Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRAKTIKUM

EVALUASI PHT PADA BUDIDAYA BAWANG MERAH (Allium cepa L.) OLEH
BAPAK SISWANTO DI JATEN, KARANGANYAR

Kelompok 4
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Aziz Muhajir Sulthon


Elizabeth Windy Gitiara
Erika Diah Septiana
Fajar Cisanda
Fatmawati
Febrina Rahmadhani A.
Fita Ratnasari
Hekmawati

(H0714017)
(H0714040)
(H0714041)
(H0714044)
(H0714046)
(H0714047)
(H0714049)
(H0714058)

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2016
I. KATA PENGANTAR

II. HASIL PENGAMATAN


A. Kondisi Umum Lahan
Lahan praktikum PHT (Pengelolaan Hama Terpadu) yang menjadi
obyek pengamatan kami adalah lahan dengan komoditas bawang merah (Allium
cepa L). Lahan yang kami amati adalah lahan yang dikelola oleh Bapak
Siswanto, namun secara kepemilikan lahan ini bukan milik Bapak Siswanto.
Lahan yang dikelola Bapak Siswanto berada di daerah di Brujul, Kecamatan
Jaten, Kabupaten Karanganyar. Lahan yang diamati memiliki luas sekitar kurang
lebih 160 m2. Model penanaman yang dipakai menggunakan bedengan, dari 160
m2 luasan tanam lahan bawang merah tersebut, terdapat 9 bedengan dengan
panjang x lebar yaitu 5 m x 1 m, atau tepatnya disesuaikan dan mengikuti kondisi
lahan. Setiap bedengan tersebut terdapat 50-70 x 10 tanaman. Lahan yang
dikelola Bapak Siswanto bertopografi relatif datar dengan perbatasan lahannya
adalah bagian utara jalan kecil lalu sawah, timur adalah jalan kecil lalu sawah,
selatan sawah dan bagian barat berbatasan dengan sungai. Letaknya berbatasan
dengan sawah sehingga kondisi lahan cenderung lembab namun banyak
ditumbuhi gulma. Tepi lahan sebelah barat berbatas dengan sungai ditanami
bawang merah juga untuk lebih memanfaatkan lahan agar dapat menambah hasil
produksi, sedangkan lahan di sebelah timur, utara maupun selatan ditumbuhi
gulma karena menjadi jalan dan batas antar sawah lainnya. Melihat kondisi tanah
di lahan, kesuburannya cukup tinggi ditandai dengan warnanya yang coklat
kehitaman dan strukturnya yang cukup gembur.
B. Cara Budidaya Tanaman
Teknik penanaman bawang merah yang dilakukan Bapak Siswanto
meliputi pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan dan pemanenan.
1. Pola tanam
Rotasi tanaman dibutuhkan untuk meningkatkan produksi dan
memutus siklus OPT. Rotasi tanaman juga bertujuan untuk meningkatkan

guna lahan dan menjaga kesuburan tanah. Rotasi tanaman bawang merah
yang dilakukan yaitu bawang merah-padi-bawang merah sehingga dalam
satu tahun terdapat 3 kali masa tanam. Rotasi tersebut juga disesuaikan
dengan keadaan gulma di lahan.
2. Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah dimaksudkan untuk menciptakan lapisan olah yang
gembur dan cocok untuk budidaya bawang merah. Pengolahan tanah
umumnya diperlukan untuk menggemburkan tanah, memperbaiki drainase
dan aerasi tanah, meratakan permukaan tanah, dan mengendalikan gulma.
Pengolahan tanah yang dilakukan yaitu dengan mencangkul tanah sedalam
20 cm, kemudian dibuat bedengan-bedengan sesuai kondisi lahan. Tanah
yang telah diolah dibiarkan sampai kering kemudian diberi pupuk kandnag
dan diolah lagi 23 kali sampai gembur sebelum dilakukan perbaikan
bedengan-bedengan dengan rapi. Waktu yang diperlukan untuk pengolahan
tanah sampai tanah menjadi gembur dan siap untuk ditanami sekitar 34
minggu.
3. Penanaman
Bahan tanam yang digunakan berupa umbi bawang merah. Petani
tidak mengetahui varietas bawang merah yang digunakan dan berasal dari
Brebes. Jarak tanam untuk budidaya bawang merah yaitu 15 cm x 20 cm.
Tujuan pengaturan

jarak tanam pada dasarnya adalah memberikan

kemungkinan tanaman untuk tumbuh dengan baik tanpa mengalami


persaingan dalam hal pengambilan air, unsur hara dan cahaya matahari, serta
memudahkan pemeliharaan tanaman. Penggunaan jarak tanam yang kurang
tepat dapat merangsang pertumbuhan gulma, sehingga dapat menurunkan
hasil. Penanaman dilakukan dengan membenamkan seluruh bagian umbi
kedalam tanah.

