Anda di halaman 1dari 24

CASE REPORT

DBD Non Syok + Demam Tifoid

Disusun Oleh:
Amanda Ricki
1102011023

Pembimbing:
dr. Hj. Nurvita Susanto, Sp.A
dr H. Budi Risjadi, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SOREANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
PERIODE JULI-AGUSTUS 2016
BAB I
PAPARAN KASUS

I.

II.

Identitas Pasien
Nama
: An. A M
Umur
: 8 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Pendidikan Terakhir : SD
Suku Bangsa
: Sunda
Agama
: Islam
Alamat
: Bojong Buah 1/2 Cilampeni Kec.Katapang Kab.Bandung
No. RM
: 562379
Tanggal Pemeriksaan : 02 Agustus 2016
Anamnesis
Autoanamnesis dan Alloanamnesis dengan orangtua pasien
Keluhan Utama : Demam 3 hari
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan demam tinggi mendadak sejak 3 hari smrs, demam
dirasakan terus menerus, disertai rasa menggigil, Pusing (+) Nyeri kepala (+), Pegalpegal (+), Nyeri daerah sekitar mata (+) dan Nyeri uluh hati (+), Demam diakui ibu
pasien lebih tinggi pada malam hari. Disertai keluhan seperti batuk sudah 3 hari,
kadang-kadang, tidak ada dahak. Pilek (-) Mual (-) Muntah (-) Mencret (-) disangkal
oleh pasien Ibu pasien mengatakan tidak terdapat adanya tanda perdarahan seperti
timbul bintik merah, mimisan, gusi berdarah, muntah darah atau BAB berdarah.
Pasien belum BAB sudah 2 hari, BAK normal. Ibu pasien menjelaskan bahwa
anaknya suka jajan makana diluar.
Pasien mengaku sebelumnya berobat di Klinik dan mendapat obat Paracetamol dan
antibiotik, demam sempat menurun namun timbul panas kembali tinggi sehingga
dibawa ke RS. Ibu pasien mengaku disekitar lingkungan tidak ada yang menderita
DBD.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit serupa disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit yang serupa dikeluarga disangkal
Riwayat Imunisasi
Riwayat imunisasi lengkap menurut orang tua pasien, di bidan.
Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi
1

III.

Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
b. Kesadaran : Komposmentis
c. Tanda vital :
i.
Tekanan darah : 110/60 mmHg
ii.
Nadi
: 92x/menit
iii.
Respirasi
: 24x/menit
iv.
Suhu
: 37,8 0C
d. Berat Badan : 21 kg
e. Tinggi Badan : 125 cm
f. Status gizi
BB/U : < -1SD (Gizi Baik)
TB/U : < - 1 SD (Baik)
BMI/U : 13,4 (-2 SD) (Gizi Baik)
Status Generalis
Kepala
Normochepal, Deformitas (-) rambut hitam tidak mudah dicabut
Mata
Konjungtiva
: tidak anemis
Sklera
: tidak ikterik
Pupil bulat isokor
Refleks Cahaya Langsung : +/+ Refleks Cahaya Tidak Langsung +/+
Hidung
Sekret (-/-), PCH (-/-), Epistaksis (-/-).
Mulut
POC (-), Lidah kotor (+), Tremor (-), Pinggir Hiperemis (-), mukosa bibir kering,
Tonsil T1-T1, faring tidak hiperemis, arcus pharingeus simetris, uvula terletak di

tengah.
Leher
KGB tidak teraba membesar
Thorax
Bentuk dan gerak simetris statis dan dinamis.
COR
: Bunyi Jantung Murni Regular, Murmur (-) Gallop (-)
Pulmonal : Vesicular Breath Sound kanan = kiri, Rhonki -/- Wheezing -/Abdomen
Inspeski : Datar, tidak ada kelainan kulit
Palpasi
: Soepel, nyeri tekan (+) epigastrium, hepar/lien tidak teraba membesar
Perkusi : Timpani diseluruh lapang abdomen
Auskultasi : Bising Usus (+) Normal
Ekstremitas
Ekstremitas atas: akral hangat +/+, CRT <2, turgor baik, edema (-)
Ekstremitas bawah : akral hangat +/+, CRT <2, turgor baik, edema (-)
Petekia (-)
Rumple Leede : Negatif

IV.

