atas
112.
Pontik insisif sentral rahang atas harus mempunyai :
(1) Sudut sumbu panjang dengan garis median
(2) Kecembungan permukaan distal dan mesial
(3) Detail permukaan labial
(4) Sudut inciso-mesial dan sudut inciso-distal
(5) Bentuk inklinasi garis incisal
(6) Rotasi (jika ada) dari sumbu panjang
113. Hal yang seringkali menyulitkan pembentukan pontik sesuai dengan
bentuk dan ukuran aslinya adalah sering terjadi migrasi dari gigi-gigi yang
membatasi ruang kosong sehingga tempat untuk pontik menjadi lebih sempit atau
lebar dari semula. Jika perubahan ukuran mesio-distal tidak banyak maka pontik
yang sempit dapat diberi kesan lebar dengan cara mendatarkan permukaan labial
dan sebaliknya untuk memberi kesan normal pada ruangan yang lebar, permukaan
labial dicembungkan.
114.
17
115.
116.
117.
118.
119.
120.
Letak
(posisi)
sumbu
panjang
terhadap garis median dapat mempengaruhi estetika. Sudut yang dibuat oleh
sumbu panjang pontik dengan garis median, sebaiknya sama dengan sumbu
panjang insisif lainnya yang menjadi penyangga. Jika sudut sumbu tersebut tidak
sama maka seringkali nampak kepalsuannya. Suatu cara untuk menambah
kemiringan sumbu panjang adalah untuk mencembungkan segmen mesio-servikal
dan disto-insisal. Pencembungan tersebut di aras merubah bentuk permukaan
labial dan kesan visual yang diperoleh adalah bahwa bagian servikal beralih ke
distal dan bagian insisal ke mesial menghasilkan kesan kemiringan yang seusai
dengan divergensi sumbu panjang gigi asli di sebelahnya.
121.
122.
123.
124.
125.
126.
18
127.
128.
129.
130.
131.
132.
133.
134.
135.
136.
137.
138.
139.
140.
Seringkali
resorpsi dari
tulang
alveolar
atas dan ke
ke
arah palatinal
mengharuskan pontik dibuat lebih panjang dari mahkota asli. Untuk mendapatkan
estetika yang baik, bentuk dan ukuran normal hendaknya dipertahankan dan
kekurangan panjang dipenuhi dengan pembuatan bagian akar, lengkap dengan
peniruan cement-enamel junction. Untuk banyak kasus cara ini sudah mencukupi,
tetapi ada kalanya bagian akar harus diberi warna lain untuk member kesan visual
yang lebih asli.
141.
19
142.
143.
144.
145.
146.
147.
148.
149.
150.
151.
152.
153. Pada
penderita-penderita
yang
garis
bibirnya
embrasure
dapat
dibuka
rendah,
lebih
besar
untuk
memudahkan
pembersihan dan
mengurangi penutupan
gusi. Pengurangan penutupan gusi yang lebih berarti dapat diperoleh dengan cara
mengurangi permukaan palatinal bagian sevikal sehingga ukuran pontik labiopalatinal menjadi lebih sempit daripada ukuran yang sama pada gigi asli (P.
Martanto, 1985).
154.
20
155.
156.
157.
158.
159.
160.
161.
162.
2) Pontik
insisif
lateral
rahang
atas
163. Insisif lateral rahang atas seringkali mempunyai leher yang sangat
sempit dan jika pontik yang mengganti gigi ini dibentuk sama dengan gigi asli,
maka embrasure menjadi sangat lebar dikarenakan gusi sudah menciut. Untuk
medapatkan kesan estetik yang baik ukuran leher mesio-distal diperlebar sedikit.
Pelebaran setempat ini dapat dilakukan tanpa merubah insisif lateral menjadi
insisif sentral.
164. Sumbu panjang insisif lateral membentuk sudut yang besar dengan
garis median dibandingkan dengan sudut yang sama yang dibuat oleh sumbu
panjang insisif pertama. Garis insisal dari insisif lateral letaknya sedikit lebih
tinggi dari daripada garis insisal gigi seri pertama. Insisif lateral mempunyai sudut
mesial yang lebih tumpul daripada sudut mesial insisif pertama. Sudut distal lebih
tumpul daripada sudut mesial, bahkan seringkali membulat.