4. Pemeliharaan
Tindakan pemeliharaan bawang merah yang dilakukan meliputi
pengairan, pemupukan, penyiangan dan pengendalian OPT. Pengairan
dilakukan 2 kali sehari yaitu pagi dan sore. Pemupukan dilakukan untuk
menambah unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Pemupukan dilakukan
pada minggu ke-2. Pengendalian hama dan penyakit merupakan kegiatan
rutin atau tindakan preventif yang dilakukan petani bawang merah.
Pengendalian hama dilakukan dengan menggunakan pestisida khususnya
untuk

mengendalikan

pathogen

jamur,

misalnya

dengan

antrakol.

Penyiangan atau pembersihan gulma dilakukan dengan cara mencabut


menggunakan tangan.
5. Pemanenan
Bawang merah dapat dipanen setelah umurnya cukup tua, biasanya
pada umur 6070 hari. Tanaman bawang merah dipanen setelah terlihat
tanda-tanda 60% leher batang lunak, tanaman rebah, dan daun menguning.
Pemanenan dilaksanakan pada keadaan tanah kering dan cuaca yang cerah
untuk mencegah serangan penyakit busuk umbi di gudang. Bawang merah
yang telah dipanen kemudian diikat pada batangnya untuk mempermudah
penanganan. Umbi yang telah dipanen kemudian dijemur sampai cukup
kering (1-2 minggu) dengan dibawah sinar matahari langsung, kemudian
biasanya diikuti dengan pengelompokan berdasarkan kualitas umbi.
Pengeringan juga dapat dilakukan dengan alat pengering khusus sampai
mencapai kadar air kurang lebih 80%.
C. Keadaan OPT (Organisme Pengganggu Tanaman)
Serangan OPT pada lahan bawang merah yaitu serangan ulat grayak
(Spodoptera litura) dan pathogen Fusarium oxysporum yang menyebabkan layu
fusarium. Adapun secara khusus dalam makalah ini akan dibahas mengenai
penyakit yang ada pada lahan bawang merah yang diamati. Pengamatan yang
dilakukan yaitu secara organoleptik, yaitu melihat langsung dan mengamatinya

dengan menggunakan indra mata. Beberapa tanaman bawang merah terlihat


menguning.
Ulat grayak menyerang saat musim kemarau, sedangkan pada musim
hujan tanaman diserang jamur. Pengamatan dilakukan dengan melihat gejala
kerusakan pada rumpun bawang merah. Biasanya kerusakan berupa ujung daun
patah, berlubang, dan rebah. Ulat grayak (Spodoptera litura) merupakan hama
yang sering dijumpai pada tanaman pertanian seperti cabai, bawang merah, dan
kedelai. Hama ini dapat menyerang suatu tanaman dengan sangat cepat, bahkan
dalam sehari suatu tanaman dapat habis daunnya karena diserang oleh
gerombolan ulat grayak. Organisme pengganggu tanaman (OPT) ini menggrogoti
bagian daun mulai dari tepi hingga bagian atas atau bawahnya bahkan hingga
tersisa epidermisnya saja. Ulat masuk ke dalam daun dengan jalan melubangi
ujung daun pada saat stadia larva, kemudian menggerek permukaan bagian dalam
daun, bagian epidermis luar daun ditinggalkan, akibatnya daun mengering.
Perkembangan populasi hama ini sangat cepat terutama pada musim kemarau
yang merupakan musim penanaman bawang merah. Antisipasi terhadap serangan
ulat sangat diperlukan untuk mencegah timbulnya kerusakan tanaman, terutama
saat awal musim tanam, dengan pemantauan dan pengendalian terhadap telur
hama.
Penyakit yang sering menyerang lahan bawang merah adalah penyakit
layu fusarium. Penyakit ini disebabkan oleh jamur Fusarium oxysporum.
Sebagian besar tanaman bawang merah milik Pak Siswanto diserang oleh
pathogen ini. Jamur tersebut menyebabkan daun-daun bawang merah menguning
dan seperti terpelintir, bahkan sejumlah daun tampak layu. Penyakit tersebut
biasa disebut dengan sakit moler. Serangan OPT tersebut tentunya harus di kelola
sehingga tidak semakin parah, bahkan mengganggu pertanaman berikutnya.

Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Minggu Ke-1


Sampe

Scoring

Jumlah

Tinggi

l
1
1
2
2
3
0
4
0
5
0
6
0
7
0
8
0
9
0
10
0
11
2
12
1
13
2
14
0
15
0
16
0
17
0
18
0
19
2
20
0
Sumber : Logbook

rumpun
1
2
1
1
1
2
3
1
0
2
1
1
1
2
1
1
2
2
2
1

Insiden Penyakit
I=

a
b

6
20

x 100%

x 100%

=3 %
Intensitas Penyakit (IP)
(n . v )
IP = N . Z x100 %
=

( 14 x 0 ) + ( 2 x 1 ) +( 3 x 2)
20 x 2

x 100%

tanaman
2
3
5
4
1
6
3
3
2
1
5
4
3
2
1
2
2
2
3
2

0+2+6
=
x100%
40
=20%
Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Minggu Ke-2
Sampe
Scoring
l
1
1
2
3
3
1
4
0
5
0
6
0
7
1
8
0
9
0
10
1
11
0
12
2
13
2
14
1
15
0
16
0
17
1
18
1
19
2
20
0
Sumber: Logbook
Insiden Penyakit
I=

a
b

11
20

x 100%

x 100%

=55 %
Intensitas Penyakit (IP)

Jumlah
rumpun
3
4
4
2
3
4
3
4
2
4
4
3
2
5
2
2
3
4
2
1

Tinggi
tanaman
9
10
16
20
11
12
10
15
17
19
20
21
14
14
13
12
20
18
10
20

IP =

(n . v )
N . Z x100 %

( 9 x 0 ) + ( 7 x 1 ) + ( 3 x 2 ) +(1 x 3)
x 100%
20 x 3

0+7+6+3
60

16
60 x 100 %

x 100 %

= 26,7%
Tabel 4.3 Hasil Pengamatan Minggu Ke-3
Sampe
Scoring
l
1
2
2
3
3
1
4
0
5
1
6
1
7
2
8
3
9
0
10
1
11
3
12
3
13
3
14
2
15
1
16
1
17
1
18
2
19
3
20
0
Sumber: Logbook
Insiden Penyakit1

Jumlah
rumpun
6
5
4
4
4
5
3
5
4
6
5
3
4
5
2
5
6
4
4
5

Tinggi
tanaman
27
25
25
20
25
30,5
24,5
29
30
33
30
30
25
25
33
23
30
29,5
17,5
33

I=

a
b

x 1000%

17
20

x 100%

= 85%
Intensitas Penyakit (IP)
(n . v )
IP = N . Z x100 %
=

( 3 x 0 ) + ( 7 x 1 ) + ( 4 x 2 ) +(6 x 3)
20 x 3

0+7+8+18
60

33
60 x 100 %

x 100%

x 100 %

= 55%
Tabel 4.4 Hasil Pengamatan Minggu Ke-4
Sampe
l
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Scoring
2
4
4
3
3
2
2
4
1
1
4
3
4
2
1
1

Jumlah
rumpun
6
0
0
3
3
4
5
0
5
5
0
4
0
2
5
5

Tinggi
tanaman
6
0
0
30
32
30,5
24,5
0
30
33
0
35
0
25
33
37

17
1
18
3
19
1
20
3
Sumber: Logbook

4
0
2
0

30
0
17
0

Insiden Penyakit
I=

a
b

19
20

x 100%

x 100%

=95 %
Intensitas Penyakit (IP)
(n . v )
IP = N . Z x100 %
=

( 1 x 0 )+ ( 5 x 1 )+ ( 2 x 2 )+ ( 7 x 3 ) +( 6 x 4 )
x 100%
20 x 4

0+5+4 +21+24
80

50
80 x 100 %

x 100 %

= 67,5%
Tabel 4.5 Hasil Pengamatan Minggu Ke-5
sampe
l
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Scoring
3
4
3
2
3
4
4
4
2

Jumlah
rumpun
4
6
3
4
4
5
6
4
5

Tinggi
tanaman
28,6
32
26
27,5
26
25
26
20
25,7

10
3
11
4
12
3
13
3
14
3
15
1
16
0
17
3
18
2
19
2
20
1
Sumber: Logbook

5
0
4
5
2
3
5
4
3
4
7

25,25
30
27
19
37
35
30
31
30
31
37

Insiden Penyakit
I=

a
b

20
20

x 100%

x 100%

=100 %
Intensitas Penyakit (IP)
(n . v )
IP = N . Z x100 %
=

( 1 x 0 )+ ( 2 x 1 )+ ( 4 x 2 )+ ( 8 x 3 ) +(5 x 4)
20 x 4

0+2+8+24 +20
80

54
80 x 100 %

= 67,5%

x 100 %

x 100%

Intensitas Penyakit

Persentase IP

80
70
60
50
40
30
20
10
0

Intensitas Penyakit

Pengamatan

Grafik 1.1 Intensitas Penyakit pada Lahan Bawang Merah


Keterangan

: Pengamatan dilakukan sampai minggu kelima, karena setelah itu


lahan bawang merah sudah dipanen.

