Anda di halaman 1dari 76

MAKALAH DSP 9 CASE 5

Disusun untuk Memenuhi Tugas Diskusi Dental Science Program 9


oleh:
Cindy Putri Amelia

160110110001Inez Kiantoro

160110110011

Monica Sherlyta

160110110002Sellyanna Putri A.

160110110012

Putri Nisrina M.

160110110003Tiara Gassani

160110110013

Natanael Adi S.

160110110004Hilman Triwibowo

160110110014

Nurul Siti Latifah

160110110005Nila Agustini

160110110015

Nury Ray Nuary

160110110006Ina Istiana

160110110016

Irfi Fauzah

160110110007Abdul Munazzar R

160110110017

Trezna Zuniar Z.

160110110008Robiyanti

160110110018

Amilia Nabhila

160110110009Fitri Setia

160110110019

Endah Meirena

160110110010

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
JATINANGOR
2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmatNya lah penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini.
Makalah ini berisikan hal-hal mengenai perawatan rehabilitatif dan estetik
kedokteran gigi. Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas mata kuliah DSP 9 di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran.
Proses penulisan menggunakan sumber data literatur atau sekunder. Data
utama kami dapatkan berbagai sumber dengan berbagai disiplin ilmu yaitu Ilmu
Konservasi Gigi, Pedodonsia, Prostodonsia, Ilmu Oral Surgery, Ortodonsia, dll.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu
dalam pembuatan makalah ini, khususnya kepada dosen mata kuliah DSP 9.
Semoga makalah ini bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi kita semua.

Jatinangor, Oktober 2014

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................i
DAFTAR ISI ......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1

Identifikasi Kasus............................................................................1

1.2

Riwayat Keluhan.............................................................................1

1.3

Riwayat Medis................................................................................2

1.4

Pemeriksaan Ekstra Oral.................................................................2

1.5

Pemeriksaan Intra Oral....................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1

Klasifikasi Fraktur..........................................................................3

2.2

Perubahan Warna Pada Gigi...........................................................4

2.3

Crown And Bridge.......................................................................12

2.4

Implant.........................................................................................30

2.5

Mahkota Jaket

37

ii

iii

2.6

Bleaching......................................................................................43

2.7

Veneer Porselen............................................................................61

BAB III KESIMPULAN


3.1

Analisis..........................................................................................68

3.2

Rencana Perawatan.......................................................................68

DAFTAR PUSTAKA

70

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Identifikasi Kasus
Pasien ibu rumah tangga umur 37 tahun datang ke RSGM Unpad dengan

keluhan penampilannya yang terganggu. Gigi seri atas kanan patah karena jatuh
terpeleset di kamar mandi tiga minggu lalu. Selain itu pasien mengeluhkan gigi seri
atas kiri berubah warna menjadi gelap sejak 2 tahun lalu. Pasien menginginkan
giginya yang patah diperbaiki dan warna gigi depan lainnya diputihkan agar
warnanya tidak berbeda-beda dan senyumnya lebih menarik.
1.2

Riwayat Keluhan
Pasien pernah mengalami kecelakaan motor lima tahun lalu, gigi depan

mengalami benturan. Saat itu gigi seri kanan dan kiri dilakukan perawatan syaraf dan
direstorasi langsung dengan bahan tambal sewarna gigi.
Pemeriksaan subjektif gigi insisif sentral kiri dan kanan tidak ada keluhan dan
telah dilakukan perawatan saluran akar. Pemeriksaan objektif menunjukan palpasi
negatif, perkusi negatif, rasa nyeri negatif, dan gambaran radiografis pengisian sudah
hermetic dan tidak ada kelainan pada daerah periapikal. Gigi insisif sentral kanan atas
fraktur 2/3 koronal, memperlihatkan tambalan komposit yang masih menutupi kamar

pulpa. Bagian labial gigi insisif sentral kiri atas terihat berwarna coklat dari insisal ke
gingival, dibagian palatal terdapat restorasi komposit pada kavitas akses dengan
kondisi baik.
1.3

Riwayat Medis

Pasien dalam kondisi kesehatan yang baik.


1.4

Pemeriksaan Ekstra Oral

Pasien terllihat sehat tidak tampak kelainan pada wajahnya. TMJ dan pergerakan
Mandibular terlihat normal.
1.5

Pemeriksaan Intra Oral

Oral Hygine sedang.


Probing gigi 11, 21 pada permukaan labial 3mm
Overbite atau Overjet normal.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Fraktur


Gigi anterior oleh karena trauma menurut ELLIS
9 Kelas :
1. Kelas I : Tidak ada fraktur atau fraktur mengenai email dengan atau tanpa
memakai perubahan tempat
2. Kelas II : Fraktur mengenai dentin dan belum mengenai pulpa dengan atau
tanpa memakai perubahan tempat.
3. Kelas III : Fraktur mahkota dengan pulpa terbuka dengan atau tanpa
perubahan tempat
4. Kelas IV : Gigi mengalami trauma sehingga gigi menjadi non vital dengan
5.
6.
7.
8.
9.

atau tanpa hilangnya struktur mahkota


Kelas V : Hilangnya gigi sebagai akibat trauma
Kelas VI : Fraktur akar dengan atau tanpa hilangnya struktur mahkota
Kelas VII : Perpindahan gigi atau tanpa fraktur mahkota atau akar gigi
Kelas VIII : Fraktur mahkota sampai akar
Kelas IX : Fraktur pada gigi desidui

10.
6
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Klasifikasi fraktur menurut ELLIS

kelompok dasar :
Fraktur email.
Fraktur dentin, pulpa belum terbuka.
Fraktur mahkota disertai pulpa terbuka.
Fraktur akar.
Gigi Iuksasi.
Gigi intrusi.

11. 2.2 Perubahan Warna Pada Gigi


12. Pendahuluan perubahan warna pada gigi
13.
Pada gigi seri pertama kiri atas dan gigi anterior lainnya mengalami
perubahan warna. Penyebab staining biasa karena faktor ekstrinsik atau
factor intrinsik. Staining merupakan masalah umum, biasa terjadi pada
gigi anak atau gigi dewasa. Etiologi perubahan warna pada gigi ini
multifaktorial
14. Etiologi Perubahan Warna(Staining)
15.

Menurut Grossman (1995), perubahan warna gigi dapat


diklasifikasikan sebagai ekstrinsik atau intrinsik. Perubahan warna
eksrinsik ditemukan pada permukaan luar gigi dan biasanya berasal lokal,
misalnya noda tembakau yang menyebabkan warna gigi menjadi cokelat
kekuning kuningan sampai hitam, pewarnaan karena makanan dan
minuman menyebabkan gigi menjadi berwarna gelap, pewarnaan karena
noda logam nitrat perak, bercak kehijauan yang dihubungkan dengan
membran Nasmyth pada anak - anak. Perubahan warna intrinsik adalah

pewarnaan gigi yang diakibatkan oleh noda yang terdapat di dalam email
dan dentin, penyebabnya adalah penumpukan atau penggabungan bahan
bahan di dalam struktur gigi misalnya stain tetrasiklin,yang bila masukke
dalam dentin akan terlihat dari luar karena transluensi email. Perubahan
warna gigi dapat dihubungkan dengan periode perkembangan gigi
misalnya

pada

dentiogenesis

imperfekta

atau

setelah

selesai

perkembangan gigi yang disebabkan oleh pulpa nekrosis.


16. Etiologi Perubahan Warna (Staining) Ekstrinsik
17.
1)
Plaque
18.
Pellicle dan kalkulus pada permukaan gigi dapat member
warna kuning pada gigi.

20.
21.
22.

19.
Gambar 1. Pewarnaan pada gigi akibat penumpukan plaque.
2)
Tembakau
Produk tembakau larut dalam saliva dan menurunkan pH,

memfasilitasi penetrasi dari pit dan fissure. Memberikan warna coklat atau
hitam.
23.
24.

3)
Makanan dan Minuman
Konsumsi makanan dan minuman seperti kopi, teh, anggur

merah dan berry, curry menghasilkan pewarnaan dan penyerapan pada


permukaan gigi.

25.
26.

Gambar 2. Pewarnaan pada gigi akibat konsumsi makanan dan

27.
28.

minuman.
4)
Oral Hygiene yang buruk
Oral hygiene yang buruk menghasilkan pewarnaan hijau,

coklat kehitaman, dan oranye yang diproduksi oleh bakteri khromogenik.


Normalnya ditemukan pada anak-anak di bagian permukaan bukal gigi rahang
atas.

29.

30.
31.
32.

Gambar 3. Pewarnaan pada gigi akibat Oral Hygine yang


buruk.
5)
Chlorhexidine
Obat kumur yang mengandung chlorhexidine menyebabkan

pewarnaan hitam dan coklat pada permukaan superfisial gigi.

34.

33.
Gambar 4. Pewarnaan pada gigi akibat Chlorhexidine.

35. Etiologi Perubahan Warna (Staining) Intrinsik


1

Perkembangan enamel dan dentin yang cacat


36.
Cacat pada enamel bias karena hypocalcific atau hypoplastic.

Pada hipokalsifikasi enamel ditemukan daerah kecokelatan atau keputihan


yang berbeda pada aspek bukal gigi. Permukaan giginya cacat dan berporus
dan mungkin berubah warna karena material yang ada dirongga mulut.

37.
38.
Gambar 5. Pewarnaan pada gigi akibat hipoklasifikasi enamel.
Fluorosis
39.
Pewarnaan ini karena penyerapan floride yang berlebihan pada

lapisan enamel yang berkembang. Dapat dari konsumsi fluoride yang


berlebihan dari air minum atau penggunaan tablet atau pasta gigi fluoride

yang berlebihan. Perubahan warna ini terjadi pada enamel superfisial dan
muncul seperti bercak putih atau cokelat dengan bentuk yang irregular.
40.