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium (RSUD Soreang)
Tgl : 03/08/2016
Jenis Pemeriksaan
Darah Rutin

Hemoglobin
Hematocrit
Leukosit
Trombosit

Hasil

Nilai Normal

10,5 g/dL

11-14

36%

37-43

7.500/mm

6.000 15.000

98.000/mm

150.000 400.000

1/160

Negative

1/160

Negative

1/160

Negative

Negative

Negative

1/160

Negative

1/80

Negative

1/40

Negative

1/40

Negative

Widal Test

S. Typhi O
S. Typhi AO
S. Typhi BO
S. Typhi CO
S. Typhi H
S. Typhi AH
S. Typhi BH
S. Typhi CH

V.

Diagnosis Banding
DBD non Syok
Demam Tifoid
Malaria

VI.

Diagnosis Kerja
Demam Dengue non Syok + Demam Tifoid

VII.

Usulan Pemeriksaan
NS1
Uji Tubex

VIII. Penatalaksanaan
IGD
1. Infus RL 1520 cc/24 jam 20 gtt/menit (makro)
3

IX.

X.

2. Cefotaxime
3x525mg (iv)
3. Omepraazol
1x20 mg (iv)
4. Paracetamol Syr
3x1 cth (po)
Ruangan Kenanga
1. Infus RL 1550 cc/24 jam 20 gtt/menit (makro)
2. Cefotaxime
3x525mg (iv)
3. Omepraazol
1x20 mg (iv)
4. Paracetamol Syr
3x1 cth (po)

Prognosis
Quo ad Vitam
Quo ad Functionam
Quo ad Sanationam

: ad bonam
: ad bonam
: ad bonam

Follow Up
Tanggal : 03/08/2016
S/
O/

A/

demam (+) tanda TD : 110/60 mmHg


perdarahan (-) nyeri
N : 100x/menit
uluh hati (+)
batuk (+) tidak
berdahak, kadang2,
sesak (-) mual(-)
muntah (-) lidah
kotor (+) tremor (-)
tepi tidak hiperemis,
BAB dan BAK dbn

R : 26x/menit
S : 37,8C

P/
1. Infus RL 1520
Dbd
Non
cc/24 jam 20 gtt
Syok
+
(makro)
Demam
2.
Paracetamol
Tifoid
syr 3x2 cth
3. Cefotaxime
3x525mg

Mulut : lidah kotor (+)


Abd : NTE
hipertimpani
perkusi

(+),
saat

Lain-lain dbn

PEMERIKSAAN
PENUNJANG

Darah Rutin
Hb : 10,8 g/dL
4

Ht : 36%
Leukosit : 5.700/mm
Trombosit
87.000/mm

Tanggal : 04/08/2016
S/
O/
demam (-) tanda
perdarahan (-)batuk
(+) berkurang,nyeri
uluh
hati
(-)
mual(+) muntah (-)
lidah kotor (+)
malas
makan/makan
kurang (+) BAB (+)
1x normal, dan
BAK dbn

A/

N : 132x/menit

DBD non Syok +


Demam Tifoid

R : 36x/menit
S : 37,0C
Mata : CA (+/+)

P/
1. Infus
RL
1520cc/24 jam

20
gtt
(makro)
2. Paracetamol syr
3x2 cth
3. Cefotaxime
3x525mg

Mulut : Tifoid
tongue (+)
Abd : NTE Lain-lain dbn

PEMERIKSAA
N
PENUNJANG

Darah Rutin
Hb : 10,0 g/dL
Ht : 34%
Leukosit
8.500/mm

Trombosit
91.000/mm

Tanggal : 05/08/2016
S/
O/
demam (-) batuk (-)
nyeri uluh hati (-) Td : 110/70 mmHg
makan dan minum
mau (+), BAB dan N : 88x/menit
BAK dbn
R : 24x/menit

A/

P/
1. Infus
RL
1520 cc/24
jam 20
gtt (makro)
2. Paracetamol
syr 3x2 cth
3. Cefotaxime
3x525mg

DBD non Syok +


Demam Tifoid

S : 36,7C
Mulut
:
kotor(+)

lidah

Abd : NTE (-)


