Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Glaukoma


2.1.1 Definisi
Glaukoma berasal dari bahasa Yunani glaukos yakni hijau kebiruan, yang memberikan
kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Kelainan mata glaukoma ditandai
dengan adanya peningkatnya tekanan bola mata, atrofi papil saraf optik, dan menciutnya
lapang pandang. Peningkatan tekanan bola mata ini dapat mengakibatkan kerusakan pada
saraf optik dan mengakibatkan gangguan pada sebagian atau seluruh lapang pandang atau
buta (Ilyas, 2001). Normalnya tekanan bola mata bila dIukur menggunakan tonometri Schitz
yaitu antara 15-20 mmHg. Akan tetapi pada penderita glaukoma tekanan bola mata berada
diatas 20mmHg. Penyebabnya yaitu bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar dan
berkurangnya pengeluaran cairan mata didaerah sudut bilik mata atau dicelah pupil (Ilyas,
2004).
2.1.2

Klasifikasi Glaukoma

Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (2002), Glaukoma dibagi atas
glaukoma primer, glaukoma sekunder, dan glaukoma kongenital.
a. Glaukoma Primer
Pada glaukoma primer penyebabnya tidak di ketahui. Glaukoma primer dibagi lagi
menjadi bentuk glaukoma sudut tertutup (closed angel glaukoma, acute congestive
glaucoma) dan glaukoma sudut terbuka (open angel glaukoma, chronic simple
glaucoma).
b. Glaukoma Sekunder
10

11

Glaukoma sekunder timbul di akibatkan oleh penyakit lain dalam bola mata, di antaranya
di sebabkan oleh kelainan lensa seperti luksasi, pembengkakan / intuesen, dan fakoltik;
kelainan uvea seperti uveitis dan tumor; Trauma seperti hifema dan leukoma adheren;
Pembedahan; Rubeosis iridis akibat trombosis vena retina sentral; Penggunaan
kortikosteroid topikal berlebihan.
c. Glaukoma Kongenital
Glaukoma kongenital primer atau glaukoma infantil adalah glaukoma yang timbul sesaat
setelah lahir sampai beberapa tahuh pertama setlah kelahiran. Selain itu, glaukoma
kongenital juga dapat timbul menyertai anomali kongenital lainnya. Glaukoma infantil
atau dikenal dengan istilah buphthalmos, dipercaya terjadi akibat displasia dari sudut
kamera anterior tanpa disertai abnormalitas okular dan sistemik lainnya
d. Glaukoma Absolut
Merupakan stadium terakhir penyakit glaukoma, yaitu dengan kebutaan total yang di
2.1.3

tandai dengan nyeri pada bola mata.


Manifestasi Klinis pada Penderita Glaukoma
Menurut Ilyas (2004), umumnya dari riwayat keluarga ditemukan anggota keluarga

yang memiliki penyakit serupa, penyakit ini berkembang secara perlahan namun pasti,
penampilan bola mata seperti normal dan sebagian besar tidak tampak adanya kelainan
selama stadium dini. Pada stadium lanjut, keluhan yang muncul adalah sering menabrak
akibat pandangan yang menjadi jelek atau lebih kabur, lapangan pandang menjdi lebih
sempit, sehingga mengakibatkan kebutaan secara permanen. Adapun gejala lain yang timbul
adalah:
a. Tekanan bola mata yang tidak normal
b. Rusaknya selaput jala
c. Menciutnya lapang penglihatan akibat rusaknya selaput jala yang dapat berakhir
2.1.4

dengan kebutaan.
Pemeriksaan Khusus Untuk Glaukoma

12

Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (2002), terdapat 4 cara


pemeriksaan khusu glaukoma yaitu :
a. Tonometri
Bertujuan untuk mengukur tekanan bola mata. Tonometri dikenal dengan empat cara yaitu
dengan palpasi atau digital dengan menggunakan telunjuk, indentasi tonometer Schiotz,
aplanasi dengan tonometer aplanasi Goldmann, Nonkontak pneumotonometri.
b. Gonioskopi
Merupakan suatu cara untuk memeriksa sudut bilik mata depan dengan menggunakan
lensa kontak khusus. Gonioskopi di perlukan untuk menilai lebar atau sempitnya sudut
bilik mata depan.
c. Oftalmoskopi
Pemeriksaan fundus mata, khususnya untuk memperhatikan keadaan papil saraf optik, ini
sangat penting dalam pengelolaan glaukoma yang kronik. Saraf optik yang dinilai adalah
warna papil saraf optik dan lebarnya ekskavasi.

