Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Sindrom gawat nafas atau Respiratory Distress syndrome (RDS) pada neonatus atau
Hyaline membrane disease (HMD) adalah suatu penyakit paru-paru akut yang terjadi
pada neonatus, khususnya pada bayi prematur yang disebabkan kekurangan surfaktan
paru-paru sehingga pertukaran gas di alveoli terganggu.
Sindrom gawat nafas pada anak merupakan penyebab utama kematian pada bayi baru
lahir, diperkirakan 30% dari semua kematian neonates disebabkan oleh penyakit ini atau
komplikasinya. Penyakit ini terjadi pada bayi premature, insidennya berbanding terballik
dengan umur kehamilan dan berat badannya. 60-80% terjadi pada bayi yang umur
kehamilannya kurang dari 28 minggu, 16-30% pada bayi antara 32-36 minggu, sekitar 3%
pada bayi yang lebih dari 37 minggu.
Penyebab sindrom gawat nafas adalah kekurangan surfaktan, suatu zat aktif pada
alveoli yang mencegah kolaps paru. Sindrom gawat nafas seringkali terjadi pada bayi
prematur, karena produksi surfaktan, yang dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, baru
mencapai jumlah cukup menjelang cukup bulan. Makin muda usia kehamilan, makin
besar pula kemungkinan terjadinya sindrom gawat nafas. Kelainan merupakan penyebab
utama kematian bayi prematur.
Gejala klinis pada sindrom gawat nafas kesulitan bernafas (gasping) pada saat lahir
yang memburuk dengan cepat, sianosis (warna kebiru-biruan) atau sianosis sentral dalam
udara

kamar,

nafas

cuping

hidung,

takhipnea

(nafas

cepat),

retraksi

dada

interkostal/subkostal yang berat (penarikan pada tulang iga dan sternum selama bernafas),
apnea berat, stridor, dan perfusi buruk (syok).
B. Tujuan umum
Untuk mengetahui konsep dari distress respiratory syndrome pada bayi.
C. Tujuan khusus
1. Mengidentifikasikan pengertian dan patofisiologi dari distress respiratory syndrome.

2. Mengidentifkasikan tanda klinis, pengobatan, dan pencegahan dari distress


respiratory syndrome.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi

Sindrom gawat nafas atau Respiratory Distress syndrome (RDS) pada neonatus atau
Hyaline membrane disease (HMD) adalah suatu penyakit paru-paru akut yang terjadi
pada neonatus, khususnya pada bayi prematur yang disebabkan kekurangan surfaktan
paru-paru sehingga pertukaran gas di alveoli terganggu.
Hyaline membrane disease (HMD) atau Respiratory Distress syndrome (RDS) adalah
penyakit paru pada neonatus karena kekurangan molekul yang disebut surfaktan.
Penyakit membran hyialin adalah gangguan pada paru-paru neonatus terutama bayi
prematur yang disebabkan alveolarisasi yang rudimementer dan jumlah surfaktan yang
tidak adekuat dan akhirnya terjadi gagal nafas pada neonatus.
B. Anatomi dan fisiologi sistem pernafasan
1. Anatomi pernafasan
Paru-paru terletak pada rongga dada yang terbagi atas paru kanan dan kiri. Paru-paru
dibungkus oleh selaput tipis yaitu pleura viseral dan pariental.
a. Alveolus
Alveolus adalah kelompok-kelompok kantong mirip anggur yang berdinding
tipis dan dapat mengembang di ujung cabang saluran napas penghantar. Dinding
alveolus terdiri dari satu lapisan gepeng sel alveolus tipe I. Setiap alveolus juga
dikelilingi oleh anyaman kapiler pulmonal, yang dindingnya juga hanya memiliki
ketebalan selapis sel. Ruang interstisium antara sebuah alveolus dan anyaman
kapiler di sekitarnya membentuk sawar yang sangat tipis, dengan ketebalan 0,5
mm yang memisahkan udara di alveolus dari darah kapiler paru. Tipisnya saluran
ini mempermudah pertukaran gas.
Selain itu, pertemuan udara alveolus dengan darah memiliki luas yang sangat
besar bagi pertukaran gas. Paru mengandung sekitar 500 juta alveolus, masingmasing bergaris tengah 200 hingga 300 mm. Sedemikian padatnya anyaman
kapiler paru sehingga setiap alveolus dikelilingi oleh lembaran kontinu kapiler
darah. Kapiler pulmonal memiliki panjang 620 mil jika dihubungkan ujung ke
ujung. Karena itu, luas permukaan total antara udara alveolus dan darah kapiler