165. Letaknya titik kontak antar gigi seri lateral dengan gigi seri sentral
lebih insisal daripada titik kontak antara gigi seri lateral dengan kaninus. Pada
21
169.
170.
171.
172.
3) Pontik kaninus rahang atas
173. Pada kebanyakan orang, sumbu panjang kaninus letaknya sejajar
dengan garis median. Jika ada yang membuat sudut, pada umumnya sudut ini
lebih kecil daripada sudut yang dibuat oleh sumbu panjang insisif sentral dengan
garis median.
174. Kontur tertinggi permukaan labial kaninus, letaknya tidak di tengah
akan tetapi di sebelah mesial dari garis tengah gigi. Ketinggian ini membagi
permukaan labial menjadi bagian mesial yang sempit dan bagian distal yang lebih
besar. Puncak kaninus hampir selalu aus dan cirri ini harus ditiru pada pontik, jika
kaninus pada sisi rahang yang lain mengalami abrasi. Pembagian permukaan
22
labial menjadi dua bagian yang tidak sama lebarnya, menyebabkan sisi insisal
bagian distal menjadi lebih panjang daripada sisi insisal bagian mesial.
175. Oleh karena gigi ini berada pada sudut rahang, maka bagian distalnya
tidak nampak dari depan, maka embrasure distalnya lebih besar untuk kebersihan
sedangkan bagian mesial harus mengikui bentuk anatomi. Titik kontak dari
kaninus dengan insisal lateral letaknya lebih tinggi daripada titik kontak insisif
sentral dengan insisif lateral (P. Martanto, 1985).
176.
177.
178.
179.
180.
181.
182.
183.
184.
4) Pontik
sebelahnya. Jika kedua premolar harus diganti, pontik harus cukup cembung
untuk mencegah kerusakan gusi. Kecembungan okluso-servikal tersebut tidak
23
boleh terlampau besar sehingga terjadi perlindungan gusi yang berkelebihan dan
gusi tidak mendapat stimulasi dari gerak makanan.
186. Kecembungan mesio-distal tidak boleh merubah busur geligi setempat.
Kecembungan permukaan palatinal hendaknya dipertahankan supaya lidah tidak
merasakannya seperti benda asing. Meskipun seharusnya puncak bonjolah bukal
menyentuk busur Monson, tetapi jika terjadi ekstrusi dari gigi lawan, pontik harus
diperpendek sehingga tidak terjadi kontak berlebihan dalam keadaan oklusi
sentrik, lateral maupun protrusif. Bidang bukal dari premolar atas mempunyai
ciri-ciri permukaan yang khas, yaitu adanya dua lekukan mesial dan bukal dari
garis tengah yang membagi bidang bukal menjadi 3 ketinggian.
187. Lekukan-lekukan yang melengkung masuk kea rah daerah kontak
mesial dan distal merupakan daun telinga dan oleh karena itu disebut telinga
premolar. Bentuk bagian yang menyentuk gusi adalah ridge-lap untuk keperluan
estetik. Untuk mengurangi beban tambahan yang harus dipikul oleh gigi
penyangga bentuk lingual pontik premolar pertama dapat dirubah menjadi bentuk
bagian lingual dari kaninus. Untuk maksud yang sama ukuran buko-palatinal dari
permukaan oklusal dapat dikurangi dengan 20-30%. Pengurangan ini dilakukan
pada bagian palatinal (P. Martanto, 1985).
188.
189.
24
190.
191.
192.
193.
5)
Pontik
molar
rahang atas
194.
