Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Pabrik kimia merupakan susunan/rangkaian berbagai unit pengolahan yang
terintegrasi satu sama lain secara sistematik dan rasional. Tujuan pengoperasian pabrik
kimia secara keseluruhan adalah mengubah (mengkonversi) bahan baku menjadi produk
yang lebih bernilai guna. Dalam pengoperasiannya pabrik akan selalu mengalami
gangguan (disturbance) dari lingkungan eksternal. Selama beroperasi, pabrik harus terus
mempertimbangkan aspek keteknikan, keekonomisan, dan kondisi sosial agar tidak
terlalu signifikan terpengaruh oleh perubahan-perubahan eksternal tersebut.
Agar proses selalu stabil dibutuhkan instalasi alat-alat pengendalian. Alat-alat
pengendalian dipasang dengan tujuan menjaga keamanan dan keselamatan kerja,
memenuhi spesifikasi produk yang diinginkan, menjaga peralatan proses dapat berfungsi
sesuai yang diinginkan dalam desain, menjaga agar operasi pabrik tetap ekonomis dan
memenuhi persyaratan lingkungan.
Untuk memenuhi persyaratan diatas diperlukan pengawasan (monitoring) yang
terus menerus terhadap operasi pabrik kimia dan intervensi dari luar (external
intervention) untuk mencapai tujuan operasi. Hal ini dapat terlaksana melalui suatu
rangkaian peralatan (alat ukur, kerangan, pengendali, dan komputer) dan intervensi
manusia (plant managers, plants operators) yang secara bersama membentuk control
system. Dalam pengoerasian pabrik diperlukan berbagai prasyarat dan kondisi operasi
tertentu, sehingga diperlukan usaha-usaha pemantauan terhadap kondisi operasi pabrik
dan pengendalian proses supaya kondisi operasinya stabil.

1.2.

Tujuan Instruksional Umum


1. Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam mengoperasikan suatu proses dengan
sistem pengendali
2. Mahasiswa akan mampu mengevaluasi proses dengan variasi sistem pengendali
umpan balik atau Feedback Controller (Proporsional (P), Integral (I), Derivatif (D),
atau gabungan PI, PID, atau PD)
1

3. Membandingkan sistem performansi pengendali umpan balik dengan sistem


pengendali on-off dalam menolak gangguan (disturbance rejection) maupun
melakukan jejak titik set (set point tracking)
1.3.

Tujuan Instruksional Khusus


1. Mahasiswa mampu mengoperasikan peralatan proses (tangki dengan pemanasan)
terutama melakukan kontrol tinggi level atau pun suhu cairan dengan pengendali on
off dan umpan balik (Feedback)
2. Mahasiswa mampu menghitung dan mengevaluasi besarnya kesalahan dalam sistem
pengendali umpan balik dan on-off
3. Mahasiswa mampu membandingkan performansi sistem pengendali umpan balik dan onoff dalam menolak gangguan ataupun melakukan jejak titik set
4. Mahasiswa mampu membandingkan performansi dari alat proses (tangki dengan

pemanasan) pada berbagai nilai konstanta pengendali umpan balik PID yaitu Kc,
Time Integral, dan Time Derivative

1.4.Manfaat Percobaan
1. Mengetahui pengoperasian suatu proses dengan system pengendali.
2. Mengetahui evaluasi proses dengan variasi sistem pengendali umpan balik atau
Feedback Controller (Proporsional (P), Integral (I), Derivatif (D), atau gabungan PI,
PID, atau PD).
3. Mengetahui Perbandingan sistem performansi pengendali umpan balik dengan sistem
pengendali on-off dalam menolak gangguan (disturbance rejection) maupun
melakukan jejak titik set (set point tracking).

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1.