43.

41.
Gambar 6. Pewarnaan pada gigi akibat fluorosis.
42.
Pewarnaan karena fluorosis bermanifestasi dalam tiga cara:
(1) Simple fluorosis muncul seperti pigmen coklat pada permukaan

halus enamel
44.
(2) Opaque fluorosis muncul seperti noda putih atau abu pada
permukaan gigi
45.
(3) Fluorosis dengan pitting muncul seperti cacat pada permukaan
enamel dan warnanya muncul menjadi lebih gelap.
46.
3)
Tetracycline
47.
Penggunaan tetracycline selama odontogenesis menyebabkan
perubahan warna saat primary and secondary dentition. Perubahan warnanya
bervariasi tergantung tipe tetracycline yang digunakan.

50.
51.

48.
49.
Gambar 7. Pewarnaan pada gigi akibat tetracycline.
4)
Nekrosis pulpa
Ini bisa terjadi karena bakteri, iritasi mekanik atau kimia ke

pulpa. Substansi dapat masuk ke tubulus dentin dan menyebabkan perubahan


warna pada gigi.
52.
5)
Haemorrhage intrapulpal karena trauma
53.
Cedera pada gigi dapat menyebabkan perubahan degenerative
pulpa dan dentin yang mengubah warna gigi. Perubahan warna karena
haemorrhage menyebabkan lisis sel darah merah. Hasil disintegrasi darah
seperti besi sulfide masuk ke tubulus dentin, menyebabkan perubahan warna
pada gigi.

54.
Gambar 8. Pewarnaan pada gigi akibat haemorrhage.
56.
6)
Hiperkalsifikasi dentin
Ini terjadi ketika ada dentin irregular yang berlebihan di dalam

55.
57.
58.

ruang pulpa dan dinding saluran. Mungkin ada gangguan sementara di suplai

10

darah diikuti oleh gangguan odontoblas. Terdapat penurunan bertahap pada


daerah translusen gigi ini yang menghasilkan perubahan warna kuning coklat
atau kekuning-kuningan.

60.
61.
62.

59.
Gambar 9. Pewarnaan pada gigi akibat hiperklasifikasi dentin.
7) Bahan restorasi
Eugenol menyebabkan pewarnaan oranye kuning. Material

endodontik dan sisa-sisa pulpa menyebabkan pewarnaan abu atau merah


muda. Penggelapan mahkota gigi yang dirawat saluran akar dikaitkan dengan
penggunaan bahan endodontik yang berubah warna seperti yang mengandung
perak sebagai bagian konstituen dari sealer endodontik. Perubahan warna ini
terlihat setelah tiga minggu aplikasi sealer endodontik.

64.
8) Ageing

63.
Gambar 10. Pewarnaan pada gigi akibat bahan restorasi.

11

65.

Tingkat manifestasi terkait dengan anatomi gigi, kekerasaan

struktural, dan jumlah penggunaan dan penyalahgunaan. Faktor yang


mengikuti perubahan umur yaitu perubahan enamel, dentin deposition, dan
perubahan saliva
66.

67.

Gambar 11. Pewarnaan pada gigi akibat ageing.


68.
69.
70.
71.

72. 2.3 Crown and Bridge


73. Definisi

12

74.

Mahkota (Crown) adalah suatu restorasi berupa mahkota penuh

atau sebagian dari suatu gigi yang dibuat dari logam, porselen, atau
kombinasi.
75.

Jembatan (Bridge) adalah prothesa (geligi tiruan) yang

menggantikan kehilangan satu atau lebih gigi asli yang terbatas dan tertentu,
dilekatkan secara permanen dengan semen didukung sepenuhnya oleh satu
atau lebih gigi atau akar gigi yang telah dipersiapkan.
76.

Mahkota (Crown) Jembatan (Bridge) adalah gigi tiruan

sebagian yang direkatkan dengan semen secara permanen pada satu atau
beberapa gigi penyangga yang telah dipersiapkan untuk menggantikan satu
atau beberapa gigi yang hilang.
77. Keuntungan dan Kerugian pemakaian Gigi tiruan jembatan
78.

Pada pembuatan gigi tiruan jembatan terdapat beberapa keuntungan

yaitu:
79. 1. Karena dilekatkan pada gigi asli sehingga tidak mudah lepas atau tertelan
80. 2. Dirasakan seperti gigi asli oleh penderita
81. 3. Memiliki efek splinting untuk mempertahankan posisi gigi
82. 4. Tidak ada kawat sehingga permukaan email tidak aus
83. 5. Melindungi gigi terhadap tekanan
84. 6. Mendistribusikan tekanan fungsi keseluruh gigi sehingga menguntungkan
jaringan gigi.
85.
Pada pembuatan gigi tiruan jembatan terdapat beberapa kerugiannya
yaitu:

13

86. 1. Membutuhkan preparasi permukaan gigi pada mahkota gigi yang masih utuh
untuk dijadikan gigi penyangga
87. 2. Ditempatkan permanen sehingga sulit untuk mengontrol plak gigi
88. 3. Dapat menyebabkan peradangan mukosa dibawah pontik
89. Indikasi
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Kehilangan satu atau lebih gigi


Gigitan terbuka (openn bite) atau edge to edge
Oral hygine pasien baik
Gigi penyangga memerlukan restorasi
Diastema abnormal, besarnya ruangan protesa kurang dari normal
Gigi penyangga memerlukan penanggulangan (stabilisasi atau splint)
90. Kontraindikasi

1.
2.
3.
4.
5.

Oral Hygine buruk


Physical handicap
Indeks karies tinggi
Cross-bite, malposisi, progeni
Migrasi atau ekstrusi gigi yang parah
91. Langkah-Langkah Pembuatan
92. Pencetakan
93. Tahapan pekerjaan:

1. Basahi phantum dengan air, terutama daerah yang akan dicetak


2. Siapkan air dalam rubber bowl, masukkan alginat sesuai w/p rasio yang
dianjurkkan dan aduk sampai homogen
3. Masukan adukan alginate ke dalam sendok cetak parsial
4. Tekankan pada daerah yang akan dicetak, tunggu hingga mengeras, lepaskan
sendok cetak perlahan-lahan
5. Keringkan hasil cetakan
94.

Pembuatan pontik

14

95.

Hal yang terpenting dalam pembuatan pontik adalah bentuk

yang diberikan kepadanya. Ini tidak berarti bahwa suatu pontik harus
merupakan reproduksi dari gigi yang digantikan. Jelas bahwa bentuk anatomi
dasar dan topografi permukaan yang terlihat (bukal dan labial) harus sesuai
dengan bentuk dasar dan detail permukaan gigi asli yang digantikan, tetapi
beberapa dimensi dari gigi asli tidak dapat dan tidak boleh ditiru dengan tepat
dalam pembuatan pontik. Penyimpangan-penyimpangan dari bentuk dan
ukuran gigi asli diperlukan untuk :
1) Mengurangi pengaruh daya kunyah
2) Memelihara kesehatan gusi dan kebersihan rongga mulut.
96.

Modifikasi dari bentuk dan ukuran gigi asli tentunya tidak

boleh mengurangi estetika dan harus dapat diterima secara biologis oleh lidah,
bibir, dan pipi supaya pasien tidak merasakannya sebagai benda asing. Syaratsyarat untuk suatu pontik yang baik adalah:
1) Dapat menahan gaya kunyah atau daya gigit
97. Ini berarti bahwa suatu pontik harus kaku (rigid) dan tidak boleh
membengkok atau patah akibat tekanan daya kunyah. Suatu pontik harus
mempunyai kekerasan permukaan yang cukup untuk menahan kikisan (atrisi)
oleh gigi lawan.
2) Mempunyai estetika yang baik
98. Penggantian gigi pada tempat-tempat di rahang yang terlihat harus
memenuhi persyaratan estetika. Pontik anterior, terutama bagian bukal dan labial,

15

harus mempunyai bentuk dan ukuran anatomis dari gigi asli yang digantinya.
Warna dari bagian luar pontik (facing) harus sama dengan warna gigi aslinya.
3) Tidak menyebabkan iritasi pada gusi
99. Syarat ini berhubungan erat dengan bahan yang dipakai untuk
membuat pontik, bentuk pontik, dan posisi pontik terhadap gusi.
4) Mudah dibersihkan
100. Kebersihan mulut yang tidak diperhatikan merupakan sebab utama
dari peradangan gusi dan gangguan-gangguan periodontal, oleh karena itu maka
suatu pontik harus dibuat sedemikian rupa sehingga sisa-sisa makanan tidak
mudah berkumpul membusuk.
101.
Perhatian terutama diberikan kepada bentuk bagian pontik yang
berdekatan dengan gusi. Untuk bagian tersebut, dikenal 2 bentuk dasar, yaitu :
1) Bentuk membulat (spheroid atau ovoid)
2) Bentuk ridge lap
102.
Pontik yang terletak bebas dari permukaan gusi lebih higienis, namun
posisi ini jelas bertentangan dengan persyaratan estetika di daerah anterior. Pontik
yang menekan gusi akan merusak jaringan dan akibat dari tekanan yang berat dan
terus menerus ini, aliran darah setempat dapat terganggu dan jaringan dapat
mengalami proliferasim peradangan dan ulserasi. Untuk menjamin kebersihan,
estetika yang baik dan untuk mencegah terjadinya kelainan-kelainan pada gusi, suatu
pontik dipasang menyentuh gusi tanpa tekanan dan dalam batas-batas kemungkinana
yang ditentukan oleh estetika, penutupan gusi oleh pontik dibuat sekecil mungkin.