Ka
rena letaknya lebih jauh di dalam mulut, pontik molar tidak begitu Nampak jika
mulut dibuka sehingga estetika tidak perlu diperhatikan. Hal yang harus
diperhatikan adalah untuk menciptakan bentuk yang memungkinkan kebersihan
yang lebih baik, mengingat letaknya yang begitu jauh di dalam mulut. Untuk ini,
embrasure diperlebar, permukaan oklusal dipersempit, sehingga permukaan yang
menghadap gusi dapat dikurangi dari segala jurusan, sampai permukaan tersebut
hampir merupakan kerucut membulat dan membuat penutupan gusi yang sekecil
mungkin. Penyempitan permukaan oklusal disebabkan oleh :
1) Mengurangi beban pada gigi-gigi penyangga
2) Memperkecil penutupan gusi
3) Mempermudah pembersihan
195. Pembentukan permukaan yang cekung seperti cawan harus dicegah
dan fisur-fisur tambahan harus dibentuk lagi dari fossa sentral menuju ke
pinggiran lingual. Fisur-fisur ini bertindak sebagai saluran melalui mana bolus
makanan dapat keluar. Bentuk dasar dari bagian yang menghadap gusi adalah
ridge-lap. (P. Martanto, 1985)
196.
25
197.
198.
199.
200.
201.
202.
203.
204.
205.
206.
207.
208.
6) Pontik Untuk Gigi Anterior Rahang Bawah
209.
bentuk yang sama, tetapi pada umumnya insisif lateral mempunyai bagian mesial
yang lebih cembung. Seringkali embrasure dapat dibuka mulai dari tengah gigi
menuju ke gusi dan pontik berakhir dengan ujung berbentuk telur (ovoid) pada
26
gusi, tanpa ridge-lap. Posisi sumbu panjang dapat dibuat sejajar dengan garis
median meskipun ada kalanya sumbu-sumbu keempat insisif bawah ini
mengerucut sedikit ke arah garis median sedangkan sumbu-sumbu kaninus sejajar
dengan garis median. Sudut mesial dan distal dari pontik untuk insisf central
rahang bawah sama tajamnya. Sudut distal dari insisif lateral lebih tumpul. Pontik
untuk kaninus bawah harus dibuat sama dengan bentuk asli kaninus di belah
rahang lainnya. Pada umumnya letak sumbu panjang dari pontik kaninus adalah
simetris dengan kaninus asli di seberang garis median. (P. Martanto, 1985)
27
210.
mahkotanya condong ke arah lingual. Akibat dari bentuk ini, hamper separuh dari
permukaan bukalnya merupakan permukaan kunyah. Bentuk servikal biasanya
ridge lap, tetapi dapat dibuat ovoid (sanitary pontic) jika bagian ini tidak terlihat.
28
Embrasure pada umumnya dapat dibuka lebar untuk kepentingan hygiene. Sama
dengan premolar atas, bentuk pontik premolar pertama bawah dapat dirubah
menjadi bentuk kaninus (tanpa dataran kunyah). (P. Martanto, 1985)
212.
213.
214.
215.
216.
217.
8) Pontik Untuk Molar Rahang Bawah
218.
29
30
220.
221.
222.
pola lilin tersebut dirakit pada daerah kontaknya dengan lilin yang sama.
Kemudian periksa daerah kontak, kontur dan ciri-ciri permukaan labial, serta
keakuratan pinggiran servikal, bila sudah baik maka jembatan lilin dapat
dimasukkan ke dalam kuvet. (Penuntun Praktikum Ilmu Mahkota dan
Jembatan FKG Unpad)
31
224.
225.
226.
227.
228.
229.
230.
2.4 Implant
231.
32
duperhatikan
jumlah
trombositnya.
Penyakit
seperti
33
34
implant
a. TMD, ankylosis
b. Bruxism
c. Perokok berat
d. Kavitas oral yang kering (xerostomia)
e. OH buruk
f. Pasien yang tidak kooperatif yang tidak dapat mengerti perlunya
follow up.
242.
Teknik
1. Flap Design
243.
ridge. Insisi yang dibuat tidak perlu panjang, karena tidak seluruh tulang
alveolar harus terekspos. Jika ada gigi yang berdekatan, maka papilla
interdental harus dihilangkan. Flap harus dibuat dengan hati-hati karena
penyembuhan yang buruk akan mengakibatkan osteointegrasi terganggu.
244.
