Involusi uteri adalah pengecilan yang normal dari suatu organ setelah organ tersebut memenuhi fungsinya,
misalnya pengecilan uterus setelah melahirkan. (Hincliff, 1999)
Involusi uteri adalah mengecilnya kembali rahim setelah persalinan kembali kebentuk asal. (Ramali, 2003)
Yaitu kekurangan darah pada uterus. Kekurangan darah ini bukan hanya karena kontraksi dan retraksi yang
cukup lama seperti tersebut diatas tetapi disebabkan oleh pengurangan aliran darah yang pergi ke uterus di
dalam masa hamil, karena uterus harus membesar menyesuaikan diri dengan pertumbuhan janin.
Untuk memenuhi kebutuhannya, darah banyak dialirkan ke uterus dapat mengadakan hipertropi dan hiperplasi
setelah bayi dilahirkan tidak diperlukan lagi, maka pengaliran darah berkurang, kembali seperti biasa. Dan
aliran darah dialirkan ke buah dada sehingga peredaran darah ke buah dada menjadi lebih baik.
Demikianlah dengan adanya hal-hal diatas, uterus akan mengalami kekurangan darah sehingga jaringan otototot uterus mengalami otropi kembali kepada ukuran semula.
Autolisis
Adalah penghancuran jaringan otot-otot uterus yang tumbuh karena adanya hyperplasi, dan jaringan otot yang
membesar menjadi lebih panjang 10 kali dan menjadi 5 kali lebih tebal dari sewaktu masa hamil, akan susut
kembali mencapai keadaan semula.
Faktor yang menyebabkan terjadinya autolisis apakah merupakan hormon atau enzim sampai sekarang belum
diketahui, tetapi telah diketahui adanya penghancuran protoplasma dan jaringan yang diserap oleh darah
kemudian di keluarkan oleh ginjal. Inilah sebabnya beberapa hari setelah melahirkan ibu mengalami beser air
kemih atau sering buang air kemih.
Aktifitas otot-otot
Adalah adanya retraksi dan kontrksi dari otot-otot setelah anak lahir, yang diperlukan untuk menjepit pembulu
darah yang pecah karena adanya kontraksi dan retraksi yang terus-menerus ini menyebabkan terganggunya
peredaran darah di dalam uterus yang mengakibatkan jaringan-jaringan otot-otot tersebut menjadi lebih kecil.
Sebagai pengganti troponin, sel-sel otot polos mengandung sejumlah besar protein pengaturan yang lain yang
disebut kamodulin. Terjadinya kontraksi diawali dengan ion kalsium berkaitan dengan kalmoduli. Kombinasi
kalmodulin ion kalsium kemudian bergabung dengan sekaligus mengaktifkan myosin kinase yaitu enzim yang
melakukan fosforilase sebagai respon terhadap myosin kinase.
Bila rantai ini tidak mengalami fosforilasi, siklus perlekatan-pelepasan kepala myosin dengan filament aktin
tidak akan terjadi. Tetapi bila rantai pengaturan mengalami fosforilasi, kepala memiliki kemampuan untuk
berikatan secara berulang dengan filament aktin dan bekerja melalui seluruh proses siklus tarikan berkala
sehingga mengghasilkan kontraksi otot uterus
Ada beberapa hormon yang mempengaruhi adalah epinefrin, norepinefrin, angiotensin, endhothelin, vasoperin,
oksitonin serotinin, dan histamine. Beberapa reseptor hormon pada membran otot polos akan membuka kanal
ion kalsium dan natrium serta menimbulkan depolarisasi membran. Kadang timbul potensial aksi yang telah
terjadi. Pada keadaan lain, terjadi depolarisasi tanpa disertai dengan potensial aksi dan depolarisasi ini
membuat ion kalsium masuk kedalam sel sehingga terjadi kontraksi pada otot uterus. (Guyton, 2007)
Dengan faktor-faktor diatas dimana antara 3 faktor itu saling mempengaruhi satu dengan yang lain, sehingga
memberikan akibat besar terhadap jaringan otot-otot uterus, yaitu hancurnya jaringan otot yang baru, dan
mengecilnya jaringan otot yang membesar. Dengan demikian proses involusi terjadi sehingga uterus kembali
pada ukuran dan tempat semula.
