Anda di halaman 1dari 36

REFERAT

ASPEK MEDIKOLEGAL TRANSFUSI DARAH


Disusun Oleh:
Rahmawati Aliwarman
Rani Febriani
Ria Chairul
Rokhis Amalia
Sartika

Konsulen Penguji:
dr. Gatot Suharto, SH, SpF., Mkes
Pembimbing:
dr. Marlis Tarmizi

Kepaniteraan Klinik Kedokteran Forensik dan Medikolegal


RSUP dr. Kariadi Semarang
Periode 24 November-28 Desember 2016

HALAMAN PENGESAHAN
Telah disetujui oleh dosen pembimbing referat dari:
Nama/Nim
1.
2.
3.
4.
5.

Rahmawati Aliwarman
Rani Febriani
Ria Chairul
Rokhis Amalia
Sartika

Fakultas

: Kedokteran Umum

Universitas

: Universitas Abdurrab

Bagian

: Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal

Judul

: Aspek Medikolegal Transfusi Darah

Dosen penguji

: dr. Gatot Suharto, SH, SpF., Mkes

Residen penguji

: dr. Marlis Tarmizi

Diajukan guna melengkapi tugas kepaniteraan Ilmu Kedokteran Forensik

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis persembahkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat, taufik dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyusun laporan Referat
dengan judul Aspek Medikolegal Transfusi Darah.

Referat ini disusun untuk

memenuhi tugas dan syarat dalam menempuh Kepaniteraan Klinik Kedokteran


Forensik dan Medikolegal. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Gatot Suharto, SH, SpF., Mkes, selaku dosen pembimbing sekaligus sebagai
dosen penguji
2. dr. Marlis Tarmizi selaku residen pembimbing yang telah berkenan
membimbing selama proses penyusunan laporan referat ini
3. Orang tua yang telah membantu dalam bentuk dana dan doa
4. Teman-teman sejawat yang telah memberikan dorongan dan masukkan dalam
mencari informasi untuk menyelesaikan referat ini.
Kami menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, namun
diharapkan dapat membantu pembaca dalam memahami lebih lanjut tentang
Aspek Medikolegal Transfusi Darah. Kami mengharapkan adanya saran-saran
atas penulisan referat ini. Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi kita dikemudian
hari. Terimakasih.

Semarang, 2 Desember 2016

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN..................................................................................2
KATA PENGANTAR...............................................................................................3
DAFTAR ISI.............................................................................................................4
BAB I: PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................................5
1.2 Perumusan Masalah....................................................................................6
1.3 Tujuan.........................................................................................................6
1.4 Manfaat.......................................................................................................7
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Aspek medis transfusi darah.......................................................................8
2.1.1 Definisi transfusi darah..................................................................8
2.1.2 Fisiologi darah................................................................................9
2.1.3 Tujuan transfusi darah....................................................................10
2.1.4 Tehnik dan komplikasi transfusi darah...........................................10
2.2 Aspek hukum transfusi darah......................................................................15
2.2.1 UU Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 ..........................................16
2.2.2 Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1980................................18
2.2.3 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia.......................22
2.3 Transfusi darah dilihat dari aspek lain........................................................24
2.3.1 Aspek Etika....................................................................................25
2.3.2 Aspek Agama..................................................................................26
BAB III: PENUTUP
3.1 Kesimpulan.................................................................................................29
3.2 Saran............................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................31

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut data 2012, kurang lebih 36 juta komponen darah
ditansfusi

setiap

tahun

di

Amerika

Serikat.

Setiap

hari

dibutuhkan kira-kira 38.000 donor darah untuk memenuhi


kebutuhan yang ada. Data tahun 2012 menunjukan bahwa
pendonor darah di Amerika Serikat dalam setahun mencapai
9,5 juta orang, sedangkan jumlah pasien yang menerima darah
di

Amerika

Serikat

setahun

mencapai

juta

orang.

Berdasarkan jenis kelamin pendonor, jumlahnya berimbang


antara pria dan wanita. Sedangkan berdasarkan keragaman
pendonornya, 19% pendonor mendonorkan darahnya secara
teratur, 31% adalah pendonor baru atau pertama kalinya, dan
50% pendonor rutin.
Transfusi darah

secara

universal

dibutuhkan

untuk

menangani pasien dengan anemia berat, kelainan darah


bawaan, cedera parah, hendak menjalankan tindakan bedah
operatif dan penyakit liver ataupun penyakit lainnya yang
mengakibatkan tubuh pasien tidak dapart memproduksi darah
atau komponen darah sebagaimana mana mestinya. Pada
negara berkembang, transfusi darah juga diperlukan untuk
menangani kegawat daruratan melahirkan dan anak-anak
malnutrisi yang berujung pada anemia berat.
Tanpa darah yang cukup, seseorang dapat mengalami
gangguan

kesehatan

transfusi

darah

bahkan

yang

kematian.

diberikan

Oleh

pada

karena

pasien

itu

yang

membutuhkannya sangat diperlukan untuk menyelamatkan


jiwa.

Angka

kematian

akibat

dari

tersedianya

cadangan

transfusi darah pada negara berkembang relatif tinggi. Hal


tersebut

dikarenankan

ketidak

seimbangan

perbandingan

ketersediaan darah dengan kebutuhan rasional.

Transfusi darah merupakan tindakan memasukkan darah


atau

komponennya

seseorang.

kedalam

Komponen

darah

sistem
yang

pembuluh

biasa

darah

ditransfusikan

kedalam tubuh seseorang adalah sel darah merah, trombosit,


plasma

dan

sel

darah

putih.

Transfusi

darah

bertujuan

menggantikan atau menambah komponen darah yang hilang


atau terdapat dalam jumlah yang tidak mencukupi. Tentu saja
transfusi darah hanya merupakan pengobatan simptomatik
karena darah atau komponen darah yang ditransfusikan hanya
dapat mengisi kebutuhan tubuh tersebut untuk jangka waktu
tertentu tergantung pada umur fisiologi komponen yang
ditransfusikan, walaupun umur eritrosit adalah 120 hari namun
bila ditransfusikan pada orang lain maka kemampuan transfusi
tadi mempertahankan kadar hemoglobin dalam tubuh resipien
hanya rata-rata 1 bulan. Tindakan transfusi darah atau
komponennya bukanlah tindakan tanpa risiko, sebaliknya
tindakan ini merupakan tindakan yang mengandung risiko yang
dapat berakibat fatal. Komplikasi yang dapat timbul akibat
transfusi darah atau komponennya, dapat dibagi dalam tiga
kelompok yaitu 1) reaksi imunologis, 2) reaksi non imunologis,
3) penularan penyakit.
Transfusi darah merupakan salah satu hal penting dalam
dunia medis. Selain ditinjau dari segi medis, transfusi darah
juga berhubungan dengan aspek-aspek lain seperti: aspekn
hukum, aspek etika, serta aspek agama. Dengan melihat
besarnya peranan transfusi darah dalam dunia kesehatan saat
ini serta hubungan nya dengan aspek lain tersebut, maka
dipilihlah Transfusi Darah Ditinjau dari Aspek Medikolegal
sebagai judul dalam referat kami.

