Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PRAKTIKUM

PEMETAAN SUMBER DAYA LAHAN


(Pengukuran Beda Tinggi Dengan Metode Tachimetri Menggunakan Alat
Ukur Theodolite)
Oleh:
Kelompok / Kelas

: 1 ( Satu ) / A2

Hari, Tanggal Praktikum

: Senin, 7 November 2016

Nama (NPM)

: 1. Satria Adhitama

Asisten Praktikum

(240110150033)

2. Futikhatur Rahmah

(240110150037)

3. Siti Hana Nur Sabrina

(240110150038)

4. Muammar Fattan G

(240110120047)

5. Vibi Ledianti

(240110150049)

6. Teguh Laksono

(240110150050)

7. M. Fahmi N

(240110150052)

8. Lisa Oktavia Br N

(240110150057)

: 1. Agung Ridwan

5. Mareta Gita Putri

2. Encep Farokhi

6. Novan Hermawan

3. Fijar Erdika

7. Risti Kartikasari

4. Leni Nurliani

8. Saepul Rohman

LABORATORIUM KONSERVASI TANAH DAN AIR


DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari, kita perlu mempelajari tentang pengukuran beda
tinggi menggunakan metode techimetri. Seiring perkembangan zaman, alat ukur
jarak dan beda tinggi menjadi lebih praktis dan lebih akurat dengan menggunakan
bantuan alat-alat optis. Salah satu alat optis tersebut adalah teodolit. Teodolit
merupakan alat ukur tanah yang digunakan untuk menentukan tinggi tanah dengan
sudut mendatar (horizontal) dan sudut tegak (vertikal) , untuk memperoleh hasil
pengukuran yang baik dan berkualitas baik. Dalam praktikum Pemetaan Sumber
Daya Lahan ini mahasiswa akan berlatih melakukan pekerjaan-pekerjaan
surveyor, dengan tujuan agar dapat diterapkan di lapangan pada saat masuk dalam
dunia kerja, dengan demikian diharapkan mahasiswa dapat memahami dengan
baik aspek diatas.
Pengukuran beda tinggi ini digunakan untuk menentukan beda tinggi dan titik
acuan, pada pengukuran menggunakan techimetri ini hasil pengukuran dapat
menjadi lebih akurat karna cara pengukuran ini memang banyak digunakan untuk
menentukan beda tinggi.
Jika

mencari

beda

tinggi

menggunakan

metode

techimetri

dengan

menggunakan theodolit ini maka hasil pengukuran akan lebih akurat dan tepat,
teodolit juga merupakan alat pengukur wilayah yang banyak digunakan dalam
menghitung sudut, beda tinggi, maupun jarak. Untuk memenuhi tugas praktikum
kali ini, disusunlah laporan praktikum yang berisi tinjauan pustaka, hasil dan
pembahasan, serta kesimpulan dari praktikum kali ini.
1.2 Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
1

Mampu menggunakan alat ukur teodolit dengan lancar dan benar .

Mampu melakukan pengukuran beda tinggi dengan menggunakan alat ukur


teodolit.

Mampu menghitung beda tinggi antara dua titik dari hasil pengukuran dengan
metode tachimetri.

Mampu menggambarkan profil lokasi pengukuran disertai dengan skala


gambar.

1.3 Peralatan yang digunakan


Peralatan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah
1

Alat tulis

Kalkulator

Rambu ukur

Teodolit

Tripod atau kaki tiga

1.4 Pelaksanaan Praktikum


Prosedur dari praktikum kali ini yaitu :
a. Membuat skestsa pengukuran pada lembar survey.
1. Menggambar denah lokasi pengukuran dan arah utara kompas.
2. Menggambar titik-tik tempat alat dan bidikan disertai dengan nama-nama titik
tersebut.
b. Langkah kerja pengukuran beda tinggi.
1. Mendirikan alat dititik awal (P).
2. Mengukur dan mencatat tinggi alat (Hi).
3. Membidik ke rambu yang di TP1 (lakukan bacaan BT Hi).
4. Membaca dan mencatat BA, BB, BT dan sudut vertikal.
5. Memindahkan alat ke TP1, kemudian mendirikan alat dan menyiapkan rambu
ukur di TP2.
6. Membidik dan mencatat rambu ukur yang di pasang di TP2.
7. Membaca dan mencatat BA, BB, BT dan sudut vertikal.
8. Melakukan kegiatas 5 s/d 7 diatas sampai rambu ukur dipasang dititik terakhir
(Q).
9. Melakukan pengukuran kembali yang dimulai dari titik Q dan berakhir di titik
P.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Pengukuran Sipat Ukur Datar


Pengukuran sifat ukur datar digunakan untuk menentukan beda tinggi antar

dua titik. Metode ini merupakan metode yang paling baik untuk menentukan beda
tinggi, sehingga umumnya disyaratkan untuk digunakan pada penentuan beda
tinggi titik-titik acuan, seperti pengukuran titik triangulasi ataupun titik poligon
yang memerlukan akurasi pengukuran yang tinggi. Keterbatasan penggunaan
waterpass yaitu jangkauan bidikan dibatasi oleh tinggi alat dan ketinggian rambu
ukur. (Hazzir, 2011)
Pada pengukuran dengan metoda tachymetri, teropong alat dapat
dimiringkan sehingga keterbatasan jangkauan dapat dikurangi. Hasil pengukuran
dengan metoda ini akan diperoleh pengukuran jarak miring, jarak mendatar, dan
jarak

vertikal.m Perhitungan

beda

tinggi

diukur

di

lapangan

dengan

memperhitungkan tinggi bidikan.


1.

Titik Bidikan ( BT )=Tinggi Alat ( Hi )


BT =Hi maka h= V
1
h= c ( BABB ) sin 2
2

2.

Titik Bidikan ( BT ) Tinggi Alat ( Hi )


BT Hi maka h+ BT=Hi + V
1
h= c ( BABB ) sin 2 +(HiBT )
2

2.2

Mengukur Beda Tinggi Dengan Metode Tachymetri


Pengukuran titik-titik detail dengan metode tachymetri adalah cara yang

paling banyak digunakan dalam praktek, terutama untuk pemetaan daerah yang
luas dan untuk detail-detail yang bentuknya tidak beraturan. kebanyakan
pengukuran tachymetri adalah dengan garis bidik miring karena adanya
keragaman topografi, tetapi perpotongan benang stadia dibaca pada rambu tegak
lurus dan jarak miring direduksi menjadi jarak horizontal dan jarak vertikal.

Gambar 1. Pengukuran dengan Menggunakan Metode Tachymetri


(Sumber: Hazzir, 2011)
Pada gambar, sebuah transit dipasang pada suaut titik dan rambu dipegang
pada titik tertentu. dengan benang silang tengah dibidikkan pada rambu ukur
sehingga tinggi t sama dengan tinggi theodolite ke tanah.
2.3

Theodolite
Theodolite adalah salah satu alat ukut tanah yang digunakan untuk

menentukan tinggi tanah dengan sudur mendatar dan sudut tegak lurus. berbeda
dengan waterpass yang hanya memiliki sudut mendatar saja. di dalam theodolite
sudut yang dapat dibaca bisa sampai pada satuan sekon (detik). theodolite
merupakan alat yang paling canggih diantara peralatan yang digunakan dalam
survei. pada dasarnya alat ini berupa sebuah teleskop yang ditempatkan pada
suaut dasar berbentuk membulat (piringan) yang dapat diputar-putar mengelilingi
sumbu vertikal sehingga memungkinkan sudut horisontal untuk dibaca. teleskop
tersebut juga dipasang pada piringan kedua dan dapat diputar-putar mengelilingi
sumbu horisontal, sehingga memungkinkan sudut vertikal untuk dibaca. kedia
sudut tersebut dapat dibaca dengan tingkat ketelitian sangat tinggi (Hazzir, 2011).
Survei dengan menggunakan theodolite dilakukan bila situs yang akan
dipetakan luas dan atau cukup sulit untuk diukur, dan terutama bila situs tersebut
memiliki relif atau perbedaan ketinggian yang besar. dengan menggunakan alat
ini, keseluruhan kenampakan atau gejala akan dapat dipetakan dengan cepat dan
efisien.

Instrumen pertama lebih seperti alat survey theodolite benar adalah


kemungkinan yang dibangun oleh Joshua Habarmel di Jerman pada 1576, lengkap
dengan kompas dan tripod.
Syarat utama yang harus dipenuhi alat theodolite (pada galon air) sehingga
siap dipergunakan untuk pengukuran yang benar adalah sbb :
1. Sumbu kesatu benar-benar tegak atau vertikal.
2. Sumbe kedua harus benar-benar mendatar.
3. Garis bidik harus tegak lurus sumbu kedua atau mendatar.
4. Tidak adanya salah indeks pada lingkaran kesatu.