paru adalah 75 m. Sebaliknya, jika paru terdiri dari hnya satu organ berongga
dengan dimensi yang sama dan tidak dibagi-bagi menjadi unit-unit alveolus yang
sangat banyak, luas permukaan total hanya akan mencapai 0,01 m. Selain berisi
sel alveolus tipe I pembentuk dinding yang tipis, 5% epitel permukaan alveolus
juga diliputi oleh sel Alveolus tipe II. Sel-sel ini mengeluarkan surfaktan paru,
suatu komplek fosfolipoprotein yang mempermudah eskpansi alveolus yang
berjaga-jaga di dalam lumen kantong udara ini.
Di dinding antara alveolus yang berdekatan terdapat pori kohn yang halus.
Keberadaan pori ini kemungkinan aliran udara antara alveolus-alveolus yang
berdekatan, suatu proses yang dikenal sebagai ventilasi kolateral.
b. Surfaktan Paru
Surfaktan paru adalah suatu campuran kompleks lemak dan protein yang
dikeluarkan oleh sel alveolus tipe II. Campuran ini terselip diantara molekulmolekul air dicairan yang melapisi bagian dalam alveolus dan menurunkan
tegangan permukaan alveolus. Karena gaya kohesif antara sebuah molekul air
dan molekul surfaktan paru didekatnya sangat rendah, surfaktan paru
menurunkan ikatan hidrogen di antara molekul pada permukaan air udara di
alveolus. Dengan menurunkan tegangan permukaan alveolus, surfaktan paru
memberi dua manfaat penting yaitu bahan ini meningkatkan daya regang paru,
mengurangi kerja untuk mengembangkan paru dan bahan ini memperkecil
kecenderungan paru untuk rekoil sehingga paru tidak mudah kolaps. Peran
surfaktan paru dalam mengurangi kecenderungan alveolus paru dalam
mengurangi kecenderungan alveolus mengalami rekoil, sehingga mencegah
alveolus kolaps, penting untuk membantu mempertahankan stabilitas paru.
Pembagian paru menjadi kantong-kantong udara kecil yang sangat banyak
menghasilkan permukaan yang sangat luas untuk pertukaan O2 dan CO2 tetapi
hal ini juga menimbulkan masalah dalam mempertahankan stabilitas seluruh

alveolus tersebut. Ingat kembali bahwa tekanan yang dihasilkan oleh tegangan
permukaan alveolus memiliki arah ke dalam, memeras udara di alveolus. Jika
anda memandang alveolus sebagai gelembung bulat, menurut hukum LaPlace,
besar tekanan ke arah dalam yang cenderung menyebabkan alveolus kolaps
berbaring lurus dengan tegangan permukaan dan berbanding terbalik dengan jarijari gelembung.
c. Perkembangan Surfaktan paru
Sintesis surfaktan di mulai sekitar minggu ke 18 kehamilan. Ketika paru
menjadi matur, jumlah surfaktan dalam jaringan paru bertambah. Sekresi
surfaktan dimulai sekitar usia kehamilan 28 minggu. Surfaktan ditemukan di
dalam cairan paru janin dan cairan amnion. Surfaktan paru adalah kompleks lipid
dan protein. Lipid yang utama adalah dipalmitoilfosfatidilkolin. Protein yang
terkandung dalam surfaktan terdiri dari protein A,B,C,D yang berperan juga
dalam metabolisme. Sintesis dan sekresi surfaktan dikendalikan oleh interaksi
kompleks faktor hormonal termasuk kortisol, tiroid, prolaktin, testoteron dan
ikatan reseptor adenergik B. Surfaktan adalah suatu substansi yang aktif di
permukaan alveoli paru dan diproduksi oleh sel-sel tipe II. Surfaktan berguna
untuk menurunkan tahanan permukaan paru.
Membran hialin adalah bekuan plasma yang mengandung bekuan plasma yang
mengandung fibrin, dan debris seluler.
C. Klasifikasi
1. Sindrom gawat nafas klasik/ Classic Respiratory distress syndrome
Thoraks berbentuk seperti bel disebabkan karena kekurangan aerasi (underearation).
Volume paru-paru menurun, parenkim paru memiliki pola retikulogranuler difusi, dan
terdapat gambaran bronchogram udara yang meluas ke perifer.
2. Sindrom dawat sedang-berat/ Moderately severe respiratory distress syndrome
Pola retikulogranuler lebih menonjol dan terdistribusi lebih merata. Paru-paru
hypoaerated. Terdapat gambaran bronchogram udara meningkat.
3. Sindrom gawat nafas berat/ Severe respiratory distress syndrome

