Anda di halaman 1dari 22

BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka penunjang penelitian ini meliputi beberapa penjelasan

mengenai proses absorbsi dan simulasi. Dalam penelitian proses absorbsi

dilakukan pada CO2 Removal Unit.


2.1 Absorbsi
Dalam industri kimia, diperlukan banyak tahap proses dalam pengubahan

bahan baku menjadi produk yang diinginkan. Salah satu proses industri kimia
adalah unit operasi yang mengaplikasikan perpindahan momentum, panas, dan
massa. Cakupan unit operasi antara lain adalah pemisahan secara fisik, pemisahan
senyawa kimia (sintetis), dan pencampuran. Salah satu dari pemisahan itu adalah
proses absorbsi. Proses absorbsi gas dapat didefinisikan sebagai satuan operasi
penghilangan satu atau lebih komponen-komponen gas melalui kontak dengan
suatu cairan. Hal ini sering digunakan di industri kimia untuk menyerap sejumlah
gas dari campuran gas-gas atau sering pula digunakan untuk menghilangkan
komponen-komponen berbahaya seperti hidrogen sulfida atau belerang dioksida
dari gas-gas yang berasal dari cerobong keluaran (flue gases).
Definisi lain mengenai proses absorbsi adalah operasi penyerapan
komponen-komponen yang terdapat di dalam gas dengan menggunakan cairan
sehingga tingkat absorbsi gas akan sebanding dengan daya kelarutan gas tersebut
dalam cairan. Proses ini melibatkan difusi molekuler dan turbulen atau
perpindahan massa solute A melalui gas B diam menembus cairan C diam.
Peristiwa ini mengikuti prinsip kecenderungan kelarutan solute A di dalam cairan
(pelarut). Tujuan dari proses absorbsi adalah : (1) mendapatkan senyawa yang
bernilai tinggi dari campuran gas atau uap; (2) mengeluarkan senyawa yang tidak
diinginkan dari produk; (3) pembentukan persenyawaan kimia dari absorben
dengan salah satu senyawa dalam campuran gas.
Bila gas dikontakkan dengan zat cair maka sejumlah molekul gas akan
meresap dalam zat cair dan juga terjadi sebaliknya, sejumlah molekul gas

BAB 2 Tinjauan Pustaka

meninggalkan zat cair yang melarutkannya. Dengan bertambahnya waktu, pada


suatu ketika akan terjadi kecepatan pelarutan gas sama besar dengan kecepatan

pelepasan gas. Keadaan ini disebut keadaan setimbang. Tekanan yang diukur pada

keadaan ini disebut tekanan setimbang pada temperatur tertentu.

Absorbsi dapat berlangsung dalam dua macam proses, yaitu absorbsi fisik

atau absorbsi kimia (Treyball,1981). Absorbsi fisik merupakan absorbsi yang


terjadi apabila gas terlarut dalam cairan penyerap tanpa disertai reaksi kimia.

Absorbsi gas H2S dengan air, metanol, atau propilen karbonat merupakan salah

satu contoh dari absorbsi fisik yang sering dijumpai di industri. Penyerapan gas

oleh pelarut terjadi karena adanya interaksi fisik. Absorbsi kimia merupakan
absorbsi yang terjadi apabila gas terlarut dalam larutan penyerap disertai dengan
reaksi kimia. Absorbsi gas CO2 oleh larutan penyerap alkanolamin, NaOH, dan
K2CO3 merupakan salah satu contoh absorbsi kimia.
Zat cair yang masuk dapat berupa pelarut murni atau larutan encer zat
terlarut di dalam pelarut didistribusikan di atas isian dengan distributor sehingga
pada operasi yang ideal akan membasahi permukaan isian secara seragam.
Beberapa hal yang mempengaruhi absorbsi gas ke dalam cairan :
1) temperatur operasi;
2) tekanan operasi;
3) konsentrasi komponen di dalam cairan;
4) konsentrasi komponen di dalam aliran gas;
5) luas bidang kontak; dan
6) lama waktu kontak.
Oleh sebab itu, dalam operasi absorbsi harus dipilih kondisi yang tepat sehingga
dapat diperoleh hasil optimum.
Bermacam-macam teknologi telah banyak dikembangkan untuk pemisahan
CO2 dari aliran gas asam; absorbsi reaktif (absorbsi disertai reaksi kimia)
merupakan metode yang paling banyak digunakan dan paling efektif
(Yunita,dkk.,2008). Proses absorbsi tersebut terjadi secara fisik karena adanya
driving force antara konsentrasi CO2 dalam fasa gas dan CO2 dalam amine dan
secara kimia karena adanya reaksi asam-basa, dimana CO2 dalam air bersifat asam
Simulasi dan Studi Optimasi Unit CO2 Removal Stasiun Pengumpul Gas (SPG) Merbau
PT PERTAMINA EP Region Sumatera Field Prabumulih

BAB 2 Tinjauan Pustaka

lemah dan MDEA bersifat basa lemah. Proses absorbsi reaktif CO2 umumnya
berlangsung pada tekanan tinggi dan temperatur sedang, menyebabkan terlarutnya

beberapa komponen lain disamping CO2. Pada proses tersebut terjadi reaksi kimia

dan proses pelarutan. Kecepatan absorbsi merupakan ukuran perpindahan massa

antara fasa gas dan fasa cair. Disamping pada perbedaan konsentrasi dan luas

permukaan absorben, kecepatan tersebut juga tergantung pada faktor-faktor


lainnya, seperti tergantung pada suhu (peningkatan kelarutan pada suhu yang lebih

rendah), tekanan (peningkatan kelarutan pada tekanan yang lebih tinggi), dan

viskositas (pada absorbsi kimia, kelarutan hanya dipengaruhi sedikit oleh suhu

tetapi viskositas menurun drastis dengan naiknya temperatur).