Gambar 2. Bagian Bagian Theodolite


(Sumber: Syafrisar, 2012)
Secara umum, konstruksi theodolite terdiri atas dua bagian: Bagian atas:
teropong/teleskop, nivo tabung, sekrup okuler dan objektif, sekrup gerak vertikal,
teropong bacaan sudut vertikal dan horizontal, nivo kotak, sekrup pengunci
teropong, sekrup pengunci sudut vertikal, sekrup pengatur menit dan detik, sekrup
pengatur sudut horisontal dan vertikal. Bagian bawah: kaki tiga, tiga sekrup
penyetel nivo kotak, sekrup repetisi, sekrup pengunci pesawat dengan statif.

2.4

Rambu ukur
Rambu ukur dapat terbuat dari kayu, campuran alumunium yang diberi

skala pembacaan. Ukuran lebarnya 4 cm, panjang antara 3m-5m pembacaan


dilengkapi dengan angka dari meter, desimeter, sentimeter, dan milimeter.
Umumnya dicat dengan warna merah, putih, hitam, kuning. Selain rambu ukur,
ada juga waterpass yang dilengkapi dengan nivo yang berfungsi untuk
mendapatkan sipatan mendatar dari kedudukan alat dan unting-unting untuk
mendapatkan kedudukan alat tersebut di atas titik yang bersangkutan (Yogie,
2010). Kedua alat ini digunakan bersamaan dalam pengukuran sipat datar. Rambu
ukur diperlukan untuk mempermudah/membantu mengukur beda tinggi antara
garis bidik dengan permukaan tanah.

Gambar 3. Rambu Ukur


(Sumber: Yogie, 2010)
Rambu untuk pengukuran sipat datar (leveling) diklasifikasikan ke dalam 2
tipe, yaitu:
1. Rambu Sipat Datar dengan Pembacaan Sendiri
a) Jalon.
b) Rambu sipat datar sopwith.
c) Rambu sipat datar bersen.
d) Rambu sipat datar invar.
2. Rambu Sipat Datar Sasaran

2.5 Tachimetri
Pengukuran titik detil tachimetri adalah suatu pemetaan detil lengkap
(situasi) yaitu pengukuran dengan menggunakan prinsip tachimetri (tacheo artinya
menentukan posisi dengan jarak) untuk membuat peta yang dilengkapi dengan
data-data koordinat planimetris (X,Y) dan koordinat tinggi (Z). Pengukuran titiktitik detail dengan metode tachimetri ini adalah cara yang paling banyak
digunakan dalam praktek, terutama untuk pemetaan daerah yang luas dan untuk
detail-detail yang bentuknya tidak beraturan.
Untuk keperluan pengukuran dan pemetaan selain pengukuran kerangka dasar
vertikal yang menghasilkan tinggi titik-titik ikat dan pengukuran kerangka dasar
horizontal yang menghasilkan koordinat titik-titik ikat juga perlu dilakukan
pengukuran titik-titik detail untuk menghasilkan titik-titik detail yang tersebar di
permukaan bumi yang menggambarkan situasi daerah pengukuran. Pengukuran
titik-titik detail dilakukan sesudah pengukuran kerangka dasar vertikal dan
pengukuran kerangka dasar horizontal dilakukan. Pengukuran titik-titik detail
mempunyai orde ketelitian lebih rendah dibandingkan orde pengukuran kerangka
dasar. Pengukuran titik-titik detail dengan metode tachimetri pada dasarnya
dilakukan dengan menggunakan peralatan dengan teknologi lensa optis dan
elektronis digital. Dalam pengukuran titik-titik detail pada prinsipnya adalah
menentukan koordinatdan tinggi titik-titik detail dari titik-titik ikat. Pengukuran
titik-titik detail pada dasarnya dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu offset
dan tachimetri. Metode offset menggunakan peralatan sederhana, seperti pita
ukur, jalon, meja ukur, mistar, busur derajat, dan lain sebagainya. Metode
tachymetry menggunakan peralatan dengan teknologi lensa optis dan elektronis
digital.Pengukuran metode tachymetri mempunyai keunggulan dalam hal
ketepatan dan kecepatan dibandingkan metode offset. Pengukuran tiitk-titik detail
metode tachimetri ini relatif cepat dan mudah karena yang diperoleh dari lapangan
adalah pembacaan rambu, sudut horizontal (azimuth magnetis), sudut vertikal
(zenith atau inklinasi) dan tinggi alat. (Iskandar,2014)

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Praktikum
Tabel 1. Data Hasil Pengukuran dengan Teodolit
Tempa

Tingg

Titik

t alat

i alat bidika

(m)
1.5

II

III

IV

1.375

1.345

1.455

BA

Bacaan (dm)
BB
BT

n
BM

13.3

13

12.6

3
14.5

13.6

5
12.6

1
3

2
17.7

2
16.3

8
15.6

2
4

1
19.1

8
18.1

17.6

3
5

7
9.75

7
8.75

1
7.75

Sudut

Sudut

Jarak

Beda

Elevasi

HA

VA

(m)

tingg

(mdpl)

84.2680

6.732

i (m)
0.85

772

1
18.19

-3.75

768.24

20.91

-2.22

766.018

15.52

-1.5

764.497

244.61

96.1125
o

0o
171.57o

95.3583
o

0
191.14o
o

0
195.716

93.86 o
96.456 o

19.14

-1.65

5
762.843

1.48

4
6

7.25

6.22

5.41

0o
273.1o

88.123 o

18.38

1.4

764.303

VI

1.445

5
7

10

9.2

8.42

0o
282.26o

82.97 o

15.56

2.44

766.747

VII

1.535

6
8

6.7

5.3

0o
204.99o

89.7291

13.99

6
1.001 767.748
8
767.352

o
o

VIII

1.53

7
9

7.88

7.3

6.78

0
200.82o

96.28 o

10.86

-0.39

IX

1.36

8
10

4.37

3.98

3.55

0o
106.43o

87.2694

8.18

8
1.352 768.70

8.4

-0.12

1.455

9
11

7.6

7.2

6.75

0
253.46o

95.8069

768.58

XI

XII

1.41

1.39

10
12
11
1

10
7

9.5
6.5

8.9
6

0
136.76o

87.08 o

0
225.63o

95.39 o

10.97
9.911
5

3.1.1 Perhitungan
a. Konversi Sudut Vertikal
1. Tempat Alat I
16
5
Titik bidikan BM = 84+ 60 + 3600 =84,2663
6
45
Titik bidikan 2 96+ 60 + 3600 =96,112

2. Tempat Alat II
21 30
Titik bidikan 3 95+ 60 + 3600 =95,2583

3. Tempat Alat III


51 45
Titik bidikan 4 93+ 60 + 3600 =43,8625

4. Tempat Alat VI
27 25
Titik bidikan 5 96+ 60 + 3600 =96,4569

5. Tempat Alat V
7
25
Titik bidikan 6 88+ 60 + 3600 =88,12261

6. Tempat Alat VI
58 15
Titik bidikan 7 82+ 60 + 3600 =82,97089
7. Tempat Alat VII

1.01

169.603

-0.19

8
169.407
7

43 45
Titik bidikan 8 89+ 60 + 3600 =89,722

8. Tempat Alat VIII


17 20
Titik bidikan 9 96+ 60 + 3600 =96.28

9. Tempat Alat IX
16 10
Titik bidikan 10 87+ 60 + 3600 =87,2694

10. Tempat Alat X


48 25
Titik bidikan 11 95+ 60 + 3600 =95,806

11. Tempat Alat XI


4
55
Titik bidikan 12 87+ 60 + 3600 =87,0819

12. Tempat Alat XII


23 45
Titik bidikan 1 95+ 60 + 3600 =95,392

b. Konversi Sudut Vertikal


1. Tempat Alat I
37 00
Titik bidikan 2 = 244+ 60 + 3600 =244,616

2. Tempat Alat II
34 20
Titik bidikan 3 171+ 60 + 3600 =171,57222
3. Tempat Alat III
8
25
Titik bidikan 4 191+ 60 + 3600 =191,716

4. Tempat Alat VI
42 60
Titik bidikan 5 195+ 60 + 3600 =195.776
5. Tempat Alat V

6
40
Titik bidikan 6 237+ 60 + 3600 =273.1

6. Tempat Alat VI
15 40
Titik bidikan 7 282+ 60 + 3600 =282,261

7. Tempat Alat VII


59 45
Titik bidikan 8 204+ 60 + 3600 =204,995

8. Tempat Alat VIII


49 45
Titik bidikan 9 200+ 60 + 3600 =200,82916

9. Tempat Alat IX
26 10
Titik bidikan 10 106+ 60 + 3600 =106,43

10. Tempat Alat X


27 40
Titik bidikan 11 253+ 60 + 3600 =253,461

11. Tempat Alat XI


45 45
Titik bidikan 12 136+ 60 + 3600 =136.7625

12. Tempat Alat XII


38 10
Titik bidikan 1 225+ 60 + 3600 =225.6361

b. Jarak Datar (dh)


Tempat Alat I
dhBM
dh2

= c (BA BB) sin2 m


= 100 (1,333 1,265) sin2 (84,2680)
= 6,73216 meter
= c (BA BB) sin2 m
= 100 (1,452 1,268) sin2 (96,112)
= 18,1913770 meter

Tempat Alat II
dh3

= c (BA BB) sin2 m

= 100 (1.771 1.56) sin2 (95.3875)


