Anda di halaman 1dari 29

SMF/Laboratorium Ilmu Penyakit THT-KL

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

BENDA ASING DI SALURAN NAFAS

Oleh :
Fitriana Mustika W. (0808015050)
Wahyuni Balisa (0808015048)

Pembimbing :
dr. Selvianti, Sp. THT-KL

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


SMF/Laboratorium Ilmu Penyakit THT-KL
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
RSUD Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda
2014

Referat

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Aspirasi benda asing masih merupakan penyebab morbiditas dan
mortalitas yang signifikan pada anak.Sampai saat ini diagnosis dan
penatalaksanaan

benda

asing

di

saluran

nafas

masih

merupakan

tantangan bagi dokter ahli Telinga Hidung Tenggorok (THT), namun


dengan perkembangan teknologi bronkoskop dan teknik anestesi telah
mengurangi angka kesakitan dan kematian akibat komplikasi dari
tindakan pengeluaran benda asing di jalan nafas.1,2,3
Aspirasi benda asing paling sering terjadi pada anak umur kurang
dari 3 tahun. Aspirasi bahan makanan merupakan kasus tersering, banyak
penulis telah melaporkan bermacam jenis aspirasi benda asing seperti bijibijian, jarum, peniti, kacang, serpihan tulang, paku, mainan, uang logam,
gigi, tutup pena, namun penulis belum nenemukan laporan teraspirasi
batu kerikil.2,3,5 Aspirasi benda asing memberikan gambaran klinis yang
bervariasi, dari gejala yang minimal sampai keadaan gawat nafas bahkan
kematian.7,16 Gejala klinis yang timbul tergantung pada ukuran, lokasi,
jenis, bentuk, sifat iritasinya terhadap mukosa, lama benda asing di jalan
nafas, derajat sumbatan serta ada tidaknya komplikasi.4,8,19,20
Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan radiologik dan pemeriksaan bronkoskopi. 20 Bronkoskopi
adalah merupakan cara yang aman untuk mengeluarkan benda asing di
trakeobronkial,
torakotomi.

meskipun

dalam

Perkembangan

beberapa

teknologi

kasus

bronkoskop

harus

dilakukan

dan

peralatan

penyertanya, ditemukannya forsep yang disertai teleskop (optical forceps)


telah mempermudah ekstraksi benda asing saluran nafas.1,4
1.2 Tujuan
1. Untuk menambah dan meningkatkan pengetahuan tentang benda
asing pada jalan napas dari mengenali gejala dan tanda yang

timbul,

hingga

menegakkan

diagnosis

dan

memberikan

penatalaksanaan yang tepat.


2.

Sebagai sarana pembelajaran dalam penulisan karya ilmiah

(referat).
3. Memenuhi salah satu tuga kepaniteraan klinik di laboratorium ilmu
kesehatan telinga hidung tenggorok.
BAB 2
ISI

2.1

Epidemiologi
Aspirasi benda asing dapat terjadi pada semua umur, terbanyak

pada anak, khususnya anak usia 1-3 tahun, hal ini terjadi karena : a) anakanak umur tersebut sedang mengekplorasi lingkungan sekitarnya dengan
kecenderungan meletakkan sesuatu di mulut sambil bermain dan berlari
b) pertumbuhan gigi molar yang belum lengkap sehingga proses
mengunyah belum sempurna, c) belum dapat membedakan yang dapat
dimakan dengan yang tidak dan d) koordinasi menelan dan penutupan
glotis yang belum sempurna .2,6,7,9
Aspirasi benda asing pada dewasa biasanya berhubungan dengan
retardasi mental, penggunaan alkohol dan sedatif, tindakan medik di
daerah mulut dan faring, gangguan kesadaran, trauma maksilofasial,
gangguan neurologis dan dimensia senilis.7,10
Kejadian aspirasi benda asing dari berbagai laporan lebih sering
terjadi pada laki-laki dengan perbandingan antara laki-laki dan perempuan
2 : 1. Jenis benda asing yang teraspirasi bervariasi, dengan frekwensi
tertinggi dari berbagai laporan berupa bahan makanan seperti kacang,
biji-bijian, bagian dari sayuran dan benda anorganik lain seperti jarum,
peniti, tutup pena, mainan anak-anak dll. Perbedaan geografis, variasi
makanan dan lingkungan mempengaruhi hal ini.2,7,10
Kekerapan aspirasi benda asing bervariasi dari berbagai laporan,
Iskandar pada laporannya dibagian THT FKUI/ RS Cipto Mangunkusomo

