Anda di halaman 1dari 29

1.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI), yang ditetapkan dengan undang-undang telah membawa
konsekuensi tersendiri bagi daerah untuk bisa melaksanakan pembangunan di
segala bidang, dengan harapan dapat dilaksanakan secara mandiri oleh
daerah. Menurut UU No. 32 tahun 2004 pasal 1, pengertian otonomi daerah
adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Tantangan yang dihadapi
suatu daerah terutama untuk daerah otonom yang baru adalah peningkatan
pendapatan daerah dan kemandirian dalam pembangunan dengan kendala
ketersediaan sumber daya di daerah yang terbatas. Dalam UU Nomor 33
Tahun 2004 Pasal 10 dinyatakan bahwa yang menjadi sumber-sumber
pembiayaan untuk pembangunan daerah (capital investment) antara lain
berasal dari PAD dan Dana Perimbangan yang diterima oleh daerah-daerah
dari Pemerintah Pusat. Dana Perimbangan itu sendiri terdiri dari Dana Bagi
Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK).
Selain itu, juga terdapat sumber lain yang berasal dari pembiayaan berupa
pinjaman daerah.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Undang-Undang nomor 33
tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut
1

berdasarkan

Peraturan

Daerah

yang

disesuaikan

dengan

peraturan

perundang-undangan. Pendapatan Asli Daerah merupakan pendapatan murni


yang dihasilkan oleh pemerintah daerah setempat dan digunakan untuk
membiayai

pemerintahan daerah tersebut.

Pendapatan Asli Daerah

didapatkan dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang
sah. Untuk itu, dalam masa desentralisasi seperti ini, pemerintah daerah
dituntut untuk bisa mengembangkan dan meningkatkan Pendapatan Asli
Daerahnya masing-masing dengan memaksimalkan sumber daya yang
dimiliki supaya bisa membiayai segala kegiatan penciptaan infrastruktur atau
sarana prasarana daerah melalui alokasi belanja modal pada APBD. Semakin
baik Pendapatan Asli Daerah suatu daerah maka semakin besar pula alokasi
belanja modalnya (Ardhini, 2011).
Darwanto dan Yustikasari (2007) dalam penelitiannya menyatakan
bahwa Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap
alokasi belanja modal. Temuan ini dapat mengindikasikan bahwa besarnya
Pendapatan Asli Daerah menjadi salah satu faktor penentu dalam
menentukan belanja modal. Besarnya Pendapatan Asli Daerah dapat
mengurangi penggunaan sumber pembiayaan yang berasal dari transfer,
mendorong akuntabilitas, dan memperbaiki pembiayaan yang ada dalam
daerah tersebut (Kusnandar dan Iswantoro, 2012).
Di sisi lain, pengelolaan keuangan daerah yang baik akan berpengaruh
terhadap kemajuan suatu daerah. Pengelolaan keuangan daerah yang
2

dilakukan secara ekonomis, efisien, dan efektif atau memenuhi prinsip value
for money serta partisipasi, transparansi, akuntabilitas, dan keadilan akan
dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Pengelolaan keuangan daerah yang
baik tidak hanya membutuhkan sumber daya manusia yang handal, tetapi
juga harus didukung oleh kemampuan keuangan daerah yang memadai.
Upaya pemerintah daerah dalam menggali kemampuan keuangan daerah
dapat dilihat dari kinerja keuangan daerah yang diukur menggunakan analisis
rasio keuangan daerah. Pengukuran kinerja keuangan pada pemerintah
daerah juga digunakan untuk menilai akuntabilitas dan kemampuan daerah
dalam menyelenggarakan otonomi daerah. Dengan demikian maka suatu
daerah yang kinerja keuangannya dinyatakan baik, berarti daerah tersebut
memiliki kemampuan keuangan untuk membiayai pelaksanaan otonomi
daerah.
Dalam upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, Pemerintah
Daerah wajib mengalokasikan dana dalam bentuk anggaran belanja modal
dalam APBD untuk menambah aset tetap. Alokasi belanja modal ini
didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk
kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas publik.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 tentang Sistem
Akuntansi Pemerintahan, ditegaskan bahwa belanja modal ini ialah alokasi
pengeluaran anggaran yang digunakan untuk perolehan aset tetap dan aset
lainnya yang dapat memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi.
Dalam kaitannya dengan peningkatan penerimaan daerah, belanja modal
3

memiliki peranan yang amat penting terkait dengan peningkatan sarana dan
prasarana publik pada suatu daerah publik.
Dalam

penelitian

kusumaningrum

(2013)