1.2 Perumusan Masalah


1. Apa pengertian transfusi darah, fisiologi darah?
2. Apa indikasi transfusi darah, cara dan jenis, komplikasi?
3. Bagaimana aspek hukum tentang transfusi darah?
4. Bagaimana aspek etika dan agama tentang transfusi
darah?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui dan memahami tentang transfusi darah dan
fisiologi darah
2. Mengetahui dan memahami tentang indikasi transfusi
darah, cara dan jenis, komplikasi
3. Mengetahui dan memahami tentang

aspek

hukum

tentang transfusi darah


4. Mengetahui dan memahami tentang aspek etika dan
agama tentang transfusi darah
1.4 Manfaat
Dari hasil referat ini diharapkan dapat diperoleh beberapa
manfaat, antara lain:
1. Memberikan informasi yang dapat digunakan untuk
menambah pengetahuan kepada masyarakat tentang
aspek medikolegal transfusi darah
2. Mengetahui peranan ilmu kedokteran forensik dalam
kaitannya dengan aspek medikolegal transfusi darah

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ASPEK MEDIS TRANSFUSI DARAH
2.1.1 Definisi Transfusi Darah
Darah adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup
(kecuali tumbuhan) tingkat tinggi yang berfungsi mengirimkan zatzat dan oksigen yang dibutuhkan oleh jaringan tubuh, mengangkut
bahan-bahan kimia hasil metabolisme, dan juga sebagai pertahanan
tubuh terhadap virus atau bakteri. Istilah medis yang berkaitan
dengan darah diawali dengan kata hemo- atau hemato- yang
berasal dari bahasa Yunani haima yang berarti darah. Darah
manusia adalah cairan jaringan tubuh.1
Transfusi adalah pemindahan atau pemasukan obat atau darah
dan sebagainya kepada orang yang memerlukan untuk menolong
penderita yang mengalami perdarahan, cara yang paling baik
adalah memberikan perdarahan.2
Transfusi darah adalah proses menyalurkan darah atau produkproduk berbasis darah dari satu orang ke system peredaran darah
orang lain. Transfuse darah berhubungan dengan kondisi media
seperti kehilangan darah dalam jumlah besar disebabkan oleh

trauma, operasi, syok, dan tidak berfungsinya organ pembentuk sel


darah merah.2
Sampai kini dikenal dua jenis transfusi yang lazim dilakukan
yaitu allo transfusi dan auto transfusi. Allo transfusi adalah bahan
transfuse berasal dari darah orang lain. Sedangkan auto transfusi
merupakan bahan transfusi berasal dari darah resipien sendiri.3
Pada auto transfusi darah dapat diperoleh dengan tiga cara:3
1. Cara Leafrog. Darah diambil dari recipient sendiri tiap minggu,
minggu

berikutnya

di

transfusikan

kembali

diikuti

pengambilan dan penyimpanan dalam jumlah lebih banyak


dan seterusnya sehingga terkumpul jumlah darah yang
diperlukan.
2. Cara infra operative deposit. Darah diambil sebelum operasi
dan diganti dengan koloid. Pasca operasi darah yang di ambil
di transfusikan kembali.
3. Cara infra operative salvage. Darah dalam rongga dada /
abdomen dihisap, disaring kemudian di transfusikan kembali.
Pada transfusi yang dilakukan dengan cara auto transfusi, terdapat
beberapa keuntungan yaitu:3
1. Merupakan darah yang paling cocok misalnya pada donor2.
3.
4.
5.

donor langka
Kesalahan crosmatch tidak ada
Reaksi pirogen alergi tidak ada
Penularan penyakit tidak ada
Tidak bertentangan dengan kepercayaan tertentu

Pemberian transfusi tetap mengikuti ketentuan transfusi secara


umum, tentang kesesuaian golongan darah donor dan penerima
(recipient).4
2.1.2 Fisiologi Darah
Darah adalah suatu jaringan tubuh yang terdapat di dalam
pembuluh

darah

yang

warnanya

merah.

Warna

merah

itu

keadaannya

tidak

tetap

tergantung

dari

banyaknya

oksigen

dankarbondioksida di dalamnya. Adanya oksigen dalam darah


diambil dengan jalan bernafas dan zat ini sangat berguna pada
peristiwa pembakaran atau metabolism dalam tubuh.1
Karakteristik darah meliputi:
Viskositas atau kekentalan darah
Temperature
pH
Salinitas
Berat
Volume

4,5-5,5
380 C
7,37-7,45
0,9%
8% dari berat badan
5-6 liter (pria)
4-5 liter (wanita)

Darah selamanya beredar didalam tubuh oleh karena adanya


atau pompa jantung. Selama darah berada dalam pembuluh maka
akan tetap encer, tetapi kalau ia keluar dari pembuluhnya maka ia
akan menjadi beku. Pembekuan ini dapat dicegah dengan jalan
mencampurkan kedalam darah tersebut obat anti pembekuan atau
sitras natrikus.1
Fungsi Darah
a. Sebagai alat pengangkut, yaitu:1

Mengambil oksigen atau zat pembakar dari paru-paru untuk

diedarkan keseluruh jaringan tubuh


Mengangkat karbondioksida dari jaringan untuk dikeluarkan

melalui paru-paru
Mewngambil zat-zat makanan dari usus halus untuk diedarkan

dan dibagikan ke seluruh jaringan atau alat tubuh


Mengangkat atau mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna
bagi tubuh untuk dikeluarkan melalui kulit dan ginjal

b. Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit dan


racun dalam tubuh dengan perantara leukosit dan antibody untuk

10

mempertashankan tubuh terhadap invasi mikroorganisme dan


benda asing (leukosit) dan proses homeostasis (trombosit).
c. Sebagai pengatur regulasi yaitu:

Mempertahankan pH dan konsentrasi elktrolit pada cairan


interstitial melalui pertukaran ion-ion dan molekul pada cairan

interstitial
Darah mengatur suhu tubuh melalui transport panas melalui
kulit dan paru-paru

2.1.3 Tujuan Transfusi Darah

Mengembalikan dan mempertahankan volume normal yang

normal pada peredaran darah


Menggantikan kekurangan komponen seluler atau kimia

darah
Meningkatkan oksigenasi jaringan
Memperbaiki fungsi homeostatis
Tindakan terapi khusus

2.1.4 Teknik dan Komplikasi Transfusi Darah


a. Prosedur Pelaksanaan Transfusi Darah
Banyak

laporan

mengenai

kesalahan

tatalaksana

transfusi,

misalnya kesalahan pemberian darah milik pasien lain. Untuk


menghindari berbagai kesalahan, maka perlu diperhatikan :

Identitas pasien harus dicocokkan secara lisan maupun tulisan


Identitas dan jumlah darah dalam kemasan dicocokkan dengan

formulir permintaan darah


Tekanan darah, frekuensi denyut jantung dan suhu harus

diperiksa sebelumnya, serta diulang secara rutin


Observasi ketat, terutama pada 15 menit pertama setelah
transfusi darah dimulai. Sebaiknya satu unit darah diberikan
dalam 1-2 jam tergantung status kardiovaskuler dan dianjurkan
tidak lebih dari 4 jam mengingat kemungkinan proliferasi
bakteri pada suhu kamar.

