Anda di halaman 1dari 15

SITI ANISAH (02140200066)

ROHDIANA (02140200049)

SRI YUNIASIH (02140200067)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU


PROGRAM STUDI S-1 KESEHATAN MASYARAKAT
TAHUN 2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah tentang Leptospirosis ini dengan baik meskipun banyak kekurangan
didalamnya.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai dampak yang
ditimbulkan dari kualitas udara dalam ruangan kerja. Kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat
tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf
apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon
kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Jakarta , April 2015

Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................................
DAFTAR ISI.......................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................
A. Latar Belakang Masalah............................................................................................
B. Rumusan Masalah.....................................................................................................
C. Tujuan Penulisan.......................................................................................................
BAB II TINJAUAN TEORI.................................................................................................
A. Sejarah Leptospirosis...............................................................................................
B. Definisi Leptospirosis.................................................................................................
C. Etiologi Leptospirosis.................................................................................................
D. Patofisiologis Leptospirosis.......................................................................................
E. Cara Penularan Leptospirosis...................................................................................
F. Manifestasi Klinik Leptospirosis.................................................................................
G. Masa Inkubasi............................................................................................................
H. Komplikasi leptospirosis............................................................................................
I. Pencegahan Leptospirosis..........................................................................................
J. Pengobatan Leptospirosis..........................................................................................
BAB III PENUTUP...........................................................................................................
A. Simpulan..................................................................................................................
B. Saran........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

ii

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang Masalah

Leptospirosis adalah penyakit infeksi akut yang dapat menyerang manusia


maupun hewan yang disebabkan kuman leptospira pathogen dan digolongkan
sebagai zoonosis yaitu penyakit hewan yang bisa menjangkiti manusia.
Gejala klinis leptospirosis mirip dengan penyakit infeksi lainnya seperti
influenza, meningitis, hepatitis, demam dengue demam berdarah dan demam
virus lainnya. Sehingga seringkali tidak terdiagnosis.
Leptospira berbentuk spiral yang menyerang hewan dan manusia dan
dapat hidup di air tawar selama lebih kurang 1 bulan. Tetapi dalam air laut,
selokan dan air kemih yang tidak diencerkan akan cepat mati. Leptospira bisa
terdapat pada hewan peliharaan maupun hewan liar. Leptospirosis dapat
berjangkit pada laki-laki maupun wanita semua umur tetapi kebanyakan
mengenai laki-laki dewasa muda (50% kasus umumnya berusia antara 10-39
tahun diantaranya 80% laki-laki).
Angka kematian akibat penyakit yang disebabkan bakteri lepstopira
tergolong cukup tinggi bahkan untuk penderita yang berusia lebih dari 50 tahun
malah kematiannya bisa mencapai 56% (Masniari poengan, peneliti dari Balai
Besar Penelitian Veteriner, Bogor 2007)
Di Amerika Serikat tercatat sebanyak 50-150 kasus leptospirosis setiap
tahun sebagian besar atau sekitar 50% terjadi di Hawai.
Salah satu daerah di Indonesia merupakan daerah endemik Leptospirosis
yaitu di Guilan Provinsi di utara di Iran. Karena diagnosa Leptospirosis
berdasarkan gejala klinis sangat sulit karena kurangnya karakteristik
pathogonomic, dukungan laboratorium diperlukan. Angka kejadian penyakit
leptospirosis di Provinsi Guilan Iran Utara cukup tinggi terutama pada daerah
Rasht. Pada daerah tersebut terdapat 233 kasus Leptospirosis dari keseluruhan
kasus yang berjumlah 769.
Kami sebagai calon tenaga kesehatan yang nantinya akan bekerja di
Rumah Sakit dan di Balai Kesehatan lain harus tahu bagaimana cara mengatasi
dan mengobati macam-macam penyakit khususnya penyakit leptospirosis, oleh
karena itu Kami membahas penyakit ini agar Kami mengetahui secara lebih
lanjut dan memperoleh informasi yang juga bermanfaat bagi orang lain yang
membaca makalah ini.
1

B.