Dengan dua tahap penempatan implant, pada praktek
sebelumnya insisi dibuat jauh dari tulang alveolar yang akan dipasangkan
implant agar jahitan tidak dibuat langsung di atas implant. Namun demikian
hal ini lebih sulit secara teknis dan sudah jarang digunakan karena resiko
terbentuknya hematoma atau nekrosis flap.
245.
Jika akan dilakukan prosedur pelebaran, maka dibuat bevel
pada flap agar diperoleh mukosa yang cukup untuk menutupi membrane
ataupun graft. Flap bevel yang diambil dari aspek palatal juga dapat
digunakan
untuk
memperbaiki
papilla
interdental
ketika
dilakukan
35
246.
36
Irigasi harus dilakukan untuk mengontrol panas. Gaya yang berlebihan tidak
boleh dilakukan karena akan menghasilkan panas dan juga berbahaya dapat
merusak implant.
250.
251.
Gambar.
Bagian-bagian
implant.
(sumber:
www.implantpart.com)
252.
253.
254.
Sebuah sekrup penutup ditempatkan dan jaringan lunak dijahit
melebihi atau di sekitar fixture sesuai dengan sistem yang digunakan. Dengan
system dua tahap pemasangan di mana implant dan penutup sekrup tertutupi
oleh mukosa, sangat penting untuk memastikan penutup sekrup sudah
ditempatkan dengan baik, di mana jaringan lunak atau pembentukan tulang di
bawah penutup sekrup akan sulit untuk dihilangkan dari implant pada tahap
kedua.
4. Abutement Connection
255.
Two stages implant dilakukan melalui insisi kecil pada puncak
linggir atau dengan melubangi mukosa. Tulang yang mungkin tumbuh di atas
penutup sekrup dibuang dengan bone mill. Instrument juga dapat digunakan
untuk membuang tulang yang terbentuk pada permukaan implant akibat
37
akrilik atau porselen yang meliputi seluruh mahkota klinis gigi dengan
berakhir pada atau dibawah permukaan gusi.
258.
38
39
271.
40
dalamnya sela gusi gunanya untuk estetis. Bidang pundak miring (slanting)
kearah permukaan labial dengan sudut 5-100 sehingga permukaan pundak
membentuk sudut 80-850 dengan permukaan labial.
280.
281.
282.
283. 4. Pola Lilin
284.Pola lilin atau wax pattern, ialah suatu model dari restorasi yang
dibuat dari lilin yang kemudian direproduksi menjadi mahkota jaket akrilik
atau mahkota logam. Lilin yang dipakai yaitu ivory putih-kuning atau
menggunakan lilin model. Pembuatan pola lilin ada tiga cara, yaitu:
(1) Cara Langsung
41
285.Tidak diperlukan model gigi karena lilin dimodelir langsung di dalam mulut
pasien, oleh karena itu diperlukan keterampilan dari operator. Caranya, lilun lunak
ditekankan pada preparasi gigi, setelah keras lalu diukir sesuai dengan anatomi gigi.
(2) Cara Tidak Langsung
286. Diperlukan die , pola lilin lunak diletakkan pada die , setelah keras kemudian
diukir sehingga akhiran lilin merapat menyeluruh pada preparasi, titik kontak dengan
gigi sebelahnya dan kontak dengan gigi lawan dapat dibuat sebaik mungkin.
(3) Cara Langsung-Tidak Langsung
287.Pola lilin yang sudah diukir pada die , kemudian dilakukan ujicoba pada
preparasi di dalam mulut pasien. Setelah model lilin mahkota jaket dibentuk
sempurna, maka model lilin mahkota jaket sudah siap dipendam pada gips batu di
dalam kuvet, setelah gips di dalam kuvet atas dan baeah kering, kemudian tahap
membuang lilin dengan cara lilin disiram dengan air panas sampai lilin hancur tak
bersisa. Rongga yang ditinggalkan dapat diisi oleh akrilik. Mahkota jaket dapat
dibuat sebagai single restoration ataupun sebagai retainer jembatan. Bila sebagai
retainer jembatan sebelum dipendam perlu perakitan dahulu antara mahkotanya
dengan pontik.
288.
2.6 Bleaching
289.
Definisi
290.
