EVALUASI PHT PADA BUDIDAYA BAWANG MERAH (Allium cepa L.) OLEH
BAPAK SISWANTO DI JATEN, KARANGANYAR
Kelompok 4
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
(H0714017)
(H0714040)
(H0714041)
(H0714044)
(H0714046)
(H0714047)
(H0714049)
(H0714058)
guna lahan dan menjaga kesuburan tanah. Rotasi tanaman bawang merah
yang dilakukan yaitu bawang merah-padi-bawang merah sehingga dalam
satu tahun terdapat 3 kali masa tanam. Rotasi tersebut juga disesuaikan
dengan keadaan gulma di lahan.
2. Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah dimaksudkan untuk menciptakan lapisan olah yang
gembur dan cocok untuk budidaya bawang merah. Pengolahan tanah
umumnya diperlukan untuk menggemburkan tanah, memperbaiki drainase
dan aerasi tanah, meratakan permukaan tanah, dan mengendalikan gulma.
Pengolahan tanah yang dilakukan yaitu dengan mencangkul tanah sedalam
20 cm, kemudian dibuat bedengan-bedengan sesuai kondisi lahan. Tanah
yang telah diolah dibiarkan sampai kering kemudian diberi pupuk kandnag
dan diolah lagi 23 kali sampai gembur sebelum dilakukan perbaikan
bedengan-bedengan dengan rapi. Waktu yang diperlukan untuk pengolahan
tanah sampai tanah menjadi gembur dan siap untuk ditanami sekitar 34
minggu.
3. Penanaman
Bahan tanam yang digunakan berupa umbi bawang merah. Petani
tidak mengetahui varietas bawang merah yang digunakan dan berasal dari
Brebes. Jarak tanam untuk budidaya bawang merah yaitu 15 cm x 20 cm.
Tujuan pengaturan
4. Pemeliharaan
Tindakan pemeliharaan bawang merah yang dilakukan meliputi
pengairan, pemupukan, penyiangan dan pengendalian OPT. Pengairan
dilakukan 2 kali sehari yaitu pagi dan sore. Pemupukan dilakukan untuk
menambah unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Pemupukan dilakukan
pada minggu ke-2. Pengendalian hama dan penyakit merupakan kegiatan
rutin atau tindakan preventif yang dilakukan petani bawang merah.
Pengendalian hama dilakukan dengan menggunakan pestisida khususnya
untuk
mengendalikan
pathogen
jamur,
misalnya
dengan
antrakol.
Scoring
Jumlah
Tinggi
l
1
1
2
2
3
0
4
0
5
0
6
0
7
0
8
0
9
0
10
0
11
2
12
1
13
2
14
0
15
0
16
0
17
0
18
0
19
2
20
0
Sumber : Logbook
rumpun
1
2
1
1
1
2
3
1
0
2
1
1
1
2
1
1
2
2
2
1
Insiden Penyakit
I=
a
b
6
20
x 100%
x 100%
=3 %
Intensitas Penyakit (IP)
(n . v )
IP = N . Z x100 %
=
( 14 x 0 ) + ( 2 x 1 ) +( 3 x 2)
20 x 2
x 100%
tanaman
2
3
5
4
1
6
3
3
2
1
5
4
3
2
1
2
2
2
3
2
0+2+6
=
x100%
40
=20%
Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Minggu Ke-2
Sampe
Scoring
l
1
1
2
3
3
1
4
0
5
0
6
0
7
1
8
0
9
0
10
1
11
0
12
2
13
2
14
1
15
0
16
0
17
1
18
1
19
2
20
0
Sumber: Logbook
Insiden Penyakit
I=
a
b
11
20
x 100%
x 100%
=55 %
Intensitas Penyakit (IP)
Jumlah
rumpun
3
4
4
2
3
4
3
4
2
4
4
3
2
5
2
2
3
4
2
1
Tinggi
tanaman
9
10
16
20
11
12
10
15
17
19
20
21
14
14
13
12
20
18
10
20
IP =
(n . v )
N . Z x100 %
( 9 x 0 ) + ( 7 x 1 ) + ( 3 x 2 ) +(1 x 3)