Lain-lain dbn

Pemeriksaan
Penunjang :
Hb : 10,8 g/dl
Hematokrit : 37%
Leukosit
8500/mm2

Trombosit
99.000/mm2

Tanggal : 06/08/2016
S/
O/
demam (-), batuk
(-), sesak (-) mual(-) Td : 110/70 mmHg
muntah (-) makan
dan minum baik, N : 90x/menit
BAB dan BAK dbn
R : 22x/menit

A/
DBD non Syok +
Demam Tifoid

P/
1. Infus
RL
1520 cc/24
jam 20
gtt (makro)
2. Paracetamol
6

S : 36,5C

syr 3x2 cth


3. Cefotaxime
3x525mg

Abd : NTE (-)


Lain-lain dbn

BLPL
ANALISA KASUS
1. Apakah diagnosis pada pasien ini sudah tepat?
Anamnesis :
Pasien datang dengan keluhan demam sudah 3 hari, demam timbul secara
mendadak namun naik turun. Demam diakui ibu pasien lebih dominan pada

malam hari.
Pasien juga mengeluh Pusing (+) Nyeri kepala (+), Pegal-pegal (+), Nyeri

daerah sekitar mata (+) dan Nyeri uluh hati (+)


Pasien disertai keluhan seperti batuk yang sudah 3 hari, kadang-kadang dan

tidak berdahak.
Pasien belum BAB sudah 2 hari, nyeri perut.
Ibu pasien mengatakan tidak terdapat adanya tanda perdarahan seperti timbul

bintik merah, mimisan, gusi berdarah, muntah darah atau BAB berdarah
Ibu pasien mengaku disekitar lingkungan tidak ada yang menderita DBD.
Ibu pasien mengaku juga memperbolehkan anaknya untuk jajan makanan
diluar rumah dan anaknya suka jajan diluar.

Pemeriksaan Fisik :
KU : Tampak sakit sedang
KS : Composmentis
N : 92x/menit ; R : 24x/menit ; S : 37,8 0C

Mulut
: lidah kotor (+), tremor (-), Tepi tidak hipermis
Rumple Leede : Negatif
Lain-lain dbn

Pemeriksaan Penunjang :
Laboratorium (RSUD Soreang)
Tgl : 02/08/2016
Jenis Pemeriksaan
Darah Rutin

Hemoglobin
Hematocrit
Leukosit
Trombosit

Hasil

Nilai Normal

10,5 g/dL

11-14

36%

37-43

7.500/mm

6.000 15.000

98.000/mm

150.000 400.000

1/160

Negative

1/160

Negative

1/160

Negative

Negative

Negative

1/160

Negative

1/180

Negative

1/40

Negative

1/40

Negative

Widal Test

S. Typhi O
S. Typhi AO
S. Typhi BO
S. Typhi CO
S. Typhi H
S. Typhi AH
S. Typhi BH
S. Typhi CH

Diagnosis : Demam Dengue non Syok + Demam Tifoid

Pada pasien ini ditemukan keluhan demam 3 hari memang menjadi salah satu kriteria
DHF. Pasien juga mengeluh pusing, nyeri kepala, pegal-pegal, nyeri daerah sekitar
mata, tekan pada epigastrium. Namun ketika dilakukan pemeriksaan rumple leede
hasil menunjukkan negative. Terdapat penurunan hematocrit, dan trombosit. Sehingga
diagnosis DBD non syok dapat ditegakkan. Sementara pada pasien ini diakui demam

yang dialami dominan pada malam hari, belum bab 2 hari, nyeri perut. Hal tersebut
diperkuat dengan adanya hasil widal yang menunjukkan positif ke arah demam tifoid.