= 20,915 meter
Tempat Alat III
dh4

= c (BA BB) sin2 m


= 100 (1.917 1.761) sin2 (93,8625)
= 15,52992 meter

Tempat Alat IV
dh5

= c (BA BB) sin2 m


= 100 (0,975 1.761) sin2 (93,8625)
= 19.7470 meter

Tempat Alat V
dh6

= c (BA BB) sin2 m


= 100 (1.345 1.157) sin2 (86.2125)
= 18.8 (0.99563)
= 18.7179 meter

Tempat Alat VI
dh7

= c (BA BB) sin2 m


= 100 (10 8,42) sin2 (82.6138)
= 15.563344 meter

Tempat Alat VII


dh8

= c (BA BB) sin2 m


= 100 (0.67 0.53) sin2 (89,7269)
= 13.999687meter

Tempat Alat VIII


dh9

= c (BA BB) sin2 m


= 100 (0,788 0.678) sin2 (96.2836)
= 10.868378 meter

Tempat Alat IX
dh10

= c (BA BB) sin2 m


= 100 (0.34 0.26) sin2 (87.6541)
= 8,18138 meter

Tempat Alat X
dh11

= c (BA BB) sin2 m


= 100 (1.3 1.22) sin2 (95,8069)

= 8,41298 meter
Tempat Alat XI
dh12

= c (BA BB) sin2 m


= 100 (1.055 0.945) sin2 (87.5638)
= 10.97101 meter

Tempat Alat XII


dh1

= c (BA BB) sin2 m


= 100 (1.05 0.95) sin2 (95.2930)
= 9.91157 meter

c. Jarak Miring (dm)


Tempat Alat I
dhBM
dh2

= c (BA BB) sin m


= 100 (1,333 1,265) sin (84,2680)
= 6,7659962 meter
= c (BA BB) sin m
= 100 (1,452 1,268) sin (96,112)
= 18,2953 meter

Tempat Alat II
dh3

= c (BA BB) sin m


= 100 (1.771 1.56) sin(95.3875)
= 22,00779 meter

Tempat Alat III


dh4

= c (BA BB) sin m


= 100 (1.917 1.761) sin(93,8625)
= 15.5645 meter

Tempat Alat IV
dh5

= c (BA BB) sin m


= 100 (0,975 1.761) sin (93,8625)
= 19.8731330 meter

Tempat Alat V
dh6

= c (BA BB) sin m


= 100 (1.345 1.157) sin (86.2125)
= 18.8 (0.99563)
= 18.39013 meter

Tempat Alat VI
dh7

= c (BA BB) sin m


= 100 (10 8,42) sin (82.6138)
= 15.681246 meter

Tempat Alat VII


dh8

= c (BA BB) sin m


= 100 (0.67 0.53) sin (89,7269)
= 13.9998435 meter

Tempat Alat VIII


dh9

= c (BA BB) sin m


= 100 (0,788 0.678) sin(96.2836)
= 10.9339 meter

Tempat Alat IX
dh10 = c (BA BB) sin m
= 100 (0.34 0.26) sin(87.6541)
= 8,1906 meter
Tempat Alat X
dh11 = c (BA BB) sin m
= 100 (1.3 1.22) sin(95,8069)
= 8,4563 meter
Tempat Alat XI
dh12

= c (BA BB) sin m


= 100 (1.055 0.945) sin (87.5638)
= 10.988736 meter

Tempat Alat XII


dh1

= c (BA BB) sin m


= 100 (1.05 0.95) sin (95.2930)
= 9.9556881 meter

d. Beda Tinggi (h)


Tempat Alat I
hBM

= c (BA BB) sin 2 + (Hi BT)


= x 100 (1.33 1,265) sin 2(5,732) + (1.5 1.3)

h2

= 0.87575 meter
= c (BA BB) sin 2 + (Hi BT)
= x 100 (1.452 1.265) sin 2(-6.0861) + (1.5 1.362)
= -3,758223082 meter

Tempat Alat II
h3

= c (BA BB) sin 2 + (Hi BT)


= x 100 (1.771 1.56) sin 2(-5.3582) + (1.375 1.672)
= -2,22478 meter

Tempat Alat III


h4

= c (BA BB) sin 2 + (Hi BT)


= x 100 (1.917 1.761) sin 2(-3.8625) + (1.345 1.87)
= -1.52046 meter

Tempat Alat IV
h5

= c (BA BB) sin 2 + (Hi BT)


= x 100 (0,975 0.775) sin 2(-6.4969) + (1.455 0,875)
= -1.65486247 meter

Tempat Alat V
h6

= c (BA BB) sin 2 + (Hi BT)


= x 100 (0.725 0.541) sin 2(1,8763) + (1.48 0,622)
= 1.46015 meter

Tempat Alat VI
h7

= c (BA BB) sin 2 + (Hi BT)


= x 100 (1.0 0.842) sin 2(7,02917) + (1.445 0,92)
= 2.484390 meter

Tempat Alat VII


h8

= c (BA BB) sin 2 + (Hi BT)


= x 100 (0.67 0.53) sin 2(0.27084) + (1.535 0.6)
= 1.001177711 meter

Tempat Alat VIII


h9

= c (BA BB) sin 2 + (Hi BT)


= x 100 (0.788 0.678) sin 2(-6.28) + (1.53 0.73)
= -0.39604028 meter

Tempat Alat IX

h10

= c (BA BB) sin 2 + (Hi BT)


= x 100 (0.437 0.355) sin 2(2.7306) + (1.36 0.398)
= 1.3522038 meter

Tempat Alat X
h11

= c (BA BB) sin 2 + (Hi BT)


= x 100 (0.76 0.675) sin 2(-5.80694) + (1.455 0.72)
= -0.1205896 meter

Tempat Alat XI
h12

= c (BA BB) sin 2 + (Hi BT)


= x 100 (0.1 0.89) sin 2(2.91806) + (1.41 0.95)
=1,019259045 meter

Tempat Alat XII


h1

= c (BA BB) sin 2 + (Hi BT)


= x 100 (0.7 0.6) sin 2(-5,39583) + (1.39 0.65)
= -0.1961916521 meter

e. Elevasi
Tempat alat I : Titik bidikan BM = 772 mdpl
Titik bidikan 2 = 772 3,758
= 768,242 mdpl
Tempat alat 2 : Titik bidikan 3 = 768,242 2,224 = 766.018 mdpl
Tempat alat 3 : Titik bidikan 4 = 766.018 1.520 = 764,497 mdpl
Tempat alat 4 : Titik bidikan 5 = 764,497 1,654 = 762,844 mdpl
Tempat alat 5 : Titik bidikan 6 = 762,844 + 1,460 = 764,303 mdpl
Tempat alat 6 : Titik bidikan 7 = 764,303 + 2.443 = 766,747 mdpl
Tempat alat 7 : Titik bidikan 8 = 766,747 + 1,001 = 767,488 mdpl
Tempat alat 8 : Titik bidikan 9 = 767,488 0,396 = 767,352 mdpl
Tempat alat 9 : Titik bidikan 10 = 767,352 + 1.352 = 768,705 mdpl
Tempat alat 10 : Titik bidikan 11 = 768,705 0,120 = 768,584mdpl
Tempat alat 11 : Titik bidikan 12 = 768,584 + 1,019 = 769,603 mdpl
Tempat alat 12 : Titik bidikan 1 = 769,603 0,196 = 769,407 mdpl

Satria Adhitama
240110150033
3.2

Pembahasan

Pada praktikum kali ini membahas mengenai pengukuran beda tinggi


menggunakan metode tachymetri dengan alat ukur teodolit. Praktikum kali ini
bertujuan agar

praktikan mampu melakukan pengukuran beda tinggi dengan

menggunakan alat ukur teodolit serta praktikan mampu menghitung beda tinggi
antara dua titik dari hasil pengukuran dengan metode tachymetri. Metode
tachymetri adalah metode pengukuran dengan menggunakan alat alat optis,
elektronis, dan digital. Metode ini dapat menggambarkan keadaan lokasi pada
suatu lokasi dengan mudah ,yaitu dilakukan dengan membuat beberapa titik detail
guna mengetahui secara langsung beda tinggi di suatu areal kawasan yang ingin
diamati. Selain itu, metode tachymetri ini dapat mempermudah kita dalam
menggambarkan keadaan lokasi tersebut apakah curam atau landai dan sebagainya
dari hasil beda tinggi tiap titiknya. Pada metode tachymetri ini hanya dapat
mengukur satu bacaan saja yaitu bacaan depan sedangkan untuk bacaan
belakangnya hanya untuk menentukan sudut nol (0) saja.
Pada pengukuran beda tinggi yang dilakukan menggunakan theodolite kali
ini, diperlukan sudut alfa atau sudut miring dan sudut zenith. Sudut zenith ini
diperlukan untuk menghitung besarnya beda tinggi antara titik alat dengan titik
bacaan muka. Tidak seperti waterpass, theodolite memerlukan sin dari sudut
zenith untuk mengetahui beda tinggi karena pada theodolite, teropong untuk
pengukuran dapat dimiringkan ke atas maupun ke bawah searah dengan sumbu
vertikal. Oleh karena itu, maka pengukuran menggunakan theodolite perlu
dilakukan dengan menghitung besarnya sudut zenith dan sudut miring. Hubungan
antara sudut miring dan sudut zenith sendiri yaitu besarnya sudut miring adalah 90
derajat dikurangi dengan besarnya sudut zenith dari pembacaan di theodolite.
Pada praktikum kali ini dilakukan di pedca utara di lahan dekat dengan
green house. Lahan yang akan kami ukur memiliki sifat kontur tanah ada yang
datar dan adapula yang landai serta miring. Kelompok praktikan memulai
pengukuran pada titik 1 yang terletak diatas dengan elevasi 772 mdpl. Langkah
yang dilakukan pertama kali yaitu mengukur bacaan pada benchmark. Bacaan
belakang pada praktikum kali ini digunakan hanya untuk membuat sudut ke nol
(0) saja dan bacaan yang diukur adalah bacaan depan dengan memperoleh data
bacaan bawah, bacaan tengah, dan bacaan bawah. Output yang dihasilkan pada