11

b. Komplikasi Transfusi Darah

Reaksi Transfusi Darah Secara Umum


Tidak semua reaksi transfusi dapat dicegah. Ada langkah-langkah tertentu
yang perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya reaksi transfusi, walaupun
demikian tetap diperlukan kewaspadaan dan kesiapan untuk mengatasi setiap
reaksi transfusi yang mungkin terjadi. Ada beberapa jenis reaksi transfusi dan
gejalanya bermacam-macam serta dapat saling tumpang tindih. Oleh karena
itu, apabila terjadi reaksi transfusi, maka langkah umum yang pertama kali
dilakukan adalah menghentikan transfusi, tetap memasang infus untuk
pemberian cairan NaCl 0,9% dan segera memberitahu dokter jaga dan bank

darah.5
Reaksi Transfusi Hemolitik Akut
Reaksi transfusi hemolitik akut (RTHA) terjadi hampir selalu karena
ketidakcocokan golongan darah ABO (antibodi jenis IgM yang beredar) dan
sekitar 90%-nya terjadi karena kesalahan dalam mencatat identifikasi pasien
atau unit darah yang akan diberikan.
Gejala dan tanda yang dapat timbul pada RTHA adalah demam dengan
atau tanpa menggigil, mual, sakit punggung atau dada, sesak napas, urine
berkurang, hemoglobinuria, dan hipotensi. Pada keadaan yang lebih berat
dapat terjadi renjatan (shock), koagulasi intravaskuler diseminata (KID),
dan/atau gagal ginjal akut yang dapat berakibat kematian.
Untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan tindakan sebagai berikut:

(a) meningkatkan perfusi ginjal,


(b) mempertahankan volume intravaskuler,
(c) mencegah timbulnya DIC.
Reaksi Transfusi Hemolitik Lambat
Reaksi transfusi hemolitik lambat (RTHL) biasanya disebabkan oleh
adanya antibodi yang beredar yang tidak dapat dideteksi sebelum transfusi
dilakukan karena titernya rendah. Reaksi yang lambat menunjukkan adanya
selang waktu untuk meningkatkan produksi antibodi tersebut. Hemolisis yang
terjadi biasanya ekstravaskuler.
Gejala dan tanda yang dapat timbul pada RTHL adalah demam, pucat,
ikterus, dan kadang-kadang hemoglobinuria. Biasanya tidak terjadi hal yang
12

perlu dikuatirkan karena hemolisis berjalan lambat dan terjadi ekstravaskuler,


tetapi dapat pula terjadi seperti pada RTHA. Apabila gejalanya ringan,
biasanya tanpa pengobatan. Bila terjadi hipotensi, renjatan, dan gagal ginjal,
penatalaksanaannya sama seperti pada RTHA.
Reaksi Transfusi Non Hemolitik
a. Demam
Demam merupakn lebih dari 90% gejala reaksi transfusi. Umumnya
ringan dan hilang dengan sendirinya. Dapat terjadi karena antibodi resipien
bereaksi dengan leukosit donor. Demam timbul akibat aktivasi komplemen dan
lisisnya sebagian sel dengan melepaskan pirogen endogen yang kemudian
merangsang sintesis prostaglandin dan pelepasan serotonin dalam hipotalamus.
Dapat pula terjadi demam akibat peranan sitokin (IL-1b dan IL-6). Umumnya
reaksi demam tergolong ringan dan akan hilang dengan sendirinya.
b. Reaksi alergi
Reaksi alergi (urtikaria) merupakan bentuk yang paling sering muncul,
yang tidak disertai gejala lainnya. Bila hal ini terjadi, tidak perlu sampai harus
menghentikan transfusi. Reaksi alergi ini diduga terjadi akibat adanya bahan
terlarut di dalam plasma donor yang bereaksi dengan antibodi IgE resipien di
permukaan sel-sel mast dan eosinofil, dan menyebabkan pelepasan histamin.
Reaksi alergi ini tidak berbahaya, tetapi mengakibatkan rasa tidak nyaman dan
menimbulkan ketakutan pada pasien sehingga dapat menunda transfusi.
Pemberian antihistamin dapat menghentikan reaksi tersebut.
c. Reaksi anafilaktik
Reaksi yang berat ini dapat mengancam jiwa, terutama bila timbul pada
pasien dengan defisiensi antibodi IgA atau yang mempunyai IgG anti IgA
dengan titer tinggi. Reaksinya terjadi dengan cepat, hanya beberapa menit
setelah transfusi dimulai. Aktivasi komplemen dan mediator kimia lainnya
meningkatkan permeabilitas vaskuler dan konstriksi otot polos terutama pada
saluran napas yang dapat berakibat fatal. Gejala dan tanda reaksi anafilaktik
biasanya adalah angioedema, muka merah (flushing), urtikaria, gawat
pernapasan, hipotensi, dan renjatan.
Penatalaksanaannya adalah :

13

a. Menghentikan transfusi dengan segera,


b. Tetap infus dengan NaCl 0,9% atau kristaoid,
c. Berikan antihistamin dan epinefrin.
Pemberian dopamin dan kortikosteroid perlu dipertimbangkan. Apabila
terjadi hipoksia, berikan oksigen dengan kateter hidung atau masker atau bila
perlu melalui intubasi
Efek samping lain dan resiko lain transfusi
a. Komplikasi dari transfusi massif
Transfusi massif adalah transfusi sejumlah darah yang telah disimpan,
dengan volume darah yanglebih besar daripada volume darah resipien dalam
waktu 24 jam. Pada keadaan ini dapat terjadi hipotermia bila darah yang
digunakan tidak dihangatkan, hiperkalemia, hipokalsemia dan kelainan
koagulasi karena terjadi pengenceran dari trombosit dan factor- factor
pembekuan. Penggunaan darah simpan dalam waktu yang lama akan
menyebabkan terjadinya beberapa komplikasi diantaranya adalah kelainan
jantung, asidosis, kegagalan hemostatik, acute lung injury.
b. Penularan penyakit Infeksi
1 Hepatitis virus
Penularan virus hepatitis merupakan salah satu bahaya/ resiko besar pada
transfusi darah. Diperkirakan 5-10 % resipien transfusi darah menunjukkan
kenaikan kadar enzim transaminase, yang merupakan bukti infeksi virus
hepatitis. Sekitar 90% kejadian hepatitis pasca transfusi disebabkan oleh virus
hepatitis non A non B. Meski sekarang ini sebagian besar hepatitis pasca
transfusi ini dapat dicegah melalui seleksi donor yang baik dan ketat, serta
penapisan virus hepatitis B dan C, kasus tertular masih tetap terjadi. Perkiraan
resiko penularan hepatitis B sekitar 1 dari 200.000 dan hepatitis C lebih besar
yaitu sekitar 1:10.000.
2 AIDS (Acquired Immune Deficiency syndrome)
Penularan retrovirus HIV telah diketahui dapat terjadi melalui
transfusi darah, yaitu dengan rasio 1:670.000, meski telah diupayakan
penyaringan donor yang baik dan ketat.
3 Infeksi CMV
Penularan CMV terutama berbahaya bagi neonatus yang lahir
premature atau pasien dengan imunodefisiensi. Biasanya virus ini menetap di