D. Analisis Usahatani
1. Biaya Investasi
No.
1.
2.
3.

Uraian
Cangkul
Ember
Tangki

Kebutuhan
1
2
1
Total Investasi

Harga Satuan
Rp.
30.000
Rp.
5.000
Rp.
510.000

Total Harga
Rp.
30.000
Rp.
10.000
Rp. 510.000
Rp. 550.000

Harga Satuan

Total
Penyusutan
Rp.
15.000
Rp.
5.000
Rp. 127.500
Rp. 147.500

Sumber: Hasil Wawancara


2. Biaya Operasional
a. Biaya Tetap
No.

Uraian

1.
2.
3.

Cangkul
Ember
Tangki

Umur Alat

2 tahun
Rp.
2 tahun
Rp.
4 tahun
Rp.
Total Biaya Tetap

Sumber : Hasil Wawancara

30.000
5.000
510.000

b. Biaya Variabel
No.

Jenis Bahan

1.

Pupuk
a. Pupuk Organik
30
b. Ultradap
0,2
c. Gandasil-D
0,04
Pestisida
a. Antrakol
0,025
Benih
35
Bensin
2 liter
Pengairan
TOTAL

2.
3.
4.
5

Jumlah
(kg)

Harga

Total Harga

Rp
Rp
Rp

500
26.000
13.000

Rp
Rp
Rp

15.000
5.200
520

Rp
Rp
Rp

66.000
15.000
5.200

Rp
1.650
Rp 525.000
Rp
10.400
Rp
60.000
Rp 607.370

Sumber : Hasil Wawancara


Berdasarkan pengelompokan data tersebut, analisis ekonomi yang akan
dilakukan yaitu beberapa perhitungan diantaranya:
1. Biaya Produksi
TC = TFC + TVC
Dimana :
TC

: Total Biaya (Total Cost)

TFC : Total Biaya Tetap (Total Fixed Cost)


TVC : Total Biaya Variabel (Total Variabel Cost)
TC

= TFC + TVC
= Rp 147.500 + Rp 607.370
= Rp 754.870
Dengan demikian, biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani untuk

usaha bawang merah sebesar Rp 754.870, dimana diperoleh dari biaya tetap
yang terdiri dari cangkul, ember, diesel, dan tangki, serta biaya biaya variabel
yang terdiri dari pupuk, pestisida, benih, bensin, dan biaya lain-lain.
2. Keuntungan
= TR TC
Dimana :

: Keuntungan (Profit)

TR

: Total Penerimaan (Total Revenue)

TC

: Total Biaya (Total Cost)


TR = Q x P

Dimana :
TR

: Total Penerimaan (Total Revenue)

: Total Produksi (Kg)

: Harga Produk

TR

= 40 kg x Rp 25.000
= Rp 1.000.000

Maka,

= Rp 1.000.000 - Rp 754.870
= Rp 245.130

3. Break Event Poit (BEP produksi dan BEP harga)


a BEP Volume Produksi
BEP Volume Produksi menggambarkan produksi minimal yang harus
dihasilkan, agar usaha tani tidak mengalami kerugian

BEP

Total Biaya Produksi (Rp.)


Harga di Tingkat Petani (Rp./Kg)

BEP

Rp 754.870
Rp 25.000/ kg

30,1948 kg

BEP Harga Produksi


BEP Harga Produksi menggambarkan harga terendah dari produk
yang dihasilkan. Apabila harga ditingkat petani lebih rendah dari pada
harga BEP, maka usaha tani akan mengalami kerugian
BEP harga = Total Biaya Produksi (Rp.)
Total Produksi (Kg)
BEP harga = Rp 754.870
40 kg

= Rp 18.871,75/kg atau Rp 18.900/ kg


Hasil ini menunjukkan bahwa pada saat bawang merah dijual seharga
Rp 18.871,75 atau Rp 18.900 untuk setiap kilogramnya maka usaha tani
tersebut telah mencapai pada titik balik modal yang berarti usaha tani tidak
mengalami kerugian akan tetapi juga belum mengalami keuntungan.
4. Return of Investment (ROI)
RoI

= Keuntungan Usaha Tani x 100 %


Modal Usaha atau biaya operasional
Rp 245.130
= Rp 754.870 x 100%
= 32,47%
Nilai tersebut menunjukkan bahwa adanya keuntungan sebesar

Rp 32,- yang diperoleh setiap terjadinya pengeluaran biaya sebesar


Rp 100,5. Benefit Cost ratio (B/C ratio)
B/C adalah perbandingan antara tingkat keuntungan yang diperoleh
dengan total biaya yang dikeluarkan. Suatu usaha dikatakan layak dan
memberikan manfaat apabila nilai B/C> 1. semakin besar nilai B/C semakin
besar pula manfaat yang akan diperoleh dari usaha tersebut. Untuk
mengetahui tingkat efisiensi suatu usaha dapat digunakan parameter yaitu
dengan mengukur besarnya pemasukan dibagi besarnya korbanan, dimana
bila:
B/C Ratio > 1 = efisien
B/C Ratio 1 = impas
B/C Ratio < 1 = tidak efisien
Benefit Cost Ratio (B/C ratio) bisa digunakan dalam analisis kelayakan
usaha tani, yaitu perbandingan antara total pendapatan dan total biaya yang
dikeluarkan.