d. Pemeriksaan Lapang Pandang


Gangguan pada lapang pandangan merupakan gangguan yang terjadi akibat kerusakan
saraf. Pemeriksaan lapang pandangan merupakan pemeriksaan yang perlu dilakukan pada
pasien dengan glaukoma (Ilyas, 2007). Tanda awal hilangnya lapang pandang bisaanya
terlihat berupa adanya area lengkungan yang tidak terlihat atau gelap (Blind Spot) sedikit
diatas atau dibawah penglihatan sentral. Daerah gelap ini akan meluas apabila tidak
diobati atau ditangani sehingga daerah yang sempit seperti kita melihat pada lubang kunci
(tunnel vision) (Ilyas, 2004).

13

Mata Normal
Mata dengan Glaukoma

Mata dengan Glaukoma


(Blind Spot)

Tingkat Lanjut
(Tunnel Vision)

Gambaran 2.1 Proses Hilangnya Penglihatan pada Penderita Glaukoma (Ilyas, 2004)

2.1.5

Prognosis Pada Glaukoma


Glaukoma adalah penyakit mata yang tidak dapat diobati, akan tetapi bila diketahui

sejak dini dan segera dilakukan tindakan medis maka glaukoma dapat dikontrol untuk
mencegah kerusakan yang lebih lanjut atau kebutaan pada mata (Ilyas, 2007).

2.1.6

Tingkat Keparahan Tekanan Intraokuler


Tekanan bola mata yang normal adalah sekitar 15-20 mmHg bila di ukur

menggunakan tonometer schiotz. Umumnya tekanan 24,4 mmHg masih di anggap sebagai
batas tertinggi. Tekanan 22mmHg dianggap high normal dan harus sudah mulai waspada.
2.1.7
Penatalaksanaan
2.1.7.1 Non Operasi
a. Tetes Mata
Penggunaan cairan tetes mata merupakan penatalaksanaan paling umum dan sering,
selain itu juga harus dilakukan secara teratur. Sebagian pasien memberi respon kesembuhan

14

yang bagus dari obat tetes mata dan sebagian lainnya tidak mendapatkan respon, namun
pemilihan pengobatan harus disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan tipe glaukomanya
sendiri.
b. Laser (Lacer Trabeculoplasty)
Laser ini menjadi pilihan jika obat tetes mata tidak dapat menghentikan kerusakan
penglihatan. namun, meski telah dilakukan tindakan laser ini obat tetes mata tetap harus
diberikan. Perlu diketahui bahwa tindakan laser ini tidak mengharuskan pasien penderita
glaukoma untuk dirawat di rumah sakit (Ilyas, 2000).
2.1.7.2 Operasi
Menurut Steven J. Gedde, et. al. (2009) dalam American Journal of Ophthalmology
(2012) pada masakini treatment yang dilakukan pada penyakit glaukoma adalah pembedahan
trabeculectomy yang bertujuan untuk menurunkan tekanan intraokuler (TIO) dan mencegah
atau memperlambat proses kerusakan saraf optik. Pelaksanaan Pembedahan pada penyakit
glaukoma dilakukan apabila terapi medis dan laser treatment sudah tidak mampu
menurunkan tekanan intraokuler (TIO). Di Dunia trabeculectomy merupakan tindakan
pembedahan yang sudah umum dan biasa dilakukan. tindakan pembedahan ini tidak untuk
mengembalikan penglihatan penderita seperti semula melainkan untuk mempertahankan sisa
penglihatan yang ada. Jika suskses operasi ini merupakan operasi paling efektif menurunkan
tekanan mata. Akan tetapi bila operasi ini gagal maka akan mengakibatkan kebutaan
permanen (Ilyas, 2004). Adapun persiapan operasi yang harus di lakukan pasien di antaranya
adalah puasa maksimal 12-18 jam sebelum operasi, pemberian obat mata pada malam hari
dan pagi hari sebelum operasi, pemeriksaan fisus dan keadaan fisik (Indriana dan Istikomah,
2005).