Adapun kembalinya keadaan uterus tersebut secara gradual artinya, tidak sekaligus tetapi setingkat. Sehari atau
24 jam setelah persalinan, fundus uteri agak tinggi sedikit disebabkan oleh adanya pelemasan uterus segmen
atas dan uterus bagian bawah terlalu lemah dalam meningkatkan tonusnya kembali. Tetapi setelah tonus otototot kembali fundus uterus akan turun sedikit demi sedikit. (Christian, 1996)
Involusi tidak dipengaruhi oleh absorbsi insitu, namun oleh suatu proses eksfoliasi yang sebagian besar
ditimbulkan oleh berkurangnya tempat implantasi plasenta karena pertumbuhan jaringan endometrium. Hal ini
sebagian dipengaruhi oleh perluasan dan pertumbuhan kebawah endometrium dari tepi-tepi tempat plasenta
dan sebagian oleh perkembangan jaringan endometrium dari kelenjar dan stoma yang tersisa di bagian dalam
desidua basalis setelah pelepasan plasenta.
Proses semacam itu akan dianggap sebagai konservatif, dan sebagai suatu ketetapan yang bijaksana sebagai
bagian dari alam. Sebaiknya kesulitan besar akan dialami dalam pembuangan arteri yang mengalami obliterasi
dan trombin yang mengalami organisasi, kalau mereka tetap insitu, akan segera mengubah banyak bagian dari
mukosa uterus dan endometrium dibawah menjadi suatu masa jaringan parut dengan akibat bahwa setelah
beberapa kehamilan tidak akan mungkin lagi untuk melaksanakan siklus perubahan yang biasa, dan karier
reproduksi berakhir.
Setelah bayi dilahirkan, uterus yang selama persalinan mengalami kontraksi dan retraksi akan menjadi keras
sehingga dapat menutup pembuluh darah besar yang bermuara pada bekas implantasi plasenta. (Sarwono,
2002). Pada hari pertama ibu post partum tinggi fundus uteri kira-kira satu jari bawah pusat (1 cm). Pada hari
kelima post partum uterus menjadi 1/3 jarak antara symphisis ke pusat. Dan hari ke 10 fundus sukar diraba di
atas symphisis. (Prawirohardjo, 2002). tinggi fundus uteri menurun 1 cm tiap hari. (Reader, 1997). Secara
berangsur-angsur menjadi kecil (involusi) hingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil.
Tabel Tinggi fundus uterus dan berat uterus menurut masa involusi
Plasenta mengecil karena kontraksi dan menonjol ke ovum uteri dengan diameter 7,5 cm. Sesudah 2 minggu
menjadi 3,5 cm. Pada minggu ke 6 2,4 cm dan akhirnya pulih. (Mochtar, 1998)
Otot-otot uterus berkontraksi segera post partum. Pembuluh-pembuluh darah yang berada diantara anyamananyaman otot uterus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan perdarahan setelah plasenta lahir. Bagian
bekas plasenta merupakan suatu luka yang kasar dan menonjol ke dalam kavum uteri segera setelah persalinan.
Penonjolan tersebut dengan diameter 7,5 sering disangka sebagai suatu bagian plasenta yang tertinggal, setelah
2 minggu diameternya menjadi 3,5 cm dan pada 6 minggu 2,4 cm dan akhirnya pulih. (Sarwono, 2002)
3. Lokia
Adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina dalam masa nifas. (Mochtar, 1998)
Menurut Rustam Mochtar (1998) pengeluaran lochia dapat dibagi berdasarkan jumlah dan warna sebagai
berikut :
1. Lokia rubra berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, verniks kaseosa. Lanugo dan
mekoneum selama 2 hari pasca persalinan.