selama 4 tahun dari Januari 1990 sampai Desember 1993 mendapatkan


70 kasus aspirasi benda asing di traktus trakeobronkial. Lokasi benda
asing tersering (62,86 %) di bronkus utama kanan.
2.2

12

Definisi
Benda asing di dalam suatu organ ialah benda yang berasal dari luar tubuh atau dari

dalam tubuh, yang dalam keadaan normal tidak ada.Benda asing yang berasal dari luar tubuh,
disebut benda asing eksogen, biasanya masuk melalui hidung atau mulut. Sedangkan yang
berasal dari dalam tubuh, disebut benda asing endogen.20
Benda asing eksogen terdiri dari benda padat, cair, atau gas.Benda asing eksogen
padat terdiri dari zat organik, seperti kacang-kacangan, tulang dan zat anorganik seperti
jarum, peniti, batu dan lain-lain. Benda asing eksogen cair dibagi dalam benda cair yang
bersifat iritatif, seperti zat kimia, dan benda cair non-iritatif yaitu cairan dengan PH 7,4.
Benda asing endogen dapat berupa secret kental, darah atau bekuan darah, nanah, krusta,
membran difteri, bronkolit, cairan amnion, mekonium yang dapat masuk ke dalam saluran
napas bayi pada saat proses persalinan. 18,20

2.3 Anatomi Saluran Napas


Sistem pernapasan terdiri dari jalan napas atas, jalan napas bawah dan
paru-paru. Setiap bagian ini memainkan peranan penting dalam proses
pernapasan,

yaitu

memasukan

udara

yang

mengadung

mengeluarkan udara yang mengadung karbondioksida dan air.

oksigen

dan

Gambar 2.1 Anatomi Saluran Napas


Sistem pernapasan manusia sendiri dimulai dari :

a. Rongga Hidung (Kavum Nasi)


Dengan adanya septum nasi maka kavum nasi dibagi menjadi dua ruangan
yang membentang dari nares sampai koana (apertura posterior).Kavum nasi ini
berhubungan dengan sinus frontal, sinus sfenoid, fossa kranial anterior dan fossa
kranial media. Batas batas kavum nasi :
1. Posterior : berhubungan dengan nasofaring
2. Atap : os nasal, os frontal, lamina kribriformis etmoidale, korpus sfenoidale
dan sebagian os vomer
3. Lantai : merupakan bagian yang lunak, kedudukannya hampir horisontal,
bentuknya konkaf dan bagian dasar ini lebih lebar daripada bagian atap.
Bagian ini dipisahnkan dengan kavum oris oleh palatum durum.
4. Medial : septum nasi yang membagi kavum nasi menjadi dua ruangan
(dekstra dan sinistra), pada bagian bawah apeks nasi, septum nasi dilapisi
oleh kulit, jaringan subkutan dan kartilago alaris mayor. Bagian dari
septum yang terdiri dari kartilago ini disebut sebagai septum pars
membranosa = kolumna = kolumela.
5. Lateral : dibentuk oleh bagian dari os medial, os maksila, os lakrima, os
etmoid, konka nasalis inferior, palatum dan os sfenoid.
Konka nasalis suprema, superior dan media merupakan tonjolan dari
tulang etmoid.Sedangkan konka nasalis inferior merupakan tulang yang
terpisah.Ruangan di atas dan belakang konka nasalis superior adalah
resesus sfeno-etmoid yang berhubungan dengan sinis sfenoid.Kadang