14

leukosit danor, hingga penyingkiran leukosit merupakan cara efektif mencegah


atau mengurangi kemungkinan infeksi virus ini. Transfusi sel darah merah
rendah leukosit merupakan hal terbaik mencegah CMV ini.
4 Penyakit infeksi lain yang jarang
Beberapa penyakit walaupun jarang, dapat juga ditularkan melalui
transfusi adalah malaria, toxoplasmosis, HTLV-1, mononucleosis infeksiosa,
penyakit chagas (disebabkan oleh trypanosoma cruzi), dan penyakit CJD
( Creutzfeldt Jakob Disease).
Pencemaran oleh bakteri juga mungkin terjadi saat pengumpulan darah
yang akan ditransfusikan. Pasien yang terinfeksi ini dapat mengalami reaksi
transfusi akut, bahkan sampai mungkin renjatan. Keadaan ini perlu ditangani
seperti pada RTHA ditambah dengan pemberian antibiotic yang adekuat.
5 GVHD (Graft versus Host disease)
GVHD merupakan reaksi/ efek samping lain yang mungkin terjadi
pada pasien dengan imunosupresif atau pada bayi premature. Hal ini terjadi
oleh karena limfosit donor bersemai (engrafting) dalam tubuh resipien dan
bereaksi dengan antigen penjamu. Reaksi ini dapat dicegah dengan pemberian
komponen SDM yang diradiasi atau dengan leukosit rendah.
2.2 ASPEK HUKUM
Penyembuhan
penyakit
dan
pemulihan

kesehatan

diselenggarakan untuk mengembalikan status kesehatan akibat


penyakit,

mengembalikan

fungsi

badan

akibat

cacat

atau

menghilangkan cacat, hal tersebut dilakukan dengan pengobatan


atau perawatan. Pengobatan dan atau perawatan dapat dilakukan
berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan atau cara lain
yang

dapat

dipertanggung

jawabkan.

Namun,

hanya

dapat

dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan


kewenangan untuk itu. Pengobatan dan atau

perawatan yang

dapat dilakukan antara lain adalah dengan cara transfusi darah.21,22


Transfusi darah adalah tindakan medis memberikan darah
kepada seorang penderita, yang darahnya telah tersedia dalam
botol atau kantong plastik. Usaha transfusi darah adalah segala

15

tindakan yang dilakukan dengan tujuan untuk memungkinkan


penggunaan darah bagi keperluan pengobatan dan pemulihan
kesehatan

yang

mencakup

masalah-masalah

pengadaan,

pengolahan dan penyampaian darah kepada orang sakit. Pada


hakikatnya usaha transfusi darah merupakan bagian penting dari
tugas pemerintah dibidang pelayanan kesehatan masyarakat dan
merupakan suatu bentuk pertolongan sesame umat manusia.21,22
Sehubungan dengan itu, maka perlu dengan tegas diatur
dalam aturan hokum mengenai pelayanan dan penyumbangan
darah, pengolahan, penyelenggaran donor darah, dan pemindahan
darahnya sendiri dalam arti yang luas dan mengingat factor-faktor
kesukarelaan donor, larangan untuk memperdagangkan darah dan
pengawasan
mengatur

tentang

mengenai

pelaksanaannya.
transfuse

darah

Aspek
yaitu

hukum

yang

Undang-Undang

Kesehatan No.36 tahun 2009, Peraturan Pemerintah No.18 Tahun


1980 tentang Transfusi Darah, Keputusan Menteri Kesehatan RI
No.423/Menkes/SK/IV/2007 tentang Kebijakan Peningkatan Kualitas
dan Akses Pelayanan Darah.21,22
2.2.1 Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 200921
Transfusi darah memiliki aspek legal yang diatur menurut
hukum oleh pemerintah dalam Undang-Undang Kesehatan Nomor
36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Bab V pasal 86,87,88,89,90,91
dan 92.
Bagian Kesebelas tentang Pelayanan Darah
Pasal 86 yang berbunyi:
(1) pelayanan darah merupakan upaya pelayanan kesehatan yang
memanfaatkan darah manusia sebagai bahan dasar dengan tujuan
kemanusiaan dan tidak untuk tujuan komersial.

16

(2) Darah sebagaimana maksud pada ayat (1) diperoleh dari


pendonor darah sukarela yang sehat dan memenuhi kriteria seleksi
pendonor dengan mengutamakan keseahatan pendonor.
(3)

Darah

yang

diperoleh

dari

pendonor

darah

sukarela

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebelum digunakan untuk


pelayanan darah harus dilakukan pemeriksaan laboratorium guna
mencegah penularan penyakit.
Pasal 87 yang berbunyi:
(1) penyelenggaraan donor darah dan pengolahan darah dilakukan
oleh Unit Transfusi Darah.
(2) Unit Transfusi Darah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat diselenggarakan oeleh pemerintah, pemerintah daerah, dan /
atau organisasi social yang tugas pokok yang fungsinya dibidang
kepelangmerahan.
Pasal 88 yang berbunyi:
(1) pelayanan Transfusi Darah meliputi perencanaan, pengerahan
pendonor darah, penyediaan, pendistribusian darah, dan tindakan
medis pemberian darah kepada pasien untuk tujuan ppenyembuhan
penyakit dan pemulihan kesehatan.
(2) Pelaksanaan pelayanan transfuse darah dilakukan dengan
menjaga keselamatan dan kesehatan penerima darah dan tenaga
kesehatan darai penularaan penyakit melalui transfuse darah.
Pasal 89 yang berbunyi
Menteri mengatur standard an persyaratan dan pengelolaan darah
untuk pelayanan transfuse darah.
Pasal 90 yang berbunyi

17

(1) Pemerintah bertanggung jawab atas pelaksanaan pelayanan


darah yang aman, mudah diakses, dan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat.
(2) Pemerintah menjamin pembiayaan dalam penyelenggaraan
pelayanan darah
(3) darah dilarang diperjualbelikan dengan dalih apapun.
Penjelasan pasal 90 ayat (2) dan (3):
(2) Guna menjamin ketersediaan darah untuk pelayanan kesehatan,
jaminan pemerintah diwujudkan dalam bentuk pemberian subsi
kepada Unit Transfusi Darah (UTD) yang bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Aanggaran Pendapatan
dan Belanja Derah (APBD), dan bantuan lainnya.
(3) Darah sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Penurah kepada
setiap insane tidaklah sepantasnya dijadikan onjek jual beli untuk
mencari keuntungan, biarpun dengan dalih menyambung hidup.
Pasal 91 yang berbunyi:
(1) Komponen darah dapat digunakan untuk tujuan penyembuhan
penyakit dan pemulihan kesehatan memulai proses pengolahan dan
produksi.
(2) Hasil proses pengolahan dan produksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dikendalikan oleh Pemerintah.
Penjelasan pasal 91 ayat (2):
Yang dimaksud dengan proses pengelolahan dalam ketentuan ini
adalah pemisahan komponen dasar menjadi plasma dan sel darah

