Penerapan Pancasila
Penerapan Pancasila
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Sejarah mengungkapkan Pancasila sebagai jiwa seluruh rakyat Indonesia,
memberi kekuatan hidup serta membimbing dalam mengejar kehidupan lahir
batin yang makin baik di dalam masyarakat. Diterimanya Pancasila sebagai
pandangan hidup dan dasar negara membawa konsekuensi logis bahwa nilai-nilai
Pancasila wajib selalu dijadikanlandasan pokok, landasan fundamental untuk
pengaturan serta penyelenggaraan negara. Bahwasanya Pancasila yang telah
diterima dan ditetapkan sebagai dasar negara seperti tertulis dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 adalah kepribadian dan pandangan hidup bangsa,
yang telah diuji kebenaran, kemampuan dan kesaktiannya, sehingga tidak ada satu
kekuatan manapun juga yang mampu memisahkan Pancasila dari kehidupan
bangsa Indonesia.
Pancasila di dalamnya mengandung nilai-nilai universal (umum) yang
dikembangkan dan berkembang dalam pribadi manusia-manusia sesuai dengan
kodratnya, sebagai makhluk pribadi dan makhluk sosial.Sebagaimana tertulis
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan secara khusus dijabarkan
dalam pasal-pasalnya. Bahwa tidak dipungkiri lagi nilai-nilai yang bersifat
universal (umum) itu berlaku untuk semua manusia dan bangsa (negara) tanpa ada
batas-batas tertentu, sebaliknya nilai-nilai khusus berlaku hanya untuk bangsa
Indonesia seperti yang tertulis dalam Pancasila (nilai Ketuhanan, nilai
kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan).Perwujudan
pengakuan Pancasila sebagai dasar negara juga diungkapkan oleh Widjaja.
Pancasila membangkitkan kesadaran akan dirinya atas pengembangan tanggung
jawab pribadi pada kehidupan masyarakat dan sebaliknya, serta menimbulkan
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah peranan pancasila dalam kehidupan sehari-hari sebagai
mahasiswa ?
2. Bagaimanakah peranan panca jiwa dan panca jangka dalam kehidupan sehari
hari sebagai mahasiswa ?
Dalam Sila Ketuhanan Yang Maha Esa terkandung nilai religius, antara lain :
a.
Kepercayaan terhadap adanya Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta segala
sesuatu dengan sifat-sifat yang sempurna dan suci seperti Maha Kuasa, Maha Pengasih,
Maha Adil, Maha Bijaksana dan sebagainya;
b.
Ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yakni menjalankan semua perintah-
yang harus diperhatikan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini antara lain sebagai
berikut :
-Pengakuan adanya harkat dan martabat manusia dengan sehala hak dan kewajiban
asasinya;
-Perlakuan yang adil terhdap sesama manusia, terhadap diri sendiri, alam sekitar
-Manusia sebagai makhluk beradab atau berbudaya yang memiliki daya cipta, rasa,
2.
3.
4.
5.
3.
Dalam Sila Persatuan Indonesia terkandung nilai persatuan bangsa, dalam arti
dalam hal-hal yang menyangkut persatuan bangsa patut diperhatikan aspek-aspek sebagai
berikut :
bangsa (berbeda-beda namun satu jiwa) yang memberikan arah dalam pembinaan
kesatuan bangsa;
rakyat.
Penerapan sila ini bisa dilakukan dalam berbagai bentuk kegiatan, antara lain (Koesnadi
Hardjasoemantri, 2000 : 560 ) :
masyarakat, dunia usaha dan pemerintah dalam upaya pelestarian daya dukung dan
Dalam Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia terkandung nilai
keadilan sosial. Dalam hal ini harus diperhatikan beberapa aspek berikut, antara lain :
a.
c.
