Anda di halaman 1dari 6

Laporan PKRS

PROMOSI KESEHATAN RS ISLAM BANJARMASIN


KAWASAN BEBAS ASAP ROKOK

RUMAH SAKIT ISLAM BANJARMASIN


BANJARMASIN
2014

PROMOSI KESEHATAN
KAWASAN BEBAS ASAP ROKOK
Latar Belakang
Promosi kesehatan adalah suatu proses membantu individu dan masyarakat dalam
meningkatkan kemampuan dan keterampilannya mengontrol berbagai faktor yang
berpengaruh pada kesehatan, sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatannya (WHO).
Menurut Green dan Kreuter (1991), promosi kesehatan adalah kombinasi dari pendidikan
kesehatan dan faktor-faktor organisasi, ekonomi, dan lingkungan yang seluruhnya
mendukung terciptanya perilaku yang kondusif terhadap kesehatan. Adapun yang dimaksud
dengan perilaku kesehatan menurut Kasl dan Cob (1966) meliputi : perilaku pencegahan,
perilaku sakit dan perilaku peran sakit.
Misi dari promosi kesehatan adalah advokasi, mediasi dan pemberdayaan. Advokasi
adalah upaya meyakinkan para pengambil kebijakan agar memberikan dukungan berbentuk
kebijakan terhadap suatu program. Mediasi adalah upaya mengembangkan jejaring atau
kemitraan, lintas program, lintas sektor dan lintas institusi guna menggalang dukungan bagi
implementasi program. Adapun pemberdayaan berarti upaya meningkatkan kemampuan
kelompok sasaran sehingga kelompok sasaran mampu menganbil tindakan tepat atas berbagai
permasalahan yang dialami.
Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 H menyebutkan bahwa
setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik, sejahtera, dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan (UUD45 Amandemen I, II, III, IV, 2002 : 20).
Upaya untuk mewujudkan kesehatan tersebut dilakukan oleh individu, kelompok,
masyarakat, baik secara melembaga oleh pemerintah ataupun swadaya masyarakat (LSM).
Masyarakat sehat mandiri untuk hidup sehat adalah suatu kondisi dimana masyarakat
Indonesia menyadari, mau dan mampu untuk mengenali, mencegah dan mengatasi
permasalahan kesehatan yang dihadapi, sehingga dapat bebas dari gangguan kesehatan, baik
yang disebabkan karena penyakit termasuk gangguan kesehatan akibat bencana, maupun
lingkungan dan perilaku yang tidak mendukung untuk hidup sehat (DepKes RI, Pengelolaan
Promosi Kesehatan, 2008).
2

Saat ini perilaku masyarakat merupakan faktor utama yang menyebabkan masalah
kesehatan. Oleh karena itu upaya untk pemberdayaan masyarakat agar mampu berperilaku
hidup bersih dan sehat menjadi prioritas utama dalam program kesehatan. Perilaku hidup
bersih dan sehat (PHBS) merupakan sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar
kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga mampu
menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan
kesehatan masyarakat (DepKes RI, Pengelolaan Promosi kesehatan, 2008). Salah satu
indikator yang dipakai sebagai ukuran untuk menilai PHBS adalah perilaku tidak merokok.
Menurut Informasi Penanggulangan Masalah Merokok Melalui Radio yang
dikeluarkan oleh Kemenkes RI tahun 2011 menyebutkan bahaya akibat merokok antara lain :
14 kali resiko terkena kanker, 2 kali resiko terkena serangan jantung, strok, meningkatkan
impotensi, memperburuk fungsi ginjal dan kematian.
Dalam 10 detik, di dunia ini terjadi satu kasus kematian akibat rokok. Secara
keseluruhan terdapat 4,9 juta kematian setiap tahunnya. WHO memprediksi bahwa pada
tahun 2020 penyakit yang berkaitan dengan tembakau akan menjadi masalah kesehatan
utama di dunia yang menyebabkan 8,4 juta kematian setiap tahun di mana separuhnya terjadi
di Asia. Kematian di Asia akibat masalah tembakau akan meningkat hampir 4 kali lipat dari
1,1 juta (tahun 1990) menjadi 4,2 juta (tahun 2020). Di Indonesia total perokok aktif
mencapai 70% dari total penduduk atau 141,44 juta orang perokok. Dan diperkirakan lebih
dari 97% penduduk Indonesia terpapar asap rokok. Data dari Badan Pengawas Obat dan
Makanan (POM) menginformasikan sebanyak 6,5 juta orang Indonesia dewasa menderita
berbagai penyakit karena merokok. Dan data menunjukkan bahwa 60% perokok berasal dari
masyarakat ekonomi lemah (Depkes RI, Panduan Promosi Perilaku Tidak Merokok, 2009).
Hasil Riset kesehatan Dasar (Riskesdas 2010) menyebutkan bahwa penduduk
berumur di atas 10 tahun yang merokok sebesar 29,2% (tahun 2007) dan meningkat menjadi
34,7% pada tahun 2010 untuk kelompok umur di atas 15 tahun, dengan prevalensi yang lebih
tinggi pada penduduk yang tinggal di pedesaan, tingkat pendidikan rendah (tamat dan tidak
tamat SD), pekerjaan informal sebagai petani/nelayan/buruh dan status ekonomi rendah.
Provinsi Lampung menduduki urutan kesepuluh prevalensi perokok tertinggi yaitu 38% di
atas rata-rata nasional (34,7%). (Kemenkes RI, Informasi Tentang Penanggulangan Masalah
Merokok Melalui Radio, 2011).