kadang konka nasalis suprema dan meatus nasi suprema terletak di


bagian ini.
Fisiologi hidung sendiri, terdiri dari :
1. Sebagai jalan napas
Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas
setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring,
sehingga aliran udara ini berbentuk lengkungan atau arkus. Pada ekspirasi,
udara masuk melalui koana dan kemudian mengikuti jalan yang sama seperti
udara inspirasi. Akan tetapi di bagian depan aliran udara memecah, sebagian
lain kembali ke belakang membentuk pusaran dan bergabung dengan aliran dari
nasofaring.
2. Pengatur kondisi udara (air conditioning)
Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk mempersiapkan
udara yang akan masuk ke dalam alveolus. Fungsi ini dilakukan dengan cara :
a. Mengatur kelembaban udara.Fungsi ini dilakukan oleh palut lendir. Pada
musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan dari lapisan ini
sedikit, sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya.
b. Mengatur suhu.Fungsi ini dimungkinkan karena banyaknya pembuluh
darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang
luas, sehingga radiasi dapat berlangsung secara optimal.Dengan demikian
suhu udara setelah melalui hidung kurang lebih 37 o C.
3. Sebagai penyaring dan pelindung
Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan bakteri
dan dilakukan oleh :
a. Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi
b. Silia
c. Palut lendir (mucous blanket). Debu dan bakteri akan melekat pada palut
lendir dan partikel partikel yang besar akan dikeluarkan dengan refleks
bersin. Palut lendir ini akan dialirkan ke nasofaring oleh gerakan silia.
d. Enzim yang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri, disebut
lysozime.
4. Indra penghirup
Hidung juga bekerja sebagai indra penghirup dengan adanya mukosa
olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas
septum. Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut
lendir atau bila menarik nafas dengan kuat.
5. Resonansi suara
Penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi. Sumbatan
hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga terdengar
suara sengau.
6. Proses bicara

Membantu proses pembentukan kata dengan konsonan nasal (m,n,ng)


dimana rongga mulut tertutup dan rongga hidung terbuka, palatum molle turun
untuk aliran udara.
7. Refleks nasal
Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan
saluran cerna, kardiovaskuler dan pernafasan.Contoh : iritasi mukosa hidung
menyebabkan refleks bersin dan nafas terhenti. Rangsang bau tertentu
menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.

b. Faring
Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan percabangan 2 saluran,
yaitu saluran pernapasan (nasofarings) pada bagian depan dan saluran pencernaan
(orofarings) pada bagian belakang. Pada bagian belakang faring (posterior) terdapat laring
(tekak) tempat terletaknya pita suara (pita vocalis). Masuknya udara melalui faring akan
menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar sebagai suara. 8
Fungsi utama faring adalah menyediakan saluran bagi udara yang keluar masuk dan
juga sebagi jalan makanan dan minuman yang ditelan, faring juga menyediakan ruang
dengung(resonansi) untuk suara percakapan.8
Makan sambil berbicara dapat mengakibatkan makanan masuk ke saluran pernapasan
karena saluran pernapasan pada saat tersebut sedang terbuka. Walaupun demikian, saraf kita
akan mengatur agar peristiwa menelan, bernapas, dan berbicara tidak terjadi bersamaan
sehingga mengakibatkan gangguan kesehatan.
Adapun fisiologi menelan pada manusia terdiri dari 4 fase, yaitu :
1. Fase persiapan oral. Pada tahap ini, manusia mengunyah makanan untuk
membentuk bolus.
2. Fase oral. Fase ini berlangsung selama 1-1,5detik, dimulai ketika lidah yang
mendorong bolus ke atas dan ke belakang terhadap permukaan bawah palatum durum
oleh kontraksi otot stilofaringeus.
3. Fase faringeal. Fase ini dimulai ketika bolus dipindahkan melalui faring dan berakhir
dengan terbukanya sfingter esofagus. Waktu transit normal faring <2detik. Bolus yang
berada di posterior faring akan menstimulasi ephitelial swallowing receptor area di
pilar tonsiler. Impuls itu akan menyebabkan terjadi beberapa hal, yaitu :
a. Palatum molle akan tertarik ke ata, untuk mencegah makanan masuk ke hidung.