menyebutkan

bahwa

kemandirian keuangan daerah berpengaruh positif terhadap alokasi belanja


modal. Sedangkan efektifitas Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif
dan tidak signifikan terhadap alokasi belanja modal.
Berdasarkan uraian di atas maka disusunlah penelitian dengan judul
Pengaruh Kemandiriaan Daerah, dan Efektifitas Pendapatan Asli Daerah
terhadap Belanja Modal.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat dirumuskan
masalah yang menjadi pokok bahasan penelitian ini adalah:
1. Apakah kemandirian daerah berpengaruh terhadap belanja modal pada
Kabupaten/Kota di Jawa Timur?
2. Apakah efektivitas Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap belanja
modal pada Kabupaten/Kota di Jawa Timur?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka tujuan yang ingin dicapai
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis pengaruh kemandirian daerah terhadap belanja modal
pada Kabupaten/Kota di Jawa Timur?
2. Untuk menganalisis pengaruh efektivitas Pendapatan Asli Daerah terhadap
belanja modal pada Kabupaten/Kota di Jawa Timur?
4

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kontribusi praktis
Memperkuat penelitian sebelumnya berkenaan dengan adanya pengaruh
kemandirian daerah dan efektivitas Pendapatan Asli Daerah terhadap
belanja modal yang dilakukan secara empiris pada Pemerintah
Kabupaten/Kota di Jawa Timur.
2. Kontribusi teoritis
Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan terhadap ilmu
pengetahuan untuk dijadikan bahan pembelajaran kemajuan pendidikan.
Serta bahan referensi data tambahan bagi Peneliti lainnya yang tertarik
pada bidang kajian ini dan juga sebagai informasi dan pengembangan
untuk Peneliti selanjutnya.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian merupakan batasan dari suatu pembahasan. Dengan
adanya batasan ini diharapkan pembahasan tidak menyimpang dari masalah
yang sedang dibahas di dalam penelitian itu sendiri dan diharapkan penelitian
tersebut menjadi jelas permasalahannya, dengan ini maka penulis
memberikan batasan-batasan penelitian yakni sebagai berikut:
1. Subjek penelitian
Penelitian dilakukan pada data keuangan pemerintah Kabupaten/Kota di
Jawa Timur tahun 2013-2015
2. Objek penelitian
5

Dalam penelitian ini, objek penelitian hanya fokus pada kemandirian


daerah, efektivitas Pendapatan Asli Daerah, dan belanja modal
Kabupaten/Kota di Jawa Timur pada tahun 2013-2015
2. TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Teoretis
2.1.1 Belanja Modal
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.06/2007 tentang
Bagan Akun Standar mendefinisikan belanja modal sebagai pengeluaran
anggaran yang digunakan dalam rangka memperoleh atau menambah aset
tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode
akuntansi, serta melebihi batasan minimal kapitalisasi aset tetap atau aset
lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah. Aset tersebut dipergunakan
untuk operasional kegiatan sehari-hari suatu satuan kerja.
Belanja modal menurut Peraturan Pemerintah nomor 71 tahun 2010
tentang Standar Akuntansi Pemerintahan adalah pengeluaran anggaran
yang digunakan untuk memperoleh aset tetap dan aset lainnya. Belanja
modal mencakup belanja modal untuk pemerolehan tanah, gedung dan
bangunan, peralatan, dan aset tak berwujud.
Belanja modal dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu
belanja publik dan belanja aparatur. Belanja publik adalah belanja yang
manfaatnya dirasakan langsung oleh masyarakat sedangkan belanja
aparatur adalah Hasil belanja pemerintah yang langsung dapat dirasakan
langsung oleh aparatur pemerintahan.
6

Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006,


belanja modal adalah sebagai pengeluaran yang dilakukan dalam rangka
pembelian atau pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang
mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk
digunakan dalam kegiatan pemerintahan. Jadi dapat disimpulakan belanja
dikategorikan sebagai belanja modal apabila:
1. Pengeluaran tersebut mengakibatkan adanya perolehan aset tetap atau
aset lainnya yang dengan demikian menambah aset pemerintah,
2. Aset tetap atau aset lainnya tersebut mempunyai nilai manfaat jangka
panjang (lebih dari satu tahun), dan
3. Perolehan aset tetap tersebut dimaksudkan bukan untuk dijual.
Belanja Modal dimaksudkan untuk mendapatkan aset

tetap

pemerintah daerah, yaitu peralatan, bangunan, infrastruktur, dan harta


tetap lainnya. Secara teoritis ada tiga cara untuk memperoleh aset tetap
tersebut, yaitu dengan cara membangun sendiri, menukarkan dengan
aset tetap lain, dan membeli. Namun, di dalam pemerintahan biasanya
diperoleh dengan cara membeli yang umumnya dilakukan dengan proses
lelang atau tender yang cukup rumit (Abdullah dan Halim, 2006).
Alokasi belanja modal didasarkan pada kebutuhan, hal ini
mengandung arti bahwa tidak semua satuan kerja atau unit organisasi di
pemerintahan daerah melaksanakan kegiatan atau proyek pengadaan
aset tetap. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing satuan
kerja, ada satuan kerja yang memberikan pelayanan kepada