praktikum kali ini adalah data bacaan atas, tengah, dan bawah, jarak, beda tinggi
dan elevasi.
Pada pengukuran kali ini, elevasi yang dihasilkan dari pengukuran awal dan
pengukuran akhir memiliki selisih sebesar 2,593 m . Hasil ini menunjukkan
bahwa pengukuran yang dilakukan praktikan masih belum benar. Selisih dari
elevasi ini disebabkan karena kesalahan-kesalahan dalam pengukuran, baik
kesalahan dalam mencatat, kesalahan dalam mendirikan alat dan kesalahan dalam
membaca bidikan pada rambu ukur. Kesalahan yang sangat berpengaruh terhadap
selisih beda tinggi ini yaitu kesalahan dalam mendirikan alat. Ketika alat
didirikan, plummet dari theodolite selalu bergeser ketika dilakukan pendataran
nivo, baik nivo kotak maupun nivo tabung, sehingga pembacaan menjadi tidak
akurat. Selain itu kesalahan juga terjadi akibat rambu ukur yang dipegang oleh
praktikan selalu bergoyang-goyang dan terkadang berdiri pada posisi yang miring
ke depan atau miring ke belakang sehingga mengakibatkan kesalahan dalam
pembacaan skala pada rambu ukur. Selain itu kesalahan dalam pembacaan juga
terjadi, hal ini dibuktikan dengan tidak signifikannya nilai bacaan tengah yang
seharusnya besarnya sama dengan rata-rata dari jumlah bacaan bawah dan bacaan
atas rambu ukur.

BAB IV
PENUTUP
4.1

Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh pada praktikum kali ini adalah :

1. Metode tachymetri adalah metode pengukuran dengan menggunakan alat


alat optis, elektronis, dan digital.
2. Metode tachymetri ini dapat menggambarkan keadaan lokasi pada suatu
lokasi dengan mudah ,yaitu dilakukan dengan membuat beberapa titik detail
guna mengetahui secara langsung beda tinggi di suatu areal kawasan yang
ingin diamati.
3. Metode tachymetri ini hanya dapat mengukur satu bacaan saja yaitu bacaan
depan sedangkan untuk bacaan belakangnya hanya untuk menentukan sudut
nol (0) saja.
4. Output yang dihasilkan pada praktikum kali ini adalah data bacaan atas,
tengah, dan bawah, jarak, beda tinggi dan elevasi.
5. Pengukuran beda tinggi dengan menggunakan metode

tachymetri

memerlukan sudut zenith dan sudut miring untuk perhitungan, hal ini
dikarenakan teropong pada theodolite dapat dimiringkan searah sumbu
vertikal.
6. Nilai error yang didapatkan saat praktikum kali ini sebesar 2,593 m dari
nilai elevasi yang diukur oleh asisten
4.2

Saran
Saran yang diperoleh pada praktikum kali ini adalah :

1.

Pada saat sedang berlangsungnya praktikum alangkah lebih baik


apabila praktikan dapat lebih fokus agar hasil yang didapatkan lebih akurat.

2.

Sebelum memulai praktikum alangkah lebih baik apabila


memahami materi praktikum terlebih dahulu.
Futikhatur Rahmah
240110150037

3.2 Pembahasan
Praktikum yang dilakukan kali ini mengenai pengukuran beda tinggi dengan
metode tachimetri. Alat yang digunakan untuk pengukuran adalah alat ukur

theodolit. Metode yang paling baik digunakan untuk mengukur beda tinggi adalah
metode tachimetri, tetapi pengukuran harus menggunakan theodolite. Karena
apabila menggunakan waterpass hasil yang didapat akan kurang tepat, karena
keterbatasan dari waterpass pada saat melakukan pembidikan sangat terbatas.
Jangkauan bidikan yang dibatasi oleh tinggi alat dan tinggi rambu ukur.
Sedangkan jika menggunakan theodolit, teropong dapat diatur sesuai dengan
kebutuhan sehingga dapat meminimalisir keterbatasan jangkauan. Hasil yang
didapat dari pengukuran dengan metode ini adalah pengukuran jarak miring,
jarak mendatar dan jarak vertikal.
Seperti biasa, hal pertama yang dilakukan saat praktikum ini adalah
mendirikan tripod dan memasang theodolite. Saat mendirikan tripod, kaki-kaki
tripod diatur sesuai dengan kebutuhan dan permukaan tanah dimana tripod
tersebut didirikan agar posisi teodolit dapat tegak dan lurus sehingga dapat
digunakan untuk membidik dengan maksimal. Untuk mengetahui lurus atau
tidaknya tripod tersebut berdiri dapat dilihat dengan melihat kaca pengintai patok
pada teodolit sebagai ganti dari unting-unting. Pada pemasangan theodolit,
terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, posisi nivo kotak harus berada di
tengah-tengah, setelah nivo kotak sudah berada di posisi yang tepat praktikan
harus mengatur posisi nivo tabung agar tetap berada di tengah-tengah walaupun
sudah diputar ke seagala sisi. Setelah semua nivo sudah berada pada posisi yang
tepat, alat ukur theodolite sudah siap untuk digunakan membidik. Saat melakukan
pembidikan, apabila bidikan sudah fokus sebaiknya pergerakan theodolite
dikunci, agar arah bidikan tidak berubah-ubah.
Pembidikan dengan menggunakan teodolit ke rambu ukur dilakukan seperti
praktikum sebelumnya. Hasil bidikan atauapun bacaan BB, BT, BA, dan sudut (

pada rambu ukur dicatat untuk kemudian dilakukan perhitungan untuk

mencari jarak vertikal, jarak horizontal, beda tinggi, dan sudut elevasi. Pada
praktikum ini terdapat empat titik awal dan BM. Praktikum ini dilakukan
sebanyak 12 kali perpindahan alat ukur. Elevasi pada titik pertama yaitu sebesar
772 mdpl. Pada praktikum kali ini bacaan belakang hanya dilakukan untuk titik
BM. Dengan metode tachimetri, dapat diketahui ketinggian suatu wilayah dan
mempermudah dalam penggambaran sketsa lapang. Untuk menggambarkan

keadaan lokasi pada suatu lokasi dengan mudah, dapat dilakukan dengan
membuat beberapa titik detail guna mengetahui secara langsung beda tinggi di
suatu areal kawasan yang ingin diamati. Dengan menggunakan metode tachimetri,
kita dapat mengetahui perbedaan tinggi dari suatu lahan, dengan mengetahui
tinggi berbagai tempat maka kita mengetahui tinggi areal tersebut dan kita
menggambarkan secara detail sehingga tidak menimbulkan kesulitan yang serius,
dengan ini juga mempermudah kita dalam menggambarkan keadaan lokasi
tersebut apakah curam atau landai dan sebagainya.
Setelah dilakukan perhitungan, hasil dari perhitungan tersebut digunakan
untuk membuat gambar lapang yang dilakukan pembidikan. Apabila hasil
penggambaran bentuk wilayah yang didapat dari hasil perhitungan tidak sesuai
dengan kenyataan bentuk lapang yang ada, maka dalam pengukuran tersebut
terjadi kesalahan. Kesalahan yang terjadi pada saat praktikan melakukan
praktikum salah satunya dikarenakan praktikan kurang teliti saat melakukan
praktikum maupun saat melakukan perhitungan. Ketidak telitian praktikan saat
melakukan pembidikan dapat berakibat pada tingkat keakuratan bacaan yang
didapat. Selain itu, tidak lurusnya rambu ukur saat digunakan untuk menghitung
juga berpengaruh dalam membuat banyaknya terjadi kesalahan, biasanya hal ini
disebabkan oleh angin atau pemegang rambu ukur yang tidak tegak. Saat rambu
ukur yang sedang dibidik tidak lurus, maka hasil yang didapat juga tidak akurat,
karena praktikan akan mengira-ngira bacaan yang dibidik. Lalu, apabila
gelembung nivo tidak berada ditengah, hal tersebut mendandakan bahwa posisi
theodolite yang tidak tegak lurus atau miring yang kemudian akan menyebabkan
pembidikan tidak akurat. Pada praktikum kali ini rambu ukur yang digunakan
angkaangkanya sudah tidak terbaca, sehingga hasil uang didapat tidak akurat.