Rumusan Masalah

Beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan dalam pembahasan


makalah ini adalah:
1. Bagaimana Sejarah Leptopirosis itu?
2. Apa Definisi leptospirosis?
3. Bagaimana Etiologi leptospirosis?
4. Bagaimana Cara penularan leptospirosis?
5. Bagaimana Manisfestasi klinik leptospirosis?
6. Bagaimana Masa Inkubasi leptospirosis?
7. Apa Komplikasi lepthospirosis?
8. Bagaimana Pencegahan leptospirosis?
9. Bagaimana Pengobatan leptospirosis?

C.

Tujuan Penulisan

Sesuai dengan masalah yang dirumuskan diatas maksud dan tujuan inipun
dirumuskan guna memperoleh suatu deskripsi tentang:
1. Apa itu penyakit leptospirosis dan bagaimana cara mengatasi, mengobati dan
mencegah tertularnya penyakit leptospirosis
2. Berfungsi sebagai literatur-literatur bagi pelajar yang ingin memperdalam
wawasan tentang masalah kesehatan Khususnya tentang penyakit
leptospirosis
3. Para pembaca dapat mengetahui lebih dalam tentang penyakit leptospirosis

BAB II
TINJAUAN TEORI
A.

Sejarah Leptospirosis

Dikenal pertama kali sebagai penyakit occupational (penyakit yang


diperoleh akibat pekerjaan) pada beberapa pekerja pada tahun 1883. Pada
tahun 1886 Weil mengungkapkan manifestasi klinis yang terjadi pada 4 penderita
yang mengalami penyakit kuning yang berat, disertai demam, perdarahan dan
gangguan ginjal. Sedangkan Inada mengidentifikasikan penyakit ini di jepang
pada tahun 1916. (Inada R, Ido Y, et al: Etiology, mode of infection and specific
therapy of Weil's disease. J Exp Med 1916; 23: 377-402.).
Penyakit ini dapat menyerang semua usia, tetapi sebagian besar berusia
antara 10-39 tahun. Sebagian besar kasus terjadi pada laki-laki usia
pertengahan, mungkin usia ini adalah faktor resiko tinggi tertular penyakit
occupational ini.
Angka kejadian penyakit tergantung musim. Di negara tropis sebagian
besar kasus terjadi saat musim hujan, di negara barat terjadi saat akhir musim
panas atau awal gugur karena tanah lembab dan bersifat alkalis.
Angka kejadian penyakit Leptospira sebenarnya sulit diketahui. Penemuan
kasus leptospirosis pada umumnya adalah underdiagnosed, unrreported dan
underreported sejak beberapa laporan menunjukkan gejala asimtomatis dan
gejala ringan, self limited, salah diagnosis dan nonfatal.
Di Amerika Serikat (AS) sendiri tercatat sebanyak 50 sampai 150 kasus
leptospirosis setiap tahun. Sebagian besar atau sekitar 50% terjadi di Hawai. Di
Indonesia penyakit demam banjir sudah sering dilaporkan di daerah Jawa
Tengah seperti Klaten, Demak atau Boyolali.
Beberapa tahun terakhir di daerah banjir seperti Jakarta dan Tangerang
juga dilaporkan terjadinya penyakit ini. Bakteri leptospira juga banyak
berkembangbiak di daerah pesisir pasang surut seperti Riau, Jambi dan
Kalimantan.
Angka kematian akibat leptospirosis tergolong tinggi, mencapai 5-40%.
Infeksi ringan jarang terjadi fatal dan diperkirakan 90% termasuk dalam kategori
ini. Anak balita, orang lanjut usia dan penderita immunocompromised
mempunyai resiko tinggi terjadinya kematian.

Penderita berusia di atas 50 tahun, risiko kematian lebih besar, bisa


mencapai 56 %. Pada penderita yang sudah mengalami kerusakan hati yang
ditandai selaput mata berwarna kuning, risiko kematiannya lebih tinggi lagi.
Paparan terhadap pekerja diperkirakan terjadi pada 30-50% kasus.
Kelompok yang berisiko utama adalah para pekerja pertanian, peternakan,
penjual hewan, bidang agrikultur, rumah jagal, tukang ledeng, buruh tambang
batubara, militer, tukang susu, dan tukang jahit. Risiko ini berlaku juga bagi yang
mempunyai hobi melakukan aktivitas di danau atau sungai, seperti berenang
atau rafting.
Penelitian menunjukkan pada penjahit prevalensi antibodi leptospira lebih
tinggi dibandingkan kontrol. Diduga kelompok ini terkontaminasi terhadap hewan
tikus. Tukang susu dapat terkena karena terkena pada wajah saat memerah
susu. Penelitian seroprevalensi pada pekerja menunjukan antibodi positif pada
rentang 8-29%.