Terdapat retikulogranuler yang berbentuk opaque pada kedua paru-paru area cystic
pada paru-paru kanan bisa menunjukkan alveoli yang berdilatasi atau empisema
interstitial pulmonal dini.
D. Etiologi
Sindrom gawat nafas/ penyakit membran hyalin terjadi karena kekurangan substansi
dalam paru-paru yaitu surfaktan. Surfaktan terdiri dari phospholipid dan protein dan
dibuat dari sel-sel dalam jalan nafas. Surfaktan diproduksi dalam janin sejak usia
kehamilan 24-28 minggu dan sekitar usia kehamilan mencapai 35 minggu maka sebagian
besar bayi memiliki jumlah surfaktan yang cukup.
E. Insiden
Sindrom gawat nafas atau penyakit membran hialin (HMD) terjadi lebih dari
setengahnya pada bayi-bayi yang dilahirkan sebelum usia kehamilan 28 minggu dan
kurang dari sepertiganya terjadi pada bayi-bayi yang dilahirkan antara usia kehamilan 3236 minggu. Penyakit HMD tampak pertama pada bayi baru lahir yang lahir dengan usia
kehamilan kurang dari 36-38 minggu dan berat badan kurang dari 2500 gram. Sebagai
bahan perbandingan, HMD cenderung terjadi pada neonatus yangdilahirkan dengan usia
kehamilan kurang dari 32 minggu dan berat badan kurang dari 1200 gram. Insiden
meningkat dengan semakin prematurnya neonatus.
Sindrom gawat nafas di Amerika serikat terjadi sekitar 40.000 bayi setiap tahunnya
(1%-2% dari bayi baru lahir norml atau 14% pada bayi dengan berat badan lahir kurang
dari 2500 gram). Insiden RDS meningkat 5% pada usia kehamilan 35-36 minggu menjadi
65% pada usia kehamilan 29-30 minggu. Insiden terjadinya RDS berubah dengan adanya
penggunaan glukokortikoid pada ibu, sebagai berikut:
a. Untuk bayi yang dilahirkan pada usia kehamilan kurang dari 30 minggu, terjadinya
adalah 60% pada ibu tanpa terapi glukokortikoid bila dibandingkan dengan ibu
dengan terapi glukokortikoid antenatal berjumlah 30%.

b. Untuk bayi yang dilahirkan antara usia kehamilan 30-34 minggu, kejadiannya adalah
25% pada ibu tanpa terapi glukokortikoid dan 10% dengan terapi glukokortikoid
antenatal.
c. Untuk bayi yang dilahirkan setelah usia kehamilan 34 minggu, insiden seluruhnya
sekitar 5%.
F. Faktor Predisposisi
Selain kelahiran prematur, ada beberapa faktor predisposisi gawat napas neonates
pada bayi baru lahir. HMD dua kali lebih sering pada laki-laki daripada perempuan pada
setiap usia kehamilan, dan lebih sering pada bayi kulit putih. Sering kali terjadi pascapersalinan dengan seksio sesaria, terutama jika ini dilakukan sebelum proses persalinan
mulai. Bayi dari ibu diabetes berisiko 5 kali lebih mungkin mengalami HMD daripada
bayi dari ibu non-diabetes, dengan usia kehamilan, jenis kelamin dan cara persalinan yang
sama. Bayi kembar yang lahir kedua lebih mungkin terkena, dari riwayat keluarga dengan
HMD meningkatkan risiko untuk setiap bayi premature.
Selain itu, komplikasi kehamilan, seperti hipertensi pada kehamilan, hipertensi
maternal kronis, ketuban pecah dini, dan solusio plasenta subakut, akan menurunkan
insiden HMD. Bayi yang lahir dari ibu yang ketergantungan narkotik juga berisiko lebih
kecil terkena HMD.
G. Faktor Resiko
1. Bayi caucasian atau bayi laki-laki
2. Persalinan Sectio Caesaria
3. Asfiksia perinatal
4. Stres dingin/cold stress (suatu kondisi yang menakan produksi surfaktan)
5. Infeksi perinatal
6. Kelahiran bayi kembar (biasanya prematur)
7. Bayi dari ibu yang menderita DM
8. Bayi dengan kelainan jantung PDA (Patent Ductus Arteriosus)
9. Pada prematuritas :
a. Produksi surfaktan masih sedikit (defisiensi surfaktan).
b. Surfaktan diperoduksi oleh sel pnemosit tipe II yang mulai tumbuh pada gestasi
22-24 minggu, mulai aktif pada gestasi 24-26 minggu.
c. Surfaktan mulai berfungsi pada masa gestasi 32-36 minggu.
d. Rasio lesitin/spingomielin dalam cairan aminion
H. Patofisiologi