16

103.
104.
105.
106.
107.
108.
109.
110.
bahwa

dalam

Perlu

diperhatikan

usaha

untuk

memperkecil penutupan gusi oleh pontik dari arah lingual, bentuk anatomi lingual
perlu dipertahankan untuk mencegah bolus makanan melukai gusi dan juga untuk
memberi perasaan yang hampir sama seperti gigi asli pada lidah.
111.
Bentuk-bentuk pontik :
1) Pontik insisif sentral rahang atas
112.
Pontik insisif sentral rahang atas harus mempunyai :
(1) Sudut sumbu panjang dengan garis median
(2) Kecembungan permukaan distal dan mesial
(3) Detail permukaan labial
(4) Sudut inciso-mesial dan sudut inciso-distal
(5) Bentuk inklinasi garis incisal
(6) Rotasi (jika ada) dari sumbu panjang
113. Hal yang seringkali menyulitkan pembentukan pontik sesuai dengan
bentuk dan ukuran aslinya adalah sering terjadi migrasi dari gigi-gigi yang
membatasi ruang kosong sehingga tempat untuk pontik menjadi lebih sempit atau
lebar dari semula. Jika perubahan ukuran mesio-distal tidak banyak maka pontik
yang sempit dapat diberi kesan lebar dengan cara mendatarkan permukaan labial
dan sebaliknya untuk memberi kesan normal pada ruangan yang lebar, permukaan
labial dicembungkan.
114.

17

115.
116.
117.
118.
119.
120.

Letak
(posisi)

sumbu

panjang

terhadap garis median dapat mempengaruhi estetika. Sudut yang dibuat oleh
sumbu panjang pontik dengan garis median, sebaiknya sama dengan sumbu
panjang insisif lainnya yang menjadi penyangga. Jika sudut sumbu tersebut tidak
sama maka seringkali nampak kepalsuannya. Suatu cara untuk menambah
kemiringan sumbu panjang adalah untuk mencembungkan segmen mesio-servikal
dan disto-insisal. Pencembungan tersebut di aras merubah bentuk permukaan
labial dan kesan visual yang diperoleh adalah bahwa bagian servikal beralih ke
distal dan bagian insisal ke mesial menghasilkan kesan kemiringan yang seusai
dengan divergensi sumbu panjang gigi asli di sebelahnya.
121.
122.
123.
124.
125.
126.

18

127.
128.
129.
130.
131.
132.
133.
134.
135.
136.
137.
138.
139.
140.

Seringkali

resorpsi dari

tulang

alveolar

atas dan ke

ke

arah palatinal

mengharuskan pontik dibuat lebih panjang dari mahkota asli. Untuk mendapatkan
estetika yang baik, bentuk dan ukuran normal hendaknya dipertahankan dan
kekurangan panjang dipenuhi dengan pembuatan bagian akar, lengkap dengan
peniruan cement-enamel junction. Untuk banyak kasus cara ini sudah mencukupi,
tetapi ada kalanya bagian akar harus diberi warna lain untuk member kesan visual
yang lebih asli.
141.

19

142.
143.
144.
145.
146.
147.
148.
149.
150.
151.
152.
153. Pada

penderita-penderita

yang

garis

bibirnya

embrasure

dapat

dibuka

rendah,
lebih

besar

untuk

memudahkan

pembersihan dan

mengurangi penutupan

gusi. Pengurangan penutupan gusi yang lebih berarti dapat diperoleh dengan cara
mengurangi permukaan palatinal bagian sevikal sehingga ukuran pontik labiopalatinal menjadi lebih sempit daripada ukuran yang sama pada gigi asli (P.
Martanto, 1985).
154.

20

155.
156.
157.
158.
159.
160.
161.
162.
2) Pontik
insisif
lateral
rahang
atas
163. Insisif lateral rahang atas seringkali mempunyai leher yang sangat
sempit dan jika pontik yang mengganti gigi ini dibentuk sama dengan gigi asli,
maka embrasure menjadi sangat lebar dikarenakan gusi sudah menciut. Untuk
medapatkan kesan estetik yang baik ukuran leher mesio-distal diperlebar sedikit.
Pelebaran setempat ini dapat dilakukan tanpa merubah insisif lateral menjadi
insisif sentral.
164. Sumbu panjang insisif lateral membentuk sudut yang besar dengan
garis median dibandingkan dengan sudut yang sama yang dibuat oleh sumbu
panjang insisif pertama. Garis insisal dari insisif lateral letaknya sedikit lebih
tinggi dari daripada garis insisal gigi seri pertama. Insisif lateral mempunyai sudut
mesial yang lebih tumpul daripada sudut mesial insisif pertama. Sudut distal lebih
tumpul daripada sudut mesial, bahkan seringkali membulat.
165. Letaknya titik kontak antar gigi seri lateral dengan gigi seri sentral
lebih insisal daripada titik kontak antara gigi seri lateral dengan kaninus. Pada

21

umumnya, gigi seri lateral lebih cembung permukaan labialnya (mesio-distal)


daripada kecembungan insisif sentral (P. Martanto, 1985).
166.
167.
168.

169.
170.
171.
172.
3) Pontik kaninus rahang atas
173. Pada kebanyakan orang, sumbu panjang kaninus letaknya sejajar
dengan garis median. Jika ada yang membuat sudut, pada umumnya sudut ini
lebih kecil daripada sudut yang dibuat oleh sumbu panjang insisif sentral dengan
garis median.
174. Kontur tertinggi permukaan labial kaninus, letaknya tidak di tengah
akan tetapi di sebelah mesial dari garis tengah gigi. Ketinggian ini membagi
permukaan labial menjadi bagian mesial yang sempit dan bagian distal yang lebih
besar. Puncak kaninus hampir selalu aus dan cirri ini harus ditiru pada pontik, jika
kaninus pada sisi rahang yang lain mengalami abrasi. Pembagian permukaan

22

labial menjadi dua bagian yang tidak sama lebarnya, menyebabkan sisi insisal
bagian distal menjadi lebih panjang daripada sisi insisal bagian mesial.
175. Oleh karena gigi ini berada pada sudut rahang, maka bagian distalnya
tidak nampak dari depan, maka embrasure distalnya lebih besar untuk kebersihan
sedangkan bagian mesial harus mengikui bentuk anatomi. Titik kontak dari
kaninus dengan insisal lateral letaknya lebih tinggi daripada titik kontak insisif
sentral dengan insisif lateral (P. Martanto, 1985).
176.
177.
178.
179.
180.
181.
182.
183.
184.
4) Pontik

premolar rahang atas


185. Sumbu panjang dari gigi-gigi ini pada umumnya sejajar dengan garis
median. Bagian mesial dari pontik untuk gigi ini menyamai bentuk asli yang
digantinya, tetapi bagian distalnya yang tidak nampak, kecembungannya dapat
dikurangi sehingga embrasur lebih terbuka, memperbaiki kebersihan dan
stimulasi gusi. Kecembungan

okluso-servikal disamakan dengan premolar

sebelahnya. Jika kedua premolar harus diganti, pontik harus cukup cembung
untuk mencegah kerusakan gusi. Kecembungan okluso-servikal tersebut tidak

23

boleh terlampau besar sehingga terjadi perlindungan gusi yang berkelebihan dan
gusi tidak mendapat stimulasi dari gerak makanan.
186. Kecembungan mesio-distal tidak boleh merubah busur geligi setempat.
Kecembungan permukaan palatinal hendaknya dipertahankan supaya lidah tidak
merasakannya seperti benda asing. Meskipun seharusnya puncak bonjolah bukal
menyentuk busur Monson, tetapi jika terjadi ekstrusi dari gigi lawan, pontik harus
diperpendek sehingga tidak terjadi kontak berlebihan dalam keadaan oklusi
sentrik, lateral maupun protrusif. Bidang bukal dari premolar atas mempunyai
ciri-ciri permukaan yang khas, yaitu adanya dua lekukan mesial dan bukal dari
garis tengah yang membagi bidang bukal menjadi 3 ketinggian.
187. Lekukan-lekukan yang melengkung masuk kea rah daerah kontak
mesial dan distal merupakan daun telinga dan oleh karena itu disebut telinga
premolar. Bentuk bagian yang menyentuk gusi adalah ridge-lap untuk keperluan
estetik. Untuk mengurangi beban tambahan yang harus dipikul oleh gigi
penyangga bentuk lingual pontik premolar pertama dapat dirubah menjadi bentuk
bagian lingual dari kaninus. Untuk maksud yang sama ukuran buko-palatinal dari
permukaan oklusal dapat dikurangi dengan 20-30%. Pengurangan ini dilakukan
pada bagian palatinal (P. Martanto, 1985).
188.
189.

24

190.
191.
192.
193.
5)

Pontik

molar

rahang atas
194.
Ka
rena letaknya lebih jauh di dalam mulut, pontik molar tidak begitu Nampak jika
mulut dibuka sehingga estetika tidak perlu diperhatikan. Hal yang harus
diperhatikan adalah untuk menciptakan bentuk yang memungkinkan kebersihan
yang lebih baik, mengingat letaknya yang begitu jauh di dalam mulut. Untuk ini,
embrasure diperlebar, permukaan oklusal dipersempit, sehingga permukaan yang
menghadap gusi dapat dikurangi dari segala jurusan, sampai permukaan tersebut
hampir merupakan kerucut membulat dan membuat penutupan gusi yang sekecil
mungkin. Penyempitan permukaan oklusal disebabkan oleh :
1) Mengurangi beban pada gigi-gigi penyangga
2) Memperkecil penutupan gusi
3) Mempermudah pembersihan
195. Pembentukan permukaan yang cekung seperti cawan harus dicegah
dan fisur-fisur tambahan harus dibentuk lagi dari fossa sentral menuju ke
pinggiran lingual. Fisur-fisur ini bertindak sebagai saluran melalui mana bolus
makanan dapat keluar. Bentuk dasar dari bagian yang menghadap gusi adalah
ridge-lap. (P. Martanto, 1985)
196.