Teori :
Gejala klasik dari demam dengue ialah gejala demam tinggi mendadak, kadangkadang bifasik (saddle back fever), nyeri kepala berat, nyeri belakang bola mata, nyeri
otot, tulang, atau sendi, mual, muntah, dan timbulnya ruam. Selain itu, dapat juga
ditemukan petekia. Hasil pemeriksaan darah menunjukkan leukopeni kadang-kadang
dijumpai trombositopeni. Sementara perubahan patofisiologis pada DBD adalah
kelainan hemostasis dan perembesan plasma. Kedua kelainan tersebut dapat diketahui
dengan adanya trombositopenia dan peningkatan hematokrit. Bentuk klasik dari DBD
ditandai dengan demam tinggi, mendadak 2-7 hari, disertai dengan muka kemerahan.
Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri otot, tulang, sendi, mual, dan muntah
sering ditemukan. Beberapa penderita mengeluh nyeri menelan dengan faring
hiperemis ditemukan pada pemeriksaan, namun jarang ditemukan batuk pilek.
Biasanya ditemukan juga nyeri perut dirasakan di epigastrium dan dibawah tulang iga.
Bentuk perdarahan yang paling sering adalah uji tourniquet (Rumple Leede) positif,
kulit mudah memar dan perdarahan pada bekas suntikan intravena atau pada bekas
pengambilan darah. Kebanyakan kasus, petekia halus ditemukan tersebar di daerah
ekstremitas, aksila, wajah, dan palatum mole, yang biasanya ditemukan pada fase
awal dari demam.

Gambar 1.
Skema kriteria diagnosis infeksi dengue menurut WHO 2011 Sumber:World Health
Organization-South East Asia Regional Office. Comprehensive Guidelines for Prevention and
Control of Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever. India: WHO; 2011 dengan modifikasi.
Manifestasi klinis menurut kriteria diagnosis WHO 2011, infeksi dengue dapat terjadi
asimtomatik dan simtomatik. Infeksi dengue simtomatik terbagi menjadi undifferentiated
fever (sindrom infeksi virus) dan demam dengue (DD) sebagai infeksi dengue ringan;
sedangkan infeksi dengue berat terdiri dari demam berdarah dengue (DBD) dan expanded
dengue syndrome atau isolated organopathy. Perembesan plasma sebagai akibat plasma
leakage merupakan tanda patognomonik DBD, sedangkan kelainan organ lain serta
manifestasi yang tidak lazim dikelompokkan ke dalam expanded dengue syndrome atau
isolated organopathy.

10

Perjalanan Penyakit Infeksi Dengue Dalam perjalanan penyakit infeksi dengue, terdapat
tiga fase perjalanan infeksi dengue, yaitu
1. Fase demam: viremia menyebabkan demam tinggi
2. Fase kritis/ perembesan plasma: onset mendadak adanya perembesan plasma dengan
derajat bervariasi pada efusi pleura dan asites
3. Fase recovery/ penyembuhan/ convalescence: perembesan plasma mendadak berhenti
disertai reabsorpsi cairan dan ekstravasasi plasma.

11

Gambar 2. Perjalanan penyakit infeksi dengue Sumber: Center for Disease Control and Prevention.
Clinicians case management. Dengue Clinical Guidance. Updated 2010.

Gambaran klinis
a. Undifferentiated fever (sindrom infeksi virus)
Pada undifferentiated fever, demam sederhana yang tidak dapat dibedakan dengan
penyebab virus lain. Demam disertai kemerahan berupa makulopapular, timbul saat
demam reda. Gejala dari saluran pernapasan dan saluran cerna sering dijumpai.
b. Demam dengue (DD)
Anamnesis: demam mendadak tinggi, disertai nyeri kepala, nyeri otot & sendi/tulang,
nyeri retro-orbital, photophobia, nyeri pada punggung, facial flushed, lesu, tidak mau
makan, konstipasi, nyeri perut, nyeri tenggorok, dan depresi umum.
Pemeriksaan fisik
Demam: 39-40C, berakhir 5-7 hari
Pada hari sakit ke 1-3 tampak flushing pada muka (muka kemerahan), leher, dan
dada
12

Pada hari sakit ke 3-4 timbul ruam kulit makulopapular/rubeolliform


Mendekati akhir dari fase demam dijumpai petekie pada kaki bagian dorsal, lengan
atas, dan tangan
Convalescent rash, berupa petekie mengelilingi daerah yang pucat pada kulit yg
normal, dapat disertai rasa gatal
Manifestasi perdarahan
o Uji bendung positif dan/atau petekie
o Mimisan hebat, menstruasi yang lebih banyak, perdarahan saluran cerna (jarang
terjadi, dapat terjadi pada DD dengan trombositopenia)
c. Demam berdarah dengue
Terdapat tiga fase dalam perjalanan penyakit, meliputi fase demam, kritis, dan masa
penyembuhan (convalescence, recovery)
Fase demam
Anamnesis
Demam tinggi, 2-7 hari, dapat mencapai 40C, serta terjadi kejang demam. Dijumpai
facial flush, muntah, nyeri kepala, nyeri otot dan sendi, nyeri tenggorok dengan faring
hiperemis, nyeri di bawah lengkung iga kanan, dan nyeri perut.
Pemeriksaan fisik
o Manifestasi perdarahan
Uji bendung positif (10 petekie/inch2) merupakan manifestasi perdarahan yang
paling banyak pada fase demam awal.
Mudah lebam dan berdarah pada daerah tusukan untuk jalur vena.
Petekie pada ekstremitas, ketiak, muka, palatum lunak.
Epistaksis, perdarahan gusi
Perdarahan saluran cerna