Teori Dasar

Sistem pengendalian proses merupakan faktor yang sangat menentukan dalam


menjamin tingkat keberhasilan proses. Dengan unit pengendali yang kuat maka proses
dapat dijalankan pada kondisi optimalnya dengan cara merejeksi/menolak segala macam
gangguan seperti fluktuasi laju aliran umpan, suhu, aliran pendingin, ataupun gangguan
lain yang tidak terprediksi.
Marlin menyebutkan bahwa pengendalian proses memberikan kontribusi yang
penting dalam safety, perlindungan lingkungan (menekan polusi/emisi bahan berbahaya),
perlindungan peralatan terutama dari over capacity/over heated, operasi pabrik yang lancar,
menjamin kualitas produk, menjaga operasional pabrik pada keuntungan maksimumnya,
dan berguna dalam monitoring dan diagnose proses (Marlin, 1995).
Dalam industrik kita mengenal setidaknya ada dua jenis sistem pengendali yang
bekerja secara konvensional yaitu sistem pengendali umpan balik (Feedback Control) dan
sistem pengendali umpan depan (Feedforward Control). Sistem pengendali umpan balik
akan

bekerja

berdasarkan

tingkat

kesalahan

yang

terjadi

pada

produk

yang

dimonitor/dikontrol besarnya. Artinya jika variable yang dikontrol nilainya (di-set)


mengalami perubahan (error) maka sistem pengendali ini akan bekerja memanipulasi input
pasangannya (mengubah besarnya) sehingga nilai variabel yang dikontrol sebagai output
akan sama dengan nilai yang diset (ditetapkan besarnya), seperti pada gambar 1
(Stephanopoulos, 1988; Coughannowr, 1991).
Comparator
Controller Device

Set Point

Input

Output
Proses

Error

sensor

Gambar 1: Sistem pengendali umpan balik


Dalam feedforward controller, sistem yang terjadi adalah sebaliknya dimana
gangguan yang ada diukur lebih dulu, kemudian baru nilai inputnya diubah berdasarkan
tingkat gangguan yang ada, sehingga harga output yang menjadi tujuan tidak mengalami
3

perubahan atau pengaruh gangguan terhadap nilai output dapat dikurangi atau dihilangkan
(gambar 2).

Gangguan
Controller
Output terukur
Input

Proses

Output

Gambar 2: Sistem pengendali Feedforward


2.2.

Perangkat Unit Pengendali


Sistem pengendali memerlukan berbagai macam perangkat baik lunak maupun
keras. Perangkat lunak berkaitan dengan model proses, korelasi input dan output, sistem
manipulasi input, serta program-program lainnya berkaitan dengan pengolahan data
karakteristik proses. Sedangkan perangkat keras melibatkan peralatan fisik yang
diperlukan, antara lain terdiri dari (Stephanopoulos, 1984):
1. Proses: adalah suatu sistem yang diamati/dikontrol. Proses ini bisa terdiri dari proses
kimia seperti reaksi kimia (jenis reaksi (hidrolisa, penyabunan, polimerisasi), fase
reaksi (reaksi gas-gas, gas-padar, katalitis dan non katalitis)), maupun fisika
(pemanasan, pengisian tangki, pemisahan, ekstraksi, destilasi, pengeringan).
Dalam sistem pengendalian konvensional seperti feedback dan feedforward
ini proses sebagai suatu sistem harus diidentifikasi dahulu karakteristik prosesnya
melalui

permodelan

matematika

dalam

sistem

dinamik

tervalidasi,

diuji

karakteristikanya berdasarkan pengaruh input terukur terhadap output proses, serta


hitung parameter proses yang penting dan digunakan untuk mendesain sistem
pengendalinya seperti time delay, time constant, dan process gain.
2. Alat ukur/sensor: Adalah perangkat yang digunakan untuk mengukur input maupun
output proses, seperti rotameter dan flow meter untuk mengukur laju alir,
thermocouple untuk mengukur suhu, dan gas chromatography untuk mengukur