25

197.
198.
199.
200.
201.
202.
203.
204.
205.
206.
207.
208.
6) Pontik Untuk Gigi Anterior Rahang Bawah
209.

Pada pontik untuk keempat incisive rahang bawah dapat diberi

bentuk yang sama, tetapi pada umumnya insisif lateral mempunyai bagian mesial
yang lebih cembung. Seringkali embrasure dapat dibuka mulai dari tengah gigi
menuju ke gusi dan pontik berakhir dengan ujung berbentuk telur (ovoid) pada

26

gusi, tanpa ridge-lap. Posisi sumbu panjang dapat dibuat sejajar dengan garis
median meskipun ada kalanya sumbu-sumbu keempat insisif bawah ini
mengerucut sedikit ke arah garis median sedangkan sumbu-sumbu kaninus sejajar
dengan garis median. Sudut mesial dan distal dari pontik untuk insisf central
rahang bawah sama tajamnya. Sudut distal dari insisif lateral lebih tumpul. Pontik
untuk kaninus bawah harus dibuat sama dengan bentuk asli kaninus di belah
rahang lainnya. Pada umumnya letak sumbu panjang dari pontik kaninus adalah
simetris dengan kaninus asli di seberang garis median. (P. Martanto, 1985)

27

210.

7) Pontik Untuk Premolar Rahang Bawah


211.

Premolar bawah mempunyai bentuk yang khusus, yaitu bahwa

mahkotanya condong ke arah lingual. Akibat dari bentuk ini, hamper separuh dari
permukaan bukalnya merupakan permukaan kunyah. Bentuk servikal biasanya
ridge lap, tetapi dapat dibuat ovoid (sanitary pontic) jika bagian ini tidak terlihat.

28

Embrasure pada umumnya dapat dibuka lebar untuk kepentingan hygiene. Sama
dengan premolar atas, bentuk pontik premolar pertama bawah dapat dirubah
menjadi bentuk kaninus (tanpa dataran kunyah). (P. Martanto, 1985)
212.

213.

214.

215.
216.
217.
8) Pontik Untuk Molar Rahang Bawah
218.

Pada pontik ini, hygiene lebih diutamakan dari pada bentuk

anatominya. Untuk mencapai tingkat kebersihan yang maksimum permukaan


pontik yang menghadap ke gusi dibulatkan dari segala jurusan. Bentuk pontik
semacam ini lazim disebut sanitary pontic. Jika ruangan okluso-servikal sangat
tinggi, untuk hygiene, pontik lebih baik tidak berkontak dengan gusi, akan tetapi

29

berada 3 sampai 4 mm di atasnya. Jika ruangan sangat pendek sebaiknya dibuat


sanitary pontic yang seluruhnya terbuat dari logam. (P. Martanto, 1985)
219.

30

220.

221.
222.

Perakitan Pola Lilin Jembatan


223.

Setelah pola lilin retainer dan pontik selesai dibentuk, pola-

pola lilin tersebut dirakit pada daerah kontaknya dengan lilin yang sama.
Kemudian periksa daerah kontak, kontur dan ciri-ciri permukaan labial, serta
keakuratan pinggiran servikal, bila sudah baik maka jembatan lilin dapat
dimasukkan ke dalam kuvet. (Penuntun Praktikum Ilmu Mahkota dan
Jembatan FKG Unpad)

31

224.

225.

226.

227.
228.
229.
230.

2.4 Implant
231.

Implan gigi merupakan salah satu cara untuk mengganti gigi

yang hilang sehingga diperoleh fungsi pengunyahan, estetik dan kenyamanan


yang ideal. Implan gigi adalah suatu alat yang ditanam secara bedah ke dalam
jaringan lunak atau tulang rahang sehingga dapat berfungsi sebagai akar
pengganti untuk menahan gigi tiruan maupun jembatan
232. Keuntungan implan gigi adalah restorasi tersebut sangat
menyerupai gigi asli karena tertanam di dalam jaringan sehingga dapat
mendukung dalam hal estetik, perlindungan gigi tetangga serta pengembangan
rasa percaya diri
233. Indikasi pemasangan implan gigi

32

1. Pada pasien dengan ketebalan tulang rahang yang cukup


2. Pasien dengan kebersihan rongga mulut yang baik
3. Pasien yang kehilangan semua atau sebagian gigi geliginya, akan tetapi sulit
memakai gigi tiruan konvensional akibat adanya koordinasi otot mulut yang
kurang sehingga stabilitas gigi tiruan sulit tercapai atau adanya refleks muntah
sehingga sulit memakai gigi tiruan
234. Kontraindikasi pemasangan implant
A. Kontraindikasi Sistemik dan Kondisi dimana Dibutuhkan Perhatian
Khusus
1. Kontraindikasi sistemik untuk implan general
(1) Penyakit darah yang parah (contoh: hemofilia)
(2) Myocardial Infraction: mengalami serangan minimal 6 bulan yang
lalu
(3) Cerebral Infracion : pada kasus dimana kondisi dari pasien serius
dan pasien sebelumnya mengkonsumsi antikoagulan
(4) Imunodefisiensi parah
(5) Pasien yang mendapat pengobatan kemoterapi agresif
(6) Keterbelakangan mental dan pecandu narkoba
(7) Remaja di bawah 15 tahun
2. Kondisi sistemik yang membutuhkan perhatian khusus pada saat sesudah
implan dilakukan. Perhatikan bila ada infeksi post operatif, koagulasi yang
abnormal, dan penyembuhan luka yang lama
(1) Bila terjadi pendarahan
235.
Penyakit seperti idiopathic thrombocytopenic purpura
harus

duperhatikan

jumlah

trombositnya.

Penyakit

seperti

leukeumia dan anemia aplastic harus diberikan pengobatan


selanjutnya. Pada kasus hemophilia ringan, diperlukan kerjasama
dengan dokter yang merawat pasien untuk mengontrol pendarahan,

33

dan pasien pengkonsumsi obat antiplatelet harus diperiksa jumlah


plateletnya sebelum dilakukan implan.
(2) Bila terjadi infeksi
236.
Hal ini perlu dipertimbangkan pada seorang pengidap
penyakit diabetes karena sering terjadi infeksi post operatif.
(3) Osteoporosis
237.
Kepadatan tulang harus diukur karena membutuhkan
tulang yang kepadatannya baik.
238.
(4) Angina pectoris
239.
Pemasangan implan telah diindikasikan pada seseorang
yang tidak mendapatkan serangan angina pectoris setidaknya satu
atau dua bulan sebelumnya, atau bila serangan ringan, pemasangan
implant masih dapat dilakukan.
(5) Myocardial infraction atau cerebral infraction dan stroke
240.
Pemasangan implant dapat dilakukan pada mereka yang
mendapatkan seangan jantung setidaknya 6 bulan sebelumnya atau
lebih tanpa adanya komplikasi.
(6) Hipertensi
241.
Pasien dengan tekanan darah 140/90mmHg harus
dirujuk kepada dokter medis dan harus mendapat perawatan
hipertensi sebelum dilakukan pemasangan implant.
(7) Pasien yang tidak kooperatif
B. Kontraindikasi Lokal dan Kondisi dimana Dibutuhkan Perhatian
Khusus
1. kontraindikasi kondisi lokal untuk pemasangan implan
a. tidak terdapat tulang yang cukup
b. periodontitis dan penyakit periodontal yang parah
c. paparan radiasi tinggi
d. osteomyelitis
2. kondisi lokal yang memutuhkan perhatian khusus dalam pemasangan

34

implant
a. TMD, ankylosis
b. Bruxism
c. Perokok berat
d. Kavitas oral yang kering (xerostomia)
e. OH buruk
f. Pasien yang tidak kooperatif yang tidak dapat mengerti perlunya
follow up.
242.

Teknik

1. Flap Design
243.

Flap mukoperiosteal biasanya dibuat di sepanjang puncak

ridge. Insisi yang dibuat tidak perlu panjang, karena tidak seluruh tulang
alveolar harus terekspos. Jika ada gigi yang berdekatan, maka papilla
interdental harus dihilangkan. Flap harus dibuat dengan hati-hati karena
penyembuhan yang buruk akan mengakibatkan osteointegrasi terganggu.
244.
Dengan dua tahap penempatan implant, pada praktek
sebelumnya insisi dibuat jauh dari tulang alveolar yang akan dipasangkan
implant agar jahitan tidak dibuat langsung di atas implant. Namun demikian
hal ini lebih sulit secara teknis dan sudah jarang digunakan karena resiko
terbentuknya hematoma atau nekrosis flap.
245.
Jika akan dilakukan prosedur pelebaran, maka dibuat bevel
pada flap agar diperoleh mukosa yang cukup untuk menutupi membrane
ataupun graft. Flap bevel yang diambil dari aspek palatal juga dapat
digunakan

untuk

memperbaiki

papilla

pembukaan implant pada tahap kedua.


2. Bone Drilling

interdental

ketika

dilakukan

35

246.

Penggunaan alat yang tajam sangat penting pada tahap ini.

Banyak petunjuk pabrik menyarankan penggunaan bor steril sekali pakai.


Sangat penting untuk memiliki indikasi kecepatan bor yang akurat sehingga
overheating dapat dihindarkan dengan menjaga kecepatan di bawah 2000
rpm. Kerusakan termal juga dapat diminimalisir dengan pengggunaan bor
secara incremental hingga pembuatan diameter akhir. Irigasi dengan larutan
saline diperlukan untuk mendinginkan tulang yang dibor. Penggunaan bor
harus dengan teknik incremental tidak boleh secara terus menerus agar dapat
mendinginkan dan menghindari tersumbatnya saluran bor. Sangat penting
pula untuk menjaga arah mata bor, jika tidak dasar implant menjadi tidak
akurat.
247.

Countersinking digunakan jika diperlukan penutupan sekrup

atau di mana elemen transmukosal dipendam untuk memperoleh nilai estetik.


