PENDAHULUAN
(http:// green-medical.blogspot.com/2012/11/spirulina.html)
S. platensis adalah jenis mikroalga yang kosmoporit. Dikenal dengan
berbagai macam spesies dan berbagai macam habitat mulai dari lingkungan
teresterial, air tawar, air payau, air asin hingga danau-danau garam. S. platensis
lebih menyukai perairan yang cenderung alkalin. Kandungan pH yang baik untuk
pertumbuhan berkisar antara 7,2 - 9,5. Namun ada beberapa spesies yang masih
dapat bertahan hingga pH 11. Ketahanan terhadap kadar garam juga sangat tinggi,
karena ada spesies Spirulina sp. yang tahan terhadap kadar garam hingga 85 o/oo,
mikroalga ini akan tumbuh dengan baik pada kisaran suhu antara 25- 35 oC
(Isnansetyo dan Kurniastuty 1995).
Mengingat pentingnya peran S. platensis bagi beberapa hewan kultur dan
manusia, sehingga perlu dilakukan budidaya untuk menjamin ketersediannya.
Harrison and Berges (2005) menyatakan bahwa, salah satu cara untuk
meningkatkan pertumbuhan mikroalga adalah mengontrol kandungan nutrien baik
unsur hara makro maupun mikro lingkungan budidaya. Kultur sel S. platensis
pada sistem semi terbuka dengan skala semi massal memerlukan penyediaan
unsur hara (pupuk) di dalam media hidupnya. Untuk pelaksanaan kultur
massal dibutuhkan media yang mengandung pupuk sebagai unsur hara. Unsur
hara/nutrien dalam media kultur ini sangat diperlukan untuk menjaga kestabilan
produksi sel S. platensis. Kultur semi massal dan massal bertujuan untuk
perbanyakan mikroalga dalam jumlah besar yang nantinya dimanfaatkan sebagai
pembuatan pakan alami hewan-hewan kultur dan suplemen bagi manusia.
Pemanfaatan Azolla sebagai pupuk pada kultur mikroalga Chlorella sudah
dicobakan oleh Erawati (1999), hasilnya menunjukkan semakin tinggi konsentrasi
pupuk maka semakin tinggi pertumbuhan sel mikroalga Chlorella pada kultur
laboratorium.
Pada kultur skala laboratorium dimulai dari volume 0,5 l hingga 3-5 l,
biasanya menggunakan pupuk Walne dan Conway untuk memperbanyak bibit.
Kultur semi massal biasanya menggunakan pupuk komersil (Urea, TSP dan ZA).
Nitrogen yang terkandung dalam pupuk Urea dan ZA serta fosfat yang terkandung
dalam pupuk TSP mudah larut dalam air yang nantinya digunakan untuk
pertumbuhan Spirulina platensis. Namun jika penggunaannya berlebih pupuk
anorganik ini limbahnya dapat mencemari dan membahayakan organisme
pemangsanya, oleh karena itu perlu solusi pemakaian pupuk organik yang kaya
akan gizi dan tidak berbahaya bagi lingkungan dengan biaya yang relatif murah,
salah satunya menggunakan pupuk organik yang berbahan baku tumbuhan gulma
air (Isnansetyo dan Kurniastuty 1995).
Gulma air banyak terdapat di sungai, kolam air, sawah dan saluran-saluran
air, salah satunya adalah Salvinia molesta. Salvinia molesta memiliki rhizoma,
batang bercabang tidak beraturan dan beruas, daunnya lebar dan berlipat-lipat
untuk memperluas permukaannya, sehingga memungkinkan pengambilan nutrisi
terlebih
dahulu
dengan
bantuan
mikroorganisme.
Proses
dekomposisi tersebut bertujuan agar supaya bahan organik gulma air dapat terurai
menjadi komponen-komponen sederhana, sehingga mudah diserap oleh
mikroalga. Untuk proses dekomposisi, dengan pemberian M-Bio yang merupakan
kultur campuran mikroorganisme menguntungkan yaitu terdiri dari Bacillus, ragi,
Lactobacillus, Azotobacter, dan Acetobacter. Menurut Suharto (1998), pupuk MBio dapat digunakan untuk mendekomposisikan reremputan dan ekstrak yang
dihasilkan mengandung asam organik, zat bioaktif serta zat-zat bermanfaat lainya.
M-Bio diaplikasikan sebagai inokulan atau stater untuk meningkatkan keragaman
dan populasi mikroorganisme dalam transformasi daur ulang berbagai hara serta
produksi senyawa metabolit sekunder.
Proses fermentasi dapat berlangsung secara aerob dan anaerob, Fardiaz
(1992) mendefinisikan fermentasi secara anaerob merupakan proses pemecahan
karbohidrat dan asam amino tanpa memerlukan oksigen. Fermentasi secara aerob,
menurut Satiawihardja (1992) merupakan fermentasi dengan suatu proses dimana
komponen-komponen kimiawi dihasilkan sebagai akibat adanya pertumbuhan
maupun metabolisme mikroba. Fermentasi dapat meningkatkan nilai gizi bahan
yang berkualitas rendah dan merupakan suatu cara untuk menghilangkan racun
yang terkandung dalam suatu bahan makanan.
Berdasarkan hal tersebut maka muncul permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah pemberian ekstrak Salvinia molesta dengan konsentrasi berbeda
dapat meningkatkan kepadatan dan produksi gel mikroalga Spirulina
platensis pada kultur skala semi massal.
2. Berapakah konsentrasi ekstrak Salvinia molesta yang dapat meningkatkan
kepadatan dan produksi gel mikroalga Spirulina platensis yang paling baik
pada kultur skala semi massal.
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk :
1.
Mengetahui
Pengaruh
pemberian
ekstrak
Salvinia
molesta
dengan
molesta pada konsentrasi 0ppm, 200 ppm, 400 ppm, 600 ppm, dan 800 ppm.
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
1. Pemberian ekstrak gulma Salvinia molesta pada konsentrasi yang berbeda
mampu meningkatkan kepadatan dan produksi gel mikroalga Spirullina
platensis pada kultur skala semi massal.
2. Konsentrasi 800 ppm ekstrak gulma Salvinia molesta merupakan konsentarasi
paling baik terhadap kepadatan dan produksi gel mikroalga Spirulina
platensis pada kultur skala semi massal.