x 100%
20 x 3
0+7+6+3
60
16
60 x 100 %
x 100 %
= 26,7%
Tabel 4.3 Hasil Pengamatan Minggu Ke-3
Sampe
Scoring
l
1
2
2
3
3
1
4
0
5
1
6
1
7
2
8
3
9
0
10
1
11
3
12
3
13
3
14
2
15
1
16
1
17
1
18
2
19
3
20
0
Sumber: Logbook
Insiden Penyakit1
Jumlah
rumpun
6
5
4
4
4
5
3
5
4
6
5
3
4
5
2
5
6
4
4
5
Tinggi
tanaman
27
25
25
20
25
30,5
24,5
29
30
33
30
30
25
25
33
23
30
29,5
17,5
33
I=
a
b
x 1000%
17
20
x 100%
= 85%
Intensitas Penyakit (IP)
(n . v )
IP = N . Z x100 %
=
( 3 x 0 ) + ( 7 x 1 ) + ( 4 x 2 ) +(6 x 3)
20 x 3
0+7+8+18
60
33
60 x 100 %
x 100%
x 100 %
= 55%
Tabel 4.4 Hasil Pengamatan Minggu Ke-4
Sampe
l
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Scoring
2
4
4
3
3
2
2
4
1
1
4
3
4
2
1
1
Jumlah
rumpun
6
0
0
3
3
4
5
0
5
5
0
4
0
2
5
5
Tinggi
tanaman
6
0
0
30
32
30,5
24,5
0
30
33
0
35
0
25
33
37
17
1
18
3
19
1
20
3
Sumber: Logbook
4
0
2
0
30
0
17
0
Insiden Penyakit
I=
a
b
19
20
x 100%
x 100%
=95 %
Intensitas Penyakit (IP)
(n . v )
IP = N . Z x100 %
=
( 1 x 0 )+ ( 5 x 1 )+ ( 2 x 2 )+ ( 7 x 3 ) +( 6 x 4 )
x 100%
20 x 4
0+5+4 +21+24
80
50
80 x 100 %
x 100 %
= 67,5%
Tabel 4.5 Hasil Pengamatan Minggu Ke-5
sampe
l
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Scoring
3
4
3
2
3
4
4
4
2
Jumlah
rumpun
4
6
3
4
4
5
6
4
5
Tinggi
tanaman
28,6
32
26
27,5
26
25
26
20
25,7
10
3
11
4
12
3
13
3
14
3
15
1
16
0
17
3
18
2
19
2
20
1
Sumber: Logbook
5
0
4
5
2
3
5
4
3
4
7
25,25
30
27
19
37
35
30
31
30
31
37
Insiden Penyakit
I=
a
b
20
20
x 100%
x 100%
=100 %
Intensitas Penyakit (IP)
(n . v )
IP = N . Z x100 %
=
( 1 x 0 )+ ( 2 x 1 )+ ( 4 x 2 )+ ( 8 x 3 ) +(5 x 4)
20 x 4
0+2+8+24 +20
80
54
80 x 100 %
= 67,5%
x 100 %
x 100%
Intensitas Penyakit
Persentase IP
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Intensitas Penyakit
Pengamatan
D. Analisis Usahatani
1. Biaya Investasi
No.
1.
2.
3.
Uraian
Cangkul
Ember
Tangki
Kebutuhan
1
2
1
Total Investasi
Harga Satuan
Rp.
30.000
Rp.
5.000
Rp.
510.000
Total Harga
Rp.
30.000
Rp.
10.000
Rp. 510.000
Rp. 550.000
Harga Satuan
Total
Penyusutan
Rp.
15.000
Rp.
5.000
Rp. 127.500
Rp. 147.500
Uraian
1.
2.
3.
Cangkul
Ember
Tangki
Umur Alat
2 tahun
Rp.
2 tahun
Rp.
4 tahun
Rp.
Total Biaya Tetap
30.000
5.000
510.000
b. Biaya Variabel
No.
Jenis Bahan
1.
Pupuk
a. Pupuk Organik
30
b. Ultradap
0,2
c. Gandasil-D
0,04
Pestisida
a. Antrakol
0,025
Benih
35
Bensin
2 liter
Pengairan
TOTAL
2.
3.
4.
5
Jumlah
(kg)
Harga
Total Harga
Rp
Rp
Rp
500
26.000
13.000
Rp
Rp
Rp
15.000
5.200
520
Rp
Rp
Rp
66.000
15.000
5.200
Rp
1.650
Rp 525.000
Rp
10.400
Rp
60.000
Rp 607.370
= TFC + TVC
= Rp 147.500 + Rp 607.370
= Rp 754.870
Dengan demikian, biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani untuk
usaha bawang merah sebesar Rp 754.870, dimana diperoleh dari biaya tetap
yang terdiri dari cangkul, ember, diesel, dan tangki, serta biaya biaya variabel
yang terdiri dari pupuk, pestisida, benih, bensin, dan biaya lain-lain.