13

Hematuria (jarang)
Menorrhagia
o Hepatomegali teraba 2-4 cm di bawah arcus costae kanan dan kelainan fungsi hati
(transaminase) lebih sering ditemukan pada DBD. Berbeda dengan DD, pada DBD
terdapat hemostasis yang tidak normal, perembesan plasma (khususnya pada rongga
pleura dan rongga peritoneal), hipovolemia, dan syok, karena terjadi peningkatan
permeabilitas kapiler. Perembesan plasma yang mengakibatkan ekstravasasi cairan ke
dalam rongga pleura dan rongga peritoneal terjadi selama 24-48 jam.
Fase kritis
Fase kritis terjadi pada saat perembesan plasma yang berawal pada masa transisi dari
saat demam ke bebas demam (disebut fase time of fever defervescence) ditandai
dengan,
Peningkatan hematokrit 10%-20% di atas nilai dasar
Tanda perembesan plasma seperti efusi pleura dan asites, edema pada dinding
kandung empedu. Foto dada (dengan posisi right lateral decubitus = RLD) dan
ultrasonografi dapat mendeteksi perembesan plasma tersebut.
Terjadi penurunan kadar albumin >0.5g/dL dari nilai dasar / <3.5 g% yang
merupakan bukti tidak langsung dari tanda perembesan plasma
Tanda-tanda syok: anak gelisah sampai terjadi penurunan kesadaran, sianosis,
nafas cepat, nadi teraba lembut sampai tidak teraba. Hipotensi, tekanan nadi 20
mmHg, dengan peningkatan tekanan diastolik. Akral dingin, capillary refill time
memanjang (>3 detik). Diuresis menurun (< 1ml/kg berat badan/jam), sampai anuria.
Komplikasi berupa asidosis metabolik, hipoksia, ketidakseimbangan elektrolit,
kegagalan multipel organ, dan perdarahan hebat apabila syok tidak dapat segera
diatasi.

14

Fase penyembuhan (convalescence, recovery)


Fase penyembuhan ditandai dengan diuresis membaik dan nafsu makan kembali
merupakan indikasi untuk menghentikan cairan pengganti. Gejala umum dapat
ditemukan sinus bradikardia/ aritmia dan karakteristik confluent petechial rash seperti
pada DD.
d. Expanded dengue syndrome
Manifestasi berat yang tidak umum terjadi meliputi organ seperti hati, ginjal, otak,dan
jantung. Kelainan organ tersebut berkaitan dengan infeksi penyerta, komorbiditas,
atau komplikasi dari syok yang berkepanjangan.
Diagnosis Diagnosis DBD/DSS ditegakkan berdasarkan kriteria klinis dan
laboratorium (WHO, 2011).

Kriteria klinis
Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus
selama 2-7 hari
Manifestasi perdarahan, termasuk uji bendung positif, petekie, purpura, ekimosis,
epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan/melena
Pembesaran hati
Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi (20 mmHg),
hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan pasien tampak gelisah.

Kriteria laboratorium
Trombositopenia (100.000/mikroliter)
Hemokonsentrasi, dilihat dari peningkatan hematokrit > 20% dari nilai dasar /
menurut standar umur dan jenis kelamin

15

Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan,


Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi/
peningkatan hematokrit >20%.
Dijumpai hepatomegali sebelum terjadi perembesan plasma
Dijumpai tanda perembesan plasma
o Efusi pleura (foto toraks/ultrasonografi)
o Hipoalbuminemia
Perhatian
o Pada kasus syok, hematokrit yang tinggi dan trombositopenia yang jelas,
mendukung diagnosis DSS.
o Nilai LED rendah (<10mm/jam) saat syok membedakan DSS dari syok sepsis.