Sindrom gawat nafas/ penyakit membran hyalin merupakan akibat dari imaturitas
anatomi paru-paru dan kekurangan surfaktan. Sintesa surfaktan paru-paru pada
pneumocytes tipe II, dimulai pada usia kehamilan 24-28 minggu dan secara berangsurangsur meningkat sampai usia kehamilan aterm. Surfaktan paru menurunkan tegangan
permukaan dalam alveolus selama ekspirasi, yang memungkinkan alveolus sebagian tetap
mengembang, dapat mempertahankan kapasitas residual fungsional. Kurangnya produksi
surfaktan pada bayi prematur, maka tegangan permukaan pada perbatasan antara gas
alveolus dan dinding alveolus menjadi tinggi, yang menyebabkan complain paru menjadi
buruk, disebut atelektasis. Hal ini menyebabkan penurunan pertukaran gas dan terjadi
hipoksia berat serta asidosis, volume paru menurun terjadi hipoventilasi. Hal ini membuat
bayi prematur harus berusaha keras untuk mengembangkan paru-paru mereka setiap kali
bernafas, yang pada akhirnya akan terjadi gagal nafas. Kurangnya surfaktan dan complain
paru yang buruk menimbulkan adanya debris/ sel-sel mati yang terdiri dari sel yang rusak
atau terkelupas, nekroeksudatif, dan bocornya protein, yang melapisi kantung alveolar
sehingga pertukaran gas menjadi terganggu.
I. Manifestasi Klinik
Berikut ini adalah beberapa manifestasi klinik atau gejala paling umum dari sindrom
gawat nafas atau penyakit membrane hialin. Namun, masing-masing bayi mungkin
mengalami gejala yang berbeda-beda. Gejala biasanya hanya timbul dalam empat jam
setelah lahir, meliputi :
1. Kesulitan bernafas (gasping) pada saat lahir yang memburuk dengan cepat.
2. Sianosis (warna kebiru-biruan) atau sianosis sentral dalam udara kamar.
3. Nafas cuping hidung.
4. Takhipnea (nafas cepat).
5. Retraksi dada interkostal/subkostal yang berat (penarikan pada tulang iga dan sternum
selama bernafas).
6. Apnea berat.
7. Stridor.
8. Perfusi buruk (syok).
J. Tanda Radiologi

Gambaran radiografi paru pada bayi dengan gawat napas neonates ditandai dengan
pola retrikulogranular difus dengan densitas yang meningkat, biasanya penyebaran
seragam tetapi kadang-kadang lebih jelas pada basis atau pada satu sisi. Densitas
disebabkan oleh atelektasis miliaris dan edema interstisial. Volume paru kecil dan bahkan
radiografi yang diambil pada saat ventilasi tekanan positif jarang menunjukkan diafragma
dibawah ICS 8-9. Cabang bronkus digambarkan dengan jelas oleh udara terhadap paru
yang kurang terisi udara (bronkogram udara). Jantung biasanya berukuran normal,
walaupun sering tampak besar karena bayangan timus yang besar dan berkurangnya
volume paru. Atelektasis difus sering tidak terlihat karena gambaran radiografi paru dapat
berubah secara nyata dengan pengobatan. Bayi yang bernapas melawan tekanan positif
intermiten dengan tekanan ekspirasi-akhir positif dapat mempunyai paru yang terisi udara
dengan baik tanpa bronkogram udara. Sebaliknya, beberapa bayi dengan penyakit yang
amat berat mungkin tidak mampu mengembangkan parunya dan mempunyai radiografi
yang seluruhnya menyempit, bahkan batas-batas jantung pun tertutup. Kemudian dalam
perjalanan penyakit, edema paru, kebocoran udara, atau perdarahan paru juga dapat
memengaruhi gambaran radiologi.
Jadi, tanda dan gejala Sindrom Gawat Nafas atau Penyakit Membran Hialin dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Adanya tanda-tanda gawat nafas: takipnea (frekwensi nafas lebih dari 60x/menit),
retraksi dinding dada, nafas dengan cuping hidung, sianosis dan merintih saat
ekspirasi.
2. Perburukan pernafasan yang cepat, diikuti perburukan analisa gas darah. Gawat nafas
ini timbul dalam 6-8 jam setelah lahir dan makin memburuk dalam 24-48 jam
berikutnya.
3. Didapatkan juga adanya hipotensi, oliguria, hipotonia, suhu tidak stabil, ileus dan
edema perifer.
K. Evaluasi Gawat Nafas
Evaluasi gawat nafas dengan menggunakan Skor Down berikut ini :