B.

Definisi Leptospirosis

Leptospirosis adalah
suatu
zoonosis
yang
disebabkan
suatu
mikroorganisme yaitu leptospira tanpa memandang bentuk serotipenya. Penyakit
ini juga dikenal dengan nama seperti mud fever, slim fever, swamp fever,
autumnal fever, infectoius jaundice, field fever, cane cutler fever.
Leptospirosis merupakan penyakit hewan yang disebabkan oleh beberapa
bakteri dari golongan leptospira yang berbentuk spiral kecil disebut spirochaeta.
Bakteri ini dengan flagellanya dapat menembus kulit atau mukosa manusia
normal. Leptospira ini dapat hidup di air tawar selama lebih kurang 1 bulan.
Sistem klasifikasi tradisional didasarkan atas patogenitas yang membedakan
antara spesies patogen yaitu Leptospira interrogans dan spesies nonpatogen
yang hidup bebas, yaitu Leptospira biflexa. Leptospira berbentuk ulir yang rapat,
tipis dengan panjang 5-15 mm. Leptospira dapat hidup berminggu-minggu di
dalam air, khususnya pada pH basa. (Brooks, 2005)

C.

Etiologi Leptospirosis

Leptospirosis disebabkan bakteri pathogen (dapat menyebabkan penyakit)


berbentuk spiral termasuk genus Leptospira, famili leptospiraceae dan ordo
spirochaetales. Spiroseta berbentuk bergulung-gulung tipis, motil, obligat, dan
berkembang pelan secara anaerob. Genus Leptospira terdiri dari 2 spesies yaitu
L interrogans yang merupakan bakteri patogen dan L biflexa adalah saprofitik.
4

Berdasarkan temuan DNA pada beberapa penelitian terakhir, 7 spesies


patogen yang tampak pada lebih 250 varian serologi (serovars) telah berhasil
diidentifikasi. Leptospira dapat menginfeksi sekurangnya 160 spesies mamalia
diantaranya adalah tikus, babi, anjing, kucing, rakun, lembu, dan mamalia
lainnya. Hewan peliharaan yang paling berisiko mengidap bakteri ini adalah
kambing dan sapi.
Setiap hewan berisiko terjangkit bakteri leptospira yang berbeda-beda.
Hewan yang paling banyak mengandung bakteri ini (resevoir) adalah hewan
pengerat dan tikus. Hewan tersebut paling sering ditemukan di seluruh belahan
dunia.
Di Amerika yang paling utama adalah anjing, ternak, tikus, hewan buas dan
kucing. Beberapa serovar dikaitkan dengan beberapa hewan, misalnya pomona
dan interrogans terdapat pada lembu dan babi, grippotyphosa pada lembu,
domba, kambing, dan tikus, ballum dan icterohaemorrhagiae sering dikaitkan
dengan tikus dan canicola dikaitkan dengan anjing. Beberapa serotipe yang
penting lainnya adalah autumnalis, hebdomidis, dan australis.

D.

Patofisiologis Leptospirosis

Manusia bisa terinfeksi jika terjadi kontak pada kulit atau selaput lendir yang
luka/erosi dengan air, lumpur dan sebagainya yang telah tercemar oleh air kemih
binatang yang terinfeksi leptospira. Leptospira yang masuk melalui kulit maupun
selaput lendir yang luka/erosi akan menyebar ke organ-organ dan jaringan tubuh
melalui darah. Sistem imun tubuh akan merespon sehingga jumlah laptospira
akan berkurang, kecuali pada ginjal yaitu tubulus, dimanaakan terbentuk kolonikoloni pada dinding lumen yang mengeluarkan endotoksin dan kemudian dapat
masuk ke dalam kemih.

E.