2.2

Unit CO2 Removal di Stasiun Pengumpul Merbau


Unit CO2 Removal ini dibagi menjadi 2 (dua) bagian proses di antaranya

adalah proses absorbsi gas CO2 dalam gas alam oleh pelarut aMDEA dan proses
regenerasi aMDEA.
2.2.1

Proses Absorbsi Gas CO2 dalam Gas Alam oleh Pelarut aMDEA
Berdasarkan penjelasan PT TRACON Industri (2011), proses penghilangan

gas CO2 ini bermula dari masuknya raw/acid gas ke dalam unit CO2 Absorber.
Kolom CO2 Absorber merupakan packing column dengan ketinggian lapisan
packing 7 meter dan diameter 2.530 mm dengan jenis random packing. Random
packing ini diperlukan untuk membatu penyerapan CO2 dan mengurangi jumlah
cairan hidrokarbon yang terikut ke larutan amine solvent (activated-MDEA) yaitu
membantu penguapan cairan hidrokarbon kembali terikut aliran feed gas keluar
absorber. Pada unit CO2 Absorber ini digunakan pelarut aMDEA (Activated
Methyl Di-Ethanol Amine) yang dapat melarutkan gas CO2 dalam raw gas.

Simulasi dan Studi Optimasi Unit CO2 Removal Stasiun Pengumpul Gas (SPG) Merbau
PT PERTAMINA EP Region Sumatera Field Prabumulih

BAB 2 Tinjauan Pustaka

Gambar 2.1 Skematik proses penyerapan gas CO 2 di kolom CO2 Absorber

Raw gas dengan tekanan 650 psig, temperatur 83,21 oF, dan laju alir 85,04
MMSCFD masuk dari bawah absorber sementara lean amine (amine yang belum
mengikat gas CO2) masuk dari atas kolom dengan tekanan 648,55 psig,
temperatur 122 oF, dan laju alir 322 m3/jam . Di dalam packing absorber terjadi
proses kontak antara raw gas dan lean amine secara counter current. Adanya
kontak antara lean amine dan raw gas akan menyebabkan gas CO2 dalam raw gas
menjadi larut ke dalam lean amine, sehingga menyebabkan konsentrasi CO2
dalam gas akan menurun dari 21 %mol menjadi kurang dari sama dengan 5 %mol.
Raw gas yang telah mengalami proses absorbsi disebut juga sweet gas dan keluar
melalui bagian atas kolom absorber menuju ke Air Fan Cooler. Pendinginan ini
bertujuan untuk menurunkan temperatur gas yang kemungkinan membawa lean
amine yang ikut terlarut dalam sweet gas. Dengan adanya pendinginan tersebut,
lean amine akan menjadi terkondensasi.
Setelah melewati Air Fan Cooler, selanjutnya gas akan melewati Sweet KO
Drum untuk dipisahkan antara sweet gas dan lean amine yang telah terkondensasi
dan keluar di bagian dasar Sweet KO Drum.

Simulasi dan Studi Optimasi Unit CO2 Removal Stasiun Pengumpul Gas (SPG) Merbau
PT PERTAMINA EP Region Sumatera Field Prabumulih

BAB 2 Tinjauan Pustaka

2.2.2

Proses Regenerasi aMDEA


Amine yang mengandung gas CO2 terlarut atau yang disebut juga rich amine

akan keluar dari dasar kolom absorber dan masuk ke dalam HP Flash Drum.

Selain itu, amine yang yang terkondensasi di Sweet KO Drum juga dialirkan ke

dalam HP Flash tersebut. Tekanan operasi pada HP Flash Drum yaitu 58 psig dan

temperatur 167oF. Alat ini berfungsi untuk melepaskan sebagian CO2 dan seluruh
hidrokarbon yang terserap oleh amine untuk selanjutnya dikirim ke CO2 Vent

Stack dengan ketinggian 20 meter. Rancangan alat HP Flash Drum ini sama

seperti kolom absorbsi, memiliki packing ring yang berfungsi untuk

memaksimalkan pelepasan CO2 yang terlarut di dalam amine. HP Flash Drum


menggunakan random packing jenis nutter ring (NR2) setinggi 3 meter dengan
diameter 1.930 milimeter. Bagian atas internal HP Flash Drum menggunakan
material cladding 304LSS.
Laju alir gas yang dibuang di CO2 Vent Stack adalah 1,5 MMSCFD dengan
komposisi 91% gas CO2 dan sisanya hidrokarbon. Sementara itu, rich amine yang
masih mengandung gas CO2 selanjutnya dilewatkan ke dalam heat exchanger
untuk dilakukan pemanasan awal dengan memanfaatkan panas yang berasal dari
lean amine yang keluar di bottom Amine Regenerator.
Di dalam HE ini, temperatur rich amine akan naik dari 167 oF menjadi 230
o

F, sementara lean amine masuk dengan temperatur 250 oF dan keluar dengan

temperatur 189oF. Pemanfaatan panas untuk rich amine sebelum masuk ke dalam
Amine Regenerator akan mengurangi beban kerja dari reboiler.
Selanjutnya rich amine yang keluar dari Heat Exchanger akan masuk ke
dalam Amine Regenerator lewat bagian atas kolom. Kolom Regenerator terdiri
atas lapisan packing jenis Pall Ring Metal (PRM-50) dengan tinggi 7 meter dan
diameter 2.790 milimeter. Rich amine yang masuk ke dalam kolom akan terbagi
menjadi dua fasa. Fasa gas dalam rich amine akan naik ke atas kolom, sedangkan
fasa liquid-nya akan turun ke bawah dan berkontak dengan gas panas yang berasal
dari reboiler di dalam packing. Dengan demikian, rich amine yang turun tersebut
akan terus terpanaskan oleh uap panas, sehingga gas CO2 dapat lepas dan keluar
menuju Amine Regenerator Cooler. Sementara itu, liquid yang sudah melewati
Simulasi dan Studi Optimasi Unit CO2 Removal Stasiun Pengumpul Gas (SPG) Merbau
PT PERTAMINA EP Region Sumatera Field Prabumulih

BAB 2 Tinjauan Pustaka

10

packing akan masuk ke dalam reboiler untuk dipanaskan kembali. Kondisi operasi
bottom regenerator coloumn adalah 250 oF dan tekanan 15,04 psig, sedangkan

temperatur hot oil yang masuk ke reboiler adalah 350 oF dan yang keluar adalah

300 oF. Amine yang keluar dari bottom kolom disebut lean amine karena sudah

tidak mengikat CO2 hasil absorbsi di kolom CO2 Absorber.