18

merah, sel darah putih, dan sel pembeku darah yang dilakukan oleh
UTD dan biaya pengolahan tersebut ditanggung oleh Negara.
Yang dimaksud dengan proses produksi dalam ketentuan ini
adalah proses fraksionasi dimana dilakukan penguraian protein
plasma menjadi antara lain albumin, globulin factor VIII dan factor
IX dilakukan oleh industry yang harganya dikendalikan oleh
pemerintah.
Yang dimaksud dengan dikendalikan dalam ketentuan ini
termasuk harga hasil produksi yang bersumber dari pengolahan
darah transfusi.
Pasal 92 yang berbunyi:
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelayanan darah diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
2.2.2 Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1980 Tanggal
19 April 1980
Tranfusi

darah

merupakan

tugas

Pemerintah

dibidang

pelyanan kesehatan masyarakat dan merupakan suatu bentuk


pertolongan

yang

sangat

berharga

kepada

umat

manusia,

berdasarkan ilmu pengetahuan kedokteran, satu-satunya sumber


darah yang paling aman untuk keperluan transfuse darah adalah
darah manusia.
Pada waktu ini banyak diselenggarakan usaha transfuse darah
dengan pola yang bermacam-macam, yang dapat membahayakan
kesehatan baik terhadap para penyumbang maupun pemakai
darah, karena itu perlu ditetapkan Peraturan Pemerintah tentang
tranfusi darah.

19

Peraturan pemerintah ini dijelaskan mengenai transfuse


darah, darah, penyumbang darah, dan Menteri Kesehatan RI dalam
pasal 1.
Dalam rangka mencapai manfaat yang sebesar-besarnya dari
transfuse darah dan untuk menjaga drajat kesehatan penyumbang
maupun pemakai darah itu, maka penyumbang darah harus
didasarkan pada kesukarelaan, tanpa mengharapkan penggantian
uang maupun benda ; yang diatur dalam pasal 2 yang berbunyi:
Pengadaan darah dilakukan seacra sukarela tanpa pemberian
pengganti berupa apapun.
Pelaksaan transfusi darah harus memenuhi ketentuan yang
berlaku dan mematuhi larangan-larangan yang sudah tertuang
dalam pasal 3 yang berbunyi:
Dilarang memperjual belikan darah dengan dalih apapun.
Dalam pasal 4 berbunyi:
Dilarang mengirim dan menerima darah dalam semua bentuk ked
an dari luar negeri.
Kedua larangan dalam pasal tersebut tidak berlaku dengan
ketentuan yang terdapat pada pasal 5 (1) yang berbunyi:
Keperluan penelitian ilmiah dan atau dalam rangka kerjasama
antara Perhimpunan Palang Merah Indonesia dengan Perhimpunan
Palang Merah lain atau badan-badan

lain yang tidak bersifat

komersial dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan Menteri.


Pasal 5 (2) yang berbunyi:
Keperluan lain berdasarkan kebijaksanaan Menteri.
20

Pengiriman darah ke dan dari luar negeri haruslah dibatasi


dalam rangka penelitian ilmiah, kerjasama dan saling menolong
dalam keadaan tertentu baik antar Pemerintah maupun antar
Perhimpunan-perhimpunan Palang Merah Nasional.
Akhir-akhir ini telah disinyalir oleh Liga Perhimpunan-Perhimpunan
Palang Merah Sedunia oleh Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO)
akan adanya peragangan darah Internasinal, terutama pembelian
darah

dari

negara-negara

berkembang

oleh

perusahaan-

perusahaan yang berpusat di negara kaya, yang jelas merupakan


bentuk eksploitasi kemanusiaan yang sangat merugikan kesehatan
masyarakat

di

negara

berkembang

dan

akan

mempersukar

pengadaan darah untuk memenuhi kebutuhan sendiri.


Meningat pengalaman dan luasnya jaringan usaha transfusi darah
yang telah dicapai oleh Palang Merah Indonesia hingga sekarang,
maka usaha transfusi darah dipercayakan kepada Palang Merah
Indonesia, kecuali apabila ada beberapa tempat ternyata Palang
Merah Indonesia belum mampu, maka Menteri dapat menunjuk
Rumah Sakit atau pihak-pihak lainnya; sesuai pasal 6 yang
berbunyi:

Pengelolaan

dan

pelaksanaan

usaha

transfusi

darah

ditugaskan kepada Palang Merah Indonesia atau instansi lain yang


ditetapkan oleh Menteri Penyelenggaraan usaha transfusi darah
harus

disesuaikan

dengan

kebutuhannnya

dalam

menunjang

pelayanan kesehatan
Karena merupakan suatu bagian penting dari usaha pelayanan
kesehatan masyarakat maka jelas bahwa cara pengelolaan darah
harus ditetapkan dan diatur dengan suatu Peraturan Menteri. Sesuai
pasal 7 (1) berbunyi:
21

Cara pengelolaan darah harus dilakukan sesuai dengan


ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri
Pasal 7 (2) yang berbunyi:
Dalam pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
termasuk plasma pheresis dan pembuatan fraksi-fraksi plasma
Plasma

pheresis

dan

pembuatan

fraksi-fraksi

plasma

merupakan sumber manipulasi dan perdagangan darah manusia


yang disinyalir dan disorot oleh Liga Perhimpunan Palang Merah dan
Organisasi Kesehatan se- Dunia yang telah diperingatkan kepada
semua negara anggotanya.
Pasal 8 (1) yang berbunyi :
Pengelolaan darah harus lakukan oleh tenaga kesehatan yang
benar menurut ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 8 (2) yang berbunyi :
Tanggung jawab pengolahan darah yang dilakukan oleh
tenagan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus
dibawah pengawasan dokter
Ketentuan ini diadakan berdasarkan pertimbangan bahwa
kesalahan dalam pemberian darah merupakan kesalahan yang tidak
dapat diperbaiki dan pengambilan darah dari donor harus pula
menjamin

kesalahan

donor

tersebut

oleh

karenanya

harus

dilaksanakan oleh petugas berwenang.


Biaya
sebagaimana

yang

diperlukan

dimaksud

dalama

untuk
Pasal

melaksanakan
6

ayat

(1)

tugas
menjadi

tanggungjawab Palang Merah indonesia.