2. Keuntungan
= TR TC
Dimana :
: Keuntungan (Profit)
TR
TC
Dimana :
TR
: Harga Produk
TR
= 40 kg x Rp 25.000
= Rp 1.000.000
Maka,
= Rp 1.000.000 - Rp 754.870
= Rp 245.130
BEP
BEP
Rp 754.870
Rp 25.000/ kg
30,1948 kg
B/C ratio
Total Pendapatan(Rp)
Total Biaya operational( Rp)
Rp 1.000 .000
Rp 754.870
= 1,32
Nilai tersebut menunjukkan bahwa B/C ratio 1,32 adalah B/C ratio
yang nilainya diatas 1 atau (>1) maka, B/C ratio menunjukkan investasi atau
kelayakan proyeknya dapat diterima. Sehingga usaha tani bawang merah
tersebut memiliki kelayakan unuk keberlanjutan usaha.
III.
PEMBAHASAN
lain adalah antrakol. Pengaplikasian pestisida dilakukan oleh Bapak Sis dua hari
sekali dan biasanya dilakukan pada jam 3.
Pasca panen tanaman bawang merah yang dilakukan oleh Bapak Sis yaitu
langsung dijual ke tengkulak. Tengkulak biasanya membeli bawang merah dengan
harga Rp 25.000/kg. Seluruh lahan bawang merah milik Bapak Sis adalah 160
m2
oleh Fusarium oxysporum f.sp. cepae. Eni et al. (2014) berpendapat bahwa, periode
inkubasi penyakit moler atau mulai munculnya gejala penyakit yang disebabkan oleh
patogen Fusarium oxysporum f.sp. cepae rata-rata sekitar 7-12 hari.
Menurut Widodo et al. (2008), pencegahan terjadinya serangan penyakit
moler dapat dilakukan dengan perlakuan pada bibit. Perlindungan melalui bibit
merupakan cara yang lebih efektif dalam menekan intensitas penyakit. Busuk pangkal
juga merupakan salah satu penyakit yang sering menyerang tanaman bawag merah
yang disebabkan
mengering dan meliuk (twisting) dimulai dari atas karena umbinya membusuk.
Penyakit ini juga dapat terjadi pada umbi lapis hasil panen dalam penyimpanan.
F. oxysporum f. sp. cepae menyerang bawang merah yang luka pada waktu
penyiangan, panen, pengangkutan, atau pada waktu pemotongan daun. Menurut
Semangun (2006), gejala pada umbi terserang patogen adalah umbi membusuk dan
berwarna kuning coklat, umbi bawang merah menjadi gembus. Adanya pathogen
ini tentu sangat menurunkan kualitas bawang merah yang diperoleh. Fusarium
merupakan jamur tanah atau yang lazim sebagai soil in habitant. Tanah yang sudah
terinfestasi sukar dibebaskan dari jamur ini. Jamur ini bersifat tular tanah. Apabila
tidak ada tanaman inang di lapangan jamur ini dapat bertahan lebih 10 tahun dalam
tanah.
Menurut Semangun (2006), morfologi dari Fusarium oxysporum yaitu
memiliki struktur yang terdiri dari mikronidium dan makronidium. Permukaan koloni
pathogen berwarna ungu, bergerigi, permukaan kasar berserabut dan bergelombang.
Jamur ini membentuk konidium saat berada di alam. Konidiofor bercabang-cabang
dan makro konidium berbentuk sabit, bertangkai kecil, sering kali berpasangan.
Miselium terutama terdapat di dalam sel khususnya di dalam pembuluh, juga
membentuk miselium yang terdapat di antara sel-sel, yaitu di dalam kulit dan di
jaringan parenkim di dekat terjadinya infeksi. Koloni Fusarium biasanya berwarna
merah muda sampai biru violet dengan bagian tengah koloni berwarna lebih gelap
dibandingkan dengan bagian pinggir. Saat konidium terbentuk, tekstur koloni menjadi
seperti wol atau kapas.
sampai 27
yang
berpengaruh pada diameter koloni dan berat kering setelah 146 dan 177 jam. Suhu
tanah dapat menjadi faktor utama yang memberikan respon untuk perkembangan
busuk pangkal Fusarium bawang dalam kondisi lahan di pegunungan, yang umumnya
dingin dalam sebagian stadium pertumbuhannya.
Pengendalian penyakit yang disebabkan oleh Fusarium yang umum
dianjurkan ialah perlakuan tanah secara fisik atau kimiawi dan penggunaan varietas
tahan. Rotasi dengan tanaman bukan inang selama 4 tahun atau lebih dapat
mengurangi peluang terjadinya infeksi oleh patogen tersebut. Menurut Umi et al.
(2015), pengendalian lain yang bisa dilakukan adalah dengan penggunaan isolat F.
oxysporum nonpatogen yang dapat menjadi alternatif pengendalian penyakit tanaman
yang ramah lingkungan, khususnya yang disebabkan oleh F. oxysporum patogen.