b. Lipatan palatofaring di setiap sisi faring mendekat sehingga hanya bolus yang
berukuran kecil saja yang dapat lewat.
c. Laring akan tertarik ke atas seperyi epiglottis yang secara pasif menutup jalan
masuk.
d. Plika vokalis tertarik mendekat.
Pusat pernapasan di medulla oblongata dihambat oleh pusat menelan dalam waktu
yang singkat agar proses menelan dapat berlangsung. Hal ini disebut deglutisi
apneu. Dalam fase ini, saraf kranial V,IX,X dan XII berperan untuk proses
menelan yang baik. Muskulus sfingter esofagus superior berelaksasi untuk
memungkinkan makanan lewat, yang setelah itu sejumlah otot konstriktor lurik di
faring berkonstriksi secara berurutan untuk mendorong bolus makanan turun ke
esofagus.
4. Fase esofageal. Terdapat 2 jenis peristaltik pada fase ini, yaitu peristaltik primer dan
sekunder. Peristaltik primer merupakan kelanjutan dari akhir fase faringeal yang
terjadi selama 8-10detik. Jika peristaltik primer gagal makan peristaltik sekunder yang
akan menghasilkan distensi esofagus dan melanjutkan pasase makanan ke lambung.
Peristaltik sekunder diinisiasi oleh sirkuit saraf instrinsik dalam system saraf
mientrik.8
c. Laring
Laring merupakan suatu saluran yang dikelilingi oleh tulang rawan. Laring berada
diantara orofaring dan trakea, didepan lariofaring. Salah satu tulang rawan pada laring disebut
epiglotis. Epiglotis terletak di ujung bagian pangkal laring.Laring diselaputi oleh membrane
mukosa yang terdiri dari epitel berlapis pipih yang cukup tebal sehingga kuat untuk menahan
getaran-getaran suara pada laring. Fungsi utama laring adalah menghasilkan suara dan juga
sebagai tempat keluar masuknya udara.8
Pangkal tenggorok disusun oleh beberapa tulang rawan yang membentuk jakun.
Pangkal tenggorok dapat ditutup oleh katup pangkal tenggorok (epiglotis). Pada waktu
menelan makanan, katup tersebut menutup pangkal tenggorok dan pada waktu bernapas katu
membuka. Pada pangkal tenggorok terdapat selaput suara yang akan bergetar bila ada udara
dari paru-paru, misalnya pada waktu kita bicara.8

Gambar 2.2. Anatomi laring dari arah anterior dan lateral.

14

d. Trakea
Trakea merupakan tabung yang terdiri dari tulang rawan dan otot yang
dilapisi oleh epitel thorak yang berlapis mulai dari bagian terbawah dari
laring setinggi vertebra servikal VI sampai ke karina yaitu percabangan
bronkus utama kanan dan kiri setinggi vertebra torakal V. 12 Trakea
berbentuk silendris dengan bagian posteriornya datar, ukuran tergantung
umur, terdiri dari cincin tulang rawan yang jumlahnya bervariasi antara
16-20, pada dewasa panjang lebih kurang 11cm dan diameter 2-2,5 cm.
Pada anak ukurannya lebih kecil dan lebih mobile.Dinding tenggorokan bagian
dalam rongga bersilia. Silia-silia ini berfungsi menyaring benda-benda asing yang masuk ke
saluran pernapasan.1,8