Gambar 2.2 Skematik Amine Regenerator

Gas yang keluar dari Amine Regenerator akan didinginkan dengan Amine
Regenerator Cooler sampai 122 oF, sehingga lean amine yang ikut ke dalam
aliran gas akan tekondensasi. Amine Regenerator Cooler ini memiliki konstruksi
yang sama dengan Air Fan Cooler.
Amine yang terkondensasi akan dipisahkan dengan fasa gasnya di dalam alat
Amine Regenerator Overhead Separator yang memiliki konstruksi yang sama
dengan Sweet Gas KO Drum. Amine yang terkondensasi tersebut akan direfluks
dengan menggunakan Amine Reflux Pump menuju ke Amine Regenerator.
Sementara itu gas dengan kandungan 99,99% CO2 yang keluar dari Amine
Regenerator Overhead Separator akan dibuang ke CO2 Vent Stack. Pada aliran
Lean Amine Reflux diinjeksikan demineralized water untuk menjaga konsentrasi
amine. Konsentrasi amine harus dijaga karena konsentrasi amine yang terlalu

Simulasi dan Studi Optimasi Unit CO2 Removal Stasiun Pengumpul Gas (SPG) Merbau
PT PERTAMINA EP Region Sumatera Field Prabumulih

BAB 2 Tinjauan Pustaka

11

pekat akan menyebabkan korosi ke dalam peralatan regenerasi amine, sedangkan


konsentrasi amine yang terlalu encer akan menyebabkan absorbsi gas CO2 dalam

raw gas menjadi tidak sempurna.

Lean amine yang keluar dari bottom kolom Amine Regenerator kemudian

dimanfaatkan panasnya untuk memanaskan rich amine yang keluar dari HP Flash

Drum di dalam Amine Heat Exchanger. Selanjutnya lean amine yang keluar dari
Amine HE dinaikkan tekanannya sampai 82 psig dengan menggunakan Lean

Amine Pump. Temperatur lean amine selanjutnya didinginkan dari 189 oF menjadi

122 oF dengan menggunakan Lean Amine Cooler.

Sekitar 15% laju alir dari lean amine yang telah didinginkan dimasukkan ke
dalam sistem filtrasi untuk dihilangkan partikel dan padatan yang terkandung
dalam larutan yang bisa mengakibatkan foaming. Sistem filtrasi terdiri dari Amine
Mechanical Filter, Amine Carbon Filter, dan Amine Carbon After Filter. Amine
Mechanical Filter berfungsi untuk menghindari adanya plugging pada carbon
filter yang diakibatkan adanya padatan yang terbawa oleh amine dan untuk
menjaga partikel-partikel karbon keluar dari sistem. Amine Carbon Filter
(charcoal bed) berfungsi untuk menghilangkan hidrokarbon, produk-produk
kontaminasi yang dapat menyebabkan permasalahan dalam operasi. Konstruksi
dari alat ini sangat sederhana yang di dalamnya terdapat material utama yaitu
karbon aktif. Amine Carbon After Filter berfungsi untuk menjaga adanya karbon
yang terbawa oleh larutan amine filtrasi dalam carbon filter. Amine Regenerator
mempunyai inventori amine yang cukup banyak sebagai cadangan apabila terjadi
perubahan flow dari sirkulasi larutan amine.
Lean amine yang telah melewati sistem filtrasi selanjutnya disimpan di
dalam Amine Surge Tank dan dikembalikan lagi ke dalam aliran lean amine yang
keluar dari Amine HE. Pada Amine Surge Tank terdapat fasilitas amine make up
untuk menjaga kapasitas amine yang terikut pada sweet gas atau pun terbuang
bersama gas CO2 ke Vent Stack. Sementara itu, 85% aliran yang telah didinginkan
diinjeksikan antifoam untuk mencegah terjadinya foaming di alat CO2 Absorber.
Sebelum masuk ke dalam CO2 Absorber, lean amine dinaikkan tekanannya
menjadi 60 psig dengan menggunakan Lean Amine Pump. Kemudian lean amine
Simulasi dan Studi Optimasi Unit CO2 Removal Stasiun Pengumpul Gas (SPG) Merbau
PT PERTAMINA EP Region Sumatera Field Prabumulih

BAB 2 Tinjauan Pustaka

12

tersebut masuk kembali ke dalam kolom absorber bagian atas untuk menyerap
kembali gas CO2 yang terkandung dalam raw gas.

Menurut PT INTI KARYA PERSADA TEKNIK (tanpa tahun), beberapa

masalah dibawah ini dapat mengakibatkan CO2 hasil atas keluaran CO2 Absorber

menjadi off specification atau menyebabkan kerusakan pada peralatan CO2

Removal :
1) Foaming

Foaming dapat terjadi di unit CO2 Absorber atau di Amine Regenerator.