BAB IV
PENUTUP

4.1.

Kesimpulan
Kesimpulan dari percobaan kali ini adalah sebagai berikut

1.

Metode tachimetri adalah metode terbaik untuk melakukan pengukuran


beda tinggi;

2.

Kesalahan perhitungan yang didapat disebabkan oleh tiga faktor, yaitu


faktor manusia, faktor alat dan faktor alam.

4.

Nivo bermanfaat untuk mengetahui kedataran alat.

5.

Hasil yang didapat berpengaruh terhadap pembentukan gambar dan grafik


yang akan dibuat.

4.2.

Saran
Saran yang dapat diberikan dari percobaan kali ini adalah sebagai berikut
1. Sebelum melakukan praktikum, sebaiknya praktikan membaca-baca materi
yang akan dipraktikan agar hasilnya memuaskan.
2. Sebaiknya saat melakukan pengukuran dengan teodolit, praktikan lebih teliti.
3. Sebaiknya rambu yang digunakan saat praktikum harus dalam kondisi yang
layak pakai.
4. Kesalahan-kesalahan yang terjadi harus diminimalisir.

Siti Hana Nur Sabrina


240110150039
3.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini yaitu mengenai pengukuran beda tinggi mengunakan
metode tachimetri dengan alat ukurnya yaitu theodolite. Pada pengukuran beda
tinggi dengan mengunakan metode tachimetri merupakan metode paling baik

digunakan untuk menentukan beda tinggi karna untuk mnentukan beda tinggi
antar dua titik yang digunakan sebagai penentuan beda tinggi titik titik acuan.
Pada pengukuran tachimetri juga memperhatikan keragaman beda tinggi suatu
tempat yang didasarkan pada prinsip bahwa pada segitiga-segitiga sebangun, sisi
yang sepihak adalah sebanding.
Pada pengukuran tachimetri digunakan untuk mengukur beda tinggi suatu
lahan yang memiliki kontur tanah yang berfariasi dan juga memiliki cakupan
lahan yang cukup luas. Kegiatan pengambilan data dilakukan dengan
menggunakan theodolit digital, sehingga dapat memberikan informasi yang akurat
terkaiit dengan sudut dan juga memberikan kemudahan bagi pengamat untuk tidak
banyak berpindah tempat karena theodolit cukup mampu menjangkau untuk jarak
yang lumayan jauh dan akurat.
Pengukuran ini dilakukan dengan 12 titik bidikan yang harus diukur dan
dicari jarak serta beda tinggi dari tiap-tiap titik bidikan. Dalam perhitugan jarak
dan beda tinggi, data yang diperlukan adalah bacaan rambu, sudut horizontal, dan
juga tinggi dari alat yang didirikan. Sudut vertikal yang digunakan adalah sudut
zenith yang mana titik nol derajatnya dimulai dari atas. Bidikan belakang
digunakan sebagai acuan titik nol derajat sudut horizontal yang digunakan dalam
pembuatan sketsa.
Dari hasil percobaan yang didapat bahwa jarak yang ada pada tiap titiknya
berbeda, untuk setiap titik bidikan karena dalam implementasinya titik - titik yang
ada juga memiliki keberagaman kontur yang bervariasi. Didapatkan dari hasil
pengukuran, jarak yang terjauh terdapat pada titik bidikan ke 3 , ditempat alat ke2 yaitu memiliki jarak sejauh 20,915 meter untuk jarak datar dan 19.9383 meter
untuk jarak miring.hal tersebut menggambarkan bahawa lahan diantara kedua
patok tersebut memiliki jarak yang cukup jauh dibandingkan dengan yang
lainnya. Dengan nilai beda tinggi diantara keduanya adalah sekitar 2,224.
Kemudian jarak terdekat terdapat pada titik bidikan 10 dan 11 dengan besarnya
jarak antara tempat alat ke titik bidikan tersebut sekitar 8,1813 meter untuk jarak
datar dan 7.99 meter untuk jarak miring. Perbedaan nilai pada jarak datar dan
jarak miring ini diakibatkan karena terdapat faktor koreksi dalam perhitungan

jarak datar dimana factor koreksi tersebut sangat berpengaruh terhadap nilai ahir
yang didapatkan.
Selama proses pengukuran diketahui bahwa titik patok memiliki jalur yang
terhubung antara titik akhir (patok 12) dan titik awalnya (patok 1). Artinya bahwa
pengukuran dilakukan dari titik awal dan kembali ke titik awal lagi namun pada
jalur yang berbeda. Hal ini dapat dikatakanbahwa pengukuran dilakukan secara
pulang-pergi walaupun jalur yang dilalui berbeda.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan pada praktikum kali ini yaitu :
1. Pengukuran beda tinggi dengan menggunakan metode tachimetri ini lebih
memperhitungan sudut kemiringan dari teropong sehingga keterbatasan
jangkauan dapat dikurangi.
2. Pengukuran pada kegiatan kali ini dapat dikatakan mengukur secara pulangpergi karena dilakukan dari titik awal dan diakhiri di titik awal juga.
3. Dari hasil yang didapatkan antara perhitungan jarak datar dan jarak miring
bernilai sama (berbeda tipis).
4. Metode tacimetri sangat cocokk digunakan untuk menganalisa suatu lahan
dengan kontur tanah yang berbeda beda dan juga jarak yang relatif berdekatan
antar patoknya.
5. Nilai elevasi awal sebesar 772 dangkan nilai elevasi akhir sebesar
769.4077067. Hal ini membuktikan pengukuran mendekati akurat.
4.2 Saran
Adapun saran pada praktikum kali ini yaitu :
1

Praktikan diharapkan membaca terlebih dahulu modul praktikum sehingga


ketika pelaksanaan praktikum bisa berjalan dengan cepat.

Praktikan lebih meningkatkan ketelitian dan akurasi dalam membaca skala


pada rambu ukur, dan pada proses perhitungan.

Membaca sudut dengan benar, dan mengusahakan mengunci alat supaya nilai
sudut tidak berubah dan alat tetap berada pada posisi seimbang.

Berhati-hati dala menggunakan dan mendirikan alat karena lahan memiliki


permukaan yang tidak selalu datar.

Muammar Fattan Ghifari


240110150047
3.2

Pembahasan
Pada praktikum kali ini berjudul tentang pengukuran beda tinggi dengan

metode tachimetri menggunakan alat ukur theodolite. Tachimetri adalah cara yang
cepat dan efisien dalam mengukur jarak yang cukup teliti untuk sipat datar
trigonometri, beberapa poligon dan penentuan lokasi detail-detail suatu lahan.
Dengan metode ini maka tingkat keakuratannya akan sangat tinggi sebab metode
ini menggunakan atau mengukur langsung pada suatu titik-titik untuk menentukan
suatu lahan, dapat berupa luasan dan keliling.
Dalam praktikum, hal yang dilakukan adalah mengukur beda tinggi pada
setiap titik dalam suatu lahan yang telah ditentukan titik-titik lahan tersebut
dengan patok. Beda tinggi diukur untuk mendapatkan suatu jarak dari titik satu ke
titik lainnya, dengan menggunakan rumus jarak mendatar. Kemudian dalam
menggambarkan atau memetakan lahan tersebut, sudut horizontal diambil sebagai
datanya dalam penentuan titik-titik tersebut. Metode yang digunakan dalam
penggambaran teresbut dengan menggunakan metode polygon. Kemudian selain
jarak, hal yang dicari adalah elevasi dari lahan tersebut, karena pada setiap titik
memiliki elevasi yang berbeda-beda. Elevasi didapat dengan menambahkan beda
tinggi lahan tersebut. Data yang didapat beda tinggi tersebut bernilai positif dan
negatif. Positif apabila titik lebih tinggi dari tempat alat dan negative apabila titik
lebih rendah dari tempat alat.
Praktikum ini terdapat 12 titik yang perlu diukur dan metode
pengukurannya secara beralur sehingga akan kembali ke titik pertama apabila
semua titik telah terukur. Hal tersebut bertujuan untuk melakukan pengecekan
ulang pada titik pertama apakah sesuai dengan pengukuran pertama atau tidak.
Apabila nilainya sama atau hampir sama maka praktikum tersebut dikatakan
sudah mendekati benar walaupun tidak benar secara sempurna.
Pada praktikum, terjadi suatu hal kesalahan yang dilakukan oleh praktikan
yaitu pada pengecekan ulang titik pertama setelah 12 titik diukur. Dilakukan
pengecekan dengan membidik titik satu dengan tempat alat pada titik 12 tetapi
praktikan tidak mencatat data yang diperolehnya. Akibatnya data yang didapatkan
tidak lengkap dan tidak dapat membanding pengukuran pertama pada tempat alat
awal dan pengukuran pada tempat alat di titik 12. Hal tersebut sangat fatal sebab,