publik
7

berupa penyediaan sarana dan prasarana fisik, seperti fasilitas pendidikan


(gedung sekolah, peralatan laboratorium, mobiler), kesehatan (rumah
sakit, peralatan kedokteran, mobil ambulans), jalan raya, dan jembatan,
sementara satuan kerja lain hanya memberikan pelayanan jasa langsung
berupa pelayanan administrasi (catatan sipil, pembuatan kartu identitas
kependudukan), pengamanan, pemberdayaan, pelayanan kesehatan, dan
pelayanan pendidikan.
Berdasarkan PP No. 71 Tahun 2010 Belanja mencakup jenis belanja
sebagai berikut:
1. Belanja operasi
a. Belanja pegawai
b. Belanja barang
c. Belanja bunga
d. Belanja subsidi
e. Belanja hibah
f. Belanja bantuan sosial
2. Belanja modal
a. Belanja aset tetap
b. Belanja aset lainnya
3. Belanja lain-lain/tak terduga
4. Transfer
2.1.2 Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang


Perimbangan Keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah
disebutkan Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya disebut PAD adalah
pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan
daerah sesuai dengan peraturan perundang- undangan.
Halim (2007) mendifinisikan pendapatan asli daerah sebagai semua
penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah
tersebut. Pendapatan asli daerah ini merupakan salah satu modal
dasar bagi pemerintah daerah dalam mendapatkan dana dalam memenuhi
belanja daerah, selain itu merupakan usaha daerah guna memperkecil
ketergantungan dalam mendapatakan dana (subsidi) dari pemerintah
pusat. Karena desentralisasi fiskal yang terjadi saat ini menuntut adanya
kemandirian

daerah

dalam

menggali

potensi

lokal

dan

mempergunakannya sesuai dengan kebijakan masing-masing daerah, oleh


karena itu aparat pemerintah daerah cenderung melihat Pendapatan Asli
Daerah (PAD) sebagai sumber utama keberhasilan otonomi, berbagai
usaha pun dilakukan untuk meningkatkan PAD ini. Di dalam upaya untuk
meningkatkan PAD, daerah dilarang menetapkan Peraturan Daerah
(Perda) tentang pendapatan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi
dan dilarang menetapkan perda tentang pendapatan yang menghambat
mobilitas bagi penduduk, lalu lintas barang dan jasa antar daerah, dan
kegiatan

impor

maupun

ekspor

(Komite

Standar

Akuntansi

Pemerintahan, 2005).
9

Pendapatan asli daerah dikelompokkan menjadi empat menurut


Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 dan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, yaitu sebagai berikut.
1. Pajak daerah.
2. Retribusi daerah.
3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dirinci menurut
objek pendapatannya, yaitu antara lain sebagai berikut:
a. bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik
daerah/BUMD,
b. bagian labaatas penyertaan modal pada

perusahaan milik

pemerintah/BUMN,
c. bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta
atau kelompok usaha masyarakat.
2.1.3 Kemandirian daerah
Rasio kemandirian keuangan daerah menunjukkan kemampuan
pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan,
pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar
pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah.
Kemandirian

diidentikkan

dengan

Pendapatan

Asli

Daerah.

Tingginya Pendapatan Asli Daerah dijadikan sebagai tolak ukur untuk


menentukan kemandirian suatu daerah. Rasio kemandirian juga
menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan
daerah. Semakin tinggi rasio kemandirian, semakin tinggi partisipasi
10

masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah dan hal tersebut
akan menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang tinggi
(Halim, 2007).
2.1.4 Efektivitas Pendapatan Asli Daerah
Rasio efektivitas yaitu rasio yang menggambarkan kemampuan
pemerintah daerah dalam merealisasikan Pendapatan Asli Daerah yang
direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan
potensi riil daerah. Kemampuan pemerintah daerah dalam menjalankan tugas
dan fungsinya dikategorikan efektif apabila rasio yang dicapai minimal satu
atau 100%. Namun demikian, semakin tinggi rasio efektivitas maka
kemampuan daerahpun semakin baik. Pengertian efektivitas berhubungan
dengan derajat keberhasilan suatu operasi pada sektor publik sehingga suatu
kegiatan dikatakan efektif jika kegiatan tersebut mempunyai pengaruh besar
terhadap kemampuan menyediakan pelayanan masyarakat yang merupakan
sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Semakin besar realisasi
penerimaan Pendapatan Asli Daerah, maka dapat dikatakan semakin efektif,
begitu pula sebaliknya.
Apabila hasil persentase efektivitas Pendapatan Asli Daerah di atas
100% maka dapat dikatakan kinerja keuangan tersebut sangat efektif. Bila
hasilnya adalah 90% - 100% dikatakan efektif, 80% - 90% cukup efektif,
60% - 80% kurang efektif, dan <60% tidak efektif.
2.2 Rerangka Pemikiran
Penelitian ini akan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
11

belanja modal. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel
dependen dan variabel independen. Variabel dependen yaitu belanja modal
pada Kabupaten/Kota di Jawa Timur tahun 2013-2015. Variabel independen
yaitu kemandirian keuangan daerah dan efektivitas Pendapatan Asli Daerah.
Berdasarkan uraian tersebut, kerangka mengenai hubungan antar
masing-masing variabel dapat dilihat dalam gambar berikut ini:

Variabel Independen

Variabel Dependen

Kemandirian
Daerah

Efektivitas
Pendapatan Asli
Daerah

Alokasi Belanja
Modal

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

2.3 Perumusan Hipotesis


2.3.1 Pengaruh kemandirian daerah terhadap belanja modal
Variabel ini menggambarkan tingkat ketergantungan daerah terhadap
sumber dana eksternal. Semakin tinggi rasio kemandirian berarti tingkat
ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak eksternal (terutama
pemerintah pusat dan provinsi) semakin rendah.
Ardhini dan Handayani (2011) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa
12

rasio kemandirian daerah berpengaruh positif tidak signifikan terhadap rasio


belanja modal untuk pelayanan publik. Apabila rasio kemandirian daerah
meningkat, maka hal ini tidak berpengaruh terhadap jumlah belanja modal
untuk pelayanan publik.
Sularso dan Restianto (2011) dalam penelitiannya Pengaruh Kinerja
Keuangan terhadap Alokasi Belanja Modal dan Pertumbuhan Ekonomi
menyebutkan bahwa rasio kemandirian keuangan daerah memiliki pengaruh
terhadap alokasi belanja modal. Maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut.
H1: Kemandirian daerah berpengaruh terhadap belanja modal.

2.3.4 Pengaruh efektivitas Pendapatan Asli Daerah terhadap belanja


modal
Rasio efektivitas menggambarkan kemampuan Pemerintah Daerah
dalam merealisasikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang direncanakan
dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah.
Dalam penelitiannya, Ardhani dan Handayani (2011) menyimpulkan
bahwa rasio efektivitas berpengaruh positif signifikan terhadap belanja
modal untuk pelayanan publik. Sehingga apabila efektivitas keuangan daerah
cenderung lebih efektif, hal ini berpengaruh terhadap jumlah belanja modal
untuk pelayanan publik.
Dalam penelitian Hidayat (2013) disebutkan bahwa kinerja keuangan
yang dinilai salah satunya dengan efektivitas Pendapatan Asli DAerah
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap alokasi belanja modal. Sularso
dan Restianto (2011) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa rasio
13

efektivitas Pendapatan Asli Daerah memiliki pengaruh terhadap alokasi


belanja modal.
Efektivitas

Pendapatan

Asli

Daerah

menunjukkan

keberhasilan

operasional pemerintahan karena dapat mempengaruhi pengadaan pelayanan


masyarakat sesuai dengan target yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan
pemenuhan target oleh pemerintah dalam pelayanan publik, maka terpenuhi
juga anggaran belanja modal yang merupakan salah satu bentuk pelayanan
publik yang akan dirasakan oleh masyarakat. Besarnya efektivitas
Pendapatan Asli Daerah akan mempengaruhi besarnya alokasi belanja modal.
Maka disusunlah hipotesis sebagai berikut:
H2: Efektivitas Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap belanja
modal.
3. METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian dan Gambaran Populasi (Objek) Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif
adalah penelitian yang menekankan pada pengujian teori-teori melalui
pengukuran variabel-variabel penelitian dengan angka dan melakukan
analisis data dengan prosedur statistik.
Populasi penelitian merupakan sekelompok orang, kejadian, atau segala
sesuatu yang mempunyai karakteristik tertentu (Indrianto dan Supomo,
2002). Penelitian ini menggunakan satu variabel terikat (dependen) yaitu
belanja modal dan dua variabel bebas (independen) yaitu kemandirian daerah
dan efektivitas Pendapatan Asli Daerah. Penelitian menggunakan data
14

populasi, dimana populasi yaitu seluruh daerah kabupaten/kota di provinsi


Jawa Timur. Penelitian ini dilakukan pada 29 kabupaten dan 9 kota dengan
periode tahun 2013-2015.
3.2 Teknik Pengambilan Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi. Sampel terdiri atas sejumlah
anggota yang dipilih dari populasi (Sekaran, 2006). Dalam penelitian ini,
ditetapkan teknik pengambilan sampel dengan menggunakan purposive
sampling yaitu pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu. Adapun
pertimbangan yang ditentukan untuk pengambilan sampel ini yaitu:
1. Pemerintahan

kabupaten/kota

provinsi

Jawa

Timur

yang

telah

menyerahkan laporan realisasi anggarannya dan APBD.