komposisi. Alat ukur lainnya sepeti uji kelembaban udara dalam gas maupun padatan.
Prinsipnya adalah apa yang terbaca dalam sensor ini harus dapat ditransmisikan,
sehingga dapat dibaca oleh sistem pengolah data/pengendali. Karena sensor ini
memberi sinyal maka keberhasilan suatu sistem pengendali juga tergantung pada
reliabilitas alat ini.
3. Transducers: supaya hasil pengukuran bisa dibaca oleh pengolah data, maka
pengukuran ini harus diubah ke besaran fisik seperti tegangan listrik, tekanan udara.
Transducer adalah alat yang digunakan untuk melakukan konversi ini.
4. Transmission lines: Digunakan untuk mengirimkan sinyal dari alat ukur ke unit
pengendali. Dulu model transmisi ini hanya menggunakan model penuematis
(udara/cairan bertekanan), tapi dengan perkembangan model analog digital dan sistem
komputer, sinyal yang dibawa sudah dalam bentuk aliran/sinyal listrik. Jika output
sinyal listrik tidak mencukupi misalkan hanya beberapa milivolt untuk temperatur
tertentu, maka digunakan amplifier, untuk menguatkan sinyalnya, sehingga dapat
terdeteksi.
5. Controller/Pengendali: Adalah element perangkat keras (hardware), yang memiliki
intelegensi. Dia dapat menerima informasi dari alat ukur, dan menentukan tindakan
yang harus dilakukan untuk mengendalikan/mempertahankan nilai output. Dulu unit
ini hanya dapat melakukan aksi-aksi kontrol sederaha, namun sekarang dengan digital
komputer maka kontrol yang rumit dapat dilakukan dengan perangkat ini.
6. The final control elemen (elemen pengendali akhir). Alat ini akan menerima sinyal
dari controller dan melakukan aksi sesuai dengan perintah. Sebagai contoh input
cairan semakin besar, maka untuk mempertahankan tinggi cairan dalam tangki, valve
pengeluaran harus dibuka lebih lebar. Maka unit pengendali ini akan membuka valve
sehingga tinggi level cairan dapat sesuai dengan nilai set pointnya. Beberapa unit
pengendali akhir adalah control valve, relay-switches untuk on-off controller,
variabel-speed pump, dan variable-speed compressor.
7. Recording elements; Adalah perangkat yang men-display proses yang terjadi.
Biasanya variabel yang direcord adalah variabel penting yang dikontrol (output), serta
variabel yang digunakan untuk pengendali (manipulated variable). Variabel seperti
komposisi, suhu, tinggi cairan, laju alir dan lain sebagainya dapat di-display dalam
layar monitor, dan datanya dapat disimpan.

2.3.

Jenis Pengendali
Dalam materi ini disajikan dua jenis sistem pengendali yaitu on-off yang sangat
sederhana, dan pengendali feedback (umpan balik). Sistem pengendali on-off bekerja pada
rentang kesalahan (galat) tertentu. Misalkan suhu kita diset pada 100oC. Thermoregulator
akan bekerja berdasarkan ketelitian dan kecepatan dalam mengukur suhu proses (sebagai
contoh +/- 5). Jika suhu awal proses 60 oC, maka pemanas akan bekerja pada sistem proses,
sehingga suhu tercapai 105oC. Pada kondisi 105oC pemanas akan mati (off), jika suhu proses
turun mencapai 95oC, pemanas akan menyala lagi. Dan seterusnya sehingga suhu real proses
(95-105oC). Sebagian alat-alat dalam laboratorium di Jurusan Teknik Kimia Undip bekerja
dengan model on-off controller ini. Tentu saja besar galat total selama proses akan menjadi
besar.

A. Sistem Pengendali Feedback


Sistem pengendali feedback seperti dalam gambar 1 secara sistematis memiliki tahapan
aksi seperti berikut ini:
1. Sensor akan memonitor dan mengukur output yang dikontrol (contoh suhu, level,
komposisi, dan sebagainya).
2. Hasil pengukuran ini kemudian dibandingkan nilainya dengan nilai set point yang
diinginkan/ditetapkan dalam komparator.