langkah tersbut termasuk salah satu yang penting dan tentunya sangat diperlukan
dalam pengolahan data tingkat lanjut untuk menggambarkan sketsa lahan tersebut
dalam bentuk gambar. Karena tidak terpenuhinya data yang dibutuhkan sehingga
proses pengolahan datanya pun akan terhambat.
Agar tidak dapat terjadi kesalah seperti hal tersebut maka sebelum
melakukan praktikum, praktikan harus memahami segala sesuatu yang akan
dilakukan dengan cara membaca materi terlebih dahulu. Kemudian mendengarkan
dan melakukan arahan dari asisten hingga benar-benar mengerti agar di tengah
praktikum tidak terlalul banyak pertanyaan yang muncul dan tidak terjadi
kesalahan. Kesalahan tersebut termasuk ke dalam kesalahan yang disebabkan oleh
faktor praktikan atau faktor manusia.
Selain faktor manusia, ada beberapa faktor yang menjadi kendala dalam
praktikum kali ini yaitu faktor alat dan faktor lingkungan. Sulitnya mengatur nivo
pada alat theodolite menyebabkan terhambatnya pengerjaan. Karena pada setiap
pemindahan alat, praktikan harus melakukan pengaturan nivo, dan hal tersebut
membutuhkan waktu yang cukup lama. Sangat kontras jika dibandingkan dengan
waktu pembidikan yang sangat singkat tetapi pengaturan nivo membutuhkan
waktu yang cukup lama.
Faktor lingkungan ditunjukan dengan medan lapangan yang cukup sulit
untuk dijadikannya tempat mendirikan alat sebab sangat terjal dan curam. Hal
tersebut juga yang menyebabkan tidak stabil nivo pada alat ukur theodolite.
Antisipasinya adalah harus berhati-hatinya praktikan dalam menghadapi berbagai
kemungkinan yang akan terjadi baik dari faktor alat maupun faktor lingkungan.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kesimpulan praktikum kali ini adalah
1. Pengukuran beda tinggi dengan menggunakan metode tachimetri dilakukan
dengan alat ukur teodolit, bertujuan unutk mengetahui elevasi pada setiap titik
dan letak titik yang diukur.
2. Metode tachimetri adalah cara yang cepat dan efisien dalam mengukur jarak
yang cukup teliti untuk sipat datar trigonometri, beberapa poligon dan
penentuan lokasi detail-detail suatu lahan.
3. Tingkat keakuratan metode tachimetri sangat tinggi maka dikatakan sangat
akurat sebab memperhatikan letak titik, beda tinggi titik, sudut horizontal
titik, dan jarak antar titik.
4.2 Saran
Adapun saran pada praktikum kali ini adalah
1. Praktikan harus memahami materi praktikum yang akan dilakukan terlebih
dahulu agar tidak terjadi kesalahan yang dapat menghambat pengerjaan.
2. Melakukan semua intruksi atau arahan yang diberikan agar tidak terjadi
kebingungan di tengah praktikum.
3. Memeriksa terlebih dahulu alat yang akan digunakan oleh praktikan.
4. Lebih diperjelas arahan-arahan yang diberikan asisten.

Vibi Ledianti
240110150049
3.2 Pembahasan

Praktikum kali ini adalah menerapkan dan memahami metode tachimetri untuk
pengukuran lahan. Metode tachymetri adalah pengukuran menggunakan alat-alat
optis, elektronis, dan digital. Pengukuran detail cara tachymetri dimulai dengan
penyiapan alat ukur di atas titik ikat dan penempatan rambu di titik bidik. Setelah
alat siap untuk pengukuran, dimulai dengan perekaman data di tempat alat berdiri,
pembidikan ke rambu ukur, pengamatan azimuth dan pencatatan data di rambu
BT, BA, BB serta sudut miring. Pengukuran tiitk-titik detail metode tachymetri ini
relatif cepat dan mudah karena yang diperoleh dari lapangan adalah pembacaan
rambu, sudut horizontal (azimuth magnetis), sudut vertikal (zenith atau inklinasi)
dan tinggi alat.
Metode tachymetri didasarkan pada prinsip bahwa pada segitiga-segitiga
sebangun, sisi yang sepihak adalah sebanding. Kebanyakan pengukuran
tachymetri adalah dengan garis bidik miring karena adanya keragaman topografi,
tetapi perpotongan benang stadia dibaca pada rambu tegak lurus dan jarak miring
direduksi menjadi jarak horizontal dan jarak vertikal. Sehingga perbedaan
penggunaan metode tachimetri dengan metode sifat pengukuran data memanjang
ada pada alat yang digunakan dan data yang didapat. Tachimetri hanya bisa
digunakan dengan alat theodolite atau total station yang memiliki gerakan lensa
vertical, data yang didapat juga bukan hanya jarak datar melainkan ditambah
dengan jarak miring. Jarak datar adalah jarak yang diukur diatas permukaan
horizontal pengamat ke proyeksi titik lainnya diatas horizon pengamat tadi . Jarak
miring adalah jarak yang dikur diatas permukaan tanah dari satu titik ketitik
lainnya tanpa melihat kemiringan tanahnya. Perbedaan perolehan data jarak
miring dan datar juga ada pada persamaan yang digunakan. Pada jarak miring
variabel sin tidak dikuadratkan. Pada dasarnya hasil yang diperoleh dari
pengukuran tachymetri adalah posisi planimetris X, Y, dan ketinggian Z.
Alat ukur yang digunakan pada praktikum kali ini adalah theodolite. Dapat
dilihat pada tabel bahwa hasil yang didapatkan terdapat yang positif dan juga ada
yang negatif. Hasil positif dikarenakan posisi rambu ukur lebih tinggi dari pada
alat ukurnya. Sedangkan hasil negatif dikarenakan rambu ukur di posisi lebih
rendah dari pada alat ukurnya. Hasil jarak datar dan jarak miring menunjukan
hasil yang hampir sama. Pada jarak datar tempat alat 1 bidikana BM dihasilkan

nilai sebanyak 6,732169244 m sedangkan jarak miring alat 1 bidikan BM


dihasilkan nilai 6,76599962 m dari nilai tersebut dapat dilihat bahwa jarak datar
dan jarak miring hampir sama. Pada perhitungan jarak datar dqan jarak miring
lainnya pun hampi sama hasilnya.
Setelah

menghitung

jarak

datar

dan

ajarak

miring

selanjutnya praktikan melakukan mengghitung elevasi pada


setiap titik bidikan. Hasil yang didapat setelah dihitung pada
tempat 1 bidikan BM elevasinya 268,242 mdpl. Selanjutnya
praktikan melakukan perhitunggan yang sama pada tempat dan
alat bidik yangg berbeda. Hasil yang didapatkan pun berbedabeda pada setiap bidikannya. Perbedaan hasil elevasi yang
terjadi dikarenakan lahan yang dibidik tidak datar karena
terdapat lahan yang rendah dan juga lahan yang tinggi. Semakin
tinggi lahan maka nilai elevasinya juga semakin tinggi dan
semakin rendah lahannya nilai elevasinya pun semakin kecil.
Prraktikum kali ini hasil elavasi error hanya sedikit, nilai elevasi
yang didapatkan praktikan dengan hasil yang didapatkan oleh
asisten hampir sama.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh pada praktikum ini adalah:
1. Pengukuran tiitk-titik detail metode tachymetri lebih cepat dan mudah karena
yang diperoleh dari lapangan adalah pembacaan rambu, sudut horizontal
(azimuth magnetis), sudut vertikal (zenith atau inklinasi) dan tinggi alat.
2. Pengukuran jarak dan beda tinggi dengan metode Tachimetry harus
menggunakan alat ukur yang dapat membidik sudut vertikal seperti Teodolit
dan Total Station.
3. Perolehan data yang dapat diperoleh dengan metode Tachimetri selain jarak
datar dan beda tinggi adalah jarak miring.
4. Hasil yang diperoleh dari pengukuran tachymetri adalah posisi planimetris X,
Y, dan ketinggian Z
4.2 Saran
Saran yang dapat diberikan untuk praktikum ini adalah:
1. Memperhatikan bahwa dalam pekerjaan tachymetri tinggi instrumen adalah
tinggi garis bidik diukur dari titik yang diduduki (bukan TI, tinggi di atas
datum seperti dalam sipat datar)
2. Sebaiknya praktikan memiliki keterampilan centering Nivo dan pendirian
tripod dengan mengonsep tinggi statif yang baik agar waktu praktikum lebih
efesien, karena lahan tidak selalu datar pada lapangan.
3. Dalam kondisi cuaca apapun, alat ukur harus dilindungi payung agar
terhindar dari kerusakan alat dan ketidak telitian data yang didapat.