Foaming disebabkan karena adanya pengotor di dalam lean amine. Pengotor yang

dapat mengakibatkan foaming antara lain: liquid hydrocarbon, degradation


product, dan partikel padat yang terikut dalam raw gas. Beberapa indikasi yang
disebabkan oleh terjadinya foaming di dalam sistem antara lain:
Adanya perubahan delta pressure yang mendadak di dalam kolom.
Adanya perubahan level yang tidak diharapkan di dalam kolom.
Adanya kenaikan dari konsumsi heating medium
Adanya kehilangan larutan amine di dalam sistem karena terbawa dalam proses
gas.
2) Temperature lean amine
Temperatur lean amine yang terlalu tinggi mengakibatkan semakin sedikitnya
CO2 yang terserap di dalam lean amine. Apabila CO2 yang terserap semakin
sedikit maka konsentrasi CO2 produk menjadi off spesification. Sebaliknya, jika
temperatur lean amine terlalu rendah dapat menyebabkan sebagian dari feed gas
terkondensasi menjadi liquid. Kondensat yang terbentuk di dalam absorber akan
mengakibatkan foaming. Foam terbentuk dari feed gas, amine dan kondensat
hidrokarbon. Untuk mengatasi hal tersebut maka temperatur lean amine yang
masuk ke dalam CO2 Absorber selalu dikontrol agar berada 9C di atas temperatur
feed gas.
3) Konsentrasi aMDEA
Konsentrasi

yang

terlalu

rendah

pada

lean

amine

mengakibatkan

ketidaksempurnaan reaksi kimia dan proses absorbsi yang optimal sehingga

Simulasi dan Studi Optimasi Unit CO2 Removal Stasiun Pengumpul Gas (SPG) Merbau
PT PERTAMINA EP Region Sumatera Field Prabumulih

BAB 2 Tinjauan Pustaka

13

mengakibatkan hasil keluaran CO2 Removal mempunyai kandungan CO2 yang


tinggi yang mengakibatkan off specification product. Konsentrasi aMDEA di

dalam lean amine harus selalu dijaga pada konsentrasi yang stabil sesuai dengan

spesifikasi, konsentrasi aMDEA yang terlalu tinggi mengakibatkan korosi di

dalam sistem.

4) Laju alir lean amine


Laju alir lean amine yang rendah mengakibatkan CO2 keluaran off spesification

karena penyerapan CO2 oleh lean amine lebih kecil sehingga komposisi gas CO2

keluaran masih di atas 5%. Sebaliknya, jika laju alir lean amine terlalu tinggi

maka

komposisi

CO2

keluaran

semakin

rendah

karena

kemampuan

penyerapannya yang semakin baik. Hal ini menyebabkan kerugian terhadap


produk gas karena pada akhirnya harus dibuang melalui vent stack.
5) Regenerasi dalam Amine Regenerator
Proses regenerasi yang tidak sempurna disebabkan oleh temperatur yang terlalu
rendah di dalam Amine Regenerator sehingga acid gas terbawa di dalam larutan
lean amine. Hal ini akan menyebabkan masalah korosi di sistem CO2 Removal.
Indikasi adanya ketidaksempurnaan dalam regenerasi antara lain:
banyaknya laju alir lean amine yang diperlukan untuk mendapatkan produk
impuritas CO2 yang on specification.
tingginya konsentrasi lean amine yang diperlukan untuk mendapatkan produk
on specification.
Masalah di atas dapat diatasi dengan cara:
menganalisis konsentrasi acid gas dan aMDEA di dalam lean amine;
mengatur kondisi operasi sesuai dengan kondisi operasi normal; dan
dilakukan tes untuk meyakinkan tidak ada kebocoran di Amine/Amine Heat
Exchanger.
2.3

Karakteristik pelarut
Pelarut merupakan bahan kimia yang digunakan sebagai media untuk

terjadinya proses perpindahan massa. Pelarut yang digunakan untuk proses


absorbsi yaitu aMDEA (Activated Methyl-Diethanol Amine). Pelarut ini
Simulasi dan Studi Optimasi Unit CO2 Removal Stasiun Pengumpul Gas (SPG) Merbau
PT PERTAMINA EP Region Sumatera Field Prabumulih

BAB 2 Tinjauan Pustaka

14

merupakan campuran antara MDEA, air (demineralized water), dan aktivator


piperazine.

Larutan MDEA bereaksi lambat dengan CO2 sehingga aktivator perlu

ditambahkan ke dalam larutan MDEA untuk meningkatkan absorbsi CO2. Larutan

ini kemudian disebut sebagai activated MDEA (GPSA, 2004 : 621).


Menurut Tolage (2008 : 24-25), Alkanolamine adalah senyawa kimia yang

digunakan dalam proses pemurnian gas alam dengan metode Alkanolamine

Sweetening. Alkanolamine yang merupakan basa lemah, bereaksi dengan gas

asam membentuk garam kompleks. Garam kompleks ini dapat diregenerasi

menjadi amine yang bebas dari gas asam dan dapat digunakan kembali. Amine
adalah senyawa nitrogen hidrokarbon (N-HC) yang dapat dikategorikan menjadi
tiga jenis antara lain amine primer, amine sekunder, dan amine tersier yang
tergantung dari jumlah kelompok hidrokarbon yang terikat dengan atom nitrogen.
Kelompok hidrokarbon akan bervariasi tergantung dari jenis amine-nya, seperti
etanol, glikol, isopropanol, metildietanol, dan sebagainya. Jenis amine yang paling
sering digunakan adalah :
Monoethanolamine (MEA) : adalah amine primer yang memiliki 2 atom
hidrogen dan satu kelompok hidrokarbon yang terikat pada atom nitrogen.
Diethanolamine (DEA) : adalah amine sekunder yang memiliki satu atom
hidrogen dan 2 kelompok hidrokarbon yang terikat pada atom nitrogen.
Triethanolamine (TEA) dan Methyldiethanolamine (MDEA) : adalah amine
tersier yang memiliki tiga kelompok hidrokarbon dan tidak mengandung atom
hidrogen yang terikat pada atom nitrogen.