15

Anestesi atau biusan biasa di berikan pada pasien yang akan di operasi. Dengan
peningkatan teknik operasi dan anestesi, penggunaan anestesi umum lebih sering di
pergunakan untuk pasien yang menjalani operasi mata. Adapun efek dari anestesi yaitu
pening, terdengar bunyi berlebihan, pupil dilatasi akan tetapi tetap berkontraksi bila dipajan
cahaya, nadi cepat, dan nafas tidak teratur atau sesak (Smeltzer & Bare, 2002).

2.1.7.3 Persiapan Pre Operasi Pada Penderita Glaukoma


Perawatan preoperasi sangat penting dilakukan dan harus secara rutin. Adapun perawatan
preoperasi tersebut yaitu mencukur bulu mata, pemeriksaan dan medikasi TIO, mencuci
rambut (keramas). Medikasi untuk menurunkan TIO sesuai program meliputi :
a. Gliserin per oral, 1 ml/kg berat badan ditambah air mineral/ air jeruk nipis dengan
volume yang sama (untuk mengurangi bau)
b. Pemberian pilokarpin atau tetes mata
2.2 KONSEP KECEMASAN
2.2.1 Definisi Kecemasan
Ansietas atau kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang
berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya, tidak mengalami gangguan dalam
menilai realitas, perilaku dapat terganggu tetapi dalam batas-batas normal. Kecemasan
dialami secara subjektif dan dikomunikasikan secara interpersonal. (Stuart, 2006). Menurut
Hawari (2006) kecemasan adalah gangguan alam sadar (effective) yang ditandai dengan
perasaan ketakutan dan kehawatiran yang mendalam dan berkelanjutan.
2.2.2

Etiologi Kecemasan
Menurut Stuart (2006), kecemasan di dipengaruhi oleh faktor predisposisi (teori

prilaku, teori psikoanalitik, teori intrapersonal, teori keluarga,dan kajian biologis), faktor
eksternal (ancaman integritas diri dan ancaman sistem diri) dan internal (potensial stressor,
Maturitas, tingkat pendidikan dan status ekonomi, keadaan fisik tipe kepribadian, sosial

16

budaya, umur, lingkungan, dan jenis kelamin). Beliau mengemukakan bahwa berbagai teori
telah dikembangkan untuk menjelaskan asal kecemasan, diantaranya :
1. Faktor predisposisi
a. Dalam pandangan psikoanalitik, kecemasan adalah konflik emosional yang terjadi
antara dua elemen kepribadian dan superego yang mewakili dorongan insting dan
impuls primitif seseorang, sedangkan superego mencerminkan hati nurani seseorang
dan dikendalikan oleh norma budaya seseorang. Ego, berfungsi menengahi tuntutan
dari dua elemen yang bertentangan, dan fungsi kecemasan adalah mengingatkan ego
bahwa ada bahaya.
b. Menurut pandangan interpersonal, kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap
tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal. Kecemasan juga berhubungan
dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan
kelemahan spesifik. Orang dengan harga diri rendah sangat mudah mengalami
perkembangan kecemasan, dan biasanya keceasan dalam tingkatan yang berat.
c. Menurut pandangan perilaku kecemasan merupakan produk frustasi yaitu segala
sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Pakar perilaku lain menganggap kecemasan sebagai dorongan untuk
belajar yang berdasarkan keinginan dari dalam diri untuk menghindari kepedihan.
Pakar tentang pembelajaran meyakini bahwa individu yang terbiasa dalam kehidupan
dirinya dihadapkan pada ketakutan yang berlebihan lebih sering menunjukkan
kecemasan pada kehidupan selanjutnya.
d. Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan kecemasan merupakan hal yang biasa
ditemui dalam suatu keluarga. Ada tumpang tindih dalam gangguan kecemasan dan
antara gangguan kecemasan dengan depresi.
e. Kajian biologis menunjukkan bahwa otak

mengandung

reseptor

khusus

untuk benzodiazepines. Reseptor ini mungkin membantu mengatur kecemasan.