2. Pemerintahan kabupaten/kota provinsi Jawa Timur yang memiliki
kelengkapan

informasi

yang

dibutuhkan

yaitu

informasi

tentang

kemandirian daerah, efektivitas Pendapatan Asli Daerah dan belanja modal


tahun 2013-2015.
Dari 29 Kabupaten dan 9 Kota yang dijadikan populasi, semuanya memenuhi
kriteria untuk ditetapkan sebagai sampel penelitian. Berikut adalah data
sampel yang terdiri dari 38 sampel:
Sampel Penelitian
No
1
2
3
4
5
6

Kabupaten/Kota
Kabupaten Pacitan
Kabupaten Ponorogo
Kabupaten Trenggalek
Kabupaten Tulungagung
Kabupaten Blitar
Kabupaten Kediri
15

7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38

Kabupaten Malang
Kabupaten Lumajang
Kabupaten Jember
Kabupaten Banyuwangi
Kabupaten Bondowoso
Kabupaten Situbondo
Kabupaten Probolinggo
Kabupaten Pasuruan
Kabupaten Sidoarjo
Kabupaten Mojokerto
Kabupaten Jombang
Kabupaten Nganjuk
Kabupaten Madiun
Kabupaten Magetan
Kabupaten Ngawi
Kabupaten Bojonegoro
Kabupaten Tuban
Kabupaten Lamongan
Kabupaten Gresik
Kabupaten Bangkalan
Kabupaten Sampang
Kabupaten Pamekasan
Kabupaten Sumenep
Kota Kediri
Kota Blitar
Kota Malang
Kota Probolinggo
Kota Pasuruan
Kota Mojokerto
Kota Madiun
Kota Surabaya
Kota Batu

3.3 Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data pada dasarnya disesuaikan dengan sumber
datanya yaitu sumber data primer yang dilakukan dengan teknik wawancara,
observasi. Dan sumber data sekunder yang dilakukan dengan mengumpulkan
16

data dari literatur, dokumen dari lembaga tertentu.


Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data
sekunder yaitu data dikumpulkan dengan metode dokumentasi. Ini dilakukan
dengan

mengumpulkan,

mencatat,

dan

menghitung

data-data

yang

berhubungan dengan penelitian. Selain itu, pengumpulan data menggunakan


studi kepustakaan yang dilakukan dengan membaca dan mengumpulkan
literatur yang menjadi sumber data baik yang berasal dari buku perkuliahan,
artikel, maupun hasil penelitian yang berhubungan dengan permasalahan.
Data yang digunakan untuk penelitian ini antara lain laporan realisasi
anggaran Kabupaten/Kota di Jawa Timur. Sumber yang digunakan untuk
memperoleh data yang diperlukan adalah www.djpk.depkeu.go.id sebagai
sumber untuk memperoleh data mengenai kemandirian daerah dan efektifitas
Pendapatan Asli Daerah pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Timur tahun
2013-2015
3.4 Variabel dan Definisi Operasional Variabel
Variabel dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua bagian, yaitu
variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas terdiri dari
kemandirian daerah dan efektivitas Pendapatan Asli Daerah. Sedangkan
variabel terikat yang digunakan adalah belanja modal. Yang dimaksud
dengan variabel itu sendiri adalah apa pun yang dapat membedakan atau
membawa variasi dalam nilai (Sekaran, 2011).
3.4.1 Variabel dependen
Variabel dependen adalah variabel yang dirumuskan atau tergantung oleh
17

variabel lainnya. Dalam penelitian ini variabel dependen adalah belanja


modal. Alokasi belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam
rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap atau aset
lainnya yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi,
termasuk didalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang
sifatnya mempertahakan atau menambah masa manfaat, meningkatkan
kapasitas dan kualitas aset.
3.4.2 Variabel Independen
Variabel independen adalah variabel yang menjelaskan atau mempengaruhi
variabel yang lain (Husein, 2003). Variabel independen dalam penelitian ini
adalah:
1.

Kemandirian daerah
Dalam penelitiannya, Dwirandra (2006) menyebutkan
bahwa kemandirian keuangan daerah adalah kemampuan
keuangan daerah otonom dalam mendanai belanja daerahnya
dengan kemampuan sendiri, yaitu dari penghasilan asli daerah.
Kemandirian keuangan daerah dapat diukur menggunakan rasio
kemandirian daerah, dengan formula sebagai berikut.