Menurut hasil penelitian Maryanto (2010) bahwa ada hubungan antara


pengetahuan dengan perilaku merokok pada peserta Jamkesmas dan didukung juga hasil
penelitian Durochim (2010) yang menunjukkan adanya hubungan antara pengetahuan dengan
perilaku merokok pada remaja. Mengingat asap rokok sangat membahayakan kesehatan bagi
perokok maupun orang lain yang ada di sekitarnya, sehingga diperlukan adanya promosi
perilaku tidak merokok di berbagai tatanan dan perlu ditetapkan Kawasan Tanpa Rokok di
berbagai ruang lingkup.
Kawasan Tanpa Rokok (KTR) adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang
untuk kegiatan produksi, penjualan, iklan, promosi dan/atau penggunaan rokok. Ruang
lingkup KTR meliputi : tempat-tempat umum, tempat kerja tertutup, saran kesehatan, tempat
proses belajar mengajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah, angkutan umum.
Rumah sakit termasuk dalam tatanan institusi kesehatan yang menyelenggarakan
promosi perilaku tidak merokok (DepKes RI, Panduan Promosi Perilaku Tidak Merokok,
2009 : 19). Dan rumah sakit adalah sarana kesehatan yang termasuk dalam ruang lingkup
Kawasan Tanpa Rokok (KTR) (Kemenkes RI, Pedoman Teknis Pengembangan Kawasan
Tanpa Rokok, 2010).
Karena tidak ada batas aman untuk setiap paparan asap rokok orang lain, oleh sebab
itu 100% kawasan tanpa rokok merupakan upaya yang efektif untuk melindungi masyarakat.
Landasan hukum Kawasan Tanpa Rokok (KTR) antara lain : Undang-undang Republik
Indonesia No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 29 ayat (1) butir t yang
menyebutkan bahwa setiap rumah sakit berkewajiban memberlakukan seluruh lingkungan
rumah sakit sebagai kawasan tanpa rokok. Mengingat fungsi rumah sakit sebagai sarana
kesehatan yang mengutamakan upaya penyembuhan penyakit dan pemeliharaan kesehatan,
maka sudah seharusnya rumah sakit bebas asap rokok. Udara segar tanpa asap rokok akan
sangat membantu dalam upaya penyembuhan penyakit dan pemeliharaan kesehatan bagi
pasien.

Tujuan Kegiatan
Tujuan kegiatan ini adalah sebagai sarana mengingatkan bagi peserta dalam hal ini
yaitu para petugas medis di RS Islam, keluarga pasien, dan pasien untuk menghindari
merokok dan mengingatkan bahwa udara segar tanpa asap meroko dapat membantu upaya
penyembuhan penyakit dan pemeliharaan kesehatan bagi pasien
Metode
Metode yang digunakan dalam upaya promosi kesehatan kali ini adalah :
1. Penyuluhan tentang bahaya merokok, asap rokok dan perokok pasif melalui slide
power point.
2. Pemutaran video tentang bahaya merokok dan asap rokok.
3. Pemasangan poster bahaya rokok dan kawasan bebas asap rokok pada tempat-tempat
strategis.
4. Pemasangan spanduk kawasan bebas asap rokok.
5. Sesi tanya jawab.

Pelaksanaan
Waktu dan tempat
Senin, 25 November 2014
Pukul: 09.00 10.00
Di Taman RS Islam Banjarmasin

Peserta
Perwakilan petugas medis, satpam, keluarga pasien dan pasien.

Proses Pelaksanaan
Kegiatan dimulai dengan pembukaan yaitu perkenalan, lalu diteruskan dengan
pemberian materi mengenai perilaku hidup sehat, pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat,
dilanjutkan dengan bahaya merokok, bahaya asap rokok, dan bahaya perokok pasif.
Dilanjutkan dengan pemutaran video bahaya merokok dan asap rokok. Dan juga
menunjukkan kawasan bebas asap rokok di lingkungan rumah sakit. Pemasangan poster dan
spanduk kawasan bebas asap rokok. Dilanjutkan sesion tanya jawab.

HASIL
Hasil yang didapat pada kegiatan ini adalah berupa peningkatan pengetahuan peserta
tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, bahaya asap rokok dan mengerti tentang kawasan
bebas asap rokok. Peningkatan pengetahuan ini dilakukan dengan cara mengevaluasi tingkat
pengetahuan peserta dengan cara sesion tanya jawab oleh pembicara dan peserta.
Untuk evaluasi harian kami ikut sertakan satpam RS Islam sebagai pemantau untuk
kawasan bebas asap rokok.

Anda mungkin juga menyukai