Bleaching atau
pemutihan
gigi
adalah
suatu
tindakan
dapat
dilakukan
pada
gigi
vital
dan
non
vital.
42
Teknik bleaching yang dapat dilakukan pada gigi vital antara lain in office
bleaching dan night guard vital bleaching sedangkan pada gigi non vital
antara lain teknik thermocatalytic, walking bleach, dan kombinasi.
291. Bleaching Gigi Vital
292.
In office Bleaching
293.
dokter gigi di tempat praktik. Jenis teknik in office bleaching adalah power
bleaching, non thermocatalytic, dan microabrasion.
294.
1.
2.
3.
4.
5.
1.
2.
3.
4.
Indikasi
Kontra Indikasi
Keuntungan
Kerugian
43
1.
2.
3.
4.
Faktor biaya
Durasi perawatan yang belum diketahui
Ketidaknyamanan oleh rubber dam
Menghasilkan sensitivitas pasca perawatan
298.
Power bleaching
299.
Prosedur :
300.
3. Gigi diisolasi menggunakan rubber dam.
301.
44
5.
302.
Pada kasus staining parah diperlukan etsa menggunakan 35% Phosforic acid
selama 5-7 detik agar bleaching solution lebih berpenetrasi setelah itu
bersihkan dengan water syringe dan high-volume suction.
45
303.
46
305.
7. Lakukan penyinaran selama 20-30 menit. Jaga kasa agar tetap basah dengan
bleaching agent menggunakan eyedropper atau cotton swab.
306.
8. Bersihkan gigi menggunakan air hangat.
307.
9. Rubber dam dilepaskan.
10. Polishing menggunakan abrasive disk and wheel
47
308.
48
309.
310.
311.
Microabrasion-assisted Bleaching
312. Microabrasion adalah prosedur yang melibatkan pelarutan
permukaan noda (stains) enamel oleh asam (lebih baik 18% HCL) bersama
dengan abrasif (sebaiknya bubuk pumice). Microabrasion diindikasikan untuk
49
perbaikan warna gigi tertentu. Ini juga digunakan dalam kasus-kasus dimana
pemutihan rutin tidak efektif
313. Keuntungan:
1. Hal ini membantu untuk menghilangkan noda superfisial dan perubahan
warna
2. Hasil ini dicapai dengan ketidaknyamanan pasien dan kesulitan operator
seminimal mungkin.
3. Gigi yang dirawat menampilkan tekstur yang halus dan bersinar
314.
Kerugian:
menggunakan
10%
karbamid
peroksida,
yang
dimasukkan ke dalam night guard khusus sesuai dengan mulut pasien. Pasien
diminta untuk memakai night guard bersama dengan obat di atas pada giginya
di malam hari.
50
317.
318. Gambar. Custom-fitted night guard dengan larutan bleaching yang
319.
sudah masukkan
(Sumber: Complete Dental Bleaching, 1995)
320.
321.
51
324.
325.
326.
327.
3. Untuk gigi yang mengalami diskolorisasi yang mempunyai warna gelap
karena trauma tetapi masih vital atau memiliki prognosis endodontik
buruk
52
Kontraindikasi
329.
Teknik
1. Pada saat tidur menggunakan night guard yang sudah diberikan cairan
pemutih dan cairannya diganti setiap malam
2. Menggunakan tempat (tray) night guard setiap hari saat mengganti cairan
selama 1,5-2 jam
3. Strip polietilen yang diresapi juga digunakan dengan 5,25% H2O2 tanpa
tray
331. Prosedur night guard bleaching biasanya ada 3 pertemuan, yaitu:
1. Pertemuan Pertama
332.
Pemeriksaan warna awal dan evaluasi struktur yang
berdekatan dilakukan sebelum perawatan. Maka cast yang
terbentuk
setelah mencetak dengan bahan yang cocok dan bahan tray yang dipilih.
Biasanya 0,040 inci atau 0,035 inci etil vinil asetat untuk digunakan dalam
pembuatan tray, namun 0,020 inci polypropylene juga bias digunakan.
333.