Kemandirian

PAD
Transfer pusat prov pinjaman

PAD = Pajak daerah + Retribusi daerah + Hasil pengelolaan kekayaan


daerah yang dipisahkan + Lain-lain PAD yang sah (penjualan
barang milik daerah, penjualan barang-barang bekas, cicilan
18

kendaraan bermotor, cicilan rumah dinas, penerimaan atas


kekayaan daerah, sumbangan pihak ketiga, penerimaan jasa giro
(kas daerah).
Keterangan:
a. Apabila tingkat kemandirian 0% - 25% berarti kemampuan keuangan
daerah tersebut rendah sekali, maka daerah tersebut sangat tergantung
kepada pemerintah pusat yang berarti tidak mampu melaksanakan
otonomi daerah.
b. Apabila tingkat kemandirian 25% - 50% berarti kemampuan keuangan
daerah tersebut rendah, namun campur tangan pemerintah pusat mulai
berkurang dengan demikian dianggap sedikit mampu melaksanakan
otonomi daerah.
c. Apabila tingkat kemandirian 50% - 75% berarti kemampuan keuangan
daerah tersebut sedang, dengan demikian daerah yang bersangkutan 52
tingkat kemandiriannya mendekati mampu melaksanakan urusan
otonomi.
d. Apabila tingkat kemandirian 75% - 100% berarti kemapuan keuangan
daerah tersebut tinggi, maka campur tangan pemerintah pusat sudah
tidak ada karena benar-benar mampu dan mandiri melaksanakan urusan
otonomi daerah.
2. Efektifitas PAD
Efektivitas

PAD

merealisasikan

target

menganalisis
PAD

yang

kemampuan
telah

ditetapkan

daerah
dengan

untuk
cara
19

mengkalkulasi berapa persen realisasi PAD yang telah diberlakukan oleh


pemerintah dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan.
Efektivitas PAD

Realisasi PAD
x100%
Target PAD

Apabila hasil persentase efektivitas PAD di atas 100% maka dapat


dikatakan kinerja keuangan tersebut sangat efektif. Bila hasilnya adalah
90% - 100% dikatakan efektif, 80% - 90% cukup efektif, 60% - 80%
kurang efektif, dan <60% tidak efektif.
3.5 Teknik Analisis Data
3.5.1 Statistik deskriptif
Statistik deskriptif terdiri dari perhitungan mean, median, standar
deviasi, maksimum dan minimum masing-masing data sampel (Ghazali,
2006). Penyajian statistik deskriptif bertujuan untuk melihat profil dari
data penelitian tersebut dengan hubungan yang ada antar variabel yang
digunakan dalam penelitian tersebut.
3.5.2 Uji asumsi klasik
Pengujian regresi linear berganda dapat dilakukan setelah model
dari penelitian ini memenuhi syarat-syarat yaitu lolos dari asumsi klasik.
Syarat-syarat tersebut adalah data harus terdistribusi secara normal,
tidak

mengandung

multikolinearitas,

autokorelasi,

dan

heterokedastisitas. Untuk itu sebelum melakukan pengujian regresi


linear berganda perlu dilakukan terlebih dahulu pengujian asumsi klasik
(Santoso, 2012), yang terdiri dari:
20

1. Uji normalitas
Pengujian normalitas ini bertujuan untuk mengetahui apakah data
yang digunakan telah terdistribusi secara normal. Untuk menguji
normalitas data, penelitian ini menggunakan analisis grafik.
Pengujian normalitas melalui analisis grafik adalah dengan cara
menganalisis grafik normal probability plot. Data dapat dikatakan
normal jika data atau titik-titik tersebar di sekitar garis diagonal dan
penyebarannya mengikuti garis diagonal.
Pada prinsipnya, normalitas dapat dideteksi dengan melihat
penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik atau dengan
melihat histogram dari residualnya. Dasar pengambilan keputusan:
a. Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah
garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola
distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi
normalitas.
b. Jika data menyebar lebih jauh dari diagonal dan/atau tidak
mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogram tidak
menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi tidak
memenuhi asumsi normalitas (Santoso, 2012).
Menurut Ghozali (2009), jika data tidak normal maka yang harus
dilakukan adalah:
1. Lakukan transformasi data, misal mengubah data menjadi bentuk
logaritma (log), akar (square root)
21

2. Menambah jumlah data


3. Menghilangkan data yang dianggap sebagai penyebab tidak
normalnya hasil distribusi data
2. Uji multikolinieritas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas
(Santoso, 2012). Uji multikolinieritas ini digunakan karena pada
analisis regresi terdapat asumsi yang mengisyaratkan bahwa variabel
bebas (independen) harus terbebas dari gejala multikolinieritas atau
tidak terjadi korelasi antar variabel independen.
Cara untuk mengetahui apakah terjadi multikolinieritas atau
tidak yaitu dengan melihat nilai tolerance dan Varian Inflation
Factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel
independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen
lainnya.

Menurut

Ghozali

(2009),

untuk

mendeteksi

multikolinearitas pada suatu model regresi dapat dilihat dari nilai


tolerance dan VIF (Variance Inflation Factor), yaitu:
a. jika nilai tolerance > 0,10 dan VIF < 10, maka dapat diartikan
bahwa tidak terdapat multikolinearitas, dan
b. jika nilai tolerance < 0,10 dan VIF > 10, maka dapat diartikan
bahwa terjadi multikolinearitas.
3.