B/C ratio

Total Pendapatan(Rp)
Total Biaya operational( Rp)

Rp 1.000 .000
Rp 754.870

= 1,32
Nilai tersebut menunjukkan bahwa B/C ratio 1,32 adalah B/C ratio
yang nilainya diatas 1 atau (>1) maka, B/C ratio menunjukkan investasi atau
kelayakan proyeknya dapat diterima. Sehingga usaha tani bawang merah
tersebut memiliki kelayakan unuk keberlanjutan usaha.

III.

PEMBAHASAN

Lahan tanaman bawang merah yang digunakan sebagai obyek pengamatan


adalah lahan milik Bapak Siswanto atau biasa dikenal dengan Pak Sis ini berlokasi di
Jaten, Karanganyar. Areal pertanaman bawang merah dibuat bedengan. Lahan
bawang merah tersebut terbagi menjadi 9 bedengan. Lebar masing-masing bedengan
bervariasi antara 1-1,5 m serta panjang bedengan berbeda-beda disesuaikan dengan
kondisi lahan yang tidak simetris. Adapun tinggi bedengan sekitar 30 cm dan dibawah
bedengan tanah dibiarkan tergenang air sekitar 5 cm. Setiap bedengan ditanami 10 x
60 cm tanaman bawang merah dengan jarak penanaman 15 x 20 cm. Lahan bawang
merah ini terletak diantara hamparan lahan padi. Lahan tersebut cukup dekat dengan
sumber air, yaitu terdapat sungai di sebelah lahan tanaman bawang merah, sehingga
ketersediaan air bagi tanaman dapat terpenuhi dengan baik.
Lahan tanaman bawang merah ini terletak cukup jauh dari jalan raya. Akses
menuju lahan bawang merah ini yaitu dengan berjalan kaki atau menggunakan motor,
karena jalan yang sempit, sementara itu juga melewati hamparan lahan padi. Adapun
tanaman lain di sekitar lahan tanaman bawang merah yaitu terdapat tanaman tahunan
disepanjang jalan pematang sawah, namun adanya tanaman tersebut tidak menaungi
lahan tanaman bawang merah. Tajuk dari tanaman lain tidak menaungi lahan tanaman
bawang merah sehingga tanaman bawang merah mendapatkan intensitas matahari
yang penuh. Irfan (2013) berpendapat bahwa jumlah daun yang terlalu banyak pada
tanaman dapat mengganggu sirkulasi udara dan sinar matahari yang masuk pada areal
pertanaman, sehingga mengakibatkan keadaan dengan kelembaban yang tinggi, hal
ini akan mendukung pertumbuhan pathogen untuk berkembang dengan baik. Sesuai
dengan pendapat tersebut, pengolahan lahan di lahan bawang merah ini cukup baik.
Lahan bawang merah ini terletak di daerah dataran rendah dengan suhu yang
tinggi ketika siang hari, sehingga ketersediaan panas yang tersedia bagi tanaman
cukup memenuhi. Menurut Mulyaqin (2013), ketinggian tempat yang optimal untuk
pertumbuhan dan perkembangan bawang merah adalah 0-450 m dpl. Tanaman