22

Karena usaha transfusi darah diselenggarakan berdasarkan


prinsip tidak mencari keuntungan, sedangkan diperlukan biaya
besar untuk peralatan dan perlengkapan khusus, usaha pembuatan
dan pemisahan bagian-bagian dari fraksi-fraksi plasma tertentu,
dan tenaga, maka pemerintahan dapat memberikan subsidi, baik
berupa uang maupun peraltan lainnya yang diatur dalam Pasal 9 (2)
yang berbunyi:
Pemerintahan dapat memberi subsidi, yang pelaksanaannya
diatur oleh Mentri.
Pasal 10 yang berbunyi ;
Biaya pengolahan dan pemberian darah kepada si penderita
ditetapkan dengan keputusan Menteri atas usul Palang Merah
Indonesia

dengan

pengolahan,

perhitungan

penyimpanan,

biaya-biaya
dan

untuk

pengadaan,

pengangkutan

tanpa

memperhitungkan laba
Mengingatkan

semakin

luasnya

ruang

lingkup

masalah

transfusi darah sesuai dengan kemajuan teknologi di bidang


kedokteran sendiri, maka penyelenggaraan usaha transfusi darah di
Indonesia perlu mendapat bimbingan pengarahan dan pengawasan
dari Menteri Kesehatan sesuai.
Pasal 11 yang berbunyi:
Bimbingan dan pengawasan penyelenggaraan usaha transfusi
darah ditetapkan oleh Menteri.
Dengan juga memperhatikan Resolusi Health Assembly 1975
untuk mencegah terjadinya komersialisasi terselubung dari produk
yang berasal dalam manusia, serta eksploitasi donor darah yang

23

berkelebihan dan untuk mencapai tingkat penyelamatan pemakaian


dalam yang setinggi mungkin diatur dalam pasal 12 yang berbunyi:
Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam
pasal

11,

Pengurusan

Besar

Palang

Merah

Indonesia

bertanggungjawab kepada Menteri.


Ketentuan pidana mengenai transfusi darah diatur dalam pasal
14 yang berbunyi (1) Barangsiapa melanggar ketentuan Pasal 2,
pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 8 diancam dengan pidana kurungan
selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp
7.500,- (tujuh ribu lima ratus rupiah); (2) Perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) adalah pelanggaran; (3) Ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku juga bagi setiap
pelanggaran terhadap ketentuan peraturan pelaksanaan Peraturan
Pemerintah ini.
2.2.3 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia 23
Nomor: 432/Menkes/SK/IV/2007 tentang kebijakan Peningkatan
Kualitas dan Akses Pelayanan Darah
Darah adalah materi biologis yang diproduksi oleh tubuh
manusia dalam jumlah yang terbatas dan belum dapat di sintesis
diluar tubuh manusia. Pengadaannya hanya dari donasi secara
sukarela yang dilakukan oleh para donor darah. Dalam tubuh
manusia darah merupakan materi biologis yang labil dan untuk
mempertahankan viabilitasnya diperlukan nurient antiglikogen serta
persyaratan suhu tertentu.
Bahwa transfusi darah dapat menjadi sumber penularan
terhadap penyakit infeksi menular lewat transfusi darah (HIV/AIDS,
Hepatitis B, Hepatitis C, dan Sifilis).

24

Bahwa Unit Transfusi Darah (UTD) yang ada saat ini (UTD PMI
dan UTD Rumah Sakit) dirasakan belum memadai untuk mencukupi
kebutuhan pelayanan darah diseluruh Kabupaten/ Kota di Indonesia.
Bahwa dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan darah
dapat menjangkau seluruh wilayah Indonesia perlu dibentuk Unit
Transfusi Darah (UTD) dikabupaten atau kota yang belum memiliki
Unit Transfusi Darah (UTD PMI).
Keputusan Menteri Kesehantan Republik Indonesia nomor :
423/Menkes/SK/IV/2007 tentang Kebijakan Peningkatan Kualitas dan
Akses Pelayanan Darah menjelaskan mengenai semua daerah
Kabupaten atau Kota yang belum memiliki Unit Transfusi Darah
(UTD PMI) dapat membentuk Unit Transfusi Darah Rumah Sakit
(UTD RS) di Rumah sakit Daerah yang bersangkutan; selain itu
seluruh Rumah sakit harus memiliki Bank Darah Rumah Sakit;
kemudian membentuk jejaring pelayanan darah tingkat nasional
dan daerah yang melibatkan departemen kesehatan, UTD PMI , dan
Pemerintah Daerah beserta Rumah Sakit.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 83 Tahun 2014 tentang Unit Transfusi
Darah, Bank Darah Rumah Sakit dan Jejaring Pelayanan Transfusi Darah (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1756).
Pasal 1
Standar Pelayanan Transfusi Darah menjadi acuan bagi tenaga kesehatan
dan/atau pelaksana program di bidang kesehatan dalam penyelenggaraan pelayanan
transfusi darah.
Pasal 2
Standar Pelayanan Transfusi Darah bertujuan menjamin pelayanan darah yang
aman, berkualitas dan dalam jumlah yang cukup.
Pasal 3
(1) Standar Pelayanan Transfusi Darah meliputi: a. sistim manajemen mutu
pelayanan darah; b. pelayanan transfusi darah di Unit Transfusi Darah; c. pelayanan
25

transfusi darah di pusat plasmapheresis; d. pelayanan transfusi darah di Bank Darah


Rumah Sakit; e. pemberian transfusi darah kepada pasien; dan f. sistim informasi
pelayanan darah. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Standar Pelayanan Transfusi
Darah sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 4
(1) Menteri, Gubernur, dan/atau Bupati/Walikota melakukan pembinaan dan
pengawasan terhadap penyelenggaraan standar pelayanan transfusi darah sesuai
dengan tugas dan kewenangannya masing-masing. (2) Pembinaan dan pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melibatkan Komite Pelayanan darah dan
organisasi profesi.
Pasal 5
(1) Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, Menteri, Kepala Badan
Pengawasan Obat dan Makanan, Gubernur, dan/atau Bupati/Walikota dapat
memberikan tindakan administratif kepada UTD, BDRS, dan tenaga kesehatan yang
melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Peraturan Menteri ini. (2) Tindakan
administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai ketentuan
peraturan perundangundangan.
Pasal 6
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap
orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
2.3 TRANSFUSI DARAH DILIHAT DARI ASPEK LAIN
2.3.1 Aspek Etika
Praktek transfusi darah dalam dunia kesehatan meliputi
banyak masalah etika karena darah merupakan bagian dari tubuh
manusia dan merupakan sumber kehidupan yang penting. Praktek
transfusi darah membutuhkan tanggung jawab moral, baik bagi
donor maupun resipiennya. Keputusan untuk meresepkan transfusi
darah

harus

berdasarkan

empat

prinsip,

yaitu:

penghargaan
26

terhadap setiap individu, perlindungan bagi hak setiap manusia,


perlindungan terhadap eksploitasi, dan isi dari sumpah hippocrates
primun non nocere atau yang terutama adalah tidak melakukan
hal yang membahayakan.
Pada tahun 1980, International Society of Blood Transfusion
(ISBT) untuk pertama kalinya mengesahkan kode etik transfusi
darah, yaitu diadopsi oleh WHO dan Ikatan Palang Merah. Revisi
kode etik untuk donor dan transfusi disahkan pada tahun 2000.
Kode etika ini merupakan acuan yang berhubungan dengan
tanggung jawab etik bagi donor, instatnsi pengumpul darah
transfusi dan pengambilan keputusan transfusi, dan masyarakat
umum.
Kode etik donor dan transfusi darah
Tujuan kode etik ini adalah untuk mempertegas prinsip etis
dan peraturan yang perlu diperhatikan dalam bidang terapi
transfusi. Isi kode etik tersebut, adalah :
Pendonor dan Pendonoran25
1. Donor

darah,

termasuk

jaringan

hematopoetik

untuk

transplantasi, haruslah dalam segala keadaan, dilakukan


secara volenter, tanpa pamrih, dan tanpa paksaan pada
donor.