Gambar 2.3 Anatomi Trakea dan Bronkus


Bronkus utama kanan lebih besar, lebih pendek dan lebih vertikal
dari pada bronkus utama kiri dengan panjangnya 2,5 cm pada orang
dewasa dan mempunyai 6-8 cincin tulang rawan, sedangkan bronkus kiri
lebih kecil namun lebih panjang dari pada kanan, pada orang dewasa
hampir 5 cm mempunyai 9-12 cincin tulang rawan. 12.13 keadaan inilah
yang menyebabkan benda asing lebih banyak masuk ke bronkus kanan. 12
Selanjutnya bronkus bercabang mengikuti anatomi paru, bronkus utama
kanan bercabang menjadi tiga yaitu superior, medius dan inferior dan
bronkus utama kiri bercabang menjadi superior dan inferior. 1,4,16
Dinding Trakea dan bronkus ekstrapulmoner terdiri dari cincin tulang
rawan hialin yang tidak lengkap, jaringan ikat fibrosa, otot, mukosa dan
kelenjar-kelenjar, oleh karena itu pada waktu inspirasi lumen bronkus
berbentuk bulat dan pada waktu ekspirasi berbentuk seperti ginjal. 12,16
Pada cabang bronkus yang lebih kecil, dindingnya menjadi tipis dan pada
bronkus yang diameternya 1 milimeter tidak mempunyai tulang rawan.

13

e. Paru-paru
Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping dibatasi oleh otot
dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat. Paru-paru ada dua
bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster) yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri
(pulmo sinister) yang terdiri atas 2 lobus. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang tipis,
disebut pleura. Selaput bagian dalam yang langsung menyelaputi paru-paru disebut pleura

dalam (pleura visceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga dada yang bersebelahan
dengan tulang rusuk disebut pleura luar (pleura parietalis). Paru-paru tersusun oleh
bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan pembuluh darah. Bronkiolus tidak mempunyai
tulang rawan,tetapi ronga bronkus masih bersilia dan dibagian ujungnya mempunyai
epitelium berbentuk kubus bersilia. Setiap bronkiolus terminalis bercabang-cabang lagi
menjadi bronkiolus respirasi, kemudian menjadi duktus alveolaris.Pada dinding duktus
alveolaris mangandung gelembung-gelembung yang disebut alveolus.8

2.4

Faktor predisposisi
Faktor yang mempermudah terjadinya aspirasi benda asing ke dalam saluran napas

antara lain :
1. Faktor personal (umur, jenis kelamin, pekerjaan, kondisi sosial, tempat tinggal).
2. Kegagalan mekanisme proteksi yang normal (kelainan tidur, kesadaran menurun,
alkoholisme, epilepsi).
3. Faktor fisik (yaitu kelainan dan penyakit neurologik).
4. Proses menelan yang belum sempurna pada anak.
5. Faktor dental, medikal dan surgikal (antara lain tindakan bedah, ekstraksi gigi, belum
tumbuhnya gigi molar pada anak yang berumur <4 tahun).
6. Faktor kejiwaan (antara lain emosi, gangguan psikis).
7. Ukuran dan bentuk serta sifat benda asing.
8. Faktor kecerobohan (antara lain meletakkan benda asing di mulut, persiapan makanan
yang kurang baik, makan atau minum yang tergesa-gesa, makan sambil bermain (pada
anak-anak), memberikan kacang atau permen pada anak yang gigi molarnya belum
lengkap.20

2.5

Patofisiologi
Setelah terjadi aspirasi benda asing, benda asing dapat tersangkut

pada tiga tempat, laring, trakea dan bronkus, 80-90 % akan tersangkut di
bronkus. Pada dewasa benda asing cenderung tersangkut pada bronkus
utama kanan karena lebih segaris lurus dengan trakea dan posisi karina
yang lebih ke kiri serta ukuran bronkus kanan yang lebih besar. Sampai
umur 15 tahun sudut yang dibentuk bronkus dengan trakea antara kiri
dan

kanan

hampir

sama,

sehingga

pada

anak,

frekwensi

lokasi

tersangkutnya benda asing hampir sama kejadian antara bronkus utama


kiri dan kanan. Lokasi tersangkutnya benda asing juga di pengaruhi posisi
saat terjadi aspirasi.9,10,11,12
Benda asing yang teraspirasi tanpa menimbulkan obstruksi akut,
akan menimbulkan reaksi tergantung jenisnya, organik atau anorganik. 14
Benda asing organik menyebabkan reaksi inflamasi mukosa yang lebih
berat, dan jaringan granulasi dapat timbul dalam beberapa jam.
Disamping itu beberapa benda organik seperti kacang-kacangan dan bijibijian