2. Lokia sanguinolenta berwarna merah kuning berisi darah dan lendir, hari ke 3-7 pasca persalinan.
3. Lokia serosa berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke 7-14 pasca persalinan.
4. Lokia alba cairan putih, setelah 2 minggu
5. Lokia purulenta terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk.
$0D
6. Lokia astastis lokia tidak lancar keluarnya.
Tabel 2.3 pengeluaran lokia menurut masa involusi
4. Servik
Setelah persalinan, bentuk servik agak menganga seperti corong. Bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri yang
dapat mengandakan kontraksi, sedangkan servik tidak berkontraksi, sehingga seolah-olah pada berbatasan
antara korpus dan servik uteri berbentuk, semacam cincin. Warna servik sendiri merah kehitam-hitaman karena
penuh pembuluh darah, konsistensinya lunak, segera setelah janin dilahirkan. Tangan pemeriksa masih dapat
dimasukkan 2-3 jari dan setelah 1 minggu hanya dapat dimasukkan 1 jari ke dalam kavum uteri. (Sarwono,
2002)
5. Ligamen-ligamen
Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis serta fasia yang mereggang sewaktu kehamilan dan persalinan setelah
jalan lahir berangsur-angsur mengecil kembali seperti sedia kala tidak jarang ligamentum rotundum menjadi
kendor mengakibatkan uterus jatuh kebelakang, untuk memulihkan kembali jaringan-jaringan penunjang alat
genetalia tersebut juga otot-otot dinding perut dan dasar panggul dianjurkan untuk melakukan latihan-latihan
tertentu. Pada hari ke 2 post partum sudah dapat diberikan fisioterapi. (Sarwono, 2002)
Aktivitas otot-otot ialah kontraksi dan retraksi dari otot-otot setelah anak lahir, yang diperlukan untuk menjepit
pembuluh darah yang pecah karena adanya pelepasan plasenta dan berguna untuk mengeluarkan isi uterus
yang tidak diperlukan, dengan adanya kontraksi dan retraksi yang terus menerus ini menyebabkan
terganggunya peredaran darah dalam uterus yang mengakibatkan jaringan otot kekurangan zat-zat yang
diperlukan, sehingga ukuran jaringan otot-otot tersebut menjadi kecil.
2. Status gizi
Status gizi adalah tingkat kecukupan gizi seseorang yang sesuai dengan jenis kelamin dan usia. Status gizi
yang kurang pada ibu post partum maka pertahanan pada dasar ligamentum latum yang terdiri dari kelompok
infiltrasi sel-sel bulat yang disamping mengadakan pertahanan terhadap penyembuhan kuman bermanfaat pula
untuk menghilangkan jaringan nefrotik, pada ibu post partum dengan status gizi yang baik akan mampu
menghindari serangan kuman sehingga tidak terjadi infeksi dalam masa nifas dan mempercepat proses involusi
uterus.
3. Menyusui
Pada proses menyusui ada reflek let down dari isapan bayi merangsang hipofise posterior mengeluarkan
hormon oxytosin yang oleh darah hormon ini diangkat menuju uterus dan membantu uterus berkontraksi
sehingga proses involusi uterus terjadi.
4. Usia
Pada ibu yang usianya lebih tua banyak dipengaruhi oleh proses penuaan, dimana proses penuaan terjadi
peningkatan jumlah lemak. Penurunan elastisitas otot dan penurunan penyerapan lemak, protein, serta
karbohidrat. Bila proses ini dihubungkan dengan penurunan protein pada proses penuaan, maka hal ini akan
menghambat involusi uterus.
5. Parietas
Parietas mempengaruhi involusi uterus, otot-otot yang terlalu sering tereggang memerlukan waktu yang lama.