Uji autokorelasi
Uji autokorelasi, dilakukan untuk mengetahui apakah dalam
22

model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada


periode t dan dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1
(sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem
autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan
sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Jika ada masalah
autokorelasi, maka model regresi yang seharusnya signifikan menjadi
tidak layak untuk dipakai. Autokorelasi dalam penelitian ini
menggunakan uji statistik Durbin Watson. Berikut adalah cara
pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi (Ghozali, 2009):
a. Bila angka D-W di antara -2 sampai +2, berarti tidak terjadi
autokorelasi
b. Bila angka D-W di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif
c. Bila angka D-W di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif
4. Uji heterokedastisitas
Pengujian ini memiliki tujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu
pengamatan ke pengamatan yang lain atau untuk melihat penyebaran
data. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang
lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut
heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah tidak terdapat
heterokedastisitas.
Pengujian ini bertujuan untuk melihat penyebaran data. Uji ini
dapat dilakukan dengan melihat gambar plot antara nilai prediksi
23

variabel indepanden (ZPRED) dengan residaulnya (SRESID). Model


regresi yang baik adalah yang tidak terdapat heterokedastisitas.
Apabila dalam grafik tersebut tidak terdapat pola tertentu yang teratur
dan data tersebar secara acak di atas dan dibawah 0 pada sumbu Y,
maka diindentifikasikan tidak terdapat heterokedastisitas (Santoso,
2012). Dan jika ada pola tertentu seperti titik-titik yang ada
membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar
kemudian

menyempit),

maka

mengindikasikan

telah

terjadi

heteroskedastisitas (Ghozali, 2006).


3.5.3 Uji regresi
Alat analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda
yang digunakan untuk melihat pengaruh sisa lebih pembiayaan
anggaran, dana perimbangan, dan pertumbuhan ekonomi terhadap
belanja modal. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan
model analisis regresi berganda bertujuan untuk memprediksi kekuatan
pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen (Sekaran,
1992). Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan model
analisis regresi variabel independen terhadap variabel dependen
(Sekaran, 2006).
Hubungan antar variabel tersebut dapat digambarkan dengan
persamaan sebagai berikut :
BM 1.KD 2 .EPAD e

24

Keterangan:
BM

: Belanja modal

: Konstanta

: Koefisien regresi untuk masing-masing variabel

independen
KD

: Kemandirian Daerah

EPAD

: Efekvitas Pendapatan Asli Daerah

: Koefisien error

3.5.4 Uji hipotesis


Secara statistik, ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai
aktual dapat diukur dengan nialai statistik t, nilai statistik f, serta
koefisien deteminasi. Perhitungan statistik disebut signifikan secara
statistik apabila nilai uji statistiknya berada dalam daerah kritis (daerah
dimana Ho ditolak). Sebaliknya disebut tidak signifikan bila nilai uji
statistiknya berada dalam daerah dimana Ho diterima (Ghozali, 2005).
3.5.4.1 Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi bertujuan untuk menguji tingkat keeratan
atau keterikatan antarvariabel dependen dan variabel independen yang
bisa dilihat dari besarnya nilai koefisien determinan determinasi
(adjusted R-square).Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan
satu (Ghozali, 2005). Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabelvariabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen
sangat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel
25

independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan


untuk memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali, 2005).
3.5.4.2 Pengujian Simultan (uji statistik f)
Pengujian ini bertujuan untuk menunjukkan apakah semua variabel
independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai
pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen (Ghozali,
2005). Uji f dapat dilakukan dengan melihat tingkat signifikansi f pada
output hasil regresi menggunakan SPSS dengan level of significant 5%.
- Jika nilai signifikansi lebih besar dari 5% maka hipotesis ditolak
(koefisien regresi tidak signifikan), artinya secara simultan variabelvariabel bebas tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
variabel terikat.
- Jika nilai signifikan lebih kecil dari 5% maka hipotesis diterima
(koefisien regresi signifikan).
Hal ini berarti bahwa secara simultan variabel-variabel bebas
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat
3.5.4.3 Pengujian Parsial (uji statistik t)
Uji t dilakukan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel
independen mempengaruhi variabel dependen secara signifikan.
Pengujian parsial digunakan uji t. Cara melakukan uji t adalah dengan
membandingkan t hitung dengan t table pada derajat kepercayaan 5%.
Pengujian ini menggunakan kriteria Ho: =0 artinya tidak ada pengaruh
signifikan antara variabel independen terhadap variabel dependen. Ho:
26