Keseimbangan antara hak dan kewajiban, menghormati hak milik orang lain;
-Cita-cita masyarakat yang adil dan makmur yang merata material spiritual bagi
Penerapan sila ini tampak dalam ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur masalah
lingkungan hidup. Sebagai contoh, dalam Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/1999
tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), Bagian H yang mengatur aspekaspek
pengelolaan lingkungan hidup dan pemanfaatan sumber daya alam. Dalam ketetapan
MPR ini hal itu diatur sebagai berikut (Penabur Ilmu, 1999 : 40) :
Mengelola sumber daya alam dan memelihara daya dukungnya agar bermanfaat
daerah dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya alam secara selektif dan
pemeliharaan ling-kungan hidup, sehingga kualitas ekosistem tetap terjaga yang diatur
dengan undangundang;
Panca Jiwa adalah lima jiwa atau ruh bagi seseorang yang menjadikannya
manusia yang berarti,manusia yang haqiqi yang dapat mengembangkan dirinya.
Seperti yang kita tahu panca jiwa yang selalu kita resapi dan lakukan adalah
keikhlasan, kesederhanaa, berdikari, ukhuwah islamiyah, kebebasan. Panca jiwa
inilah yang selalu di ajarkan oleh trimurti Pondok Pesantern Darussalam Gontor
dan selalu di tanamkan di diri kita dan para santri, ustad, ustadzah.
. Jiwa Keikhlasan
Artinya sepi ing pamrih (tidak karena didorong keinginan untuk memperoleh keuntungan tertentu), semata
mata untuk ibadah.[4] Hal ini harus meliputi segenap suasana pondok pesantren. Dan apabila sudah terjalin
jiwa keikhlasan antara kiyai, guru serta santri, maka akan terdapat suasana hidup yang harmonis antara Kiayi
yang disegani dan Santri yang taat dan penuh cinta serta hormat dengan segala keihlasan.
Selanjutnya, dengan jiwa keiklasan ini diharapkan bahkan diwajibakan bagi seorang santri atau setiap santri
mengerti dan menyadari arti Lillah, arti beramal, arti taqwadan arti ikhlas.[5]
dan pantang mundur dalam segala keadaan. Selain itu juga akan tumbuh dari jiwa keikhlasan ini
mental/karakter yang kuat yang menjadi syarat bagi suksesnya perjuangan dalam segala kehidupan.[6]
2.3. Jiwa Kesanggupan menolong diri sendiri (zelp help) atau berdikari (berdiri diatas kaki sendiri)
Jiwa ini merupakah senjata ampuh dalam pendidikan didalam pondok modern. Berdikari bukan saja berarti
adlam arti bahwa santri selalu belajar dan berlatih mengurus segala kepentingannya sendiri tetapi juga pondok
pesantren itu sendiri dengan tidak pernah menyandarkan kehidupannya kepada bantuan atau belas kasihan
orang lain. Hal inilah yang dinamakan Zalp berruiping systeem (sama-sama memberikan iuran dan samasama memakai)[7]. Tetapi tidak kaku dengan tidak menerima bantuan dari orang yang hendak membantu.
2.4. Jiwa Ukhuwah Islamiyah yang demokratis antara santri
Kehidupan di pondok pesantren yang berjalan selama 24 jam harus diliputi suasana persaudaraan akrab,
sehingga segala kesenangan dirasakan bersama dengan jalinan persamaan agama. Jiwa ukhuwah ini tidak
hanya berlaku ketika seorang santri tersebut masih menimba ilmu di pondok, akan tetapi jiwa ukhuwah ini
ditujukan kepada persatuan ummat ketika sudah menjadi alumni dari pondok. Dari jiwa ukhuwah ini K.H.
Ahmad Sahal berwasiat kepada siswa kelas enam yang telah menyelesaikan pelajaran mereka di kelas VI
KMI Pondok Modern Gontor: Jadilah anak-anakku perekat ummat; dan fahamilah benar-benar arti perekat
ummat.[8]