Cara Penularan Leptospirosis

Leptospira bisa keluar lewat urine/air seni hewan yang jatuh ke tanah. Ini
bisa berpotensi menginfeksi selama 6 48 jam. Pada urine yang mempunyai pH
netral atau basa, tidak terkontaminasi dengan deterjen dan suhu di atas 22
derajat C, leptospira dapat hidup sampai berminggu-minggu. Kita dapat
terinfeksi bila terjadi kontak dengan air, tanah dan lumpur yang terkena urine
binatang tersebut.
Leptospira akan masuk ke kulit atau selaput lendir lewat luka atau lecet
pada kulit. Bakteri masuk kedalam tubuh manusia melalui selaput lendir
5

(mukosa) mata, hidung, kulit yang lecet atau makanan yang terkontaminasi
olehurin hewan terinfeksi leptospirosa. Masa inkubasi dari bakteri ini adalah
selama 4 19 hari. Air yang menggenang atau mengalir lambat akan
memudahkan infeksi.

F.

Manifestasi Klinik Leptospirosis

Infeksi leptospirosis mempunyai manifestasi yang sangat bervariasi dan


kadang asimtomatis (tanpa gejala), sehingga sering terjadi misdiagnosis. Hampir
15-40% penderita yang terpapar infeksi tidak mengalami gejala tetapi
menunjukkan serologi positif.
Masa inkubasi biasanya terjadi sekitar 7-12 hari dengan rentang 2-20
hari.Sekitar 90% penderita dengan manifestasi ikterus (penyakit kuning) ringan
sekitar 5-10% dengan ikterus berat yang sering dikenal dengan penyakit Weil.
Perjalanan penyakit leptospira terdiri dari 2 fase yang berbeda, yaitu fase
septisemia dan fase imun. Dalam periode peralihan dari 2 fase tersebut selama
1-3 hari kondisi penderita menunjukkan beberapa perbaikkan.
Manifestasi klinis terdiri dari 2 fase yaitu fase awal dan fase ke-2. Fase awal
tahap ini dikenal sebagai fase septicemic atau fase leptospiremic karena
organisme bakteri dapat diisolasi dari kultur darah, cairan serebrospinal dan
sebagian besar jaringan tubuh. Selama fase awal yang terjadi sekitar 4-7 hari,
penderita mengalami gejala nonspesifik seperti flu dengan beberapa variasinya.
Karakteristik manifestasi klinis yang terjadi adalah demam, menggigil
kedinginan, lemah dan nyeri terutama tulang rusuk, punggung dan perut. Gejala
lain adalah sakit tenggorokan, batuk, nyeri dada, muntah darah, ruam, sakit
kepala regio frontal, fotofobia, gangguan mental, dan gejala lain dari meningitis.
Fase ke-2 sering disebut fase imun atau leptospirurik karena sirkulasi
antibodi dapat di deteksi dengan isolasi kuman dari urin dan mungkin tidak dapat
didapatkan lagi pada darah atau cairan serebrospinalis.
Fase ini terjadi karena akibat respon pertahanan tubuh terhadap infeksi dan
terjadi pada 0-30 hari atau lebih. Gangguan dapat timbul tergantung manifestasi
pada organ tubuh yang timbul seperti gangguan pada selaput otak, hati, mata
atau ginjal.
Gejala non spesifik seperti demam dan nyeri otot mungkin sedikit lebih
ringan dibandingkan fase awal dan 3 hari sampai beberapa minggu
terakhir.Beberapa penderita sekitar 77% mengalami nyeri kepala terus menerus
yang tidak respon dengan pemberian analgesik.