Penghambat asam aminobutirik-gamma neuroregulator

(GABA) juga mungkin

17

memainkan peran utama dalam mekanisme biologis berhubungan dengan kecemasan,


sebagaimana halnya dengan endorphin. Selain itu, telah dibuktikan bahwa kesehatan
umum seseorang mempunyai akibat nyata sebagai predisposisi terhadap kecemasan.
Kecemasan mungkin disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan
kapasitas seseorang untuk mengatasi stressor.
2. Stresor pencetus
Stresor pencetus mungkin berasal dari sumber internal atau eksternal. Stresor pencetus
dapat dikelompokkan dalam dua kategori :
a. Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidakmampuan fisiologis yaitu
menurunnya kapasitas untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari.
b. Ancaman terhadap sistem diri
Seseorang yang dapat membahayakan identitas, harga diri, dan fungsi sosial yang
c.

terintegrasi seseorang.
Sumber koping
Individu dapat mengatasi stress dan kecemasan dengan menggerakkan sumber
koping di lingkungan. Sumber koping tersebut sebagai modal ekonomik, kemampuan
penyelesaian masalah, dukungan sosial, dan keyakinan budaya dapat membantu
seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi
strategi koping yang berhasil.

d.

Mekanisme koping
Ketika mengalami kecemasan, individu menggunakan berbagai mekanisme koping
untuk mencoba mengatasinya, dan ketidakmampuan mengatasi kecemasan secara
konstruktif merupakan penyebab utama terjadinya perilaku patologis. Pola yang
cenderung digunakan seseorang untuk mengatasi kecemasan ringan cenderung tetap
dominan

ketika

kecemasan

menghebat.

Kecemasan

tingkat

ringan

sering

ditanggulangi tanpa pemikiran yang serius. Tingkat kecemasan sedang dan berat
menimbulkan dua jenis mekanisme koping :

18

a. Reaksi yang berorientasi pada tugas yaitu upaya yang disadari, dan berorientasi
pada tindakan untuk memenuhi secara realistik tuntutan situasi stress.
1) Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau mengatasi hambatan
pemenuhan kebutuhan.
2) Perilaku menarik diri digunakan baik secara fisik maupun psikolgik untuk
memindahkan seseorang dari sumber stress.
3) Perilaku kompromi digunakan untuk

mengubah

cara

seseorang

mengoperasikan, mengganti tujuan, atau mengorbankan aspek kebutuhan


personal seseorang.
b. Mekanisme pertahanan ego membantu mengatasi kecemasan ringan dan sedang,
tetapi jika berlangsung pada tingkat tidak sadar akan melibatkan penipuan diri dan
distorsi realitas, maka mekanisme ini dapat merupkan respon maladaptif terhadap
stress.
2.2.3

Tingkat Kecemasan
Menurut Stuart (2006), kecemasan berdasarkan tingkatannya di bagi menjadi enam
yaitu :
Kecemasan ringan
Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari,

a.

kecemasan ini menyebabkan individu menjadi waspada dan meningkatkan lapang


persepsinya. Kecemaan ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta
kreativitas.
b. Kecemasan Sedang
Kecemasan sedang memungkinkan individu untuk berfokus pada hal yang penting dan
mengesampingkan yang lain. Kecemasan ini mempersempit lapang persepsi individu.
Dengan demikian, individu mengalami tidak perhatian yang selektif namun dapat berfokus
pada lebih banyak area jika diarahkan untuk melakukannya.
c.

Kecemasan berat
Kecemasan berat sangat mengurangi lapang persepsi individu. Individu cenderung
berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak berpikir tentang hal lain. Semua

19

perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Individu tersebut memerlukan banyak


arahan untuk berfokus pada area lain.
d. Tingkat Keceasan Panik
Tingkat panik dari kecemasaan berhubungan dengan terperangah, ketakutan, dan teror. Hal
yang rinci terpecah dari proporsinya. Karena mengalami kehilangan kendali, individu yang
mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan arahan. Panik mencakup
disorganisasi kepribadian dan menimbulkan peningkatan aktivitas motorik, menurunnya
kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain. Persepsi yang menyimpang, dan
kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat kecemasan ini tidak sejalan dengan kehidupan,
jika berlangsung terus dalam waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan dan kematian.
2.2.4

Faktor Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kecemasan


Menurut Stuart (2006), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat
kecemasan antara lain :
Potensial stresor
Stresor psikososial merupakan setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan

1.