bersifat

menyerap

air

sehingga

mengembang,

yang

akan

menambah sumbatan, obstruksi parsial dapat berubah menjadi total. 14


Benda organik yang lebih kecil akan bermigrasi ke arah distal dan
menyebabkan inflamasi kronik, sering memerlukan reseksi paru untuk
menanganinya. Aspirasi benda asing anorganik, jika tidak menyebabkan
obstruksi, akan bersifat asimptomatis.14,20
Benda asing di bronkus dapat menyebabkan terjadinya tiga tipe
obstruksi yaitu a) obstruksi katup bebas (by pass valve obstruction),
benda asing menyebabkan sumbatan , namun udara pernafasan masih
dapat keluar dan masuk, sehingga tidak menimbulkan atelektasis atau
emfisema paru. b) katup penghambat ekspiratori atau katup satu arah
(check valve obstruction), dan c) obstruksi katup tertutup (stop valve
obstruction).15
Benda asing yang berada di bronkus dalam waktu yang lama dapat
menyebabkan perubahan patologik jaringan, sehingga menimbulkan
komplikasi antara lain bronkiektasis, pnemonitis yang berulang, abses
paru dan emfisema13,15
2.6

Gejala Klinis
Aspirasi benda asing dapat memberikan gambaran klinis yang

bervariasi, dari gejala yang minimal, sehingga tidak jarang pasien dibawa
berobat bukan pada hari pertama kejadian, seperti dilaporkan Cohen et al
yang dikutip Friedman EM, dari 143 kasus aspirasi benda asing pada anak
hanya 41% yang datang berobat pada hari pertama kejadian,sampai
keadaan gawat nafas bahkan menyebabkan kematian.7,16

Gejala klinis yang timbul akibat aspirasi benda asing di jalan nafas
tergantung pada ukuran, lokasi, jenis, bentuk, sifat iritasinya terhadap
mukosa, lama benda asing di jalan nafas, derajat sumbatan serta ada
tidaknya komplikasi.4,8,19,20
Gejala aspirasi benda asing dapat dibagi dalam 3 fase, yaitu :
a. Fase awal yaitu saat benda asing teraspirasi, batuk-batuk hebat
secara tiba-tiba, rasa tercekik, rasa tersumbat di tenggorok,
wheezing dan obstruksi nafas, dapat juga disertai adanya sianosis
terutama perioral, kematian pada fase ini sangat tinggi
b. Fase asimptomatik yaitu interval bebas gejala terjadi karena benda
asing tersangkut pada satu tempat, dapat terjadi dari beberapa
menit sampai berbulan-bulan setelah fase pertama. Lama fase ini
tergantung

lokasi

benda

asing,

derajat

obstruksi

yang

ditimbulkannya dan jenis benda asing yang teraspirasi serta


kecenderungan benda asing untuk berubah posisi dan
c.

Fase komplikasi yaitu telah terjadi komplikasi akibat benda asing,


dapat berupa pneumonia, atelektasis paru, abses dan hemoptisis.
2,17,18, 21

Benda asing di hidung pada anak sering luput dari perhatian orang tua karena tidak
ada gejala dan bertahan untuk waktu yang lama.Dapat timbul rinolith di sekitar benda asing.
Gejala yang paling sering berupa :
1. Hidung tersumbat
2. Rinore unilateral dengan cairan kental dan berbau.
3. Kadang-kadang terdapat rasa nyeri, demam, epistaksis dan bersin.
Pada pemeriksaan dapat ditemukan, sebagai berikut :
1. Edema dengan inflamasi mukosa hidung unilateral dan dapat terjadi ulserasi.
2. Benda asing biasanya tertutup oleh mukopus, sehingga disangka sinusitis. Dalam hal
demikian bila akan menghisap mukopus haruslah berhati-hati supaya benda asing itu
tidak terdorong ke arah nasofaring yang kemudian dapat masuk ke laring, trakea dan
bronkus. Benda asing, seperti busa, sangat cepat menimbulkan sekret yang berbau
busuk.20