3. Insersi
248.
Implant dikemas dalam botol dengan keadaan sudah
didekontaminasi dan disterilisasi. Tang titanium digunakan jika diperlukan
penanganan implant, namun biasanya tidak diperlukan karena implant buatan
pabrik sudah sesuai. Fixture mount boleh jadi sudah termasuk ke dalam
kemasan atau dipasangkan oleh operator.
249.
Implant harus diletakan dengan kontaminasi seminimal
mungkin. Flap yang baik akan mengurangi kontaminasi akibat saliva dan
permukaan epitel. Metode insersi bervariasi, tetapi sebagian besar implan
disekrup baik dengan tangan atau menggunakan bor dengan pengontrol torsi.

36

Irigasi harus dilakukan untuk mengontrol panas. Gaya yang berlebihan tidak
boleh dilakukan karena akan menghasilkan panas dan juga berbahaya dapat
merusak implant.

250.
251.
Gambar.
Bagian-bagian
implant.
(sumber:
www.implantpart.com)
252.
253.
254.
Sebuah sekrup penutup ditempatkan dan jaringan lunak dijahit
melebihi atau di sekitar fixture sesuai dengan sistem yang digunakan. Dengan
system dua tahap pemasangan di mana implant dan penutup sekrup tertutupi
oleh mukosa, sangat penting untuk memastikan penutup sekrup sudah
ditempatkan dengan baik, di mana jaringan lunak atau pembentukan tulang di
bawah penutup sekrup akan sulit untuk dihilangkan dari implant pada tahap
kedua.
4. Abutement Connection
255.
Two stages implant dilakukan melalui insisi kecil pada puncak
linggir atau dengan melubangi mukosa. Tulang yang mungkin tumbuh di atas
penutup sekrup dibuang dengan bone mill. Instrument juga dapat digunakan
untuk membuang tulang yang terbentuk pada permukaan implant akibat

37

sekrup yang longgar. Permukaan implant tidak boleh rusak selama


pembuangan tulang. Port of entry dari mikroorganisme dapat menyebabkan
permasalahan infeksi di kemudian hari. Sebuah penyangga yang sesuai dipilih
dan disekrup, penyangga harus terpasang dengan benar. Pemilihan penyangga
yang sesuai pada tahap ini sulit dilakukan karena tingkat jaringan lunak
bervariasi sesuai dengan maturasi mukosa. Alternative lain, penyangga dapat
diletakkan dan final abutement dapat dipilih setelah jaringan lunak sembuh.
256.

2.5 Mahkota Jaket


257.

Mahkota jaket adalah restorasi yang dibuat seluruhnya dari

akrilik atau porselen yang meliputi seluruh mahkota klinis gigi dengan
berakhir pada atau dibawah permukaan gusi.
258.

Indikasi Mahkota Jaket

1) Gigi anterior yang mengalami fraktur


2) Gigi anterior berkaries yg sedemikian luasnya, sehingga tidak dapat ditambal
secara konvensional
3) Gigi anterior yang berubah warna atau mengalami cacat permukaan seperti
kalsifikasi yang tidak sempurna atau dekalsidikasi
4) Gigi anterior yang berkedudukan tidak normal
5) Gigi anterior yang mengalami abrasi
6) Gigi nonvital atau devitalisasi
259.
260. Kontra Indikasi Mahkota Jaket
1. Mahkota klinis pendek, dengan cingulum datar, sehingga kurang retentive
2. Gigi yang tidak mempunyai cingulum, sehingga kurang retentive
3. Gigitan lawan di servikal, sehingga akan mengungkit mahkota jaketnya
4. Ruang pulpa masih lebar (usia sangat muda)
5. Gigitan anterior dalam (deep bite)

38

6. Kerusakan gigi yang kompleks sehingga tidak memungkinkan pembuatan


mahkota jaket
7. Gigi non vital
8. Alergi terhadap bahan yang digunakan
261.
262.
263.
264. Teknik
265. 1.
Preparasi Mahkota Jaket
266.
Konsep preparasi mahkota jaket yaitu Balance Preparation atau
preparasi berimbang yang artinya:
(1)
(2)

Pengambilan jaringan mesial dan distal harus sama.


Panjang serviko- insisal dari preparasi sedikitnya 2/3 dari serviko-

insisal dari mahkota klinis.


(3)
Pinggiran insisal dari preparasi harus sejajar dengan pinggiran
mahkota jaket.
(4)
Pinggiran insisal dibuat tegak lurus terhadap jurusan daya gigit dengan
gigi lawan.
(5)
Semua sudut (line Angel) harus dibulatkan kecuali pada pundak
karena dapat menjadi mata pahat.
267. 2.
268.
269.

Langkah-Langkah Preparasi Gigi


1)
Pengurangan Proksimal
Bagian mesial dan distal dikurangi dengan menggunakan

cakram pemisah pada straight handpiece bila menggunakan bor dengan


kecepatan biasa. Tetapi bila proses penguranagn ingin menggunakan bor
kecepatan tinggi bisa menggunakan bor diamond silinder berujung
mengerucut ke arah insisal dengan sudut 5-7 o dengan tujuan untuk
mempermudah path of insertion. Tebal pengurangan kurang lebih 1mm.
270.
2)
Pengurangan Insisal

39

271.

Pinggiran insisal dikurangi dengan batu roda pada handpiece

sebanyak 1.5-2mm. Pemotongan ini menghasilkan suatu bidang pinggiran


insisal yang tegak lurus terhadap garis daya dari gigi lawan. Bila memakai
high speed dipakai tapered fissure. Mula-mula dibuat lekukan yang berjalan
labial-lingual sedalam 1.5-2mm dari dasar lekukan, dan dilanjtkan dengan
pemotongan kea rah mesial-distal.
272.
3)
Penguranagn Labial
273.
Dapat dikurangi dengan bor batu berbetuk roda pada straight
handpiece mengikuti bentuk asli sedalam 0.5-0.75 mm. Bila memakai bor
high speed dipakai bor silinder (taper) pada contra angle. Seluruh batas-batas
bidang mesial, distal, labial dan lingual dibulatkan.
274.
4)
Pengurangan Lingual
275. Pengurangan Ini sering kali dapat dikurangi dengan bor batu
berbentuk roda. Pengurangan mengikuti bentuk permukaan gigi asli sedalam
0.5-0.75 mm. Permukaan singulum dikurangi dengan batu silinder yang
mengerut (taper), tanpa menghilangkan bentuk singulum. Bila memakai high
speed selain menggunakan bor batu berbentuk roda, dapat juga menggunakan
bor batu berbentuk lampu pijar.
276.
277.
278. 3. Pembentukan Pundak
279.Menggunakan batu silinder atau kerucut bagian servikal dari gigi
dikurangi lagi, sehingga akhirnya preparasi yang dibuat berbentuk pundak.
Pundak dibuat sama lebar yaitu 0.5 mm dan mengelilingi gigi mengikuti garis
gusi dan berada 0.3-0.5 mm di bawah permukaan gusi atau setengah dari

40

dalamnya sela gusi gunanya untuk estetis. Bidang pundak miring (slanting)
kearah permukaan labial dengan sudut 5-100 sehingga permukaan pundak
membentuk sudut 80-850 dengan permukaan labial.

280.

281.
282.
283. 4. Pola Lilin
284.Pola lilin atau wax pattern, ialah suatu model dari restorasi yang
dibuat dari lilin yang kemudian direproduksi menjadi mahkota jaket akrilik
atau mahkota logam. Lilin yang dipakai yaitu ivory putih-kuning atau
menggunakan lilin model. Pembuatan pola lilin ada tiga cara, yaitu:
(1) Cara Langsung

41

285.Tidak diperlukan model gigi karena lilin dimodelir langsung di dalam mulut
pasien, oleh karena itu diperlukan keterampilan dari operator. Caranya, lilun lunak
ditekankan pada preparasi gigi, setelah keras lalu diukir sesuai dengan anatomi gigi.
(2) Cara Tidak Langsung
286. Diperlukan die , pola lilin lunak diletakkan pada die , setelah keras kemudian
diukir sehingga akhiran lilin merapat menyeluruh pada preparasi, titik kontak dengan
gigi sebelahnya dan kontak dengan gigi lawan dapat dibuat sebaik mungkin.
(3) Cara Langsung-Tidak Langsung
287.Pola lilin yang sudah diukir pada die , kemudian dilakukan ujicoba pada
preparasi di dalam mulut pasien. Setelah model lilin mahkota jaket dibentuk
sempurna, maka model lilin mahkota jaket sudah siap dipendam pada gips batu di
dalam kuvet, setelah gips di dalam kuvet atas dan baeah kering, kemudian tahap
membuang lilin dengan cara lilin disiram dengan air panas sampai lilin hancur tak
bersisa. Rongga yang ditinggalkan dapat diisi oleh akrilik. Mahkota jaket dapat
dibuat sebagai single restoration ataupun sebagai retainer jembatan. Bila sebagai
retainer jembatan sebelum dipendam perlu perakitan dahulu antara mahkotanya
dengan pontik.
288.

2.6 Bleaching

289.

Definisi
290.

Bleaching atau

pemutihan

gigi

adalah

suatu

tindakan

perawatan gigi secara kimiawi pada gigi yang mengalami perubahan


warna tujuannya adalah untuk mengembalikan faktor estetika.
Bleaching

dapat

dilakukan

pada

gigi

vital

dan

non

vital.

42

Teknik bleaching yang dapat dilakukan pada gigi vital antara lain in office
bleaching dan night guard vital bleaching sedangkan pada gigi non vital
antara lain teknik thermocatalytic, walking bleach, dan kombinasi.
291. Bleaching Gigi Vital
292.

In office Bleaching
293.