Dari komparasi ini menghasilkan

galat/error, dimana besarnya error ini akan dikirimkan ke unit pengendali akhir
(controller)
3. Controller akan mengubah besarnya input, sehingga nilai output akan dipertahankan
sesuai dengan set point-nya.
Tergantung dari jenis feedback, dan besarnya konstanta kontroller yang digunakan,
hasil manipulasi ini ternyata memberikan performansi yang berbeda, terutama apabila
diukur dari berapa lama nilai output dapat kembali ke kondisi set point, dan berapa
nilai total error-nya selama ada gangguan. Bahkan jika kontrolnya terlalu lemah, bisa
saja nilai set point tidak dapat dipertahankan, dan proses akan gagal dalam menolak
pengaruh gangguan. Sehingga produk yang dihasilkan tidak dapat dipakai.
B. Jenis Pengendali Feedback
Jenis-jenis pengendali feedback yang umum dipakai adalah:
1. Proporsional: Controller ini akan memanipulasi input proporsional dengan besarnya error
(galat) yaitu:
6

MV ( t ) =K c E+ MV ( s)
Dimana MV(t) adalah nilai input variable yang dimanipulasi, K c (Konstanta Proporsional
Controller), E adalah galat output, dan MV(s) adalah nilai input variable pada kondisi
steady-statenya (atau nilai MV pada saat output pada kondisi set point-nya). Makin besar
harga Kc, maka makin besar response yang ditimbulkan.
2. Proporsional Integral: Controller ini akan memanipulasi input berkaitan dengan besarnya
error (galat) mengikuti persamaan:
K
MV ( t ) =K c E+ c
TI

t=0

( )

E dt + MV ( s)

Dimana MV(t) adalah nilai input variable yang dimanipulasi, K c (Konstanta Proporsional
Controller), E adalah galat output, MV(s) adalah nilai input variable pada kondisi steadystatenya (atau nilai MV pada saat output pada kondisi set point-nya), t adalah waktu
proses, dan TI adalah constant of times integral dari kontroler ini. TI ini biasanya
bervariasi antara 0.1 sampai 50 menit. Makin besar harga TI maka, makin lambat
response yang dihasilkan. Namun adanya TI ini akan menghilangkan harga off-set
3. Proporsional Integral Derivative: Controller ini akan memanipulasi input berkaitan
dengan besarnya error (galat) mengikuti persamaan:

MV ( t ) =K c E+

Kc
TI

( )

t=0

MV (s)
E dt + K c T P dE
dt
t

Dimana MV(t) adalah nilai input variable yang dimanipulasi, K c (Konstanta Proporsional
Controller), E adalah galat output, MV(s) adalah nilai input variable pada kondisi steadystatenya (atau nilai MV pada saat output pada kondisi set point-nya), t adalah waktu
proses, dan TI adalah constant of times integral dari kontroler ini. Sedangkan TD adalah
waktu derivative. Fungsi dari waktu/time derivative ini adalah untuk mempercepat
response terhadap gangguan.

Set Point

Air keluar
Air masuk

Pompa

3.1.

BAB III
PELAKSANAAN PERCOBAAN

Bahan dan Alat Yang Digunakan


1. Bahan Yang Digunakan
-

Air

2. Alat Yang Digunakan

Power set

Gambar 3 : Rangkaian Alat Praktikum

3.2.

CPU

Monitor

Electric Heater

PID Controller

Thermocouple

Reservoir

Pompa

Tangki Proses

Level Sensor

Variabel Operasi
a. Variabel Tetap
-

Setting Time : 30

b. Variabel Berubah
9

3.3.

On Off

PID, KI: 15

PID, KP : 15

Respon Uji Hasil


Kesalahan dalam sistem pengendali umpan balik dan on-off

3.4.

Prosedur Percobaan
1. Disturbance Rejection (penolakan gangguan)
Materi ini mempelajari pengaruh jenis pengendali on-off dan feedback, serta besarnya
konstanta controller dalam merejeksi gangguan pada level dan temperatur kontrol
(Djaeni, 1999). Sebagai obyek percobaan adalah temperature atau level controller. Cara
yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.