(a)

(b)

Simulasi dan Studi Optimasi Unit CO2 Removal Stasiun Pengumpul Gas (SPG) Merbau
PT PERTAMINA EP Region Sumatera Field Prabumulih

BAB 2 Tinjauan Pustaka

15

Gambar 2.3 (a) Struktur kimia senyawa MDEA. (b) Struktur kimia senyawa

aktivator piperazine

Proses aMDEA yang disarankan oleh BASF (Badishe Anilud Soda Fabric)

bereaksi lambat dengan CO2 dan memiliki kemampuan penyerapan yang lebih

efektif dibandingkan dengan monoethanolamine atau pottasium karbonat. Proses

tersebut membutuhkan input energi yang lebih kecil dan dapat mencapai kapasitas
plant
yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan oleh adanya komposisi zat aktivator
piperazine 18 %berat di dalam pelarut aMDEA yang dicampur dengan

demineralized water dengan target konsentrasi 40 %berat. Piperazine sebagai

promotor mempunyai panas dan laju reaksi yang tinggi serta daya serap CO2 yang
tinggi bila dibandingkan dengan K2CO3 dan amine. Selain itu, MDEA dipilih
sebagai absorben karena mempunyai beberapa keuntungan yaitu : tekanan uap
rendah, tidak mudah terdegradrasi, sedikit korosif, panas reaksi rendah,
selektivitas yang tinggi terhadap H2S, dan lebih atraktif.
Reaksi absorbsi CO2 dengan menggunakan aMDEA adalah sebagai berikut:
a + MDEA + H2O(l) + CO2(g)

MDEAH+ + HCO3

Simulasi dan Studi Optimasi Unit CO2 Removal Stasiun Pengumpul Gas (SPG) Merbau
PT PERTAMINA EP Region Sumatera Field Prabumulih

BAB 2 Tinjauan Pustaka

16

Gambar 2.4 Mekanisme penyerapan gas CO2 oleh MDEA tanpa aktivator dan dengan
aktivator (BASF, The Chemical Company)

2H2O

K11

H3O+ + OH-

(11)

Gambar 2.5 Mekanisme reaksi absorbsi gas CO2 oleh MDEA dan aktivator piperazine
(Bishnoi dan Rochelle, tanpa tahun)

Mengutip Budi (2008), senyawa MDEA (tertiary amine) relatif tidak


bereaksi dengan CO2 membentuk senyawa carbamat karena amine tersier tidak
mempunyai atom hidrogen radikal yang terikat dengan atom nitrogen sehingga
potensi degradasi amine tersier oleh CO2 sangat kecil. Pada senyawa MDEA,
reaksi dengan H2S jauh lebih cepat dibandingkan dengan reaksinya dengan CO2
sehingga selektivitas terhadap H2S menjadi lebih besar. MDEA mempunyai H2S
rich amine loading yang lebih tinggi (0,5 mol H2S/mol MDEA) dibandingkan
dengan DIPA (0,3 mol H2S/mol MDEA). Maximum loading didefinisikan sebagai
nilai tertinggi rasio jumlah mol H2S dengan jumlah mol amine yang masih dapat
digunakan di dalam sistem tanpa mengakibatkan terjadinya permasalahan korosi
pada kondisi normal. Maximum loading disebut juga sebagai maximum acid gas
loading. Melalui nilai tersebut, terlihat bahwa batas maximum limitasi H2S yang
Simulasi dan Studi Optimasi Unit CO2 Removal Stasiun Pengumpul Gas (SPG) Merbau
PT PERTAMINA EP Region Sumatera Field Prabumulih

BAB 2 Tinjauan Pustaka

17

menuju ke sistem tanpa mengakibatkan terjadinya permasalahan korosi untuk


MDEA lebih baik. Energi yang diperlukan untuk memecah ikatan kimia antara

amine sekunder (DIPA) dengan acid gas lebih tinggi dibandingkan dengan amine

tersier (MDEA). Dengan demikian, MDEA akan membutuhkan steam stripping di

regenerator yang lebih rendah dibandingkan DIPA sehingga akan menurunkan

utilities cost yang dikeluarkan. Jika dibandingkan dengan amine primer dan amine
sekunder (termasuk didalamnya DIPA), amine tersier (MDEA) mempunyai

kelarutan hidrokarbon yang paling besar sehingga memperbesar potensi amine

losses. Pada konsentrasi yang sama, DIPA memiliki viskositas yang lebih tinggi

dibanding MDEA sehingga potensi foaming yang dimilikinya lebih besar.


Sifat fisik dan sifat kimia aMDEA (BASF, 2005):
1) Bentuk fisik

: cair

2) Warna

: kuning muda, transparan

3) Bau

: seperti amine

4) Titik didih

: 246-248oC

5) Titik nyala

: 126 oC

6) Titik beku

: -21 oC

7) Tekanan uap

: kurang dari 0,01 mmHg (20 oC)

8) Specific Grafity

: 1,041 pada 20 oC

9) pH

: 11-12 (100 g/L , 20oC)

10) Kelarutan

: dapat bercampur dengan air (20oC)

11) Berat jenis

: 1,04 1,05 g/cm3 (20oC)

12) Stabilitas dan reaktifitas MDEA


Stabil pada temperatur dan tekanan normal. Kondisi yang perlu dihindari:
panas, percikan api, serta sumber api lainnya. Bahan yang perlu dihindari:
bahan perantara oksida serta asam (terjadi reaksi eksoterm).
13) Pengaruh MDEA terhadap kesehatan
Penghirupan: menyebabkan penurunan stamina tubuh dari uap pada suhu
kamar.

Simulasi dan Studi Optimasi Unit CO2 Removal Stasiun Pengumpul Gas (SPG) Merbau
PT PERTAMINA EP Region Sumatera Field Prabumulih

BAB 2 Tinjauan Pustaka

18

Kontak dengan mata menyebabkan iritasi pada kornea mata, melemahnya

daya lihat yang permanen, bahkan dapat menyebabkan kebutaan.


Kontak sesaat dengan kulit dapat menyebabkan iritasi dengan rasa gatal,
memerah dan bengkak. Kontak beberapa jam menyebabkan lebih memerah

dan pembengkakan, menyebabkan kulit berlubang, dan memungkinkan

terjadi pendarahan.
14) Pertolongan

Apabila terhirup segera menghirup udara segar.


Apabila kontak dengan mata segera cuci, dilanjutkan dengan air ke mata
sekitar 30 menit. Dikonsultasikan pada dokter mata.
Apabila kontak dengan kulit segera cuci dengan sabun dan air. Pakaian yang
terkontaminasi dilepas dan dicuci sebelum digunakan kembali. Konsultasi
dengan dokter.