In office bleaching adalah bleaching yang dilakukan oleh

dokter gigi di tempat praktik. Jenis teknik in office bleaching adalah power
bleaching, non thermocatalytic, dan microabrasion.
294.
1.
2.
3.
4.
5.

Perubahan warna ekstrinsik superficial (enamel dan dentin)


Kuning-coklat stain
Perubahan warna kuning akibat usia
Tetrasiklin stain yang ringan (power bleaching)
Fluorosis dan hipoplastic enamel (microabrasion)
295.

1.
2.
3.
4.

Indikasi

Kontra Indikasi

Diskolorisasi parah dari korosi amalgam


Tetrasiklin stain yang parah
Karies atau extensive restorations
Pasien dengan sensitivitas dan alergi
296.

Keuntungan

1. Perawatan dikerjakan dan di bawah control dokter


2. Berpontesi untuk hasil yang lebih cepat
3. Soft tissue terlindungi saat proses
297.

Kerugian

43

1.
2.
3.
4.

Faktor biaya
Durasi perawatan yang belum diketahui
Ketidaknyamanan oleh rubber dam
Menghasilkan sensitivitas pasca perawatan
298.

Power bleaching

299.

Prosedur :

1. Lakukan pretreatment fotografi untuk data.


2. Aplikasikan Oraseal untuk melindungi jaringan pada daerah gingival di labial
dan lingual pasien.

300.
3. Gigi diisolasi menggunakan rubber dam.

301.

44

4. Polishing gigi dengan pumice untuk menghilangkan kotoran di permukaan


gigi dan kelebihan oraseal.

5.

302.
Pada kasus staining parah diperlukan etsa menggunakan 35% Phosforic acid
selama 5-7 detik agar bleaching solution lebih berpenetrasi setelah itu
bersihkan dengan water syringe dan high-volume suction.

45

303.

6. Aplikasikan material bleaching


304. Bleaching solution berbeda tiap kasusnya tergantung keparahan stain.
Biasanya bleaching menggunakan hydrogen peroxide dengan konsentrasi
30-35%. Untuk stain ekstrinsik atau tetrasiklin stain, bleaching solution
diaplikasikan menggunakan infusing gauze (kasa) menutupi gigi
sedangkan pada fluorosis stain dikuaskan ke gigi untuk melokalisasi
bleaching solution mengikuti pola staining.

46

305.
7. Lakukan penyinaran selama 20-30 menit. Jaga kasa agar tetap basah dengan
bleaching agent menggunakan eyedropper atau cotton swab.

306.
8. Bersihkan gigi menggunakan air hangat.

307.
9. Rubber dam dilepaskan.
10. Polishing menggunakan abrasive disk and wheel

47

308.

48

309.

310.
311.

Microabrasion-assisted Bleaching
312. Microabrasion adalah prosedur yang melibatkan pelarutan

permukaan noda (stains) enamel oleh asam (lebih baik 18% HCL) bersama
dengan abrasif (sebaiknya bubuk pumice). Microabrasion diindikasikan untuk

49

perbaikan warna gigi tertentu. Ini juga digunakan dalam kasus-kasus dimana
pemutihan rutin tidak efektif
313. Keuntungan:
1. Hal ini membantu untuk menghilangkan noda superfisial dan perubahan
warna
2. Hasil ini dicapai dengan ketidaknyamanan pasien dan kesulitan operator
seminimal mungkin.
3. Gigi yang dirawat menampilkan tekstur yang halus dan bersinar
314.

Kerugian:

1. Mikroabrasi menghilangkan lapisan enamel


2. Hanya efektif pada orang-orang dengan noda terbatas pada lapisan luar
enamel
3. Karena menghilangkan lapisan enamel, gigi kadang-kadang tampak lebih
kuning setelah perawatan
315.
Penulis

Nigth Guard Vital Bleaching


316. Night guard bleaching diperkenalkan pada akhir tahun 60-an.
sebelumnya

menggunakan

10%

karbamid

peroksida,

yang

dimasukkan ke dalam night guard khusus sesuai dengan mulut pasien. Pasien
diminta untuk memakai night guard bersama dengan obat di atas pada giginya
di malam hari.

50

317.
318. Gambar. Custom-fitted night guard dengan larutan bleaching yang
319.

sudah masukkan
(Sumber: Complete Dental Bleaching, 1995)

320.
321.

Pemutih yang biasanya digunakan adalah 10% sampai 15%

karbamid peroksida, juga disebut hidrogen peroksida karbamid, karbamida


urea, urea peroksida, atau perhydrol urea. Setelah terpapar cairan didalam
mulut, 10% karbamid peroksida telah terbukti memecah selama oksidasi
menjadi unsur bagian penyusunnya dalam air, urea dan oksigen yang
tampaknya aman ditangani oleh tubuh. (Goldstein, 1995)
322. Indikasi
1. Orang yang tidak puas dengan warna asli gigi
2. Untuk brown fluorosis stains
323.

51

324.

325.

Gambar. Pada brown flourosis stains, sebelum dan sesudah


perawatan nightguard vital bleaching
(Sumber: Complete Dental Bleaching, 1995)

326.
327.
3. Untuk gigi yang mengalami diskolorisasi yang mempunyai warna gelap
karena trauma tetapi masih vital atau memiliki prognosis endodontik
buruk

52

4. Untuk gigi yang mengalami diskolorisasi meskipun dipertimbangkan


untuk menggunakan porselen atau veneer estetik lainnya
5. Untuk gigi yang terkena dentinogenesis imperfecta
328.

Kontraindikasi
329.

Tidak dianjurkan pada perokok berat atau pengguna produk

tembakau, kecuali mereka bersedia untuk menahan diri dari penggunaan


tembakau selama pengobatan.
330.

Teknik

1. Pada saat tidur menggunakan night guard yang sudah diberikan cairan
pemutih dan cairannya diganti setiap malam
2. Menggunakan tempat (tray) night guard setiap hari saat mengganti cairan
selama 1,5-2 jam
3. Strip polietilen yang diresapi juga digunakan dengan 5,25% H2O2 tanpa
tray
331. Prosedur night guard bleaching biasanya ada 3 pertemuan, yaitu:
1. Pertemuan Pertama
332.
Pemeriksaan warna awal dan evaluasi struktur yang
berdekatan dilakukan sebelum perawatan. Maka cast yang

terbentuk

setelah mencetak dengan bahan yang cocok dan bahan tray yang dipilih.
Biasanya 0,040 inci atau 0,035 inci etil vinil asetat untuk digunakan dalam
pembuatan tray, namun 0,020 inci polypropylene juga bias digunakan.
333.
Setelah memilih material tray, cast diletakkan di
suction grid. Material tray diletakan di retainer frame pada vacuum
forming unit. Ketika material tray (5x5 sheet) cukup melunak karena

53

proses pemanasan dan tertekan sekitar satu inci. Sheet yang dipanaskan,
ditarik ke bawah dan disesuaikan perlahan dan lembut
334.
Material tray dibiarkan dingin pada cast. Night guard
dipangkas oleh scalloping the tray dalam smooth curve sampai hanya
sekitar 2mm dari jaringan apical ke puncak gingiva ditutupi facial dan
lingual.
2. Pertemuan Kedua
335.
Pertemuan kedua melibatkan insersi dan fitting night
guard. Material bleaching diaplikasikan ke night guard dengan cara
sebagai berikut:
a) 2 atau 3 tetes material bleaching pada area setiap gigi yang akan
dibleaching
b) Setelah insersi night guard, material yang berlebihan dibersihkan.
c) Pasien dinstrusikan tidak untuk minum atau berkumur selama
perawatan
d) Cairan bleaching diganti setiap 1,5-2 jam selama rejimen siang hari
e) Rejimen siang hari membutuhkan 1-3 minggu dan 4-6 minggu
diperlukan untuk malam waktu pemutihan
3. Pertemuan Ketiga
336.
Pertemuan ini sudah termasuk foto-foto post operatif,
kepuasan dan persetujuan pasien, sebuah keputusan apakah akan
dilakukan pemutihan di masa depan atau perawatan restoratif diperlukan
337. Efek Samping dari Vital Bleaching
a. Sensitif
338.
Efek samping yang paling umum yang terkait dengan
pemutihan adalah sensitivitas sementara atau berkepanjangan. Telah
ditetapkan bahwa prosedur pemutihan meningkatkan suhu intrapulpal,
yang dapat membahayakan pulpa. Panas yang ketika diterapkan pada

54

H2O2 dapat menyebabkan difusi H2O2 pada pulpa tersebut. Namun


perubahan inflamasi bisa pulih dengan satu bulan.
b. Menghilangkan permukaan enamel
339.
Hydrogen peroksida dan asam hidroklorik dapat
menyebabkan kehilangan struktur enamel. Perubahan dalam struktur
enamel dapat mempengaruhi adhesi komposit dan gic pada permukaan
gigi. Masalah ini adalah lazim terjadi segera setelah pemutihan
c. Caries progression
d. Ulserasi minor di jaringan gingiva
340.
Kemungkinan bias menyebabkan faringitis dan lain-lain
341.

Non-Vital Bleaching
342.

Bleaching non-vital melibatkan bleaching non-vital, yang

mengalami diskolorisasi akibat nekrosis pulpa dan komplikasi yang


berhubungan. Butuh banyak waktu untuk mendapatkan hasil yang lebih baik
pada gigi yang diskolorisasi dalam, maka perawatan saluran akar dilakukan
agar dapat memutihkan gigi dari dalam maupun luar. Saluran akar yang
terklasifikasi tanpa perawatan saluran akar adalah indikasi non-vital bleacing,
tetapi hal ini kontraindikasi pada gigi yang terdiskolorisasi akibat produk
korosi atau restorasi yang besar. Larutan yang biasa digunakan :
1) Hydrongen peroxide
1. Superoxol (30% H2O2)
2. Pyrozone (25% H2O2 and ether)
2) Sodium perborate
3) Sodium percarbonate
343.