Jalankan alat sesuai dengan petunjuk operasi (lampiran),


Pilih menu PID dan masukkan harga Konstanta Controller dan nilai set point.
Operasikan alat sampai nilai set point tercapai.
Berikan gangguan pada sistem dengan mengubah valve yang keluar atau menambah

5.
6.
7.
8.

cairan pada tangki dengan volume tertentu (misalkan 3 liter)


Amati response yang terjadi dan tunggu sampai kondisi set point tercapai
Simpan data percobaan, dan hitung sum of square error-(SSE) nya dalam MSExcell
Ulangi percobaan untuk berbagai variasi nilai konstanta controller (Kc, TI, dan TD)
Bandingkan performansi pengendali/controller dalam menolak gangguan (disturance

rejection) berdasarkan nilai SSE


9. Ulangi percobaan dengan memilih menu on-off, dan jalankan alat serta hitung SSEnya
10. Lakukan juga percobaan untuk pengendali temperature
2. Set Point Tracking (Jejak Titik Set)
Materi ini mempelajari pengaruh jenis pengendali on-off dan feedback, serta besarnya
konstanta controller dalam melakukan pengubahan jejak titik set atau set point tracking
(Djaeni, 1999). Artinya pada suatu saat/alasan tertentu nilai set point dari suatu alat dapat
mengalami perubahan. Unit kontrol akan bekerja meresponse perubahan ini, sehingga set
point segera dapat berubah sesuai dengan keinginan/tuntutan proses/operator. Cara yang
dilakukan adalah sebagai berikut:
10

1. Jalankan alat dijalankan sesuai dengan petunjuk operasi (lampiran), pilih menu PID
2. Masukkan harga konstanta pengendalinya (sesuai point 2 section 5.1) dan nilai set
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

point 1.
Operasikan alat sampai nilai set point 1 tercapai
Tunggu sampai 1-2 menit kondisi steady state dengan set point 1 berjalan
Lakukan pengubahan nilai set point 1 ke set point 2
Amati perubahan response yang terjadi dan tunggu sampai set point 2 tercapai
Biarkan proses stedy-state selama 1-2 menit
Simpan data percobaan, dan hitung sum of square error (SSE) nya dalam MSExcell
Ulangi percobaan untuk berbagai variasi nilai konstanta controller (K c, TI, dan TD

sesuai point 7 section 5.1)


10. Bandingkan performansi pengendali/controller berdasarkan nilai SSE
11. Lakukan juga percobaan jejak titik set seperti pada gambar berikut untuk berbagai
nilai konstanta kontroller-nya (Kc, TI, dan TD) sesuai point 7
12. Lakukan percobaan untuk on-off controller, dan bandingkan response serta nilai SSE
13. Lakukan juga percobaan untuk pengendali temperature

Set point 2

Set point 4

Set point 1
Set point 3

Waktu 1

Waktu 2

Waktu 3

Gambar 4: Percobaan jejak titik set atau set point tracking (Djaeni, 1999)

11

BAB IV
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

IV.1. Hasil Percobaan


Tabel 1. Data Hasil Percobaan Jenis Pengendali On-Off dan PID
No
.
1.

2.

Variabel
(Set Point awal 5)
Distubansi. Kran dibuka saat t
= 35-45 s, set point 40
a.
On-Off
b.
KP = 12
c.
KP = 17
d.
KP = 12 KI = 12
e.
KP = 12, KI = 17
f. KP = 12, KI = 12, KD =12
g. KP = 12, KI = 12, KD =17
Set point tracking. Set point
a.
b.
c.

20-40-60
On-Off
KP = 12
KP = 17

Sum of Square Error


(SSE)

11633.77
9758.25
11093.28
10657.8
10944.44
122808.9
113300.2

5720.27
6993.55
5744.33
12

d.
e.
f.
g.