Nilai
Frekwensi nafas
Retraksi
Sianosis
Air Entry
Merintih

0
<60x/menit
Tidak ada retraksi
Tidak sianosis

1
60-80x/menit
Retraksi ringan
Sianosis
hilang

2
>80x/menit
Retraksi berat
Sioanosis
menetap

dengan O2
Udara masuk bilateral Penurunan ringan
Udara Masuk
baik
Tidak merintih
Dapat
didengar

walaupun diberi O2
Tidak
ada
udara

dengan stetoskop

masuk
Dapat didengar tanpa
alat bantu

Skor < 4
: Tidak ada gawat nafas
Skor 4-7
: Gawat nafas
Skor >7
: Ancaman gagal nafas
(pemeriksaan gas darah harus dilakukan)

L. Diagnosa
Penyakit Membran Hialin atau Sindrom Gawat Nafas biasanya didiagnosa dengan
beberapa pemeriksaan sebagai berikut:
1. Keadaan Umum, warna kulit/membrane mukosa, dan usaha nafas (mengidikasikan
kebutuhan bayi terhadap oksigen)
2. Pemeriksaan foto rontgen dada/X-rays (seringkali menunjukan suatu gambaran
seperti kaca/ground glass yang unik yang disebut pola retikulogranuler seragam dan
bronchogram udara). X-rays merupakan energy elektromagnetik yang digunakan
untuk menghasilkan bayangan tulang dan organ-organ dalam/internal pada film.
3. Gas darah (pemeriksaan untuk oksigen, karbondioksida dan asam pada darah arteri),
seringkali menunjukkan penurunan jumlah dan peningkatan karbondioksida.
4. Elektrokardiografi (EKG), kadang-kadang digunakan untuk menyingkirkan masalah
jantung yang bias menyebabkan gejala yang mirip dengan HMD/sindrom gawat
nafas. EKG merupakan suatu tes yang mencatat aktivitas jantung, menunjukkan irama
yang abnormal (aritmia atau disritmia) dan mendeteksi kerusakan otot jantung.
M. Penatalaksanaan
1. Tindakan khusus untuk bayi dengan sindrom gawat nafas atau penyakit membrane
hialin akan ditentukan oleh dokter bayi berdasarkan pada :
a. Usia kehamilan ibu pada saat bayi lahir, riwayat kesehatan dan medis secara
menyeluruh.

b. Kondisi bayi.
c. Toleransi bayi terhadap obat-obatan, prosedur, dan terapi yang spesifik.
d. Harapan terhadap kondisi tersebut.
e. Pendapat atau pilihan pada orang tua.
2. Tindakan untuk bayi dengan sindrom gawat nafas atau penyakit membrane hialin
(HMD) meliputi :
a. Pengaturan suhu.
b. Cairan parenteral
c. Pementauan berkesinambungan
d. Pasang selang ETT (Intubasi Endotrakeal)
e. Alat bantu/ventilasi mekanik (untuk membantu kerja nafas bayi)
f. Oksigen suplementasi (jumlah oksigen yang banyak)
g. Pemasangan CPAP (continuous positive airway pressure), CPAP adalah suatu
mesin pernafasan mekanik yang mendorong aliran udara atau oksigen yang terusmenerus ke jalan nafas untuk menjaga agar aliran udara dalam paru-paru terbuka.
h. Penggantian surfaktan dengan surfaktan tiruan, (preparat surfaktan tiruan terbuat
dari ekstrak paru-paru sapi/ domba) paling efektif jika dimulai dalam 6 jam
pertama setelah lahir. Penggantian surfaktan telah menunjukan dapat mengurangi
beratnya Penyakit Membran Hialin atau Sindrom Gawat Nafas. Surfaktan
diberikan sebagai tindakan profilaksis (pencegahan) untuk beberapa bayi yang
sangat beresiko tinggi terhadap Penyakit Membran Hialin (HMD) atau juga dapat
diberikan sebagai metode penyelamatan/pengobatan.
Pemberian surfaktan ada dua cara:
1) Melalui selang ETT
Pemberian langsung pada selang ETT memungkinkan distrobusi surfaktan
yang lebih cepat sampai ke bagian perifer paru-paru, efektivitasnya lebih baik
dan efek sampingnya lebih sedikit.
2) Melalui Nebulizer
Biasanya pemberian surfaktan melalui nebulizer beserta ventilasi mekanis
(2-3 menit), dilanjutkan dengan postural drainage.
6 dosis terapi surfaktan yang rekomendasikan:
Nama produk