Teknik Bleaching

55

1) Preparasi gigi
1. Restorasi jika ada, dibuang dari bukan coronal dan dari dalam kamar
pulpa.
2. Kira-kira 2-3 m bahan restorasi saluran akar juga dibuang dalam arah
apical melampaui CEJ.
3. Gigi di cuci dengan larutan 30% H2O2, dibilas dengan air lalu
dikeringkan.
4. Plug calcium hidroxida setebal 0,5 sampai 1 mm di kunci pada kontak
langsung dengan bahan pengisi saluran akar.
5. Sisa saluran akar di isi dengan semen glass ionomer yang dual cure.
6. Kamar pulpa lalu dibersihkan dan jika ada dentin superfesial dibuang.
(1) Teknik Termokatalitik
1. Catton pellet di tempatkan diaspek labial gigi.
2. Agen bleaching, apakah superoxol dan sodium perborate secara
terpisah ataupun kombinasi dari keduanya di aplikasikan.
3. Larutan dipanaskan dengan bleaching wand pada setting terendah
sampai medium. Endodontic spreader dan spatula panas juga dapat
digunakan. Unit cahaya pemanas dapat juga dapat digunakan.
4. Proses ini diulangi sesuai yang dibutuhkan dengan total waktu
perawatan perpekerjaan berkisar

tidak lebih dari 20-30 menit

bersamaan dengan melembabkan kembali cotton pellet pada


interval yang teratur.
5. Gigi lalu dibilas dengan air. Cotton pellet yang kering dan segar
ditempatkan pada kamar pulpa dan disegel dengan agen pengunci
sementara.
6. Pasien lalu dipanggil kembali setelah satu hingga tiga minggu.
344.

Restorasi

56

345.

Restorasi akhir dari kavitas dilaksanakan dengan resin

komposit dengan warna yang kompatibel secara estetik dengan gigi.


Disarankan agar system adhesive berbasis aseton digunakan karena
berguna untuk membalikkan efek samping dari bleaching pada kekuatan
ikatan enamel.
346.

Variasi teknik termokatalitik

1. Campuran dari satu bagian 95% etil alcohol dan dua bagian
kloroform digunakan untuk mengeringkan semua bagian enamel
dan dentin yang terbuka dalam dua menit. Ini diikuti dengan
penempatan cotton pellet yang disaturasi dengan pyrozone pada
kavitas akses dan pada permukaan labial dan lingual dari gigi.
Sumber termokatalitik (photoflood lamp) digunakan selama 20
menit. Setelah ini, dressing 30% H2O2 ditempatkan pada kamar
pulpa dan disegel dengan semen zinc phosphate. Teknik bleaching
termokatalitik ini dimodifikasi oleh para ilmuwan dengan
kombinasi bahan yang berbeda.
2. Besi solder yang digabung dengan rheostat, yang ditutupi dengan
case besi yang temperaturnya dapat diatur dengan mengatur
voltase juga telah digunakan. Larutan bleaching yang digunakan
adalah 4 bagian 30% H2O2 dan satu bagian ethyl eter.
3. Tubulus dentin didehidrasi dengan ethyl alcohol 90%. Setelah ini,
karet vulkanit konus ditekan selama 1-2 menit di atas cotton yang

57

disaturasi dengan superoxol atau pyrozone ke kamar pulpa. Agen


bleaching ini diaktivasi dengan sumber cahaya (lampu) selama 3040 menit.
4. Campuran 95% ethyl alcohol dan chloroform (3:1) digunakan
untuk mendehidrasi dentin dan enamel. Cotton pellet yang
disaturasi dengan H2O2 30% ditempatkan pada kavitas akses.
Agen bleaching ini diaktivasi dengan cahaya ultraviolet selama 2
menit. Setelah hasil yang diinginkan, kavitas diisi dengan gutta
percha sedalam 1,5 mm dari marginnya dan diikuti dengan resin
komposit.
5. Kombinasi dari H2O2 35%, mangan sulfat sebagai photoactivator,
dan besi sulfat sebagai activator kimia juga telah digunakan.
347.

58

348.

350.

349.
Gambar Non-vital bleaching (teknik thermokatalitik

bleaching)
(2) Teknik walking bleach
351.
Teknik ini menggunakan regimen bleaching, yang melibatkan
penempatan agen bleaching pada kamar pulpa lebih dari periode waktu yang
berkisar antara 24-48 jam hingga 7-10 hari. Kamar pulpa disegel dengan
bahan sementara. Agen yang biasa digunakan antara lain superoxol, sodium
perborate dan kombinasinya.
352.
353. Teknik
1. Pasta tebal dari sodium perborate dan 35% H2O2 diaplikasikan ke
kamar pulpa.

59

2. Akses lingual disegel dengan bahan yang mampu menyediakan


marginal seal yang baik. Ia juga harus mampu menciptakan tekanan
karena tekanan penting untuk bleaching. Agen sealing yang biasa
digunakan adalah ZnOE fast setting, semen zinc phosphate, semen
glass ionome, dan lain-lain.
(3) Teknik modified walking bleach
1. Aldecoa dan Mayordomo (1992) menjelaskan tekanik modified
untuk diskolorasi tetrasiklin yang parah. Setelah hasil yang
diinginkan didapatkan dari teknik walking bleach, campuran
carbamide peroksida dan natrium perborate diletakkan pada kamar
pulpa selama 4 sampai 6 minggu.
2. Liebenberg (1997) memperkenalkan teknik modified yang
bergantung pada kooperasi pasien. Dia mengadministrasikan gel
carbamide peroksida 10% intrakoronal dalam splint yang terbuat
dari 0,020 polypropylene coping material. Splint ini berguna
untuk mempertahankan agen bleaching dan untukmencegah
ingress dari debris ke kavitas akses.
354.
(4) Kombinasi teknik bleaching
355.
Teknik ini melibatkan penggunaan

teknik

bleaching

termokatalitik non-vital diikuti dengan regimen walking bleach menggunakan


campuran natrium perborate dan superoxol. Ia menyeidakan efek sinergis dan
efektif pada 90% kasus.
356.

Efek samping dari bleaching non-vital

60

357.

Prosedur bleaching non-vital mempengaruhi marginal seal

yang dapat menyebabkan kebocoran marginal.


358.

Komplikasi lain yang sering ditemukan dari bleaching tipe ini

adalah resorpsi servikal. Insidensi dari resorpsi akar servikal setelah bleaching
non-vital berkisar antara 0-7%. Ini lebih umum terlihat pada gigi yang tidak
memiliki pulpa pada usia muda dan ketika tidak ada pelindung yang
ditempatkan di antara bahan pengisi endodontic dan kamar pulpa saat
bleaching. Pada kasus seperti ini, tubulus dentin tetap paten dan
berkomunikasi dengan ruang periodontal lewat defek dari CEJ. Ini
memungkinkan larutan bleach mencapai ligament periodontal dari system root
canal dan sebuah reaksi inflamasi dapat terjadi, akibat dari resorpsi akar
servikal eksternal.
359.

Karakteristik yang mempengaruhi resorpsi akar adalah :

1) 10% dari gigi anterior memilliki area servikal dimana enamel dan cementum
tidak bertemu
2) Resorpsi servikal terjadi koronal terhadap endodontic seal.
360.

Bagian kritis adalah area proksimal dimana CEJ dan resorpsi

akar servikal dimulai. Lokasi, bentuk, dan bahan dari bleach barrier di antara
bahan pengisi endodontic dan kamar pulpa dapat menangani masalah ini.

61

361.

Teknik barrier transfer melibatkan tiga area dari probing

periodontal sebagai contoh aspek labial, mesial, dan distal. Probing dilakukan
dari perlekatan epitel dari gigi dengan probe periodontal yang dirancang untuk
meyesuaikan kontur labial dari gigi. Batas internal dari pelindung ditempatkan
satu millimeter insisal terhadap probing eksternal dari perlekatan epitel.
Outline fasial dari barrier mirip dengan terowongan dan outline secara
proksimal terlihat seperti slope. Hal ini dapat diverifikasi secara
radiografisnya. Maksud dari transfer barrier adalah untuk menutupi tubulus
dentin yang berada apical dari perlekaan epitel sehingga agen bleaching
mengisi kamar pulpa.
362.

Cavit dan semen glass ionomer yang light-cured merupakan

barrier paling menjanjikan dan sekarang sedang dalam penelitian.


363.

2.7 Veneer Porselen

364.

Pendahuluan
365.

Veneer porselen merupakan treatment of choice utnuk restorasi

anterior. Veneer porselen dapat digunakan untuk memodifikasi warna gigi,


bentuk, panjang, dan atau inklinasi, untuk menutup diastem, dan utnuk
merestorasi gigi yang telah dirawat endodontik. Penggunaan veneer porselen
ini mempunyai beberapa komplikasi diantaranya sensitifitas post operasi,

62

diskolorasi marginal, fraktur, lepasnya veneer dari gigi, dan keausan gigi
lawan.
366.

Rencana Perawatan

1. Pemeriksaan Wajah
367. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan bentuk dari wajah, bibir, garis
bibir maksila dan mandibula, dan juga warna kulit. Gigi dapat digunakan
untuk memperbaiki penampilan dengan pemilihan yang sesuai. Contohnya
pada pasien dengan wajah yang panjang dan sempit dipilihlah gigi dengan
ukuran yang lebih panjang dan kurus untuk mempertegas bentuk panjang
dari wajah, dan pemilihan gigi dengan bentuk yang lebih pendek untuk
menyamarkan bentuk dari wajah.
368. Hal yang tidak kalah penting adalah warna kulit. Contohnya orang
kaukasian dengan warna kulit coklat tua harus memilih warna yang sesuai.
Veneer akan terlihat lebih bersinar dan berharga tinggi bila dipakai oleh
seseorang yang mempunyai warna kulit coklat tua.
2. Pemeriksaan Senyum
369. Pada saat wawancara pertama, dokter gigi harus memberikan
perhatian yang baik pada penampilan pasien terutama mulut pada saat
pasien berbicara dan memberikan respon. Dokter gigi harus mencatat osisi
ujung insisal dengan relasinya terhadap bibir bawah, relasi insal maksila
terhadap bidang horizontal, banyak gusi yang terlihat pada saat bicara dan
tersenyum, hubungan segmen anterior dan posterior, dan kualitas senyum.
Bila garis inter pupil parallel terhadap garis horizontal, garis ini dapat

63

dijadikan evaluasi bidang insisal. Bidang insisal harus diperiksa selama


prosedur diagnostik.
370.