Rotasi tanaman adalah penanaman berbagai jenis tanaman secara bergiliran
dalam satu lahan pertanian pada waktu yang berbeda. Rotasi tanaman diketahui
bermanfaat bagi tanah. Elemen utama dari rotasi tanaman adalah pengembalian
nutrisi nitrogen melalui tanaman legume setelah penanaman tumbuhan serealia dan
sejenisnya. Rotasi tanaman akan mencegah terakumulasinya pathogen dan hama yang
sering menyerang satu jenis tanaman saja. Rotasi tanaman juga meningkatkan
kualitas struktur tanah dan mempertahankan kesuburan dengan melakukan pergantian
antara tanaman berakar dalam dengan tanaman berakar dangkal. Rotasi tanaman
merupakan bagian dari polikultur. Rotasi tanam ini juga dapat memutus siklus hidup
dari OPT yang menyerang tanaman, disamping dapat meningkatkan keanekaragaman
hayati, terutama mikroorganisme yang berada dalam tanah di sekitar perakaran,
disebabkan adanya variasi eksudat akar yang ada.
Menurut Wiranata (2012), tujuan dari rotasi tanam adalah memperbaiki
struktur dan kesuburan tanah. Tujuan utama dari rotasi tanam dalam prinsip
pengelolaan hama terpadu adalah memberantas nematode-nematode jahat dan
penyakit yang dapat hidup lama di dalam tanah, yang sulit diberantas dengan cara
lain. Rotasi tanaman berperan dalam mengurangi resiko gagal panen. Selain itu
peledakan hama dan penyakit bisadicegah dengan adanya rotasi tanam karena siklus
penyakit terpotong ketika pergantian tanaman.
IV.
KESIMPULAN
pengolahan
lahan,
penanaman,
pemumpukan,
pengairan,
V. SARAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan dan kesimpulan tersebut,
maka dapat diajukan saran sebagai berikut :
A. Kepada pihak coass, sebaiknya menjelaskan dan ikut mendampingi praktikan
saat pengamatan di lahan, sehingga pengamatan dapat dilakukan dengan baik
dan praktikan memahami konsep pengelolaan organisme pengganggu tanaman
sesuai dengan cara yang benar.
B. Kepada praktikan, sebaiknya melakukan pengamatan sesuai dengan jadwal
yang telah ditentukan, sehingga serangan pathogen dilahan dapat dibandingkan
dengan jelas.
1.
1
2. 1l
DAFTAR PUSTAKA
Abawi GS, JW Lorbeer 1972. Several aspect of the ecology and pathology of
Fusarium oxysporum f. sp. Cepae. Research Associate and Associate
Professor, Respectively, Departemen of Plant Pathology, New York State
College of Agriculture and Life Sciences, Cornell University, New York.
Eni K, Toekidjo, Siti S 2014. Efektivitas suhu dan lama perendaman bibit empat
kultivar bawang merah (Allium cepa L. Kelompok Aggregatum) pada
pertumbuhan dan daya tanggapnya terhadap penyakit moler. J. Vegetalika
3(1) : 53-65.
Irfan, M. 2013. Respon bawang merah (Allium Ascalonicum L.) terhadap zat pengatur
tumbuh dan unsur hara. J. Agroteknologi 3 (1) : 35-40.
Karim S, Andi E, Adrianton 2015. Daya simpan benih bawang merah (Allium
Ascalonicum L.) varietas lembah palu pada berbagai paket teknologi mutu
benih. J. Agrotekbis 3(3) : 345-352
Mulyaqin T 2013. Pengaruh umur simpan bibit bawang merah varietas super philip
dan rubaru terhadap pertumbuhan. Bul. Ikatan. 3(2) : 1-7
Nugroho B, D. Astriani, W. Mildaryani 2011. Variasi virulensi isolat Fusarium
oxysporum f.sp.cepae pada beberapa varietas bawang merah. J. Agrin.
Fakultas Pertanian Universitas Jendral Soedirman Purwokerto 15 : 8-17.
Putrasamedja S, AH Permadi 2001. Varietas bawang merah unggul baru kramat-1,
kramat-2, dan kuning. J. Hort. 11(2) : 143-147.
Semangun H 2006. Fitopatologi tropika, satu aspek fitopatologi yang memerlukan
perhatian khusus. perlindungan tanaman dalam sistem pertanian
berkelanjutan. Kumpulan Pidato Pengukuhan Guru Besar Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta : UGM Press.
Sumartini 2012. Penyakit tular tanah (Sclerotium rolfsii dan Rhizoctonia solani) pada
tanaman kacang-kacangan dan umbi-umbian serta cara pengendaliannya. J.
Litbang Pertanian 31 : 27-34.
Wiranata AS 2012. Pola tanam. http://blog.up.ac.id. Diakses pada tanggal 28
November 2016.