2.

perubahan dalam kehidupan seseorang sehingga orang itu terpaksa mengadakan adaptasi.
Maturitas
Individu yang memiliki kematangan kepribadian lebih sukar mengalami gangguan akibat
stres karena individu yang majur mempunyai daya adaptasi yang lebih besar terhadap

stres.
3. Tingkat pendidikan dan status ekonomi
Tingkat pendidikan dan status ekonomi yang rendah pada seseorang akan mengakibatkan
orang itu mudah mengalami stres.

4.

Keadaan fisik
Seseorang yang mengalami gangguan fisik seperti cedera, operasi akan mudah mengalami

kelelahan fisik sehingga lebih mudah mengalami stres.


5. Tipe kepribadian

20

Orang yang berkepribadian A lebih mudah mengalami gangguan akibat stres daripada
orang yang berkepribadian B.
6. Sosial budaya
Seseorang yang mempunyai falsafah hidup yang jelas dan keyakinan agama yang kuat
umumnya lebih sukar mengalami stres.
7.

Umur
Seseorang yang berumur lebih muda ternyata lebih mudah mengalami gangguan akibat

stres daripada seseorang yang lebih tua.


Lingkungan
Seseorang yang berada di lingkungan asing ternyata lebih mudah mengalami stres.
9. Jenis kelamin
Stres sering dialami pada wanita daripada pria dikarenakan wanita mempunyai
8.

kepribadian yang labil dan immature, juga adanya peran hormon yang mempengaruhi
kondisi emosi sehingga mudah meledak, mudah cemas, dan curiga.

2.2 Kecemasan Pre Operasi


Preoperasi yaitu dimulai ketika keputusan untuk tindakan bedah dibuat dan berakhir
ketika pasien dikirim ke meja operasi. Segala bentuk prosedur pembedahan selalu diawali
dengan reaksi emosional tertentu oleh pasien, reaksi tersebut bisa berupa kecemasan.
Kecemasan pre operasi adalah suatu respon antisipasi terhadap suatu pengalaman yang dapat
dianggap pasien sebagai ancaman terhadap perannya dalam kehidupannya itu sendiri. Telah
diketahui bahwa pikiran yang bermasalah secara langsung akan mempengaruhi fungsi tubuh
(Brunner, 1996).
2.3.1 Faktor Faktor yang Menyebabkan Kecemasan Pre Operasi
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sawitri dan Sudaryanto (2008), faktorfaktor yang menjadi penyebab kecemasan pada pasien pre operasi beracam - macam seperti
cemas menghadapi ruangan operasi dan peralatan operasi (lingkungan), cemas menghadapi

21

body image yang berupa cacat anggota tubuh(pengetahuan), cemas dan takut mati saat di bius
(prosedur pembedahan), cemas bila operasi gagal(pengetahuan), cemas masalah biaya yang
membengkak(ekonomi). Beberapa pasien yang mengalami kecemasan berat terpaksa
menunda jadwal operasi karena pasien merasa belum siap mental menghadapi operasi.
2.3.2