(Sarwono, 2002)
Pengukuran involusi dapat dilakukan dengan mengukur tinggi fundus uteri, kontraksi uterus dan juga dengan
pengeluaran lokia. (Manuaba, 1998)
Involusi uterus melibatkan reorganisasi dan penanggalan desidua dan pengelupasan kulit pada situs plasenta
sebagai tanda penurunan ukuran dan berat, perubahan lokasi uterus, warna dan jumlah lochea. (Varney, 2004:
594)
DAFTAR PUSTAKA
1. Alimul, A. (2007), Metode Penelitian Penulisan Ilmiah, Jakarta: Salemba Medika.
2. Alimul, H. A, dan Musrifatul, U. (2004), Buku Saku Pratikan Kebutuhan Dasar Manusia, Jakarta: EGC.
3. Arikunto, S. (2006), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: PT Rineka Cipta.
4. Cambridge, C. L. (1998) Anatomi Fisiologi Tubuh Manusia dan System Reproduksi, Jakarta: EGC.
5. Desiyati, D. (2008) Fisiologi Nifas, from Http://we-littlefairy. blogspot.com
6. Fizari, S. (2009) Perubahan Fisiologi pada Masa Nifas, From Http://sekuracity/blogspot.com
7. Hincliff, S. (1999) Kamus Keperawatan, Jakarta: EGC.
8. Ibrahim, C.S. (1996) Perawatan Kebidanan, Jakarta: Bhratara.
9. Manuaba, I. B. G. (1998) Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan
Bidan, Jakarta: EGC.
10. Mochtar, R. (1998) Sinopsis Obstetric, Jakarta: EGC.
11. Notoadmodjo, S. (2005) Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: PT. Rineka Cipta.
12. Nursalam, (2003) Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Jakarta: Salemba Medika.
13. Nursalam, dan Pariani, S. (2001) Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan, CV, Info Medika.
14. Prawirohardjo, S. (2002) Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka.
15. ___________, (2002) Ilmu Kebidanan, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot uterin sehingga akan menekan
pembuluh darah yang mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke uterus. Proses ini membantu untuk
mengurangi situs atau tempat implantasi plasenta serta mengurangi perdarahan. (Varneys, 2003).
Penurunan ukuran uterus yang cepat itu dicerminkan oleh perubahan lokasi uterus ketika turun
keluar dari abdomen dan kembali menjadi organ pelviks. Segera setelah proses persalinan puncak fundus
kira-kira dua pertiga hingga tiga perempat dari jalan atas diatara simfisis pubis dan umbilicus. Kemudian
naik ke tingkat umbilicus dalam beberapa jam dan bertahan hingga satu dua hari dan kemudian secara
berangsur-angsur turun ke pelviks yang secara abdominal tidak dapat terpalpasi di atas simfisis setelah
sepuluh hari.
Perubahan uterus ini berhubungan erat dengan perubahan-perubahan pada miometrium. Pada
miometrium terjadi perubahan-perubahan yang bersifat proteolisis. Hasil dari proses ini dialirkan melalui
pembukuh getah bening.
Decidua tertinggal dalam uterus setelah separasi dan ekpulsi plasenta dan membrane yang terdiri
dari lapisan zona spongiosa pada decidua basalis (tempat implantasi) dan decidua parietalis (lapisan sisa
uterus). Decidua yang tersisa menyusun kembali menjadi dua lapisan sebagai hasil invasi leukosit yaitu :
1) Suatu degenerasi nekrosis lapisan superficial yang terpakai lagi sebagai bagian dari pembuangan lochea
dan lapisan dalam dekat miometrium.
2) Lapisan yang terdiri dari sisa-sisa endometrium di lapisan basalis.
Endometrium akan diperbaharui oleh proliferasi epithelium endometrium. Regenerasi endometrium
diselesaikan selama pertengahan atau akhir dari postpartum minggu ketiga kecuali di tempat implantasi
plasenta.