Menurut teori, manifestasi klinis demam tifoid pada anak seringkali tidak khas dan
sangat bervariasi yang sesuai dengan patogenesis demam tifoid. Masa inkubasi ratarata 10 20 hari. Setelah masa inkubasi maka ditemukan gejala prodromal, yaitu
perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat. Demam
merupakan keluhan dan gejala klinis terpenting yang timbul pada semua penderita
demam tifoid. Tampilan demam pada kasus demam typhoid berpola step ladder
temperature chart yang ditandai dengan tampilan demam yang insidius, naik secara
bertahap tiap harinya dan mencapai titik tertinggi pada akhir minggu pertama, setelah
itu demam akan bertahan tinggi dan pada minggu ke-4 demam turun perlahan secara
lisis , kecuali apabila terjadi fokus infeksi, maka demam akan bertahan lama.
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap. Bibir kering dan pecah-pecah
(ragaden). Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya
kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut

16

kembung (meteorismus). Hati dan limpa membesar disertai nyeri pada perabaan.
Biasanya didapatkan konstipasi, akan tetapi mungkin pula normal bahkan dapat
terjadi diare. Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa dalam,
yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah.
Gejala sistemik lain yang menyertai timbulnya demam adalah nyeri kepala, malaise,
anoreksia, nausea, myalgia, nyeri perut dan radang tenggorokan. Pada kasus yang
berpenampilan klinis berat pada saat demam tinggi akan tampak toksik/sakit berat.
Bahkan dapat juga dijumpai penderita demam tifoid yang datang dengan syok
hipovolemik sebagai akibat kurang masukan cairan dan makanan. Rose spot, suatu
ruam makulopapular yang berwarna merah dengan ukuran 1-5mm, sering kali
dijumpai pada daerah abdomen, thorax, ekstremitas dan punggung pada orang kulit
putih, tidak pernah dilaporkan ditemukan pada anak Indonesia. Ruam ini muncul pada
hari ke-7-10 dan bertahan selama 2-3 hari.
Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid
dibagi dalam empat kelompok, yaitu : (1) pemeriksaan darah tepi; (2) pemeriksaan
bakteriologis dengan isolasi dan biakan kuman; (3) uji serologis; dan (4) pemeriksaan
kuman secara molekuler
1. Pemeriksaan Darah Tepi
Pada penderita demam tifoid bisa didapatkan anemia, jumlah leukosit
normal,

bisa

menurun

atau

meningkat,

mungkin

didapatkan

trombositopenia dan hitung jenis biasanya normal atau sedikit bergeser ke


kiri, mungkin didapatkan aneosinofilia dan limfositosis relatif, terutama
pada fase lanjut. Penelitian oleh beberapa ilmuwan mendapatkan bahwa
hitung jumlah dan jenis leukosit serta laju endap darah tidak mempunyai
nilai sensitivitas, spesifisitas dan nilai ramal yang cukup tinggi untuk
dipakai dalam membedakan antara penderita demam tifoid atau bukan,
akan tetapi adanya leukopenia dan limfositosis relatif menjadi dugaan kuat
diagnosis demam tifoid.
17