Spesifikasi dan sifat fisik larutan piperazine :


Rumus molekul

: C4H10N2

Berat molekul

: 86,2

Kelarutan

: larut dalam air, metanol, dan etanol


Tabel 2.1 Karakteristik piperazine (BASF, 2002)

Simulasi dan Studi Optimasi Unit CO2 Removal Stasiun Pengumpul Gas (SPG) Merbau
PT PERTAMINA EP Region Sumatera Field Prabumulih

BAB 2 Tinjauan Pustaka

19

Menurut Khakdaman,dkk., jenis-jenis amine yang sering digunakan adalah

sebagai berikut:

1) MEA (Mono Ethanol Amine)

Umumnya MEA digunakan pada konsentrasi 15 -20 %berat dalam air. Acid

gas loading terbatas 0,3 0,35 mol acid gas per mol amine. Dibandingkan
dengan jenis amine lainnya, MEA lebih korosif, terlebih lagi jika

konsentrasinya lebih dari 20 %berat. Selain itu MEA membutuhkan heat of


reaction dengan H2S dan CO2 yang sangat tinggi (sekitar 30% lebih tinggi
dibandingkan DEA). Tekanan uap yang tinggi dari MEA akan mengakibatkan
MEA mudah menguap di absorber dan stripper sehingga akan mengurangi
konsentrasi larutan secara signifikan akibat tingkat penguapan yang tinggi.

2) DEA (Diethanol Amine)


Umumnya DEA digunakan pada konsentrasi 25 35 %berat dalam air. Acid
gas loading juga terbatas pada 0,3 0,35 mol acid gas per mol amine. DEA
lebih tidak korosif dibandingkan dengan MEA.
3) DGA (diglycolamine atau 2-(2-aminoethoxy) ethanol)
Umumnya DGA digunakan pada konsentrasi 40 60 %berat dalam air. Acid
gas loading terbatas 0,3 0,35 mol acid gas per mol amine. Sifatnya sama
dengan MEA (secara isometrik rumus kimianya sama) tetapi mempunyai
tekanan uap yang lebih rendah sehingga diperlukan konsentrasi yang lebih
tinggi. Tingkat degradasi DGA lebih tinggi.
4) MDEA (Methyl Diethanol Amine)
Umumnya MDEA digunakan pada konsentrasi 30 -50 %berat dalam air. Acid
gas loading tidak terbatas (biasanya 0,7 0,8 mol acid gas per mol amine).
Karena acid gas loading yang tinggi maka dapat mengurangi jumlah (laju
alir) dari sirkulasi larutan amine (hal ini juga berarti mengurangi konsumsi
energi pompa). MDEA juga tidak mudah terdegradasi baik secara termal
maupun kimia, dan mempunyai heat of reaction dengan H2S yang rendah.

Simulasi dan Studi Optimasi Unit CO2 Removal Stasiun Pengumpul Gas (SPG) Merbau
PT PERTAMINA EP Region Sumatera Field Prabumulih

BAB 2 Tinjauan Pustaka

20

5) TEA (Tri Ethanol Amine)

TEA merupakan amine tersier dan larutan amine yang pertama kali

dikomersialkan untuk digunakan dalam gas sweetening. TEA tidak bisa

menghasilkan produk gas dengan kandungan H2S rendah.


6) DIPA (Diisopropanol Amine)

DIPA digunakan pada proses ADIP dan Sulfinol (keduanya lisensi Shell
International Petroleum Company-SIPM). DIPA tidak bisa menghasilkan
produk gas dengan kandungan H2S rendah dan sekarang SIPM sudah tidak
lagi menggunakan larutan DIPA, dan menggantinya dengan MDEA.

Gambar 2.6 Mekanisme proses degradasi aMDEA (Clossman, Fred, 2009)

Meisen dan Kennard (1982) mendiskusikan bahwa pada kenyataannya


temperatur minimal degradasi DEA dan MDEA mencapai 400F. Degradasi
termal yang dapat menyebabkan korosi dapat diminimalisasi dengan temperatur

Simulasi dan Studi Optimasi Unit CO2 Removal Stasiun Pengumpul Gas (SPG) Merbau
PT PERTAMINA EP Region Sumatera Field Prabumulih

BAB 2 Tinjauan Pustaka

21

rendah media pemanas seperti tekanan steam yang rendah pada desain reboiler.
Temperatur reboiler tersebut sebaiknya di bawah 260oF.

2.4 Simulasi Plant Unit CO2 Removal

2.4.1

Simulasi
Simulasi adalah suatu prosedur kuantitatif, yang menggambarkan sebuah

sistem, dengan mengembangkan sebuah model dari sistem tersebut dan

melakukan
sederetan uji coba untuk memperkirakan perilaku sistem pada kurun

waktu
tertentu (Handoko, 1994). Simulasi merupakan suatu teknik meniru

operasi-operasi atau proses- proses yang terjadi dalam suatu sistem dengan
bantuan perangkat komputer dan dilandasi oleh beberapa asumsi tertentu sehingga
sistem tersebut bisa dipelajari secara ilmiah (Law dan Kelton, 1991).
Simulasi dapat didefinisikan sebagai pengimitasian proses dan kejadian ril.
Imitasi dalam rangka penelitian, penyelidikan ataupun pengujian bersifat terbatas
dan terfokus pada suatu aktivitas atau operasi tertentu dengan maksud untuk
mengetahui karakteristik, keadaan dan hal-hal lainnya yang berkaitan dengan
kehadiran dan keberadaan dari aktivitas dan peristiwa dalam bentuk ril.
Menurut pendefinisian pada berbagai kamus, kata simulasi diartikan sebagai
cara mereproduksi kondisi dari suatu keberadaan dengan menggunakan model
dalam rangka studi pengenalan atau pengujian atau pelatihan dan yang sejenis
lainnya. Software simulasi proses dibuat berdasarkan teori - teori atau konsep konsep yang telah ada seperti konsep (teori) tentang pepindahan panas dan
kesetimbangan uap cair, kemudian diselesaikan dengan menggunakan komputasi
atau perhitungan numerik. Agar dapat mensimulasikan proses yang dikehendaki,
maka dibutuhkan data sebagai berikut :

Komponen senyawa yang terlibat dalam proses.