0 artinya ada pengaruh signifikan antara variabel independen


terhadap variabel dependen. Jika t hitung lebih kecil t tabel maka Ho
diterima dan H1 ditolak. Dan sebaliknya, jika t hitung lebih besar t tabel
maka Ho ditolak dan H1 diterima (Ghozali, 2005).
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, S. dan A. Halim. 2006. Studi atas Belanja Modal pada Anggaran
Pemerintah Daerah dalam Hubungannya dengan Belanja Pemeliharaan
dan Sumber Pendapatan. Jurnal Akuntansi Pemerintah. Volume 2 No. 2,
November
Ardhini. 2011. Pengaruh Rasio Keuangan Daerah Terhadap Belanja Modal
Untuk Pelayanan Publik Dalam Prespektif Teori Keagenan (studi pada
kabupaten dan kota di Jawa Tengah). Skripsi. Universitas Diponegoro,
Semarang
Ardhini dan S. Handayani. 2011. Pengaruh rasio Keuangan Daerah Terhadap
Belanja Modal Untuk Pelayanan Publik Dalam Perspektif Teori Keagenan
(Studi Pada Kabupaten Dan Kota Di Jawa Tengah). Universitas
Diponegoro. Semarang.
Budiharjo, Kadarwati, (2003). Metodologi dan Metode Penelitian Eksperimental.
Yogyakarta: Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta Wilayah V
Darwanto dan Y. Yustikasari. 2007. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi,
Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum terhadap
Pengalokasian Anggaran Belanja Modal. Simposium Nasional Akuntansi
X Makasar 26-28 Juli 2007
Dwirandra. 2007. Efektivitas Dan Kemandirian Keuangan Daerah Otonom
Kabupaten/Kota Di Propinsi Bali Tahun 2002 2006. Skripsi. Bali: FE
Udayana
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah. 2015.
Laporan Realisasi Anggaran dan APBD. www.djpk.depkeu.go.id. 07 Juni
2016 (15.00)
Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS.
Edisi Ketiga. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro
Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS.
Cetakan Keempat. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Ghozali, Imam. 2009. Analisis statistik multivariate dengan program SPSS. Edisi
revisi. Semarang: Badan penerbit Universitas Diponegoro.
Halim, Abdul. 2007. Akuntansi Keuangan Daerah. Edisi revisi. Jakarta: Salemba
Empat.
Hidayat, M. F. 2013. Analisis Pengaruh Kinerja Keuangan Daerah Terhadap
Alokasi Belanja Modal (Studi pada Kabupaten dan Kota di Jawa Timur).
Jurnal Ilmiah, Malang :Universitas Brawiajaya.
Husein, Umar, 2003. Metodologi Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis.
27

Jakarta: PT. Gramedia Pustaka


Indriantoro, dan Supomo. 2002. Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi
dan Manajemen. Edisi Pertama. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.
Komite Standar Akuntansi Pemerintahan. 2005. Pernyataan Standar Akuntansi
Pemerintahan. Jakarta: PT. Sinar Grafika
Kusnandar dan D. Iswantoro, 2012. Pengaruh Dana Alokasi Umum, Pendapatan
Asli Daerah, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Luas Wilayah
Terhadap Belanja Modal. Jurnal Universitas Indonesia.
Kusumaningrum, Endar. 2013. Analisis Pengaruh Luas Wilayah, Jumlah
Penduduk, Kemandirian Daerah, dan Efektifitas PAD terhadap Alokasi
Belanja Modal (Studi pada Kabupaten dan Kota di Seluruh Indonesia
tahun 2013). Skripsi. Surakarta: FE Universitas Sebelas Maret.
Santoso, Singgih. 2012. Aplikasi penggunaan SPSS pada statistik non parametrik.
Edisi revisi. Jakarta: Elex media komputindo.
Sekaran, Uma. 1992, Metodologi Penelitian untuk Bisnis, Edisi 4, Buku 1,
Jakarta: Salemba Empat
Sekaran, Uma. 2006. Research methods for bussiness. Buku 2. Edisi 4. Jakarta:
Salemba empat.
Sriyana, Jaka. 1999. Hubungan Keuangan PusatDaerah, Reformasi Perpajakan
dan Kemandirian Pembiayaan Pembangunan Daerah. JEP. Vol 4 No.1
Sularso, H. dan Y.. E. Restianto, 2011. Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap
Alokasi Belanja Modal dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di
Jawa Tengah. Media Riset Akuntansi, Vol.1 No.2: 109-124.
Wirosardjono, Sucipto. 1998. Pertumbuhan Penduduk Indonesia Catatan Analisa,
Prisma, No 3 Tahun XVII
Zega, H.S. 2014. Pengaruh pendapatan asli daeras, dana alokasi umum, dana
bagi hasil, sisa lebih pembiayaan anggaran, dan luas wilayah terhadap
belanja modal dengan dana alokasi khusus sebagai variabel moderating
pada pemerintah kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Jurnal Universitas
Sumatera Utara.

28

29

Anda mungkin juga menyukai