KP = 12 KI = 12
KP = 12, KI = 17
KP = 12, KI = 12, KD =12
KP =12, KI =12, KD = 17

6426
5733.1
106131.7
106361.9

IV.2. Pembahasan
IV.2.1 Pengaruh jenis pengendali terhadap Set Point Tracking
140
120
100
Set Point

80
Level (cm)

On-Of

60

KP

40

KI

20

KD

Waktu (s)

Gambar 4.1 Level Pada Set Point Tracking


Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, pada gangguan set point tracking,
sistem pengendali on-off memiliki nilai SSE sebesar 5720.27, pengendali P adalah
6993.55, pengendali PI adalah 6426, dan pengendali PID adalah 109131.7 .
Pengujian dengan setting point naik (dari 20-40-60) ini bertujuan untuk
mengetahui kecepatan respon kendali sistem terhadap perubahan kenaikan setting point.
Gambar 4.1 menunjukkan pengujian respon sistem pengendalian level cairan
pada perubahan setting point naik atau semakin besar dengan lama pengujian 100 sekon.
sistem pegendali On-Off memiliki SSE lebih kecil dibandingkan sistem pengendali yang
13

lain baik dalam menolak gangguan maupun dalam merespon perubahan set point. Pada
sistem pengendali On-Off, sistem ini akan mengejar set point sedekat mungkin, sehingga
level akan berosilasi pada daerah sekitar set point.
Pada kendali PID, kendali ini dilengkapi dengan konstanta derivative (Kd), Pada
controller derivatif perubahan yang mendadak pada masukan kontroller, akan
mengakibatkan perubahan yang sangat besar dan cepat. Kontroller

differensial

mempunyai karakter untuk mendahului, sehingga kontroller ini dapat menghasilkan


koreksi yang signifikan sebelum pembangkit error menjadi sangat besar. Jadi kontroller
differensial dapat mengantisipasi pembangkit error, memberikan aksi yang bersifat
korektif, dan cendPada sistem kendali P, mode control proporsional hanya mampu
melakukan koreksi kesalahan yang kecil, sehingga akan menghasilkan respon sistem
yang lambat. Pada sistem kendali PI, kombinasi karakteristik jenis kendali P dan I,
dimana perubahan step pada pengukuran menyebabkan pengendali merespon dengan cara
yang proporsional yang kemudian diikuti oleh respon integral. Kendali integral ini akan
menghilangkan error. Artinya output akan selalu mengejar set point sedekat mungkin.
Kekurangan dari kendali integral ini adalah terjadinya osilasi sehingga merung
meningkatkan stabilitas sistem.Pada sistem pengendali PID, pada dasarnya, penyesuaian
pengendali terdiri dari penentuan nilai yang tepat untuk gain (pita proposional), laju
(derivatif), dan parameter yang menyesuaikan waktu reset (integral) atau konstanta
kendali yang akan memberikan kendali yang diperlukan. Jika nilainya tidak tepat
menyebabkan respon transien yang tinggi sehingga menyebabkan ketidakstabilan sistem.
Hal inilah yang menyebabkan terjadinya osilasi sehingga nilai error pun semakin besar.
IV.2.2 Pengaruh jenis pengendali terhadap Disturbance Rejection

14

120
100
80
Level (cm)

60

Set Point 40

On-Of

KP

KI

KD

20
0

waktu (s)