Setelah memilih material tray, cast diletakkan di
suction grid. Material tray diletakan di retainer frame pada vacuum
forming unit. Ketika material tray (5x5 sheet) cukup melunak karena
53
proses pemanasan dan tertekan sekitar satu inci. Sheet yang dipanaskan,
ditarik ke bawah dan disesuaikan perlahan dan lembut
334.
Material tray dibiarkan dingin pada cast. Night guard
dipangkas oleh scalloping the tray dalam smooth curve sampai hanya
sekitar 2mm dari jaringan apical ke puncak gingiva ditutupi facial dan
lingual.
2. Pertemuan Kedua
335.
Pertemuan kedua melibatkan insersi dan fitting night
guard. Material bleaching diaplikasikan ke night guard dengan cara
sebagai berikut:
a) 2 atau 3 tetes material bleaching pada area setiap gigi yang akan
dibleaching
b) Setelah insersi night guard, material yang berlebihan dibersihkan.
c) Pasien dinstrusikan tidak untuk minum atau berkumur selama
perawatan
d) Cairan bleaching diganti setiap 1,5-2 jam selama rejimen siang hari
e) Rejimen siang hari membutuhkan 1-3 minggu dan 4-6 minggu
diperlukan untuk malam waktu pemutihan
3. Pertemuan Ketiga
336.
Pertemuan ini sudah termasuk foto-foto post operatif,
kepuasan dan persetujuan pasien, sebuah keputusan apakah akan
dilakukan pemutihan di masa depan atau perawatan restoratif diperlukan
337. Efek Samping dari Vital Bleaching
a. Sensitif
338.
Efek samping yang paling umum yang terkait dengan
pemutihan adalah sensitivitas sementara atau berkepanjangan. Telah
ditetapkan bahwa prosedur pemutihan meningkatkan suhu intrapulpal,
yang dapat membahayakan pulpa. Panas yang ketika diterapkan pada
54
Non-Vital Bleaching
342.
Teknik Bleaching
55
1) Preparasi gigi
1. Restorasi jika ada, dibuang dari bukan coronal dan dari dalam kamar
pulpa.
2. Kira-kira 2-3 m bahan restorasi saluran akar juga dibuang dalam arah
apical melampaui CEJ.
3. Gigi di cuci dengan larutan 30% H2O2, dibilas dengan air lalu
dikeringkan.
4. Plug calcium hidroxida setebal 0,5 sampai 1 mm di kunci pada kontak
langsung dengan bahan pengisi saluran akar.
5. Sisa saluran akar di isi dengan semen glass ionomer yang dual cure.
6. Kamar pulpa lalu dibersihkan dan jika ada dentin superfesial dibuang.
(1) Teknik Termokatalitik
1. Catton pellet di tempatkan diaspek labial gigi.
2. Agen bleaching, apakah superoxol dan sodium perborate secara
terpisah ataupun kombinasi dari keduanya di aplikasikan.
3. Larutan dipanaskan dengan bleaching wand pada setting terendah
sampai medium. Endodontic spreader dan spatula panas juga dapat
digunakan. Unit cahaya pemanas dapat juga dapat digunakan.
4. Proses ini diulangi sesuai yang dibutuhkan dengan total waktu
perawatan perpekerjaan berkisar
Restorasi
56
345.
1. Campuran dari satu bagian 95% etil alcohol dan dua bagian
kloroform digunakan untuk mengeringkan semua bagian enamel
dan dentin yang terbuka dalam dua menit. Ini diikuti dengan
penempatan cotton pellet yang disaturasi dengan pyrozone pada
kavitas akses dan pada permukaan labial dan lingual dari gigi.
Sumber termokatalitik (photoflood lamp) digunakan selama 20
menit. Setelah ini, dressing 30% H2O2 ditempatkan pada kamar
pulpa dan disegel dengan semen zinc phosphate. Teknik bleaching
termokatalitik ini dimodifikasi oleh para ilmuwan dengan
kombinasi bahan yang berbeda.
2. Besi solder yang digabung dengan rheostat, yang ditutupi dengan
case besi yang temperaturnya dapat diatur dengan mengatur
voltase juga telah digunakan. Larutan bleaching yang digunakan
adalah 4 bagian 30% H2O2 dan satu bagian ethyl eter.