Gejala ini sering dikaitkan dengan gejala awal meningitis. Delirium (tidak
waras, kegilaan) juga didapatkan pada tanda awal meningitis, Pada fase yang
lebih berat didapatkan gangguan mental berkepanjangan termasuk depresi,
kecemasan, psikosis dan dementia.
Gangguan anikterik dapat dijumpai meningitis aseptik adalah sindrom
manifestasi klinis yang paling penting didapatkan pada fase anikterik imun.
Gejala meningeal terjadi pada 50% penderita. Palsi saraf kranial, ensefalitis, dan
perubahan kesadaran jarang didapatkan.
Meningitis bisa terjadi apada beberapa hari awal, tapi biasanya terjadi pada
minggu pertama dan kedua. Kematian jarang terjadi pada kasus anikterik.
Gangguan ikterik : leptospirosis dapat diisolasi dari darah selama 24-48 jam
setelah timbul ikterik. Nyeri perut dengan diare dan konstipasi terjadi sekitar
30%, hepatosplenomegali, mual, muntah dan anoreksia.
Uveitis terjadi pada 2-10% kasus dapat terjadi pada awal atau akhir
penyakit, bahkan dilaporkan dapat terjadi sangat lambat sekitar 1 tahun setelah
gejala awal penyakit timbul. Iridosiklitis and korioretinitis adalah komplikasi
lambat yang akanan menetap selama setahun. Gejala pertama akan timbul saat
3 minggu hingga 1 bulan setelah paparan.
Perdarahan subkonjuntiva adalah komplikasi pada mata yang sering terjadi
pada 92% penderita leptospirosis. Gejala renal seperti azotemia, pyuria,
hematuria, proteinuria dan oliguria sering tampak pada 50% penderita. Kuman
leptospira juga dapat timbul di ginjal. Manifestasi paru terjadi pada 20-70%
penderita. Adenopati, rash, and nyeri otot juga dapat timbul.
Sindroma klinis tidak khas pada berbagai serotipe, tetapi beberapa
manifestasi sering tampak pada serotipe tertentu. Misalnya ikterus didapatkan
pada 83% penderita dengan infeksi L icterohaemorrhagiae and 30% pada L
pomona. Rash eritematous pretibial sering didaptkan pada infeksi L autumnalis.
Gangguan gastrointestinal pada infeksi dengan L grippotyphosa. Aseptic
meningitis seringkali terjadi pada infeksi L pomona atau L canicola.
Sindrom Weil adalah bentuk leptospirosis berat dengan ditandai ikterus,
disfungsi ginjal, nekrosis hati, disfungsi paru, dan diatesis perdarahan. Kondisi ini
terjadi pada akhir fase awal dan meningkat pada fase ke dua, tetapi keadaan
bisa memburuk setiap waktu. Kriteria keadaan masuk dalam penyakit Weil tidak
dapat didefinisikan dengan baik.
Manifestasi paru meliputi batuk, dispnu, nyeri dada, sputum darah, batuk
darah, dan gagal napas. Vaskular dan disfungsi ginjal dikaitkan dengan
timbulnya ikterus setelah 4-9 hari setelah gejala awal penyakit. Penderita dengan

ikterus berat lebih mudah terjadi gagal ginjal, perdarahan dan kolap
kardiovaskular.
Hepatomegali didapatkan pada kuadran kanan atas. Oliguri atau anuri pada
nekrosis tubular akut sering terjadi pada minggu ke dua sehingga terjadi
hipovolemi dan menurunya perfusi ginjal.
Sering juga didapatkan gagal multi-organ, rhabdomyolysis, sindrom gagal
napas, hemolisis, splenomegali, gagal jantung kongestif, miocarditis, dan
pericarditis. Sindrom Weil mengakibatkan 5-10%. Sebagian besar kasus berat
sindrom dengan gangguan hepatorenal dan ikterus mengakibatkan mortalitas
20-40%. Angka mortalitas juga akan meningkat pada usia lanjut usia.
Leptospirosis dapat terjadi makular atau rash makulopapular, nyeri perut
mirip apendisitis akut, pembesaran kelenjar limfoid mirip infeksi mononucleosis.
Juga dapat menimbulkan manifestasi aseptic meningitis, encephalitis, atau fever
of unknown origin. Leptospirosis dapat dicurigai bila didapatkan penderita
dengan flulike disease dengan aseptic meningitis atau disproporsi mialgia berat.
Pemeriksaan fisik yang didapatkan pada penderita berbeda tergantung
berat ringannya penyakit dan waktu dari onset timbulnya gejala. Tampilan klinis
secara umum dengan gejala pada beberapa spektrum mulai dari yang ringan
hingga pada keadaan toksis.
Pada fase awal pemeriksaan fisik yang sering didapatkan adalah demam
seringkali tinggi sekitar 40o C disertai takikardi. Subkonjuntival suffusion, injeksi
faring, splenomegali, hepatomegali, ikterus ringan, mild jaundice, kelemahan
otot, limfadenopati dan manifestasi kulit berbentuk makular, makulopapular,
eritematus, urticari, atau rash perdarahan juga didapatkan pada fase awal
penyakit.
Pada fase kedua manifestasi klinis yang ditemukan sesuai organ yang
terganggu. Gejala umum yang didaptkan adalah adenopathy, rash, demam,
perdarahan, tanda hipovolemia atau syok kardiogenik. Pada pemeriksaan fungsi
hati didapatkan ikterus, hepatomegali, tanda koagulopati. Gangguan paru
didapatkan batuk, batuk darah, dispneu, dan distres pernapasan.
Manifestasi neurologi didapatkan palsi saraf kranial, penurunan kesadaran,
delirium atau gangguan mental berkepanjangan seperti depresi, kecemasan,
iritabel, psikosis, dan demensia.
Pemeriksaan mata terdapat perdarahan subconjuntiva, uveitis, tanda
iridosiklitis atau korioretinitis. Gangguan hematologi yang ditemukan adalah
perdarahan, petekie, purpura, ekimosis dan splenomegali. Kelainan jantung
dijumpai tanda dari kongestif gagal jantung atau perikarditis.