bawang merah di Indonesia, ditanam di dataran rendah sampai ketinggian 1000 m


dpl. Tanaman bawang merah masih tumbuh dan berumbi di dataran tinggi, tetapi
umurnya lebih panjang setengah sampai 1 bulan dan hasil umbinya lebih rendah.
Pengolahan lahan yang dilakukan Bapak Sis yaitu dengan menggunakan bajak
dan cangkul. Pengolahan lahan juga dilakukan pemakaian pupuk dengan
menggunakan pupuk organik tanpa menggunakan dolomit, karena tanaman bawang
merah pada saat masa tanam I. Bajak digunakan untuk membalik tanah dan
meremahkan tanah sedangkan penggunaan cangkul untuk pembuatan bedengan.
Bahan tanam yang digunakan sekitar 30 - 40 kg. Bibit dibeli dari Brebes dengan
harga 43 - 48 ribu per kg. Menurut Putrasamedja dan Permadi (2001), benih dari
umbi konsumsi yang biasa digunakan petani berkualitas rendah karena tidak
dihasilkan dari proses seleksi, sehingga menyebabkan produktivitasnya rendah.
Menurut Karim et al. (2015), potensi pengembangan usaha budidaya bawang merah
cukup besar. Hal ini tentu perlu diimbangi dengan pengadaan benih yang berkualitas.
Salah satu usaha dalam proses tersebut adalah dengan perbaikan mutu benih yang
akan digunakan.
Penanaman dilakukan manual dengan menggunakan jarak tanam 15 cm x 20
cm. Penggunaan jarak tanam ini dikarenakan pada saat tanam sedang musim hujan.
Pengairan dilakukan setiap hari pada pagi dan sore hari ketika umur tanam 0-15 HST,
sedangkan jika umur tanaman sudah lebih dari 15 HST penyiraman dilakukan sehari
hanya satu kali. Penyiraman berasal dari drainase yang telah dibuat diantara
bedengan. Ketika drainase kering, Bapak Sis dan para petani lain memanfaatkan
sungai yang terdapat didekat lahan atau dengan membuat sumur- sumur di pinggir
lahan.
Menurut Bapak Sis tanaman bawang merah tidak bisa hidup tanpa pemupukan
dan pestisida, sehingga sudah sejak awal penanaman sudah diaplikasikan pestisida.
Penyakit yang sering menyerang bawang merah adalah busuk jamur yang ditandai
dengan daun yang menguning dari ujung, sehingga pestisida yang banyak digunakan
adalah untuk mengatasi jamur. Pestisida yang digunakan untuk pengendalian antara

lain adalah antrakol. Pengaplikasian pestisida dilakukan oleh Bapak Sis dua hari
sekali dan biasanya dilakukan pada jam 3.
Pasca panen tanaman bawang merah yang dilakukan oleh Bapak Sis yaitu
langsung dijual ke tengkulak. Tengkulak biasanya membeli bawang merah dengan
harga Rp 25.000/kg. Seluruh lahan bawang merah milik Bapak Sis adalah 160

m2

sehingga Bapak Sis mendapatkan keuntungan Rp 245.130,00. Bapak Sis menjual


hasil panennya ke tengkulak karena kurangnya tenaga kerja sehingga harga kerja
yang dimiliki bisa langsung untuk penanaman berikutnya.
Budidaya tanaman tidak luput dari permasalahan tanam seperti Organisme
Pengganggu Tanaman (OPT). serangan organisme pengganggu tanaman bisa
mempengaruhi produktivitas hasil tanam. Serangan organisme pengganggu tanaman
yang tinggi akan menyebabkan kerugian ekonomi bahkan kegagalan produksi.
Keberadaan organisme pengganggu tanaman perlu dikendalikan. Pengendalian
dilakukan dengan mengendalikan faktor pendukung keberadaan organisme
pengganggu tanaman seperti potensi biotik dan faktor lingkungan.
OPT yang banyak ditemukan pada lahan bawang merah ini adalah ulat grayak
dan penyakit layu fusarium. Adapun secara khusus pengamatan yang telah dilakukan
di lapangan mengenai lahan bawang merah ini yaitu penyakit yang ada di tanaman
bawang merah. Penyakit tanaman bawang merah yang ada adalah penyakit yang
disebabkan oleh jamur. Berdasarkan ciri-ciri yang telah diamati dilapangan. Tanaman
bawang merah Bapak Sis terserang penyakit yang di sebut penyakit moler. Penyakit
ini disebabkan oleh jamur Fusarium oxysporum f.sp. cepae. Menurut Sumartini
(2012), gejala yang ditimbulkan oleh patogen yaitu daun yang menguning dan
cenderung terpelintir. Infeksi pada bagian akar atau batang yang berbatasan dengan
permukaan tanah merupakan awal serangan patogen tular tanah pada tanaman. Hal ini
menyebabkan transportasi hara dan air tersumbat sehingga tanaman layu. Hasil
pengamatan kelompok diperoleh bahwa tanaman bawang merah yang terkena
penyakit memiliki ciri-ciri yang sama seperti penyakit moler. Menurut Nugroho
(2011), penyakit moler merupakan penyakit utama bawang merah yang disebabkan

oleh Fusarium oxysporum f.sp. cepae. Eni et al. (2014) berpendapat bahwa, periode
inkubasi penyakit moler atau mulai munculnya gejala penyakit yang disebabkan oleh
patogen Fusarium oxysporum f.sp. cepae rata-rata sekitar 7-12 hari.
Menurut Widodo et al. (2008), pencegahan terjadinya serangan penyakit
moler dapat dilakukan dengan perlakuan pada bibit. Perlindungan melalui bibit
merupakan cara yang lebih efektif dalam menekan intensitas penyakit. Busuk pangkal
juga merupakan salah satu penyakit yang sering menyerang tanaman bawag merah
yang disebabkan