3. Tubulus dentin didehidrasi dengan ethyl alcohol 90%. Setelah ini,
karet vulkanit konus ditekan selama 1-2 menit di atas cotton yang
57
58
348.
350.
349.
Gambar Non-vital bleaching (teknik thermokatalitik
bleaching)
(2) Teknik walking bleach
351.
Teknik ini menggunakan regimen bleaching, yang melibatkan
penempatan agen bleaching pada kamar pulpa lebih dari periode waktu yang
berkisar antara 24-48 jam hingga 7-10 hari. Kamar pulpa disegel dengan
bahan sementara. Agen yang biasa digunakan antara lain superoxol, sodium
perborate dan kombinasinya.
352.
353. Teknik
1. Pasta tebal dari sodium perborate dan 35% H2O2 diaplikasikan ke
kamar pulpa.
59
teknik
bleaching
60
357.
adalah resorpsi servikal. Insidensi dari resorpsi akar servikal setelah bleaching
non-vital berkisar antara 0-7%. Ini lebih umum terlihat pada gigi yang tidak
memiliki pulpa pada usia muda dan ketika tidak ada pelindung yang
ditempatkan di antara bahan pengisi endodontic dan kamar pulpa saat
bleaching. Pada kasus seperti ini, tubulus dentin tetap paten dan
berkomunikasi dengan ruang periodontal lewat defek dari CEJ. Ini
memungkinkan larutan bleach mencapai ligament periodontal dari system root
canal dan sebuah reaksi inflamasi dapat terjadi, akibat dari resorpsi akar
servikal eksternal.
359.
1) 10% dari gigi anterior memilliki area servikal dimana enamel dan cementum
tidak bertemu
2) Resorpsi servikal terjadi koronal terhadap endodontic seal.
360.
akar servikal dimulai. Lokasi, bentuk, dan bahan dari bleach barrier di antara
bahan pengisi endodontic dan kamar pulpa dapat menangani masalah ini.
61
361.
periodontal sebagai contoh aspek labial, mesial, dan distal. Probing dilakukan
dari perlekatan epitel dari gigi dengan probe periodontal yang dirancang untuk
meyesuaikan kontur labial dari gigi. Batas internal dari pelindung ditempatkan
satu millimeter insisal terhadap probing eksternal dari perlekatan epitel.
Outline fasial dari barrier mirip dengan terowongan dan outline secara
proksimal terlihat seperti slope. Hal ini dapat diverifikasi secara
radiografisnya. Maksud dari transfer barrier adalah untuk menutupi tubulus
dentin yang berada apical dari perlekaan epitel sehingga agen bleaching
mengisi kamar pulpa.
362.
364.
Pendahuluan
365.
62
diskolorasi marginal, fraktur, lepasnya veneer dari gigi, dan keausan gigi
lawan.
366.
Rencana Perawatan
1. Pemeriksaan Wajah
367. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan bentuk dari wajah, bibir, garis
bibir maksila dan mandibula, dan juga warna kulit. Gigi dapat digunakan
untuk memperbaiki penampilan dengan pemilihan yang sesuai. Contohnya
pada pasien dengan wajah yang panjang dan sempit dipilihlah gigi dengan
ukuran yang lebih panjang dan kurus untuk mempertegas bentuk panjang
dari wajah, dan pemilihan gigi dengan bentuk yang lebih pendek untuk
menyamarkan bentuk dari wajah.
368. Hal yang tidak kalah penting adalah warna kulit. Contohnya orang
kaukasian dengan warna kulit coklat tua harus memilih warna yang sesuai.
Veneer akan terlihat lebih bersinar dan berharga tinggi bila dipakai oleh
seseorang yang mempunyai warna kulit coklat tua.
2. Pemeriksaan Senyum
369. Pada saat wawancara pertama, dokter gigi harus memberikan
perhatian yang baik pada penampilan pasien terutama mulut pada saat
pasien berbicara dan memberikan respon. Dokter gigi harus mencatat osisi
ujung insisal dengan relasinya terhadap bibir bawah, relasi insal maksila
terhadap bidang horizontal, banyak gusi yang terlihat pada saat bicara dan
tersenyum, hubungan segmen anterior dan posterior, dan kualitas senyum.