Dosis awal

Dosis tambahan

Galfaktan

3 ml/kg bb

Dapat diulang sampai


3 kali, pemberian
dengan interval 12
jam

Beractan

4 ml/kg bb

Dapat diulang setalah


6 jam, sampai total 4
dosis dalam 48 jam

Colfosceril

5 ml/kg bb Diberikan Dapat diulang setelah


dalam 4 menit
12 dan 24 jam

Forcine

2,5 ml/kg bb

Dosis 1,25 ml/ kg bb


dapat diberika setiap
24 jam

i. Obat-obatan (untuk membantu sedasi dan mengurangi nyeri pada bayi selama
terapi/tindakan).
j. High frecuency ventilation
Merupakan bentuk ventilasi mekanik yang menggunakan volume tidal yang
kecil dan laju ventilator yang cepat. Keuntungan HRV adalah dapat memberikan
gas yang adekuat dengan tekanan pada jalan nafas yang lebih rendah sehingga
mengurangi kejadian barotrauma. HFV menggunakan konsep untuk mengurangi
trauma volume dan atalektrauma yang akan mengurangi Pa Co2 dengan resiko
barotrauma yang kecil pada paru-paru.
k. Inhale nitrit oxite
Dapat memperbaiki vasodilatasi paru dan oksigenisasi pada bayi cukup bulan
dengan gagal nafas yang berat.
N. Pengobatan
1. Resusitasi Adekuat
Bayi yang lahir secara premature, bayi dari ibu diabetes, atau bayi yang
terkena asfiksia berat selama persalinan beresiko tinggi mengalami HMD dan
segera harus diresusitasi segera pada saat lahir. Hali ini harus mencakup
pengembangan paru dengan tekanan positif jika upaya pernafasan spontan
tidak mengembangkan paru secara sempurna, dan bantuan ventilasi dengan
campuran oksigen dan udara untuk mempertahankan PO2 arteri antara 50 dan

70 mmHg. Ventilasi bantuan harus dilanjutkan sampai bayi tersebut dapat


mempertahankan PCO2 dalam kisaran ini saat bernafas spontan.
2. Sokongan Umum
Bayi harus dirawat didalam lingkungan bersuhu netral dan hangat. Konsumsi
cairan harus dilarang sampai cairan paru diserap dan dieresis sempurna,
biasanya pada hari ketiga pascalahir. Umumnya, 60-80 ml/kg/hari larutan
glukosa 10% adekuat; jumlahnya harus dinaikkan jika kadar natrium
meningkat. Natrium klorida biasanya tidak diperlukan, karena neonates
memiliki volume cairan ekstraseluler yang besar, sehingga natrium relative
berlebih. Setelah asfiksia awal dikoreksi, dapat terjadi hipokalemi dan
hopokalsemia, sehingga kalium (2mEq/kg/hr) dan kalsium (kalsium
glukonat,200 mg/kg/hr) harus ditambahkan ke infuse intravaskuler. Jika
tekanan arteri tetap rendah pada awal perjalanan dan sirkulasi perifer tidak
adekuat, yang dinilai dari pengisian kapiler yang buruk, volume yang
bersirkulasi dapat ditinggikan dengan koloid. Infuse dopamine (5-20 mikro
gram/kg/menit) dapat membantu mempertahankan sirkulasi, terutama pada
bayi berat badan lahir rendah.
3. Sokongan Pernafasan
Satu-satunya cara untuk meningkatkan Po2 arteri pada bayi dengan HMD
adalah untuk meningkatkanPO2 alveolus dalam unit paru berventilasi buruk.
Hal ini dapat dicapai dengan meningkatkan oksigen inspirasi atau memberikan
tekanan positif ke paru dan meningkatkan ventilasi dalam unit paru
berventilasi buruk. Awalnya oksigen diberikan melalui kap. Tekanan oksigen
inspirasi harus dipertahankan tepat untuk mempertahankan tekanan oksigen
arteri antara 50 dan 70 mmHg.
Karena atelektasis progresif adalah cirri pusat HMD, distensi paru adalah
terapi yang paling langsung. Jika bayi banyak bergerak, hal tersebut dapat
dicapai dengan memberikan tekanan jalan nafas positif kontinu (CPAP)
melalui selang nasal atau slang endotrakeal. Kita biasanya memberikan CPAP
ketika bayi bayi memerlukan lebih dari 50% oksigen untuk mempertahankan
PaO2 lebih dari 50 torr. Biasanya, tekanan positif kontinu sampai6-10 cm
H2O dapat ditoleransi oleh jalur nasal. Jika CPAP nasal tidak efektif untuk
mempertahankan oksigen, intubasi bayi dan upayakanCPAP melalui jalur
endotrakea. Salah satu hasil terapi gawat nafas neonates dengan ventilasi
tekanan ekspirasi-akhir positif ialah kemampuan untuk mempertahankan