G.

Masa Inkubasi

Masa inkubasi (dari terinfeksi sampai munculnya penyakit) leptospirosis


biasanya berlangsung antara 2 hari sampai sekitar 4 minggu. Namun, rata-rata
masa inkubasi adalah 10 hari setelah terinfeksi. Penyakit ini bisa berlangsung
selama 3 hari sampai 3 minggu, atau bahkan lebih lama lagi. Jika tidak diobati,
maka penyembuhan penyakit ini akan memakan waktu berbulan-bulan, bahkan
bisa saja berakibat fatal (kematian pada yang mengalami kerusakan ginjal).

H.

Komplikasi leptospirosis
Pada hati : kekuningan yang terjadi pada hari ke 4 dan ke 6
Pada Ginjal : Gagal ginjal yang dapat menyebabkan kematian.
Pada Jantung : Berdebar tidak teratur, jantung membengkak dan gagal
jantung yang dapat menyebabkan kematian mendadak
Pada paru paru : Batuk darah, nyeri dada, sesak napas. Perdarahan
karena adanya kerusakan pembuluh darah dari saluran pernapasan,
saluran pencernaan, ginjal, saluran genitalia, dan mata ( konjungtiva )
Pada kehamilan : Keguguran, prematur, bayi lahir cacat dan lahir mati

I.

Pencegahan Leptospirosis
-

Membiasakan diri dengan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)


Menyimpan makanan dan minuman dengan baik agar terhindar dari tikus
Mencuci tangan, dengan sabun sebelum makan
Mencuci tangan, kaki serta bagian tubuh lainnya dengan sabun setelah
bekerja di sawah/ kebun/ sampah/ tanah/ selokan dan tempat-tempat
yang tercemar lainnya
Melindungi pekerja yang beresiko tinggi terhadap Leptospirosis ( petugas
kebersihan, petani, petugas pemotong hewan dan lain lain ) dengan
menggunakan sepatu bot dan sarung tangan.
Menjaga kebersihan lingkungan
Menyediakan dan menutup rapat tempat sampah
Membersihkan tempat tempat air dan kolam kolam renang.
Menghindari adanya tikus didalam rumah atau gedung.
Menghindari pencemaran oleh tikus.
Melakukan desinfeksi terhadap tempat tempat tertentu yang tercemar oleh
tikus.
Meningkatkan penangkapan tikus.
9

J.