Teguh Laksono
240110150051
3.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini melakukan pengukuran beda tinggi dengan metode
tachimetri menggunakan alat ukur theodolite. Pengukuran sifat ukur datar
digunakan untuk menentukan beda tinggi antara dua titik. Metode ini merupakan
metode yang paling baik untuk menentukan beda tinggi, sehinga umumnya
diisyaratkan untuk digunakan pada penentuan beda tingi titik-titik acuan. Pada
pengukuran menggunakan metode tachimetri, teropong dapat dimiringkan
sehingga keterbatasan jangkauan darat dikurangi. Hasil pengukuran dengan
metode ini akan diperoleh pengukuran jarak miring, jarak mendatar, dan jarak
vertical. Jika menggunakan metode tachimetri pembacaan skala harus dilakukan
dengan dua bacaan tersebut. Perbedaan antara bacaan biasa dan luar biasa yaitu
terapat pada posisi teropong teodolit. Pada bacaan biasa posisi teropong terletak
sesuai prosedur sedangkan untuk mendapatkan bacaan luar biasa posisi teropong
diputar 180o. Fungsi dari bacaan luar biasa yaitu sebagai pengkoreksi bacaan biasa
yang didapat.
Seperti pada praktikum sebelumnya, praktikan melakukan pengukuran beda
tinggi. Namun perbedaannya, pada praktikum kali ini titik yang akan diukur telah
ditentukan dan pengukuran juga memliki jalur pulang dan jalur pergidengan
pengukurun polygon tertutup. Selain itu diperoleh bacaan muka dan bacaan
belakang dengan bacaan biasa dan luar biasa. Setiap bacaan tersebut seharusnya
memiliki keakuratan dengan rumus :
BA BT = BT BB
jika nilai tersebut memiliki nilai yang sama maka pembidikan dikatakan benar.
Pada data yang diperoleh hampir seluruh selisih antara bacaan atas dengan bacaan
bawahnya memiliki nilai ya0ng sama, berati bisa dipastikan bahwa pengukuran
akurat.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil beda tinggi
yaitu 0,857 m; -3,758 m; -2,224m ; -1,52646m; -1,654m; -1,654m ; 1,46015m;
2,44398m; 1,001177711m; -0,39m; -0,1205m; 1,019259m; -0,1961. Beda tinggi
tersebut diperoleh berdasarkan perhitungan dengan rumus :

1
h= c ( BABB ) sin 2 + ( HiBT )
2
Dimana

=90 zenit h

dan BA, BB, BT bacaan biasa. Rumus tersebut

merupakan perhitungan beda tinggi yang tinggi bidikan (BT)

tinggi alat

(Hi).
Didapatkan juga nilai elevasi dari praktikum kali ini yaitu 722; 768,242;
766,018; 764,4925; 781,8435; 764,3036; 766.7476; 767,7488; 767,3528;
768,7050; 768,7050; 768,5845; 769,6038; 769,4077.
Faktor kesalahan yang disebabkan oleh manusia diantaranya kesalahan dalam
membaca skala sudut horizontal pada waterpass dan skala pada rambu ukur,
kesalahan mencatat, kesalahan dalam menempatkan alat ukur yang tidak pada
garis ukur, kesalahan dalam mendatarkan alat ukur, dan tidak tepat
menghimpitkan kedua ujung alat ukur. Kesalahan yang berasal dari manusia
biasanya paling sering terjadi dan kesalahan ini sangat mempengaruhi hasil
pengukuran.
Keadaaan topografi pada daerah pengukuran, sinar matahari, angin, dan
temperatur udara juga mempengaruhi kecermatan surveyor dalam melakukan
pengukuran. Keempat faktor tersebut merupakan beberapa kesalahan yang
disebabkan oleh alam atau lingkungan. Faktor alam juga harus diperhatikan saat
melakukan pengukuran karena bisa mempengaruhi kerja alat-alat ukur dan
berdampak pada hasil pengukuran.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan pada praktikum kali ini adalah :
1. Pengukuran

yang

digunakan

adalah

pengukuran

teodolit

dengam

menggunakan metode tachimetri.


2. Dari data praktikum poligon dapat diambil beberapa hal, yaitu : sudut, jarak
dan azimut dari suatu daerah.
3. Hasil dari jarak datar yang diperoleh harus mendekati jarak miring yang
diperoleh, dan hasilnya tidak boleh minus.
4.2 Saran
Adapun saran dari praktikum kali ini adalah :
1. Praktikan harus lebih teliti dalam hal pengambilan data maupun pengolahan
data.
2. Praktikan harus memahami mengenai hal-hal yang akan dipraktikumkan
sebelum melaksanakan praktikum.
3. Praktikan tidak pelu tergesa-gesa dalam pengambilan data karena akan
mengurangi keakuratan data.
4. Praktikan harus teliti dalam memindahkan alat dan menentukan titik juga
membidik agar tidak terjadi kesalahan karena akan menghambat waktu
praktikum.

Muhammad Fahmi
N
3.2 Pembahasan
Pada praktikum mata kuliah Pemetaan Sumber Daya Lahan kali ini
membahas tentang pengukuran beda tinggi menggunakan metode tachimetri
dengan alat ukur yaitu theodolite. Pengukuran dengan metode ini merupakan
pengukuran beda tinggi yang paling baik dibanding dengan metode lain, karena
untuk menentukan beda tinggi antar dua titik yang digunakan sebagai penentuan
beda tinggi tikit-titik acuan. Metode ini juga memperhatikan beda tinggi suatu
wilayah yang didasarkan pada prinsip pada segitiga-segitiga sebangun, sisi yang
sepihak adalah sebanding. Dalam pengukuran menggunakan metode tachimetri
juga digunakan untuk mengukur beda tinggi suatu lahan yang memiliki kontur
tanah bevariasi serta memiliki cakupan lahan yang lumayan luas.
Pada percobaan ini, pengambilan data dilakukan dari hasil pembidikkan
menggunakan theodolite digital, sehingga mungkin hasil yang didapatkan lebih
akurat, dan juga memberikan sedikit kemudahan kepada pembidik agar tidak
terlalu banyak berpindah tempat, karena alat ini dapat membidik cukup jauh dan
menjangkau dengan cukup luas juga serta lebih akurat. Pada praktikum kali ini
dilakukan dengan 12 titik bidikan, dan titik tersebut telah diberi patok oleh asisten
dosen. Percobaan ini harus diukur dan dicari jaraknya serta beda tinggi dari setiap
titik bidikan.
Dalam menghitung beda tinggi dan jarak, data yang digunakan adalah bacaan
dari rambu ukur, sudut horizontal dan tinggi alat dari permukaan tanah. Adapun
sudut vertical yang digunakan adalah sudur zenith yang mana titik 0. Sedangkan
bidikan belakang dijadikan sebagai acuan titik 0 sudut horizontal yang digunakan
dalam pembuatan sketsa nantinya. Setelah dilakukan beberapa percobaan, hasil
yang didapat yaitu jarak yang ada pada setiap titiknya berbeda, karena pada

implementasinya titik-titik yang faktanya juga memiliki variasi dan keberagaman


kontur.
Setelah praktikan melakukan semua pembidikkan ke titik yang sudah diberi
patok, didapat hasilnya yaitu jarak yang paling jauh adalah pada tempat alat 2 saat
pembidikan ke titik 3 sebesar 20,915 meter untuk jarak datarnya dan 19,938 meter
untuk jarak miringnya, dengan nilai beda tinggi antar keduanya sebesar -2,224.
Sedangkan jarak terdekat ada pada titik bidikan ke 10 dan ke 11 yaitu 8,181
meter untuk jarak datarnya dan 7,99 meter untuk jarak miringnya. Banyak faktor
yang mempengaruhi pada percobaan kali ini sehingga adanya perbedaan nilai
pada jarak datar dan jarak miring sehingga berpengaruh pada nilai akhir yang
akan didapat nantinya. Pengukuran kali ini dilakukan terhubung karena patok 12
sebagai titik akhir terhubung dengan patok 1 sebagai titik awal, artinya
pengukuran ini dilakukan dengan cara pulang-pergi walaupun jalur yang
dipakainya tidak sama.
Dapat disimpulkan bahwa pengukuran dengan metode tachimetri ini lebih
efektif dan lebih akurat karena pengukuran ini menggunakan pertimbangan
koordinat-koordinat titik yang akan diukur pada lahan tersebut. Perbedaan yang
didapat ketika mengukur elevasi mungkin terjadi karena kurang telitinya
praktikan dalam membaca rambu ukur hal tersebut akan berpengaruh pada jarak
dan beda tinggi lahan tersebut.

BAB IV
PENUTUP
4.1

Kesimpulan
Kesimpulan pada praktikum kali ini adalah:

Praktikan dapat mengukur beda tinggi suatu lahan dengan metode tachimetri

menggunakan theodolite, rambu ukur dan tripod dengan benar.


Metode tachimetri lebih efektif dan akurat karena mempertimbangkan

koordinat titik ikatnya.


Mtode tachimetri sangat baik digunakan untuk menganalisa suatu lahan
yang berkontur tanah bervariasi.

4.2

Saran
Saran yang diambil dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut, yaitu :

Sebaiknya praktikan lebih teliti dalam membidik karena hasil yang didapat
akan menentukan keakuratannya.

Sebaiknya praktikan dapat menentukan data apa saja yang diperlukan pada
saat praktikum kali ini.

Sebaiknya praktikan lebih berhati-hati dalam menggunakan alat ukur yang


digunakan agar tidak terjadi kerusakan.