2. Identifikasi Kuman Melalui Uji Serologis : Uji Widal


Uji Widal merupakan suatu metode serologi baku dan rutin digunakan
sejak tahun 1896. Prinsip uji Widal adalah memeriksa reaksi antara
antibodi aglutinin dalam serum penderita yang telah mengalami
pengenceran berbeda-beda terhadap antigen somatik (O) dan flagela (H)
yang ditambahkan dalam jumlah yang sama sehingga terjadi aglutinasi.
Pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan aglutinasi menunjukkan
titer antibodi dalam serum. Teknik aglutinasi ini dapat dilakukan dengan
menggunakan uji hapusan (slide test) atau uji tabung (tube test). Uji
hapusan dapat dilakukan secara cepat dan digunakan dalam prosedur
penapisan sedangkan uji tabung membutuhkan teknik yang lebih rumit
tetapi dapat digunakan untuk konfirmasi hasil dari uji hapusan.
Interpretasi dari uji Widal ini harus memperhatikan beberapa faktor antara
lain sensitivitas, spesifisitas, stadium penyakit; faktor penderita seperti
status imunitas dan status gizi yang dapat mempengaruhi pembentukan
antibodi; gambaran imunologis dari masyarakat setempat (daerah endemis
atau non-endemis); faktor antigen; teknik serta reagen yang digunakan.
Kelemahan uji Widal yaitu rendahnya sensitivitas dan spesifisitas serta
sulitnya melakukan interpretasi hasil membatasi penggunaannya dalam
penatalaksanaan penderita demam tifoid akan tetapi hasil uji Widal yang
positif akan memperkuat dugaan pada tersangka penderita demam tifoid
(penanda infeksi). Saat ini walaupun telah digunakan secara luas di seluruh
dunia, manfaatnya masih diperdebatkan dan sulit dijadikan pegangan
karena belum ada kesepakatan akan nilai standar aglutinasi (cut-off point).
Untuk mencari standar titer uji Widal seharusnya ditentukan titer dasar
(baseline titer) pada anak sehat di populasi dimana pada daerah endemis
seperti Indonesia akan didapatkan peningkatan titer antibodi O dan H pada
anak-anak sehat.

2. Apakah penatalaksanaannya sudah tepat?


IGD

Ruang Kenanga
18

Infus RL 1520 cc/24 jam 20 gtt

Infus RL 1520 cc/24 jam 20 gtt

(makro)
Cefotaxime

(makro)
Cefotaxime

Paracetamol Syr
Omeprazole

3x525mg
3x2 cth
1x20mg

Paracetamol Syr
Omeprazole

3x525mg
3x2 cth
1x20 mg

Kebutuhan cairan pada anak ini adalah :


BB = 21kg
10 kg pertama = 100cc x 10kg = 1000 cc/24 jam
10 kg kedua = 50cc x 10 kg = 500 cc/24 jam
10 kg ketiga = 20cc x 1 kg = 20 cc/24 jam
Total kebutuhan cairan = 1520cc/24 jam 20 gtt/menit
Dosis paracetamol 10-15mg/kgBB, maka dosis untuk anak ini 210-235mg/kali. Satu
sendok teh mengandung 100mg/5ml, maka dosis yang diberikan sudah cukup.
Cefotaxime pada anak 50-100 mg/kgBB/hari dibagi menjadi 2-4 dosis, maka dosis
untuk anak ini 550-110mg/hari maka jika dibagi 3 dosis dosis nya sudah tepat.
Omeprazole diberikan karena pasien merasakan nyeri di uluh hati dengan dosis
1mg/kgBB maka dosis nya kurang 1 mg, 1x21kg = 21mg

Jika pasien dengan diagnosis DBD Non Syok maka tatalaksana seharusnya :

19

J
alur triase kasus tersangka infeksi dengue (WHO 2011)
Namun karena pada pasien ini didiagnosis dengan tifoid dan widal yang positif, maka
pasien diindikasikan rawat. Pada pasien tifoid dapat diberikan Kloramfenikol sebagai
lini pertama dengan dosis yang diberikan 100mg/kgBB/hari dibagi dalam 4x
pemberian selama 10-14 hari atau sampai 5-7 hari setelah demam turun.
Teori :
Sebagian besar demam tifoid dapat diobati dirumah dengan tirah baring, isolasi yang
memadai, pemenuhan kebutuhan cairan, nutrisi, serta pemberian antibiotic.
Sedangkan untuk kasus berat arus dirawat agar pemenuhan cairan, elektrolit serta
nutrisi disamping observasi kemungkinan timbul penyulit dapat dilakukan dengan
seksama. Pengobatan antibiotic merupakan pengobatan utama karena pada dasarnya
pathogenesis infeksi Salmonella typhii berhubungan dengan keadaan bakterimia.
Kloramfenikol masih merupakan pilihan pertama pada pengobatan penderita demam
tifoid. Dosis yang diberikan 100mg/kgBB/hari dibagi dalam 4x pemberian selama 1014 hari atau sampai 5-7 hari setelah demam turun.
3. Apa komplikasi yang dapat timbul dari kasus ini?
Komplikasi yang DBD ;
a. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan atau tanpa syok.
20