tekanan oksigen antara 50-70 torr sambil menurunkan konsentrasi oksigen


inspirasi. Peningkatan aerasi paru dengan tekanan positif ditunjukan secara
dramatis. Jika bayi menjadi apnea atau CPAP sendiri tidak cukup untuk
mempertahankan oksigen, ventilasi yang diperintah secara intermiten dengan
tekanan ekspirasi-akhir positif akan diperlukan. Data terakhir menunjukan
bahwa strategi untuk ventilasi yang diperintahkan secara intermiten yang
didasarkan pada upaya menjaga waktu inspirasi tetap pendek akan
menghasilkan resiko kebocoran udara paru yang paling kecil. Oleh karena itu,
bayi diventilasi dengan tingkat yang relative cepat, 60-80 kali/menit dengan
waktu inspiratori yang sangat singkat, 0,2-0,3 detik. Pertahankan Po2 arteri
antara 50-70 torr dengan dengan menaikan tegangan O2 yang diinspirasi atau
tekanan ekspirasi akhir positif. Kadang-kadang, bayi yang menerima ventilasi
yang diperintah secara intermiten akan melawan respiratori dan harus disedasi
atau dilumpuhkan. Karena data yang menunjukan bahwa insiden paru kronis
dapat dikurangi dengan Po2 arteri meningkat, sedangakn PCO2 seringkali
diperbolehkan untuk meningkat diatas 40 torr, khususnya pada bayi dengan
HMD.
O. Pencegahan
Mencegah terjadinya/lahirnya bayi prematur merupakn cara yang paling utama dalam
mencegah terjadinya Penyakit Membran Hialin (HMD). Jika bayi premature tidak dapat
dicegah, ibu biasanya diberikan obat yang disebut kortikosteroit sebelum persalinan dan
telah menunjukan penurunan resiko dan beratnya HMD yang sangat drastic pada bayi.
Steroid ini seringkali diberikan pada ibu antara usia kehamilan 24 sampai 34 minggu
yang telah diketahui akan beresiko pada awal persalinan.
P. Komplikasi
Bayi-bayi dengan Penyakit Membran Hialin (HMD)/ Sindrom Gawat Nafas kadangkadang dapat mengalami komplikasi penyakit atau masalah sebagai efek samping dari
tindakan. Beberapa komplikasi yang berhubungan dengan Penyakit Membran Hialin
(HMD) adalah :
1. Bocornya udara pada jaringan paru-paru, seperti :