F. oxysporum f. sp. cepae. Gejala yang tampak adalah daun

mengering dan meliuk (twisting) dimulai dari atas karena umbinya membusuk.
Penyakit ini juga dapat terjadi pada umbi lapis hasil panen dalam penyimpanan.
F. oxysporum f. sp. cepae menyerang bawang merah yang luka pada waktu
penyiangan, panen, pengangkutan, atau pada waktu pemotongan daun. Menurut
Semangun (2006), gejala pada umbi terserang patogen adalah umbi membusuk dan
berwarna kuning coklat, umbi bawang merah menjadi gembus. Adanya pathogen
ini tentu sangat menurunkan kualitas bawang merah yang diperoleh. Fusarium
merupakan jamur tanah atau yang lazim sebagai soil in habitant. Tanah yang sudah
terinfestasi sukar dibebaskan dari jamur ini. Jamur ini bersifat tular tanah. Apabila
tidak ada tanaman inang di lapangan jamur ini dapat bertahan lebih 10 tahun dalam
tanah.
Menurut Semangun (2006), morfologi dari Fusarium oxysporum yaitu
memiliki struktur yang terdiri dari mikronidium dan makronidium. Permukaan koloni
pathogen berwarna ungu, bergerigi, permukaan kasar berserabut dan bergelombang.
Jamur ini membentuk konidium saat berada di alam. Konidiofor bercabang-cabang
dan makro konidium berbentuk sabit, bertangkai kecil, sering kali berpasangan.
Miselium terutama terdapat di dalam sel khususnya di dalam pembuluh, juga
membentuk miselium yang terdapat di antara sel-sel, yaitu di dalam kulit dan di
jaringan parenkim di dekat terjadinya infeksi. Koloni Fusarium biasanya berwarna
merah muda sampai biru violet dengan bagian tengah koloni berwarna lebih gelap
dibandingkan dengan bagian pinggir. Saat konidium terbentuk, tekstur koloni menjadi
seperti wol atau kapas.

Menurut Abawi dan Lorbeer (1972), temperatur optimum untuk pertumbuhan


F.oxysporum f. sp. Cepae berkisar antara 24

sampai 27

yang

berpengaruh pada diameter koloni dan berat kering setelah 146 dan 177 jam. Suhu
tanah dapat menjadi faktor utama yang memberikan respon untuk perkembangan
busuk pangkal Fusarium bawang dalam kondisi lahan di pegunungan, yang umumnya
dingin dalam sebagian stadium pertumbuhannya.
Pengendalian penyakit yang disebabkan oleh Fusarium yang umum
dianjurkan ialah perlakuan tanah secara fisik atau kimiawi dan penggunaan varietas
tahan. Rotasi dengan tanaman bukan inang selama 4 tahun atau lebih dapat
mengurangi peluang terjadinya infeksi oleh patogen tersebut. Menurut Umi et al.
(2015), pengendalian lain yang bisa dilakukan adalah dengan penggunaan isolat F.
oxysporum nonpatogen yang dapat menjadi alternatif pengendalian penyakit tanaman
yang ramah lingkungan, khususnya yang disebabkan oleh F. oxysporum patogen.
Rotasi tanaman adalah penanaman berbagai jenis tanaman secara bergiliran
dalam satu lahan pertanian pada waktu yang berbeda. Rotasi tanaman diketahui
bermanfaat bagi tanah. Elemen utama dari rotasi tanaman adalah pengembalian
nutrisi nitrogen melalui tanaman legume setelah penanaman tumbuhan serealia dan
sejenisnya. Rotasi tanaman akan mencegah terakumulasinya pathogen dan hama yang
sering menyerang satu jenis tanaman saja. Rotasi tanaman juga meningkatkan
kualitas struktur tanah dan mempertahankan kesuburan dengan melakukan pergantian
antara tanaman berakar dalam dengan tanaman berakar dangkal. Rotasi tanaman
merupakan bagian dari polikultur. Rotasi tanam ini juga dapat memutus siklus hidup
dari OPT yang menyerang tanaman, disamping dapat meningkatkan keanekaragaman
hayati, terutama mikroorganisme yang berada dalam tanah di sekitar perakaran,
disebabkan adanya variasi eksudat akar yang ada.
Menurut Wiranata (2012), tujuan dari rotasi tanam adalah memperbaiki
struktur dan kesuburan tanah. Tujuan utama dari rotasi tanam dalam prinsip
pengelolaan hama terpadu adalah memberantas nematode-nematode jahat dan
penyakit yang dapat hidup lama di dalam tanah, yang sulit diberantas dengan cara

lain. Rotasi tanaman berperan dalam mengurangi resiko gagal panen. Selain itu
peledakan hama dan penyakit bisadicegah dengan adanya rotasi tanam karena siklus
penyakit terpotong ketika pergantian tanaman.