b. Kelainan ginjal akibat syok berkepanjangan dapat mengakibatkan gagal ginjal akut.
c. Edema paru dan/ atau gagal jantung seringkali terjadi akibat overloading pemberian
cairan pada masa perembesan plasma
d. Syok yang berkepanjangan mengakibatkan asidosis metabolik & perdarahan hebat
(DIC, kegagalan organ multipel)
e. Hipoglikemia / hiperglikemia,

hiponatremia,

hipokalsemia

akibat

syok

berkepanjangan dan terapi cairan yang tidak sesuai


Komplikasi demam tifoid dapat dibagi atas dua bagian, yaitu :
Komplikasi Intestinal
a. Perdarahan Usus ; Perdarahan hebat dapat terjadi hingga penderita mengalami
syok. Secara klinis perdarahan akut darurat bedah ditegakkan bila terdapat
perdarahan sebanyak 5 ml/kgBB/jam
b. Perforasi Usus ; Biasanya timbul pada minggu ketiga namun dapat pula terjadi
pada minggu pertama.
Komplikasi Ekstraintestinal
a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (syok, sepsis), miokarditis,
trombosis dan tromboflebitis.
b. Komplikasi darah : anemia

hemolitik,

trombositopenia,

koaguolasi

intravaskuler diseminata, dan sindrom uremia hemolitik.


c. Komplikasi paru : pneumoni, empiema, dan pleuritis
d. Komplikasi hepar dan kandung kemih : hepatitis dan kolelitiasis
e. Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis
f. Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan artritis
g. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningismus, meningitis, polineuritis
perifer, psikosis, dan sindrom katatonia.

4. Bagaimana prognosis dari pasien ini?


Prognosis demam dengue berhubungan dengan antibodi yang didapat atau infeksi
awal dengan virus yang menyebabkan terjadinya DBD. Keparahan terlihat dari usia,
dan infeksi awal terhadap serotipe dengue virus yang lain sehingga dapat

21

mengakibatkan komplikasi hemorhagik yang parah. Prognosis di tentukan juga oleh


lamanya penanganan terhadap terjadinya syok pada sindroma syok dengue (SSD).
Prognosis baik jika diatasi maksimal 90 menit. Prognosis akan terlihat buruk jika
melebihi 90 menit
Prognosis pasien demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan kesehatan
sebelumnya dan ada atau tidaknya komplikasi. Di negara maju, dengan terapi
antibiotic yang adekuat, angka mortalitas <1%. Di negara berkembang, angka
mortalitasnya >10%,

biasanya karena keterlambatan diagnosis, perawatan, dan

pengobatan. Munculnya komplikasi seperti perforasi GIT atau perdarahan hebat,


meningitis, endocarditis, dan pneumonia, mengakibatkan morbidities dan mortalitas
yang tinggi.

22

DAFTAR PUSTAKA
Centers for Disease Control and Prevention. Dengue Clinical Guidance. Updated 2010 sept 1.
Available from: http://www.cdc.gov/dengue/clinicallab/clinical.html
Dengue Hemorrhagic Fever. Diagnosis, treatment prevention and control. Edisi kedua. WHO,
Geneva, 1997
Prasetyo R & Ismoedijanto. 2013. Metode Diagnostik Demam Tifoid Pada Anak. Divisi
Tropik dan Penyakit Infeksi. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR/RSU Dr.
Soetomo Surabaya.
Pudijiadi, A, et al. 2009. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. IDAI.
http://www.idai.or.id/downloads/PPM/Buku-PPM.pdf
Rampengan, Novie. 2013. Antibiotik Terapi Demam Tifoid Tanpa Komplikasi Pada Anak.
Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi.
Manado. Sari Pediatri Vol.14, No.5. http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/14-5-1.pdf
Rezeki, S et al. 2012. Update Management of Infectious Diseases and Gastrointestnal
Disorders.Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Departemen Ilmu Kesehatan
Anak. Jakarta. http://fk.ui.ac.id/wp-content/uploads/2016/01/Buku-PKB-63.pdf
Soedarmo,S et al. 2012. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Edisi Kedua. Cetakan Ketiga.
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Badan Penerbit IDAI. Jakarta.
Suhendro et al. 2006. Demam Berdarah Dengue Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III.
Edisi IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta.
World Health Organization-South East Asia Regional Office. Comprehensive Guidelines for
Prevention and Control of Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever. India: WHO;
2011.p.1-67

23

Anda mungkin juga menyukai