Bila garis inter pupil parallel terhadap garis horizontal, garis ini dapat
63
3. Preparasi Gigi
64
371.
65
66
67
392.
394.
395.
396.
BAB III
KESIMPULAN
397.
398.
3.1 Analisis
399.
401.
68
1. Perawatan untuk gigi 11 adalah dengan menggunakan crown and bridge untuk
memperbaiki gigi yang patah. Gigi 11 mengalami fraktuk 2/3 koronal dan gigi
sudah non vital. Crown and bridge memiliki banyak keuntungan diantaranya
karena dilekatkan pada gigi asli sehingga tidak mudah lepas atau tertelan,
dirasakan seperti gigi asli oleh penderita,tidak ada kawat sehingga permukaan
email tidak aus, melindungi gigi terhadap tekanan, dan mendistribusikan
tekanan fungsi keseluruh gigi sehingga menguntungkan jaringan gigi sehingga
perawatan yang dipilih adalah crown and bridge.
68
69
2.
3. Perawatan untuk gigi 21 adalah dengan bleaching. Gigi 21 mengalami
diskolorisasi berwarna coklat akibat perawatan endo. Teknik yang digunakan
adalah bleaching untuk gigi non vital dikarenakan gigi 21 telah di rawat
saluran akar. Dengan begitu warna gigi yang dikeluhkan dapat kembali
menjadi putih dan terlihat estetik. Selain dengan bleaching perawatan opsional
untuk gigi 21 dapat menggunakan veneer untuk menutupi disklorisasi gigi.
4. DAFTAR PUSTAKA
5.
6. Booth, Peter Ward, dkk. 2012. Maxillofacial Trauma & Esthetic Facial
Reconstruction. Missouri: Elsevier
7.
Fonseca RJ., 2005. Oral and Maxillofacial Trauma. 3rd ed. St. Louis : Elsevier
Saunders
8.
Goldstein, Ronald E and David A Garber. 1995. Complete Dental Bleaching.
Quintessence Publishing Co, Inc
9.
Grossman, Louis I., 1988. Endodontic Practice. Eleventh Edition.
Philadelphia : Lea&Febiger
10. Greenwall L. 2001. Bleaching Technique In Restorative Dentistry. Martin
Dunitz Ltd.
11. Herdiyati Yetty.2009. Bleaching Treatment in Young Permanent
Teeth
.available
at:http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2010/06/bleaching_treat
ent_in_young_permanent_teeth.pdf
12.
Kapoor, V. 2002. Implants in dentistry. Textbook of Oral & Maxillofacial
Surgery. 2nd ed. New Delhi : Arya Publishers House.
13.
Martanto P. 1985. Teori dan Praktek Ilmu Mahkota dan Jembatan. Edisi
kedua. Bandung: Alumni
14.
Nallaswamy D. 2007. Dental implanthology. Textbook of Prosthodontics:
Maxillofacial Prosthetics. New Delhi : Jaypee Brothers.
15. Shillingburg, Herbert T, Sumiya Hobo, Lowell D Whitsett, Richard Jacobi,
Susan E Brackett. 1997. Fundamental of Fixed Prosthodontics 3rd Ed. USA :
Quintessence Publishing
16. Sikri, Vimal K. 2009. Textbook of operative dentistry. 2nd edition. CBS.
17. Smith, B. G. N., Planning and Making Crowns and Bridges , 3 rd ed, London
18.
Srinivasan B. 2005. Introduction to dental implanthology. Textbook of Oral
and Maxillofacial Surgery. 2nd . Elsevier: Churchill Livingstone.
19.
Subrata, G. 2010. Penuntun Praktikum Ilmu Mahkota dan Jembatan.
Bandung: Bagian Prostodonsia FKG Unpad
70
71
20.
21.
22.
Wray, David, et al. 2003. Textbook of General and Oral Surgery. London:
Churchill Livingstone
23.