Persamaan termodinamika yang sesuai dengan kondisi proses.

Identifikasi reaksi yang sesuai dengan kondisi proses.

Alur proses (dibuat dari atau terdiri dari kumpulan dari unit unit operasi
maupun unit reaksi), atau setidaknya sebuah stream atau aliran.

Simulasi dan Studi Optimasi Unit CO2 Removal Stasiun Pengumpul Gas (SPG) Merbau
PT PERTAMINA EP Region Sumatera Field Prabumulih

BAB 2 Tinjauan Pustaka

22

2.4.2 Simulator HYSYS

HYSYS adalah simulasi proses untuk melayani beberapa industri proses,

terutama industri minyak dan gas. HYSYS juga memiliki model steady state dan

dinamis untuk perancangan pabrik, monitoring kinerja, troubleshooting,

improvisasi operasi, perencanaan bisnis dan manajemen aset.


Menurut Irawan (2011), HYSYS merupakan software process engineering

untuk mensimulasikan suatu unit proses atau multi unit processes yang

terintegrasi, intuitif, iteratif, terbuka, dan extensible. Area penggunaan dari

simulator HYSYS adalah sebagai berikut :

Conceptual analysis.
Process design.
Project design.
Operability and safety.
Automation.
Asset utilization.
Manfaat simulator HYSYS dalam aplikasinya di industri kimia diantaranya
adalah sebagai berikut:
1) Kemudahan dalam mencari sifat fisika suatu senyawa. Beberapa sifat
senyawa-senyawa yang tidak tercantum dalam literatur dapat ditemukan pada
software simulasi karena memiliki kelengkapan data base senyawa dan
keakuratan data.
2) Dapat memahami pengaruh kondisi operasi terhadap suatu sistem proses.
3) Dapat melakukan optimasi dengan lebih cepat.
4) Memperoleh gambaran kondisi operasi yang cocok serta alur proses yang
terlibat. Estimasi ekonomi pabrik juga dapat dilakukan dengan software
tertentu dalam perancangan pabrik.
5) Memonitor kemampuan dari industri kimia yang telah exist.
6) Melacak permasalahan process yang terjadi di industri kimia.
7) Kemungkinan peningkatan kapasitas produksi dari plant.

Simulasi dan Studi Optimasi Unit CO2 Removal Stasiun Pengumpul Gas (SPG) Merbau
PT PERTAMINA EP Region Sumatera Field Prabumulih

BAB 2 Tinjauan Pustaka

23

Aspen HYSYS adalah perangkat pemodelan proses industri meliputi desain

konseptual, optimasi, perencanaan bisnis, manajemen aset, serta pemantauan

kinerja produksi minyak dan gas, pengolahan gas, pemurnian minyak bumi, dan

industri pemisahan udara. Aspen HYSYS tersebut merupakan elemen inti dari

AspenTechs, AspenONE Engineering Application.


Beberapa kelebihan yang dimiliki oleh Aspen HYSYS yaitu (Aspen

Technology,Inc, 1994):

mudah digunakan dan mudah untuk dilatih (easy to use and easy to train)

terbaik dalam kelengkapan metode dan data sifat-sifat fisika (best-in-class

physical properties methods and data)


fitur-fitur Aspen HYSYS menunjukkan seni dalam manajemen dan propagasi
molekul-molekul refinery dalam diagram alir (Aspen HYSYS features state of
the art assay management and propagation of refinery molecules across the
flowsheet)
pustaka yang komprehensif tentang pemodelan unit operasi (comprehensive
library of unit operation models)
operasiRate-based Column(Rate-based Column operation)
Aspen HYSYS memperkenalkan pendekatan simulasi steady state dan dinamis
pada platform yang sama (Aspen HYSYS introduced the novel approach of
steady state and dynamic simulations in the same platform)
program yang menyediakan sistem jaringan perpipaan dan kemampuan analisis
penurunan tekanan pada aliran transien dan steady state (the program provides
state of the art pipeline network and pressure drop analysis capabilities in both
steady state and transient flow)
perhitungan emisi gas rumah kaca (Greenhouse Gas (GHG) Emissions
Calculations)
Aspen HYSYS menyediakan teknologi reaktor refinery pada simulasi dan
mode kalibrasi bagi penggunanya (Aspen HYSYS provides users with refinery
reactor technology in simulation and calibration modes in a seamless manner)

Simulasi dan Studi Optimasi Unit CO2 Removal Stasiun Pengumpul Gas (SPG) Merbau
PT PERTAMINA EP Region Sumatera Field Prabumulih

BAB 2 Tinjauan Pustaka

24

Aspen HYSYS berintegrasi dengan software Aspen PIMS dan Aspen Refinery
Scheduler (Aspen HYSYS is integrated with Aspen PIMS and Aspen Refinery

Scheduler software)

diagram kerja yang efisien (efficient workflow)

otomasi diagram kerja (workflow automation)