IV.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan analisa data terkait Evaluasi Pengendalian


Hama Terpadu pada Budidaya bawang merah oleh Kelompok 4 di Jaten, Karanganyar
dapat disimpulkan bahwa :
A. Budidaya tanaman bawang merah dilakukan dengan penyimpanan dan
pembibitan,

pengolahan

lahan,

penanaman,

pemumpukan,

pengairan,

pengendalian hama dan penyakit, panen dan pasca panen.


B. Lahan bawang merah terbagi menjadi 9 bedengan dan lebar masing-masing
bedengan bervariasi antara 1 sampai 1,5 m.
C. Setiap bedengan ditanam sekitar 10 x 60 tanaman bawang merah dengan jarak
penanaman 15 cm x 20 cm.
D. Penyakit yang menyerang tanaman bawang merah adalah penyakit moler
(Fusarium oxysporum f.sp. cepae).
E. Gejala serangan pada daun yang menguning dan cenderung terpelintir, adapaun
infeksi umumnya terjadi pada bagian akar atau batang yang berbatasan dengan
permukaan tanah.
F. Pengendalian hama yang dilakukan dengan pengambilan dengan rotasi tanam
dan penanaman varietas tahan.
G. Dari tengkulak rata-rata bawang merah dihargai Rp 25.000/kg.
2
H. Lahan seluas 160 m
mendapatkan keuntungan Rp 245.130,00 atau
dibulatkan yaitu Rp 245.000,00.

V. SARAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan dan kesimpulan tersebut,
maka dapat diajukan saran sebagai berikut :
A. Kepada pihak coass, sebaiknya menjelaskan dan ikut mendampingi praktikan
saat pengamatan di lahan, sehingga pengamatan dapat dilakukan dengan baik
dan praktikan memahami konsep pengelolaan organisme pengganggu tanaman
sesuai dengan cara yang benar.
B. Kepada praktikan, sebaiknya melakukan pengamatan sesuai dengan jadwal
yang telah ditentukan, sehingga serangan pathogen dilahan dapat dibandingkan
dengan jelas.
1.
1
2. 1l

DAFTAR PUSTAKA
Abawi GS, JW Lorbeer 1972. Several aspect of the ecology and pathology of
Fusarium oxysporum f. sp. Cepae. Research Associate and Associate
Professor, Respectively, Departemen of Plant Pathology, New York State
College of Agriculture and Life Sciences, Cornell University, New York.
Eni K, Toekidjo, Siti S 2014. Efektivitas suhu dan lama perendaman bibit empat
kultivar bawang merah (Allium cepa L. Kelompok Aggregatum) pada
pertumbuhan dan daya tanggapnya terhadap penyakit moler. J. Vegetalika
3(1) : 53-65.
Irfan, M. 2013. Respon bawang merah (Allium Ascalonicum L.) terhadap zat pengatur
tumbuh dan unsur hara. J. Agroteknologi 3 (1) : 35-40.
Karim S, Andi E, Adrianton 2015. Daya simpan benih bawang merah (Allium
Ascalonicum L.) varietas lembah palu pada berbagai paket teknologi mutu
benih. J. Agrotekbis 3(3) : 345-352
Mulyaqin T 2013. Pengaruh umur simpan bibit bawang merah varietas super philip
dan rubaru terhadap pertumbuhan. Bul. Ikatan. 3(2) : 1-7
Nugroho B, D. Astriani, W. Mildaryani 2011. Variasi virulensi isolat Fusarium
oxysporum f.sp.cepae pada beberapa varietas bawang merah. J. Agrin.
Fakultas Pertanian Universitas Jendral Soedirman Purwokerto 15 : 8-17.
Putrasamedja S, AH Permadi 2001. Varietas bawang merah unggul baru kramat-1,
kramat-2, dan kuning. J. Hort. 11(2) : 143-147.
Semangun H 2006. Fitopatologi tropika, satu aspek fitopatologi yang memerlukan
perhatian khusus. perlindungan tanaman dalam sistem pertanian
berkelanjutan. Kumpulan Pidato Pengukuhan Guru Besar Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta : UGM Press.
Sumartini 2012. Penyakit tular tanah (Sclerotium rolfsii dan Rhizoctonia solani) pada
tanaman kacang-kacangan dan umbi-umbian serta cara pengendaliannya. J.
Litbang Pertanian 31 : 27-34.
Wiranata AS 2012. Pola tanam. http://blog.up.ac.id. Diakses pada tanggal 28
November 2016.

Anda mungkin juga menyukai