Gambar 4.2 Level Pada Disturbance Rejection


Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dengan adanya disturbance pada
sistem berupa pembukaan valve secara penuh, pada sistem pengendali on-off memiliki
nilai SSE sebesar 11633.77, pengendali P adalah 9758.25, pengendali PI adalah10657.8,
dan pengendali PID adalah 122808.9.
Daya tahan sistem terhadap gangguan dan kecepatan respon sistem untuk kembali
ke referensi sebelum gangguan dapat diketahui dengan melakukan pengujian dengan
memberikan gangguan berupa pembukaan penuh valve input pada sistem yang telah
mencapai kestabilan pada suatu nilai referensi. Pemberian gangguan sesaat dilakukan
selama 60 detik dengan membuka valve inlet sebesar 100% dari posisi valve inlet yang
sudah ditetapkan, setelah itu valve inlet dinormalkan kembali.
Nilai dari Set point tracking lebih baik dari disturbance rejection karena nilai
respon terhadap gangguan dalam dari feedback controller lebih baik daripada respon
terhadap gangguan luar. Pada gangguan luar, waktu transmisi sinyal lebih lama
dibandingkan pada gangguan dalam. Dengan transmisi sinyal lebih lama, maka waktu
untuk melakukan respon juga semakin lama. Oleh karena itu, respon dari controller lebih
baik pada gangguan dalam.
IV.2.3 Pengaruh nilai KP terhadap performa pengendali

15

70
60
50
40

Set Point

Level (cm) 30

KP 12

20

KP17

10
0

waktu (s)

Gambar 4.3 Level pengendalian proporsional pada set point tracking


45
40
35
30
25

Set Point

Level (cm) 20

KP 12

15

KP17

10
5
0

waktu (s)

Gambar 4.4 Level pengendalian proporsional pada Disturbance Rejection


Berdasarkan data yang diperoleh, pada sistem pengendali yang diberi gangguan,
sistem pengendali dengan kp 12 menghasilkan SSE lebih kecil (9758.25) dari sistem
pengendali dengan kp 17 (11093.28). Setelah sistem diberi gangguan dan kemudian
dihentikan, sistem dengan kp 12 akan mencapai set point lebih cepat daripada sistem
dengan kp 17.
Pada set point tracking, pengendali dengan kp 12 menghasilkan SSE lebih besar
(6993.55) daripada kp 17 (5744.33). Sesuai dengan sifat dari kontrol proporsional, kp,
16

semakin kecil kp maka respon terhadap sistem juga semakin lambat. Dan sebaliknya,
semakin kecil kp maka respon terhadap gangguan lebih cepat.

IV.2.4 Pengaruh nilai KI terhadap performa pengendali


70
60
50
40

Set Point

Level (cm) 30

PI 12:12

20

PI 12:17

10
0

waktu (s)

Gambar 4.5 Level pengendali PI pada set point tracking

17

45
40
35
30
25

Set Point

Level (cm) 20

PI 12:12

15

PI 12:17

10
5
0

waktu(s)

Gambar 4.6 Level pengendali PI pada Disturbance Rejection

Berdasarkan data yang diperoleh, sistem pengendali PI dengan Kp 12, Ki 12


memiliki SSE lebih kecil (10657.8) dibandingkan PI dengan Kp 12, Ki 17 (10944.44)
terhadap disturbance yang diberikan, tetapi memiliki SSE lebih besar (6426) daripada PI
dengan Kp 12, Ki 17 (5733.1) terhadap set point tracking.
Pada sistem pengendalian PI, sistem ditentukan oleh konstanta Kp dan Ki. Selama
sinyal error masih ada, maka sinyal control integral akan beraksi terus, aksi kontrol
integral akan menghilangkan steady state error.Artinya output sistem akan selalu
mengejar set point sedekat mungkin. Aksi kontrol integral sering disebut automatic reset
control. Namun, keluaran kontroler butuh selang waktu tertentu, sehingga kontroler
integral cenderung memperlambat respon terhadap gangguan. Sehingga semakin besar
nilai Ki maka respon terhadap gangguan akan semakin lambat, dan semakin kecil nilai
Kim aka respon terhadap ganguan akan semakin lambat.
IV.2.4 Pengaruh nilai KD terhadap performa pengendali

18

140
120
100
80
Level (cm)

Set Point

60

PID 12:12:12

40

PID 12:12:17

20
0

waktu (s)

Gambar 4.7 Level pengendali PID pada set point tracking

120
100
80
Level (cm)

60

Set Point
PID 12:12:12

40

PID 12:12:17

20
0

Waktu (s)

Gambar 4.8 Level pengendali PID pada Disturbance Rejection


Berdasarkan data yang diperoleh, sistem pengendali PID dengan Kp 12, Ki 12,
Kd 12 memiliki SSE lebih besar (122808.9) dibandingkan PID dengan Kp 12, Ki 12, Kd
17 (113300.2) terhadap disturbance yang diberikan, tetapi memiliki SSE lebih kecil
(106131.7) daripada PID dengan Kp 12, Ki 12, Kd 17 (106361.9) terhadap set point
tracking.