Pengobatan Leptospirosis

Pengobatan kasus leptospirosis masih diperdebatkan. Sebagian ahli


mengatakan bahwa pengobatan leptospirosis hanya berguna pada kasus kasus
dini (early stage) atau fase awal sedangkan pada fase ke dua atau fase imunitas
(late phase) yang paling penting adalah perawatan.
Tujuan pengobatan dengan antibiotik adalah:
1. Mempercepat pulih ke keadaan normal
2. Mempersingkat lamanya demam
3. Mempersingkat lamanya perawatan
4. Mencegah komplikasi seperti gagal ginjal (leptospiruria)
5. Menurunkan angka kematian
Obat pilihan adalah Benzyl Penicillin.Selain itu dapat digunakan
Tetracycline, Streptomicyn,Erythromycin, Doxycycline, Ampicillin atau amoxicillin.
Pengobatan dengan Benzyl Penicillin 6-8 MU iv dosis terbagi selama 5-7
hari. Atau Procain Penicillin 4-5 MU/hari kemudian dosis diturunkan menjadi
setengahnya setelah demam hilang, biasanya lama pengobatan 5-6 hari.
Jika pasien alergi penicillin digunakan Tetracycline dengan dosis awal 500
mg, kemudian 250 mg IV/IM perjam selama 24 jam, kemudian 250-500mg /6jam
peroral selama 6 hari. Atau Erythromicyn dengan dosis 250 mg/ 6jam selama 5
hari.
Tetracycline dan Erythromycin kurang efektif dibandingkan dengan
Penicillin. Ceftriaxone dosis1g.iv.selama7hari hasilnya tidak jauh berbeda
dengan pengobatan menggunakan penicillin. Oxytetracycline digunakan dengan
dosis 1.5 g. peroral, dilanjutkan dengan 0.6 g. tiap 6 jam selama 5 hari; tetapi
cara ini menurut beberapa penelitian tidak dapat mencegah terjadinya komplikasi
hati dan ginjal.Pengobatan dengan Penicillin dilaporkan bisa menyebabkan
komplikasi berupa reaksi Jarisch-Herxheimer. Komplikasi ini biasanya timbul
dalam beberapa waktu sampai dengan 3 jam setelah pemberian penicillin
intravena; berupa demam, malaise dan nyeri kepala; pada kasus berat dapat
timbul gangguan pernafasan.

10

BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Leptospirosis adalah penyakit infeksi akut yang dapat menyerang manusia
maupun hewan yang disebabkan kuman leptospira pathogen dan digolongkan
sebagi zoonosis yaitu penyakit hewan yang bisa menjangkiti manusia.
Hewan yang paling banyak mengandung bakteri leptospira ini (resevoir)
adalah hewan pengerat dan tikus. Penyakit leptospirosis mungkin banyak
terdapat di Indonesia terutama di musim penghujan. Penularan dari hewan ke
manusia dapat terjadi secara langsung ataupun tidak langsung, sedangkan
penularan dari manusia ke manusia sangat jarang.
Pengobatan dengan antibiotik merupakan pilihan terbaik pada fase awal
ataupun fase lanjut (fase imunitas). Selain pengobatan antibiotik, perawatan
pasien tidak kalah pentingnya untuk menurunkan angka kematian.
Angka kematian pada pasien leptospirosis menjadi tinggi terutama pada usia
lanjut, pasien dengan ikterus yang parah, gagal ginjal akut, gagal pernafasan
akut.
B. Saran
1. Pada orang berisiko tinggi terutama yang bepergian ke daerah berawa-rawa
dianjurkan untuk menggunakan profilaksis dengan doxycycline.
2. Masyarakat terutama di daerah persawahan, atau pada saat banjir mungkin
ada baiknya diberi doxycycline untuk pencegahan.
3. Para klinisi diharapkan memberikan perhatian pada leptospirosis ini terutama
di daerah-daerah yang sering mengalami banjir.
4. Penerangan tentang penyakit leptospirosis sehingga masyarakat dapat
segera menghubungi sarana kesehatan

11

DAFTAR PUSTAKA
1. Ernawati Kholis, 2008. Journal Leptospirosis Sebagai Penyakit Pasca Banjir
serta Pencegahannya. Tahun
25 Nomor 274 Juli 2008. Fakultas
Kedokteran Universitas Yarsi Jakarta.
2. Setiawan I Made, 2008. Journal Pemeriksaan Laboratorium untuk
Mendiagnosis Penyakit Leptospirosis.
Media Libtang Kesehatan XVIII
nomor 1 Tahun 2008.
3. Soeharsono (2007). Penyakit Zoonotik pada Anjing dan Kucing, Yogyakarta :
Kanisius
4. Soeripto, 2002. Journal Pendekatan Konsep Kesehatan Hewan Melalui
Vaksinasi. Tahun 2002
21(2).Balai Penelitian Veteriner Bogor.
5. http://www.medicinesia.com/kedokteran-klinis/infeksi-imunologi/leptospirosis/
6. http://belajarsukes.blogspot.com/2011/03/makalah-leptospirosis.html

Anda mungkin juga menyukai