Pendonor

haruslah

memberi

informed

consent/persetujuan terhadap pendonoran darah maupun


komponen darah dan penggunaan darah selanjutnya oleh
petugas transfusi.
2. Pasien harus diinformasikan mengenai keuntungan serta
kerugian transfusi darah/ alternative terapi lainnya dan
mempunyai hak untuk menerima ataupun menolak prosedur.

27

3. Apabila pasien tidak dapat memberi persetujuan sebelumnya,


maka dasar terapi dengan cara transfusi haruslah memberi
manfaat yang terbaik bagi pasien.
4. Motif mencari keuangan tidak boleh menjadi dasar untuk
melakukan pelayanan transfusi darah.
5. Pendonor haruslah diberi informasi mengenai risiko yang
berkaitan

dengan

prosedur,

kesehatan

pendonor

dan

keamanan prosedur harus dijaga. Berbagai prosedur yang


berhubungan

dengan

pemberian

berbagai

zat/substansi

kepada donor untuk meningkatkan konsentrasi komponen


darah tertentu harus dilakukan dengan standar yang telah
diterima secara international.
6. Ketidakjelasan indentitas antara donor dan resipien harus
dipastikan, kecuali pada situasi khusus dan kerahasiaan
informasi mengenai pendonor haruslah terjamin.
7. Pendonor harus mengenai risiko bagi orang lain dalam
mendonorkan darah yang terinfeksi dan merupakan tanggung
jawab etisnya terhadap resipien.
8. Donor darah harus dilakukan berdasarkan kriteria-kriteria
medis yang sering dipakai dan tidak memerlukan deskriminasi
dalam segala hal, termasuk gender, ras, kewarganegaraan,
ataupun agama. Baik pendonor maupun calon resipien tidak
dapat didiskriminasi dalam praktek pendonoran dan transfusi
darah.
9. Darah harus dikumpulkan dibawh tanggung jawab penuh
seorang praktisi medis berijazah yang terdaftar.
10.
Seluruh hal yang berkaitan dengan pendonoran darah
dan hemoferesis harus disesuaikan dengan standar-standar
yang telah ditetapkan dan diterima secara internasional
11.
Pendonor dan resipien harus diinformasikan apabila
telah dirugikan.
Pasien/resipien25
28

1. Terapi transfusi harus diberikan dibawah tanggung jawab


penuh seorang praktisi medis yang terdaftar.
2. Kebutuhan medis harus menjadi satu-satunya dasar terapi
transfusi
3. Tidak boleh ada intensif secara finansial dalam meresepkan
transfusi darah
4. Darah adalah sumber daya umum, dan aksesnya tidak boleh
dibatasi.
5. Sebisa mungkin pasien hanya menerima komponen darah
tertentu (sel, plasma atau turunan plasma) yang secara klinis
sesuai dan menujang keamanan yang optimal.
6. Penyianyiaan
darah
harus
dihindari
demi
kepentingan seluruh resipien dan donor
7. Praktek transfusi darah dilakukan

oleh

menjaga

badan-badan

kesehatan nasional atau internasional dan agen-agen lain


yang berkompetensi dan berwenang haruslah memenuhi kode
etik.
2.3.2 Aspek Agama
a. Islam26
Dari sisi kesehatan banyak manfaat yang diperoleh seseorang
dengan melakukan donor darah. Dari sisi nilai ibadah, donor darah
merupakan tindakan

yang sangat mulia dimata agama. Sesuai

ajaran islam, donor darah merupakan implentasi perintah Allah


untuk saling menolong sesame sebagaimana firman-Nya: dan
tolong menolonglah kamu dalam kebijakan dan takwa, jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan
bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat
siks-Nya. (Qs. Al-Maidah:2).
Kemudian timbul persoalan tentang halal idaknya darah itu
untuk dipindahkan menurut agama islam. Hal ini telah terjawab
29

oleh fatwa dari Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syara


Departemen Kesehatan Republik Indonesia, yang menyatakan
bahwa pemindahan darah menurut hokum islam boleh dilakukan.
Dalam kitab fatwa syaraiyah, diterangkan bahwa donor darah
boleh dilakukan dengan syarat:
1. Dokter menyatakan bahwa pengambilan darah itu tidak
menimbulkan bahaya bagi si pendonor.
2. Darah diambil secukupnya.
3. Tidak ada alternative lain selain melakukan donor darah.
Islam

tidak

melarang

menyumbangkan

seorang

darahnya

muslim

untuk

atau

tujuan

muslimah

kemanusiaan,

abukan komersialisasi, baik darahnya disumbangkan secara


lansung kepada orang yang memerlukan, misalnyauntuk
anggota keluarga sendiri, maupun diserahkan pada palang
merah atau bank darah untuk disimpan sewaktu-waktu untuk
menolong orang yang memerlukan.
Penerima darah tidak sisyaratkan harus sama dengan
pendonornya mengenai agama/kepercayaan, suku bangsa,
dan sebagainya. Karena menyumbangkan darah dengan
ikhlas adalah termasuk amal kemanusiaan yang sangat
dihargai

dan

dianjurkan

oleh

islam,

sebab

dapat

menyelamatkan jiwa manusia. Adapun yang menjadi dasar


untuk memperbolehkan transfuse darah tanpa mengenal
batas dan sebagainya, berdasarkan kaidah hokum fiqih islam
yang berbunyi: Al-Ashlu Fil Asyy al-ibahah Hatta Yadullad
DalilAla Tahrimihi (bahwasanya pada dalil yang prinsipnya
segala

itu

boleh

hkumnya,

kecuali

ada

dalil

yang

mengharamkannya).
Menurut islam, orang yang perlu diberi tambahan darah
ialah

orang

sakit

atau

terluka,

yang

keberlangsungan

30

hidupnnya sangat tergantung pada donor dara. Hal ini


didasarkan

pada

ayat

pada

surat

Al-Baqarah:173:

sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bagkai,


darah, daging dabi dan binatang (yang ketika disembelih)
disebut nama selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan
terpaksa (memakannya) sedang ia tidak mengiginkannya dan
tidak pula (melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya.
Ayat ini memberikan pengertian, jika kesembuhan orang yang
sakit

atau

terluka

tergantung

pada

serta

keberlansunggan

transfuse

kepaddannya,

sementara

tidak

menggantikan

darah

dalam

penyelamatan,

maka

dapat

hidupnya

darah

dari

orang

ada

obat

yang

usaha

lain
dapat

penyembuhan

diberikan

transfuse

dan

darah.

Pendonor darah adalah orang yang tidak terancam risiko jika


ia mendonorkan darah.
Orang yang didengar
perlunnya

transfuse

darah

ucappanya
adalah

dalam

dokter

masalah

muslim.