19

Pada sistem pengendali ini, sistem ditentukan oleh konstanta Kp, Ki, dan Kd.
Pada controller differensial perubahan yang mendadak pada masukan kontroller, akan
mengakibatkan perubahan yang sangat besar dan cepat. Kontroller

differensial

mempunyai karakter untuk mendahului, sehingga kontroller ini dapat menghasilkan


koreksi yang signifikan sebelum pembangkit error menjadi sangat besar. Jadi kontroller
differensial dapat mengantisipasi pembangkit error, memberikan aksi yang bersifat
korektif, dan cenderung meningkatkan stabilitas sistem. Sehingga semakin besar harga
Kd, sistem akan merespon gangguan sistem lebih cepat, tetapi akan terjadi osilasi yang
dapat mengurangi kestabilan sistem.

BAB V
PENUTUP
V. 1. Kesimpulan
1. Pada perbandingan pengendali on-off dan PID dengan disturbansi, didapatkan bahwa
pengendali PID merupakan pengendali yang mencapai set point paling cepat. Hal ini
diperkuat dengan nilai SSE yang didapat dari pengendali PID merupakan yang paling
kecil diantara yang lain yaitu 5720.27. Semakin kecil nilai SSE (Sum of Square Error)
yang didapatkan maka semakin bagus jenis pengendali yang kita gunakan.
2. Pada perbandingan pengendali on-off dan PID dengan set point tracking, didapatkan
bahwa pengendali PID mencapai set point lebih cepat bila dibandingkan dengan
pengendali on-off.
V. 2. Saran
1. Lakukan pengecekan software pengendalian sebelum praktikum.
2. Lakukan setting pada software pengendalian secara urut.
3. Perkirakan nilai KI, KP, dan KD dengan tepat agar respon tidak terlalu lama.
4. Revitalisasi alat (seperti kran air, sensor, dan lain-lain) agar dapat berfungsi dengan
baik.

20

DAFTAR PUSTAKA
Coughannowr, D.R. 1991. Process System Analysis and Control, 2nd Edition. McGraw-Hill,
Inc., USA
Djaeni, M. 1999. Modelling and Control of Fuel Cell System. Master Thesis, UTM, Malaysia
Hutagulung, Michael. 2008. Pengendalian Proses (Bagian 1). Dalam
http://majarimagazine.com/2008/02/pengendalian-proses-1/. Diakses pada 28 Maret 2013
pukul 05.35 WIB.
Maharani, Sumardi dan Budi.2007. Aplikasi kontrol pid untuk pengendalian ketinggian
Level cairan dengan menggunakan tcp/ip.Universitas Diponegoro.Semarang
Marlin, T.E. 1995. Process Control: Designing Process and Control Systems for Dynamic
Performance. McGraw-Hill, Inc., USA
Nusantoro, Djoko dan Suyanto.2011.Perancangan Sistem Pengendalian Level Pada Monitoring
Produksi Sumur Minyak Dan Gas Dengan Menggunakan Kontroler PID Di PT
PERTAMINA EP REGION JAWA, FIELD SUBANG TAMBUN
Stephanopoulos, G. 1984. Chemical Process Control: An Introduction to Theory and Practice.
Prentice-Hall, New Jersey, USA
Willis. 1998. Proportional-Integral-Derivative Control. Dept. of Chemical and Process
Engineering, University of Newcastle

21

Anda mungkin juga menyukai