a. Pneumomediastinum- bocornya udara ke dalam mediastinum (ruang dalam rongga


thorak di belakang sternum dan antara dua kantung pleura yang melapisi paruparu).
b. Pneumothorak- bocornya udara ke dalam ruang antara dinding dada dan jaringan
paling luar dari paru-paru.
c. Pneumoperikardium- bocornya udara ke dalam kantung sekitar jantung.
d. Pulmonary Interstitial Emphysema (PIE)- bocornya udara sehingga terperangkap
diantara alveoli, suaru kantung udara tipis pada paru-paru.
2. Sindrom Gawat Nafas Sedang Berat / Moderately severe Respiratory Distress
Syndrome
Pola retikulogranuler lebih menonjol dan terdistribusi lebih merata. Paru-paru
hypoaereted. Dapat dilihat pada bronkogram udara meningkat.
3. Sindrom Gawat Nafas Berat / Severe Respiratory Distress Syndrome
Terdapat retikulogranuler yang berbentuk opaque pada kedua paru-paru area
cystic pada paru-paru kanan bisa menunjukan alveoli yang berdilatasi atau empisema
interstitial pulmonal dini.
Q. Mortalitas/ Morbilitas
Penyakit membran hialin atau sindrom gawat napas merupakan penyebab utama
kematian pada bayi dan berkisar sekitar 20% dari seluruh kematian bayi baru lahir
a. Angka mortalitas/kematian bayi telah menurun secara drastis pada bayi dengan
sindrom gawat nafas dengan penggunaan alat bantu nafas/mesin CPAP dan terapi
pengganti surfaktan.
b. Angka mortalitas/kematian bayi berkaitan dengan penyakit membran hialin atau
sindrom gawat nafas kurang dari 10%untuk bayi lahir dengan usia kehamilan lebih
28%.
R. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas
2. Ketidakadekuatan pembersihan jalan nafas
Ketidakadekuatan pola nafas
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan
4. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
5. Kelebihan volume cairan
6. Ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik
7. Penggantian surfaktan
8. Perjalanan klinis HMD dapat secara dramatis diubah dengan memasukan surfaktan
paru saat lahir ke dalam paru bayi yang dilahirkan dengan resiko tinggi paru imatur.

9. Preparat surfaktan terdiri dari fosfatidilkolin tidak jenuh ditambah alkohol dari asam
palmitat (exosurf) efektif dalam terapi dan pencegahan HMD.
Sebagai tambahan ada dua strategi terapi yang sudah diterapkan dengan jelas untuk
pemberian surfaktan, Terapi profilaksis yang memerlukan preparat surfaktan dimasukan
kedalam trakea bayi tidak lama setelah lahir.
S. Intervensi keperawatan
1. Pertahankan stabilitas kardiorespirasi
2. Pantau kedalaman, kesimetrisan dan irama pernafasan
3. Pantau kecepatan, kualitas, dann murmur bunyi jantung
4. Kasi responsivitas terhadap intervensi medis, ventilasi mekanik, pemberian aerosol,
dan terapi pengganti surfaktan
5. Pantau Pa O2 melalui oksimetri nadi
6. Pantau gas darah arteri dan data laboratorium
7. Pantau tekanan darah dan fluktuasinya saat melakukan aktivitas dan pengobatan
8. Berikan obat sesuai indikasi
T. Pengkajian
1. Keadaan umum
Warna kulit/membrane mukosa, dan usaha nafas (mengidikasikan kebutuhan bayi
terhadap oksigen).
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada sindrom gawat nafas akan ditemukan bayi kesulitan
bernafas (gasping) pada saat lahir yang memburuk dengan cepat, sianosis (warna
kebiru-biruan) atau sianosis sentral dalam udara kamar, nafas cuping hidung,
takhipnea (nafas cepat), retraksi dada interkostal/subkostal yang berat (penarikan pada
tulang iga dan sternum selama bernafas), apnea berat, stridor, dan perfusi buruk
(syok).
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan foto rontgen dada/X-rays
Pemeriksaan foto rontgen dada/X-rays (seringkali menunjukan suatu
gambaran

seperti

kaca/ground

glass

yang

unik

yang

disebut

pola

retikulogranuler seragam dan bronchogram udara). X-rays merupakan energy


elektromagnetik yang digunakan untuk menghasilkan bayangan tulang dan organorgan dalam/internal pada film.

b. Gas darah
Gas darah (pemeriksaan untuk oksigen, karbondioksida dan asam pada darah
arteri),

seringkali

menunjukkan

penurunan

jumlah

dan

peningkatan

karbondioksida.
c. Elektrokardiografi (EKG)
Eletrokardiografi (EKG) kadang-kadang digunakan untuk menyingkirkan
masalah jantung yang bias menyebabkan gejala yang mirip dengan HMD/sindrom
gawat nafas. EKG merupakan suatu tes yang mencatat aktivitas jantung,
menunjukkan irama yang abnormal (aritmia atau disritmia) dan mendeteksi
kerusakan otot jantung.

Anda mungkin juga menyukai