Jika

kesulitan mendapatkannya, maka tidak ada laranggan untuk


mendengarkan ucapan dari dokter non muslim, baik yahudi
ataupun nasrani, jika ia ahli dan dapat dipercaya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Transfusi darah adalah tindakan memasukkan darah atau
komponennya ke dalam system pembuluh darah seseorang. Dua
jenis

transfuse

yang

dilakukan

yaitu

Allotransfusi

dan

Autotransfusi. Terdapat dua macam indikasi dalam melakukan


transfuse darah yaitu indikasi umum dan indikasi pada masingmasing jenis komponen darah, yaitu infeksi mikroorganismme,
reaksi alergi, dan reaksi hemolitik.
31

Transfusi darah memiliki aspek hokum yang diatur dalm


Undang-Undang Kesehatan nomor 36 tahun 2009 bab V bagian
sebelas tentang Pelayanan Darah pasal 86,87,88,89,90,91 dan
92; Peraturan Pemerintah nomor 18 Tahun 1980 tentang
transfuse darah; dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor: 423/ Menkes/SK/IV/2007 tentang Kebijakan
Peningkatan Kualitas dan Askes Pelayanan Darah.
Pada tahun 1980, Internasional society of Blood Tranfusion
(ISBT) untuk pertama kalinya mengesahkan kode etik transfuse
darah, yang diadopsi oleh WHO dan ikatan Palang Merah. Revisi
Kode etik untuk donor dan tranfusi darah sisahkan pada tahun
2000. Kode etik ini merupakan acuan yang berhubungan dengan
tanggung jawab etik bagi donor, instansi pengumpul darah
transfuse dan pngambil keputusan transfuse, serta masyarakat
umum. Tujuan kode etik ini adalah untuk mempertegas prinsip
etis dan peraturan yang perlu diperhatikan dalam bidang terapi
transfusi.
Aspek agama juga berpengaruh dalam penerimaan seeorang
terhadap

transfusi

darah.

Sebagian

besar

agama

memperbolehkan dilakukannya proses transfusi darah, kecuali


ada satu aliran yang tidak memperbolehkan yaitu saksi Jehovah.

B. Saran
1. Bagi Masyarakat
Sebelum
menerima
hendaknnya

transfuse

mengetahui

darah,

masyarakat

tentangindikasi

dan

komplikasinya.
Bagi mereka yang mengidap penyakit infeksi seperti HIV,
Hepatitis B, Hepatitis C, dan lain-lain , hendaknnya tidak
mendonorkan darahnya.
32

2. Bagi Tenaga Kesehatan

Tenaga kesehatan diharapkan memberikan penjelasan dan


meminta persetujuan kepada calon penerima transfusi

darah.
Tenaga kesehatan diharapkan lebih teliti dalam melakukan
proses skrining terhadap darah yang akan diberikan kepada

calon resipien.
Pemerintah diharapkan lebih efektif dalam mengisolasikan
program donor darah pada masyarakat luas.

DAFTAR PUSTAKA
1. Sherwood Lauralee, Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem.
Organ Darah.ed.2.EGC. Jakarta. 2001;267-270.
2. Pusat Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. DarahTransfusi. Edisi Keempat. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
2008;364-365.

33

3. Erslev AJ, Adamson JW, Eschbach JW, Winearls GC.


Erythropoietin, Molecular, Cellular and Clinical Biology. The
Johns Hopkins University Press. Baltimore. 1991
4. Joshua, Komposisi Darah. 2008. (Cited on September 29 th
2010).
Available
from:
http://id.shvoong.com/exactsciences/biology/1836318-komposisi-darah/.
5. Boycott AE, The Blood as A Tissue. Hypertrophy and Atrophy
of The Red Cell Corpuscles. Proc R Soc Med 1929;23:15
6. Gans T, Lehrer RI. Defensins, Physiology of The Blood.
Component of The Blood Cell. 1995;66:191-205
7. Wardlaw AJ, Moqbel R, Kay AB. Biology and Role in Disease.
Eosinophils. Adv Immunol 1995;39:177-253.
8. Lagunoff D, Chi EF. Cell Biology of Inflamation. Cell Biology of
Mast Cells and Basophils. In: Weissman G, editor. Amsterdam:
North Holland Biomedical Press, 1980: 217-265.
9. Van Furth R. Nomenclature in Terms of Sites and Conditions.
Cells of The Mononuclear Phagocyte System. In: Van Furth R,
editor, Mononuclear Phagocytes. Functional Aspects. The
Hague: Martinus Nijhoff 1980.
10.
Adelson E, Rheingold J, Crosby W. A Review of Blood.
The Platelet as A Sponge. 1961; 17:767-774.
11.
Zon LI, Developmentak Biology of Hematopoiesis Blood.
1995; 86:2876-2891.
12.
Salmon C, et al. The Human Blood Groups, Blood Cell.
New York: Masson, 1984
13.
Mollison PL, Engelfriet CP, Contreras M, eds. Blood
Tranfusion in Clinical Medicine. 9th Ed, Oxford: Blackwell
Scientific Publications, 1993.
14.
Farr AD, The First Human Blohod Transfusion. Med Hist
1980; 24:143.
15.
Card RT. Red Cell Membrane Changes During
Storage.Transf Med Rev 1988; 2:290
16.
AuBuchon JP, Current Controversies and Furcure
Direcstion. Autologous Transfusion and Directed Donations.
Trans MedRev 1989;3:290.
17.
Lostumbo MM, ed al.Isoimmunization after Multiple
Transfusions. N Engl J Med 1966;275:141
18.
Blumberg N, et al. Immune Response to Chronic Red
Blood Cell Transfusion. Vox sang 1983;44:212

34

19.
Allen JC, Kunkel HG. Antibodies against Gamma-Globulin
after Repeated Blood Transfusions in Man. J Clin Invest
1966;45:29
20.
Agustina, W. Kriteria Pendonor Darah. 2005. (Cited on
September
30th
2010).
Available
from:
http://www.pmi.or.id/ina/program/?act=detail&id_sub=59
21.
Undang-Undang Kesehatan (Cited on September 1st
2010).
Available
from:
http://www.asiatour.com/lawarchives/indonesia/uu_kesehatan/
uu_kesehatan_bab V(9).htm
22.
Peraturan Pemerintah No.18 Tahun 1980. (Cited on
September
3rd
2010).
Available
from
http://hukum.unsrat.ac.id/pp/pp_18_1980.pdf
23.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 423/MENKES/SK/IV/07. (Cited on September 3rd 2010).
Available
from:
http://www.google.com/Keputusan_MENKES_20072010/Tahun
2007_KMK_No.423_ttg_kebijakan_peningkatan_kualitas_dan_a
kses_pelayanan_darah.pdf
24.
Ethical Issue in Tansfusion Medicine.2004. (Cited on
September
30th
2010).
Available
from
http:/www.issuessinmedicalethics.org/143oa87.html.
25.
Alu Syaikh, Muhammad. Kondisi yang Memperbolehkan
Transfusi Darah. 2007. (Cited on September 30 th 2010).
Available from http:/www.almanhaj.or.id.
26.
Tidak Boleh Transfusi Darah Lengkap, Tapi Boleh
Transfusi Faksi Darah 2010. (Cited on September 30 th 2010).
Available
from
http://www.saksiyehuwa.blogspot.com/2010/07/tidak-bolehtransfusi-darah-lengkap.html.

35

36

Anda mungkin juga menyukai