Persiapan Mental Pre Operasi


Pasien yang akan dioperasi bisanya mengalami gelisah dan takut. Perasaan gelisah

dan takut kadang-kadang tidak tampak jelas. Biasanya pasien yang gelisah dan takut sering
bertanya secara terus menerus dan berulang-ulang tentang penyakit atau proses pembedahan
yang akan di jalaninya, walaupun pertanyaannya tersebut telah dijawab. Pasien yang
mengalami cemas pre operasi biasanya tidak mau berbicara dan memperhatikan keadaan
sekitarnya, tetapi berusaha mengalihkan perhatiannya. Atau sebaliknya, ia bergerak terusmenerus dan tidak bisa tidur.
Dalam hal ini perawat mempunyai tugas penting untuk menjelaskan tentang apa yang
akan dihadapi pasien jika ia akan dioperasi. Pasien seharusnya diberi tahu bahwa selama
dioperasi ia tidak akan merasa sakit karena ahli anestesi (ahli bius) akan selalu menemaninya
dan berusha agar penderita tidak akan merasa apa-apa selama operasi berlangsung. Perawat
harus mau mendengarkan semua keluhan sekaligus memperhatikan segala keperluan pribadi
pasien. Perlu dijelaskan kepada pasien bahwa semua operasi besar memerlukan transfusi
darah untuk mengganti darah yang hilang selama operasi dan transfusi darah bukanlah
berarti keadaan pasien sangat gawat. Perlu pula dijelaskan bahwa besok pagi pasien akan
dibawa ke meja operasi, dan berada tepat dibawah lampu yang sangat terang, agar dokter
bedah dapat melihat segala sesuatu dengan jelas. Beri tahu pula bahwa sebelum operasi
dimulai, pasien akan dianastesi umum, lumbal,atau lokal (Oswari, 2000).
2.3.2 Dampak Kecemasan Pre Operasi

22

Menurut Barbara (2005) dampak yang mungkin muncul bila kecemasan pasien pre
operasi tidak segera ditangani adalah :
1. Pasien dengan tingkat kecemasan tinggi tidak akan mampu berkonsentrasi dan memahami
kejadian selama perawatan.
2. Harapan pasien terhadap hasil, kemungkin sudah memiliki gambaran tersendiri mengenai
pemulihan setelah pembedahan.
3. Pasien akan merasa lebih nyaman dengan pembedahan jika pasien mengetahui kondisi dan
situasi yang dihadapi pada saat hari pembedahan tiba.
4. Pasien memerlukan penjelasan mengenai nyeri yang akan dirasakan setelah operasi. Nyeri
adalah suatu fenomena pasca operatif yang memperlambat pemulihan. Apabila pasien
mencapai harapan yang realistik terhadap nyeri dan mengetahui cara mengatasinya, rasa
cemas akan jauh berkurang.
2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Preoperasi
Berdasarkan penelitian Boker (2010) faktor faktor yang mempengaruhi tingkat
kecemasan pada pasien pre operasi adalah faktor usia, jenis kelamin, pengalaman operasi,
prosedur pembedahan, dan lingkungan operasi.
a. Usia
Usia merupakan satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu benda
atau makhluk, baik yang hidup maupun mati. Misal, usia manusia dikatakan sepuluh
tahun dihitung sejak dilahirkan hingga waktu usia tersebut dihitung. (Depkes RI,
2009).
b. Jenis Kelamin,
Menurut Hungu (2007) jenis kelamin (seks) adalah perbedaan antara
perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir. Seks berkaitan
dengan tubuh laki-laki dan perempuan, dimana laki-laki memproduksikan sperma,
sementara perempuan menghasilkan sel telur dan secara biologis mampu untuk
menstruasi, hamil dan menyusui. Perbedaan biologis dan fungsi biologis laki-laki dan

23

perempuan tidak dapat dipertukarkan diantara keduanya, dan fungsinya tetap dengan
laki-laki dan perempuan pada segala ras yang ada dimuka bumi.
c. Prosedur Pembedahan / operasi
Prosedur pembedahan adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan
cara invasif yang dimulai ketika keputusan untuk intervensi bedah dibuat dan
berakhir ketika pasien dikirim ke meja operasi (Oswari, 2000). Adapun tahapan
operasi menurut Sjamsuhidajat & Jong, ( 2005) sebagai berikut :
1) Tahapan pra bedah (preoperatif)
2) Tahapan pembedahan (intra operatif)
3) Tahapan pasca bedah (post operatif)
d. Pengalaman Operasi
Pengalaman masalalu terhadap operasi baik yang positif maupun negatif yang
dapat mempengaruhi perkembangan keterapilan menggunakan koping. Keberhasialan
seseorang dapat membantu individu untuk mengembangkan koping, sebaliknya
kegagalan atau reaksi emosional dapat menyebabkan seseorang menggunakan koping
yang maladaptif terhadap stresor tertentu (Robby, 2009).
e. Lingkungan operasi

Anda mungkin juga menyukai