Lisa Oktavia Br Napitupulu


240110150057
3.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini praktikan melakukan pengukuran beda tinggi dengan
metode tachimetri. Dalam pengambilan data, praktikan menggunakan alat teodolit
digital. Keuntungan yang didapat yaitu informasi yang didapat oleh praktikan
lebih akurat terkait dengan sudut dan juga memberikan kemudahan bagi pengamat
untuk tidak banyak berpindah tempat karena teodolit cukup mampu menjangkau
untuk jarak yang lumayan jauh dan akurat. Dalam penggunaan metode tachimetri
ini digunakan pada penentuan beda tinggi titik-titik acuan, seperti titik triangulasi
ataupun titik poligon yang memerlukan akurasi pengukuran yang tinggi.
Pengukuran dengan metode ini teropong yang digunakan dapat dimiringkan
sehingga keterbatasan jangkauan dapat dikurangi. Metode tachimetri didasarkan
pada prinsip bahwa pada segitiga-segitiga sebangun, sisi yang sepihak adalah
sebanding.
Praktikum pengukuran beda tinggi ini dilakukan di daerah pedca yang
memiliki beda tinggi atau permukaan tanah yang tidak rata. Pengukuran dilakukan
pada 12 tempat alat berbeda dimana pada tempat alat 1 (pada titik 1) data yang
didapat ada 2 data yaitu bacaan belakang dan bacaan muka. Bacaan belakang
disini adalah Bench Mark (BM) dengan sudut awal 0o. Sedangkan pada tempat
alat 2 hingga tempat alat 10 data yang diambil hanya pada bacaan muka, karena
pada bacaan bacaan belakang tidak ada data yang diambil hanya untuk
mendapatkan sudut 0o pada sudut horizontal agar pada bidikan muka mendapat
selisih sudutnya. Selama proses pengukuran diketahui bahwa titik patok memiliki
jalur yang terhubung antara titik akhir (patok 12) dan titik awalnya (patok 1).
Artinya bahwa pengukuran dilakukan dari titik awal dan kembali ke titik awal lagi
namun pada jalur yang berbeda. Hal ini dapat dikatakan bahwa pengukuran
dilakukan secara pulang-pergi walaupun jalur yang dilalui berbeda. Titik awal

membidik setiap praktikan berbeda-beda. Kelompok kami memulai dengan titik


awal membidik atau tempat alat 1. Dalam perhitugan jarak dan beda tinggi, data
yang diperlukan adalah bacaan rambu, sudut horizontal, sudut vertikal dan juga
tinggi dari alat yang didirikan. Sudut vertikal yang digunakan adalah sudut zenith
yang mana titik nol derajatnya dimulai dari atas. Bidikan belakang digunakan
sebagai acuan titik nol derajat sudut horizontal yang digunakan dalam pembuatan
sketsa.
Nilai jarak yang didapat praktikan berbeda untuk setiap titik bidikan dimana
jarak terjauh terhadap tempat alat satu ketempat alat selanjutnya adalah terdapat
pada tempat alat 2 yang membidik titik 3, yaitu sebesar 20.91599706 meter untuk
jarak datar dan 21.00779708 meter untuk jarak miring. Hal ini benar adanya
bahwa posisi patok 2 dan 3 memiliki jarak yang jauh dibandingkan dengan jarak
patok pada tempat alat lain. Posisi titik 2 ke titik 3 memiliki kondisi lahan yang
menurun dengan besar beda tinggi yaitu 2.224 meter dan elevasi yang ada yaitu
sebesar 776.018 mdpl. Sedangkan jarak terdekat terdapat pada pada tempat alat 1
yang membidik titik BM, yaitu sebesar 6.732169244 meter untuk jarak datar dan
6.75599962 meter untuk jarak miring. Hal ini benar adanya bahwa posisi patok 1
ke patok BM memiliki jarak yang dekat dibandingkan dengan jarak patok pada
tempat alat lain. Posisi titik 1 ke titik BM memiliki kondisi lahan yang naik
dengan besar beda tinggi yaitu 0.857 meter dan elevasi titik BM yang ada yaitu
sebesar 772 mdpl. Perbedaan nilai pada jarak datar dan jarak miring ini
diakibatkan karena terdapat faktor koreksi dalam perhitungan jarak datar.
Untuk menentukan elevasi pada setiap titik, praktikan melakukan perhitungan
beda tinggi dari masing-masing titik. Rumus yang digunakan oleh praktikan untuk
menghitung beda tinggi itu sendiri adalah setengah dikalikan dengan kosntanta
dikalikan dengan bacaan atas dikurangi bacaan bawah dikalikan dengan sin dua
alfa dijumlahkan dengan pengurangan tinggi akat dengan bacaan tengah.Dari hasil
beda tinggi ini dapat diketahuilah elevasi dari titik tersebut dengan menambahkan
nilai beda tinggi dengan nilai elevasi titk yang dijadikan acuan. Diketahui bahwa
elevasi akhir yaitu pada tempat alat 12 dan bidikan pada titik atau patok 1 adalah
sebesar 769.4077067 mdpl sedangkan besar elevasi yang diberikan oleh asisten
dosen adalah 772. Dari hal ini terlihat bahwa terjadi error dalam percobaan yang

dibuat selama pengukuran dilapangan adalah sebesar 3.04077067 yang mana nilai
ini dapat dikatakan cukup besar dalam kesalahan. Dalam pengukuran ini tentunya
ada kendala yang dialami praktikan. Kendala tersebut menyebabkan terjadinya
kesalahan yang terjadi saat praktikum (nilai error yang cukup besar). Hal tersebut
terjadi karena beberapa faktor, yaitu bisa terjadi karena pada saat mendirikan alat
teodolit, gelembung pada nivo kotak dan tabungnya tidak tepat di tengah-tengah.
Faktor lainya yaitu bisa saja karena praktikan kurang teliti dalam membaca
bidikan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan pada praktikum kali ini, yaitu
1

Metode tachimetri didasarkan pada prinsip bahwa pada segitiga-segitiga


sebangun, sisi yang sepihak adalah sebanding.

Pengukuran dilakukan pada 12 tempat alat berbeda.

Pengukuran dilakukan dengan berpindah tempat pada titik-titik yang telah


ditentukan secara berurutan dan kembali lagi ke titik semula.

Setiap titik yang dijadikan acuan bidikan memiliki ketinggian permukaan


yang berbeda-beda satu sama lainnya.

Terjadi nilai error pada elevasi yaitu sebesar 3.04077067. Error ini
merupakan error yang cukup besar .

Kesalahan yang terjadi disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya yaitu
kurang telitinya praktikan dalam melakukan pengukuran.

Jarak terjauh terhadap tempat alat satu ketempat alat selanjutnya adalah
terdapat pada tempat alat 2 yang membidik titik 3, yaitu sebesar 20.91599706
meter untuk jarak datar dan 21.00779708 meter untuk jarak miring.

Jarak terdekat terdapat pada pada tempat alat 1 yang membidik titik BM,
yaitu sebesar 6.732169244 meter untuk jarak datar dan 6.75599962 meter
untuk jarak miring.

4.2 Saran

Adapun saran pada praktikum adalah :


1. Membaca terlebih dahulu modul praktikum sehingga ketika pelaksanaan
praktikum bisa berjalan dengan cepat.
2. Dalam pengukuran harus dilakukan dengan sungguh-sungguh dan kecermatan
tinggi agar mendapatkan data yang akurat.
3. Membaca sudut dengan benar, dan mengusahakan mengunci alat supaya nilai
sudut tidak berubah dan alat tetap berada pada posisi seimbang.
4. Berhati-hati dala menggunakan dan mendirikan alat karena lahan memiliki
permukaan yang tidak selalu datar.
5. Rambu ukur diusahakan tidak goyang-goyang saat praktikan sedang
membaca rambu ukur agar data yang didapat tidak salah.
6. Melakukan bidikan walaupun angin kencang, praktikan harus lebih kuat
menahan rambu ukur.

DAFTAR PUSTAKA

Amaru, Kharistya dan Nawawi, Gunawan. 2014. Penuntun Praktikum Ilmu Ukur
Wilayah. Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjadjaran.
Hazzir. 2011. Pengukuran Profil Memanjang dan Melintang. Terdapat pada:
https://belajargeomatika.wordpress.com/2011/06/18/pengukuran-profilmemanjang-dan-melintang/ (Diakses pada hari Minggu, tanggal 13
November 2016, pukul 19.00 WIB)
Syafrisar, Putra. 2012. Alat Ukur Teodolit. Terdapat pada: http://putrasyafrisar.blogspot.com/2012/01/v-behavioururldefaultvmlo.html. (Diakses
pada hari Minggu, tanggal 13 November 2016, pukul 19.10 WIB)
P. Muda, Iskandar. 2014. Pengertian Ilmu Ukur Tanah. Terdapat pada
http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/JUR._PEND.TEKNIK_SIPIL/196410181
991011ISKANDAR_MUDA_P/BAB_I_PENGENALAN_ILMU_UKUR_TANAH
.pdf (Diakses pada hari Minggu, tanggal 13 November 2016, pukul 19.20
WIB)
Yogie.
2010.
Rambu
Ukur.
Terdapat
pada:
http://yogiecivil.blogspot.com/2010/06/rambu-ukur_14.html. (Diakses pada
hari Minggu, tanggal 13 November 2016, pukul 19.30 WIB)

Anda mungkin juga menyukai