2.4.3 Proses simulasi absorbsi dan regenerasi unit CO2 Removal
Proses absorbsi gas CO2 dan H2S melibatkan sour gas dari alam yang
banyak
mengandung komponen gas asam dan pengotor dikontakkan dengan

solvent larutan aMDEA, sehingga proses tersebut bersifat eksotermis, steady state,
dan menghasilkan reaksi kesetimbangan reversibel di dalam kolom CO2 Absorber.
Penggunaan amine sebagai pelarut pada proses sweetening gas telah dilakukan
dengan menggunakan software program simulasi Aspen HYSYS. Fluid package
yang digunakan yaitu COM Thermo DBR Amine Package dengan model
termodinamika Kent-Eisenberg untuk larutan aqueous . Pemilihan model tersebut
berdasarkan komposisi zat aktivator piperazine yang terkandung di dalam solvent
larutan aMDEA sehingga hasil simulasi akan lebih optimal.
Banyak penelitian yang telah dilakukan, seperti Rinker, et al. (1995)
mempelajari kinetika dan modeling dari absorbsi CO2 dalam larutan N-MDEA,
Pacheco, et al. (1998) menyatakan bahwa absorbsi CO2 menggunakan
Methyldiethanolamine (MDEA) dalam packed column jumlah gas yang diserap
dikendalikan oleh difusi reaksi cepat dan tidak dipengaruhi oleh tahanan gas-film.
Pada penelitian sebelumnya Lin, dkk (1999) menyatakan penggunaan packed
column mempunyai efisiensi perpindahan massa yang lebih tinggi dari pada
menggunakan tray column tanpa memperhatikan transfer energi yang dibutuhkan.
Kent-Eisenberg

mengembangkan

model

yang

sederhana

untuk

memprediksikan vapour-liquid equilibrium (VLE) dengan mengabaikan koefisien


aktivitas. Model tersebut diciptakan berdasarkan hubungan beberapa konstanta
kesetimbangan dan hukum Henry.
Menurut Eisenberg dan Kent (1976), model Kent-Eisenberg adalah cara
penyederhanaan untuk pemodelan reaksi (dan kesetimbangan fasa) pada sistem
Simulasi dan Studi Optimasi Unit CO2 Removal Stasiun Pengumpul Gas (SPG) Merbau
PT PERTAMINA EP Region Sumatera Field Prabumulih

BAB 2 Tinjauan Pustaka

25

proses sweetening gas. Penggunaan model tersebut dilakukan terhadap sistem


campuran air dan amine untuk memisahkan gas dengan CO2, H2S, dan/atau

amonia. Komponen-komponen yang terdapat pada Amines Model diantaranya

adalah Diethanolamine (DEA), Monoethanolamine (MEA), dan

Methyl

diethanolamine (MDEA).
Reaksi kimia yang terjadi di dalam sistem amine-CO2-H2S adalah sebagai

berikut :

H+ + RR'NH

1) RR'NH2+

RR'NH + HCO3-

2) RR'NCOO + H2O

K1
K2

HCO3- + H+

3) CO2 + H2O

K3

4) HCO3-

CO3-- + H+

K4

5) H2S

HS- + H+

K5

--

K6

6) HS

7) H2O

S +H

H+ + OH-

K7

R dan R mewakili kelompok alkohol. Persamaan-persamaan reaksi tersebut


diselesaikan secara bersamaan untuk menghasilkan konsentrasi bebas CO2 dan
H2S. Tekanan parsial CO2 dan H2S dihitung menggunakan konstanta Henry dan
konsentrasi bebas pada fasa cair. Hukum Henry yaitu:
=
HB : konstanta Henry, atm/mole frac, H = H(p,T,composition);
xB : fraksi mol B dalam fasa liquid
pB : tekanan parsial B dalam fasa gas
Konstanta reaksi kimia dihitung sebagai :
=

Konstanta Henry :
=

2.4.4 Validasi
Setelah model konvergen maka dilakukan validasi hasil simulasi. Validasi
dilakukan dengan membandingkan data hasil simulasi dengan data plant test.
Simulasi dan Studi Optimasi Unit CO2 Removal Stasiun Pengumpul Gas (SPG) Merbau
PT PERTAMINA EP Region Sumatera Field Prabumulih

BAB 2 Tinjauan Pustaka

26

Penjelasan mengenai validasi (Harrell, 2003), yaitu sebagai berikut model


simulasi yang dibangun harus kredibel. Representasi kredibel sistem nyata oleh

model simulasi ditunjukkan oleh validasi model. Validasi adalah proses penentuan

apakah model, sebagai konseptualisasi atau abstraksi, merupakan representasi

berarti dan akurat dari sistem nyata.


Validasi model adalah usaha menyimpulkan apakah model sistem tersebut

merupakan perwakilan yang sah dari realitas yang dikaji yang dapat menghasilkan

kesimpulan yang meyakinkan. Validasi adalah suatu proses iteratif yang berupa

pengujian berturut-turut sebagai proses penyempurnaan model komputer.

Umumnya disarankan untuk melakukan uji sensitivitas dan koefisien model


melalui iterasi simulasi pada model komputer. Di sini dipelajari dampak
perubahan koefisien model terhadap output sistem. Manipulasi dari model dapat
menuju pada modifikasi model untuk mengurangi kesenjangan antara model
dengan dunia nyata. Proses validasi seyogyanya dilakukan kontinyu sampai pada
kesimpulan bahwa model telah didukung dengan pembuktian yang memadai
melalui pengukuran dan observasi. Suatu model mungkin telah mencapai status
valid (absah) meskipun masih menghasilkan kekurangbenaran output. Di sini
model adalah absah karena konsistensinya, dimana hasilnya tidak bervariasi lagi.
2.4.5 Analisis Sensitivitas
Tujuan utama analisis sensitivitas adalah untuk menentukan variabel yang
cukup penting untuk ditelaah lebih lanjut pada proses simulasi. Selain itu, dengan
melakukan analisis sensitivitas dapat mengetahui karakteristik unit operasi yang
ditinjau terhadap kondisi operasi di plant.
2.4.6 Optimasi
Optimasi merupakan cara yang dilakukan untuk mengetahui kondisi optimal
dari sistem proses yang telah ada. Pada pelaksanaan optimasi tidak lagi
memperhatikan kondisi operasi desain, tetapi membuat range nilai variabel yang
akan dioptimasi dengan memberikan batas atas dan batas bawah dari nilai
tersebut. Hasil uji sensitivitas dan optimasi biasanya ditampilkan dalam bentuk
grafik pada software Aspen HYSYS versi 7.3.
Simulasi dan Studi Optimasi Unit CO2 Removal Stasiun Pengumpul Gas (SPG) Merbau
PT PERTAMINA EP Region Sumatera Field Prabumulih

Anda mungkin juga menyukai