Dengan involusi uterus ini, maka lapisan luar dari decidua yang mengelilingi situs placenta akan
menjadi nekrotik. Decidua yang mati akan keluar bersama dengan sisa cairan, suatu campuran antara
darah yang dinamakan lochia, yang biasanya berwarna merah muda atau putih pucat. Pengeluaran Lochea
ini biasanya berakhir dalam waktu 3 sampai 6 minggu. (Varney, 2003).
Involusi
TFU
Berat Uterus
Bayi lahir
Setinggi pusat
1000 gr
Uri lahir
750 gr
1 minggu
500 gr
2 minggu
350 gr
6 minggu
Bertambah kecil
50 p
8 minggu
Sebesar normal
30 p
b. Mobilisasi Dini
Dengan mobilisasi dini kontraksi uterus akan baik sehingga fundus uteri keras, maka resiko
perdarahan yang abnormal dapat dihindarkan, karena kontraksi membentuk penyempitan pembuluh darah
yang terbuka.
c. Gizi
Pada masa nifas dibutuhkan tambahan energi sebesar 500 Kkal perhari, kebutuhan tambahan
energy ini adalah untuk menunjang proses kontraksi uterus pada proses involusi menuju normal.
Kekurangan energi pada ibu nifas dapat menyebabkan proses kontraksi tidak maksimal, sehingga involusi
uterus terus berjalan lambat. Status gizi masyarakat di pengaruhi oleh :
1) Pengetahuan
Pengetahuan masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi membawa dampak pada kecukupan
asupan nutrisi harian. Selama ini masyarakat jarang memperhatikan tata cara pemenuhan gizi dilakukan
secara tidak seimbang.
2) Lingkungan
Kondisi lingkungan memberikan daya dukung kepada masyarakat untuk memenuhi gizi, sebagai contoh
pemenuhan gizi pada daerah yang subur cenderung lebih baik dibandingkan pemenuhan gizi pada
masyarakat yang memiliki lingkungan gersang. Selain kondisi lingkungan abiotik, kondisi lingkungan biotic
atau masyarakat menyebabkan pola konsumsi antar masing-masing individu dalam masyarakat saling
mempengaruhi.
3) Kepercayaan
Kepercayaan masyarakat menyebabkan pemenuhan kebutuhan nutrisi ibu nifas menjadi terhambat,
sebagai contoh munculnya kepercayaan berpantang makanan yang menyebabkan pemenuhan kebutuhan
ibu nifas tidak seimbang, salah satunya adalah kebiasaan berpantang makanan yang mengandung protein
tinggi dengan tujuan mempercepat proses penyembuhan luka perineum, padahal kebutuhan protein
meningkat untuk mendukung proses proliferasi dalam penyembuhan luka.
4) Sosial Budaya Masyarakat
Kondisi sosial budaya masyarakat kadang kala menghambat nutrisi bagi ibu nifas, misalnya masih
dianutnya paham patriaki yaitu lebih mengutamakan pemenuhan bapak dibandingkan dengan pemenuhan
kebutuhan ibu.
d. Paritas
Oxytocin, estrogen dan prostaglandin bekerja sebagai simutan dalam memberikan rangasangan
kuat myometrium umtuk berkontraksi sehigga menyebabkan runtuhnya sel-sel endometrium dan
bercampur dengan sekresi cairan uterus yang dihasilkan oleh sel-sel kelenjar endometrium.
Berlangsungnya proses kontraksi ritmik yang diikuti pengeluaran runtuhan sel-sel endometrium dan sekresi
cairan uterus pasca partus menyebabkan pengeluaran lochea. Volume dan kondisi pori-pori pembuluh
darah uterus nulipara lebih besar sehingga proses pengeluaran lochea lebih cepat dibandingkan primipara.
Hasil penellitian mengungkapkan bahwa paritas ibu memengaruhi lamanya pengeluaran lochea, semakin
tinggi paritas semakin cepat proses pengeluaran lochea. Akan tetapi karena kondisi otot rahim pada ibu
bersalin multipara cenderung sudah tidak terlalu kuat maka proses involusi berjalan lebih lambat.
(Cunigham, 2007).