3. Preparasi Gigi

64

371.

Sejarah mencatat veneer dipasang diatas gigi yang tidak dipreparasi,

hal ini mengakibatkan terjadinya restorasi yang over kontur, iritasi


gingiva, dan derajat kegagalan yang tinggi. Konsentrasi stress yang tinggi
dapat dikurangi pada gigi yang telah dipreparasi.
372. Sekarang, dokter gigi harus fokus kepada preparasi gigi hanya pada
enamel untuk memaksimalkan perlekatan resin dan untuk mengurangi
tekanan pada porselen. Fraktur, mikroleakage, dan lepasnya veneer dapat
diakibatkan karena preparasi dilakukan hingga ke dentin.
373.
a. Garis Gingiva
374. Margin gingiva dari veneer harus diletakkan di ujung gingival
atau sedikit dibawah gingival. Tujuan utama dari preparasi ini adalah
mendapatkan margin yang meliputi seluruh enamel, karena tekanan
dari seluruh veneer tersalurkan ke seluruh bagian enamel saat seluruh
margin veneer menempel pada enamel. Karena enamel hanya
mempunyai ketebalan 0,3 dan 0,5 dari CEJ, bagian dentin yang
terekspos pada bagian tengah veneer menjadi tidak terlalu penting.
Pengurangan preparasi dengan kedalaman uniform sulit didapat, oleh
karena itu pada awalnya harus dibuat depth cuts.
b. Titik Kontak Interproksimal
375. Untuk tujuan pembuatan veener di pabrik, preparasi tidak
boleh berhenti pada area kontak interproksimal. Saat margin berhenti
pada area kontak interproksimal, hal ini akan mempersulit pencetakan

65

margin. Sebagai tambahan preparasi harus meliputi titik kontak


interproksimal dan meluas hingga ke bagian permukaan lingual.
c. Incisal Edge
376.

Masih terdapat perdebatan mengenai pelunya pembuangan

ujung incisal pada gigi maksila yang menggunakan veener porselen.


Bila tidak ada kepentingan estetik untuk mengubah bentuk dan
panjang ujung insisal, dan terdapat struktur gigi bagian insisal yang
cukup setelah pengurangan fasial, margin insisal dapat berhenti pada
facio-incisal line angle, hal ini disebut window preparation. Preparasi
ini biasanya diindikasikan untuk gigi kanin maksila yang mempunyai
panjang yang benar dan mempunyai bentuk ujung insisal yang
mempunyai tingkat keausan yang tinggi.
377.

Bila ujung insisal dari gigi maksila ditutupi veneer, harus

terdapat ruangan setidaknya 1mm untuk porselen menutupi ujung


insisal. Bagaimanapun, pengurangan insisal 1,5-2mm memberikan
estetik maksimal.Sebagai tambahan, ujung insisal harus dihaluskan
untuk mengurangi tekanan veneer.
d. Overlapping Teeth
378. Saat gigi yang overlap dipreparasi, hal yang perlu diperhatikan
adalah path of insertion.
e. Space closure
379. Untuk mendapatkan kontur lingual yang halus, garis akhir
proksimal yang mengisi ruang yang kosong harus dibuat lebih ke
lingual. Semakin besar ruang yang ada, gigi harus dipreparasi lebih ke

66

lingual. Memperbesar preparasi ke lingual dan lebih ke bawah gusi,


memungkinkan teknisi untuk membentuk kontur interproksimal dari
veneer dan membentuk kembali papila.
380.
381.
382.
383.
384.
385.
386.
387.
388.
389.
390.
4. Pencetakan
391.

Saat pencetakan dilakukan pada gigi maksila, retraction cord

diletakan untuk mengekspos seluruh margin gingiva.Tahap ini biasanya tidak


dibutuhkan untuk gigi mandibular karena preparasi mandibular setidaknya
dapat 1mm lebih insisal terhadap margin gingiva.Bahan cetak yang akurat,
seperti polyvinyl siloxane, polyether, atau hidrokoloid irreversibel dapat
digunakan untuk pencetakan final.
5. Penempatan veneer

67

392.

Bagian dalam veener harus dietsa dengan hydrofluoric acid

atau menggunakan etsa keramik lainnya.Lamanya waktu etsa harus diamati


secara baik.Retensi mikromekanikal dan retakan mikro meningkat seiring
dengan meningkatnya waktu etsa.Retakan mikro ini mengurangi kekuatan
veener.Pertama veener harus dicoba pada gigi untuk mendapatkan marginal
yang sesuai. Akhirnya veener dapat diisi dengan luting cement yang terbuat
dari resin komposit dan dicobakan kembali untuk try in warna.
393. Semen translusen diindikasikan sebagai material standard
untuk penempelan veneer.Semakin opak semen, warna asli gigi lebih tertutup,
menghasilkan veneer dengan warna yang tidak alami.Semen opak ini biasanya
digunakan untuk menutupi gigi yang mengalami diskolorisasi.

394.

395.
396.

BAB III

KESIMPULAN

397.
398.

3.1 Analisis

399.

Pada kasus ini terjadi:

1. Gigi 11 fraktur 2/3 koronal


2. Gigi 21 diskolorisasi (dari incisal ke gingival) telah di rawat saluran akar
400.

3.2 Rencana perawatan

401.

Berdasarkan teori yang dikumpulkan mengenai kasus ini, maka

rencana perawatan yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:

68

1. Perawatan untuk gigi 11 adalah dengan menggunakan crown and bridge untuk
memperbaiki gigi yang patah. Gigi 11 mengalami fraktuk 2/3 koronal dan gigi
sudah non vital. Crown and bridge memiliki banyak keuntungan diantaranya
karena dilekatkan pada gigi asli sehingga tidak mudah lepas atau tertelan,
dirasakan seperti gigi asli oleh penderita,tidak ada kawat sehingga permukaan
email tidak aus, melindungi gigi terhadap tekanan, dan mendistribusikan
tekanan fungsi keseluruh gigi sehingga menguntungkan jaringan gigi sehingga
perawatan yang dipilih adalah crown and bridge.

68

69

2.
3. Perawatan untuk gigi 21 adalah dengan bleaching. Gigi 21 mengalami
diskolorisasi berwarna coklat akibat perawatan endo. Teknik yang digunakan
adalah bleaching untuk gigi non vital dikarenakan gigi 21 telah di rawat
saluran akar. Dengan begitu warna gigi yang dikeluhkan dapat kembali
menjadi putih dan terlihat estetik. Selain dengan bleaching perawatan opsional
untuk gigi 21 dapat menggunakan veneer untuk menutupi disklorisasi gigi.

4. DAFTAR PUSTAKA
5.
6. Booth, Peter Ward, dkk. 2012. Maxillofacial Trauma & Esthetic Facial
Reconstruction. Missouri: Elsevier
7.
Fonseca RJ., 2005. Oral and Maxillofacial Trauma. 3rd ed. St. Louis : Elsevier
Saunders
8.
Goldstein, Ronald E and David A Garber. 1995. Complete Dental Bleaching.
Quintessence Publishing Co, Inc
9.
Grossman, Louis I., 1988. Endodontic Practice. Eleventh Edition.
Philadelphia : Lea&Febiger
10. Greenwall L. 2001. Bleaching Technique In Restorative Dentistry. Martin
Dunitz Ltd.
11. Herdiyati Yetty.2009. Bleaching Treatment in Young Permanent
Teeth
.available
at:http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2010/06/bleaching_treat
ent_in_young_permanent_teeth.pdf
12.
Kapoor, V. 2002. Implants in dentistry. Textbook of Oral & Maxillofacial
Surgery. 2nd ed. New Delhi : Arya Publishers House.
13.
Martanto P. 1985. Teori dan Praktek Ilmu Mahkota dan Jembatan. Edisi
kedua. Bandung: Alumni
14.
Nallaswamy D. 2007. Dental implanthology. Textbook of Prosthodontics:
Maxillofacial Prosthetics. New Delhi : Jaypee Brothers.
15. Shillingburg, Herbert T, Sumiya Hobo, Lowell D Whitsett, Richard Jacobi,
Susan E Brackett. 1997. Fundamental of Fixed Prosthodontics 3rd Ed. USA :
Quintessence Publishing
16. Sikri, Vimal K. 2009. Textbook of operative dentistry. 2nd edition. CBS.
17. Smith, B. G. N., Planning and Making Crowns and Bridges , 3 rd ed, London
18.
Srinivasan B. 2005. Introduction to dental implanthology. Textbook of Oral
and Maxillofacial Surgery. 2nd . Elsevier: Churchill Livingstone.
19.
Subrata, G. 2010. Penuntun Praktikum Ilmu Mahkota dan Jembatan.
Bandung: Bagian Prostodonsia FKG Unpad

70

71

20.
21.

Summit JB, Robbins JW, Schwartz RS, eds. 2006.Fundamentals Of Operative


Dentistry 3rd ed. Illinois: Quintessence

22.

Wray, David, et al. 2003. Textbook of General and Oral Surgery. London:
Churchill Livingstone
23.

Anda mungkin juga menyukai