Benda asing di orofaring dan hipofaring dapat tersangkut antara lain di tonsil, dasar
lidah, valekula, sinus piriformis yang menimbulkan rasa nyeri pada waktu menelan
(odinofagia), baik makanan maupun ludah, terutama bila benda asing tajam seperti tulang
ikan, tulang ayam. Untuk memeriksa dan mencari benda itu di dasar lidah, valekula dan sinus
piriformis diperlukan kaca tenggorok yang besar (no 8-10).Benda asing di sinus piriformis
menunjukkan tanda Jackson yaitu terdapat akumulasi ludah di sinus piriformis tempat benda
asing tersangkut. Bila benda asing menyumbat introitus esofagus, makan tampak ludah
tergenang di kedua sinus piriformis.20
Benda asing di laring dapat menutup laring, tersangkut di antara pita suara atau
berada di subglotis.Gejala sumbatan laring tergantung pada besar, bentuk dan letak (posisi)
benda asing. Sumbatan total di laring akan menimbulkan keadaan yang gawat biasanya
kematian mendadak karena terjadi asfiksia dalam waktu singkat. Hal ini disebabkan oleh
timbulnya spasme laring dengan gejala antara lain disfonia sampai afonia, apneu dan sianosis.
Sumbatan tidak total di laring dapat menyebabkan gejala suara parau, disfonia sampai afonia,
batuk yang disertai sesak, odinofagia, mengi, sianosis, hemoptisis dan rasa subyektif dari
benda asing dan dispneu dengan derajat bervariasi. Gejala dan tanda ini jelas bila benda asing
masih tersangkut di laring, dapat juga benda asing sudah turun ke trakea, tetapi masih
meninggalkan rekasi laring oleh karena edema laring.20
Benda asing di trakea, di samping gejala batuk dengan tiba-tiba yang berulangulang dengan rasa tercekik, rasa tersumbat di tenggorok, terdapat gejala patognomonik yaitu
audible slap, palpatory thud dan asthmatoid wheeze. Benda asing trakea yang masih dapat
bergerak, pada saat benda itu sampai di karina, dengan timbulnya batuk, benda asing itu akan
terlempar ke laring. Sentuhan benda asing itu pada pita suara dapat terasa merupakan getaran
di daerah tiroid, yang disebut oleh, Jackson sebagai palatory thud, atau dapat didengar
dengan stetoskop di daerah tiroid, yang disebut audible slap.Selain itu terdapat juga gejala
suara serak, dispneu dan sianosis, tergantung pada besar benda asing serta lokasinya. Gejala
palaptory thud serta audible slap lebih jelas teraba atau terdengar bila pasien tidur terlentang
dengan mulut terbuka saat batuk, sedangkan gejala mengi (asthmatoid wheeze) dapat
didengar pada saat pasien membuka mulut dan tidak ada hubungannya dengan penyakit asma
bronchial.20 Benda asing yang tersangkut di karina, yaitu percabangan antara bronkus kanan
dan kiri, dapat menyebabkan atelektasis pada satu paru dan emfisema paru sisi lain
tergantung pada derajat sumbatan yang diakibatkan oleh benda asing tersebut.

Benda asing di bronkus, lebih banyak masuk ke dalam bronkus kanan, karena
bronkus kanan hamper merupakan garis lurus dengan trakea, sedangkan bronkus kiri
membuat sudut dengan trakea. Pasien dengan benda asing di bronkus yang datang ke rumah
sakit kebanyakan berada pada fase asimtomatik.Pada fase ini keadaan umum pasien masih
baik dan foto rontgen toraks belum memperlihatkan kelainan.Pada fase pulmonum, benda
asing berada di bronkus dan dapat bergerak ke perifer.Pada fase ini udara yang masuk ke
segmen paru terganggu secara progresif, dan pada auskultasi terdengar ekspirasi memanjang
di sertai mengi. Derajat sumbatan bronkus dan gejala yang ditimbulkannya bervariasi,
tergantung pada bentuk, ukuran dan sifat benda asing dan dapat timbul emfisema, atelektasis,
serta abses paru.15.20
Benda asing organik menyebabkan reaksi yang hebat pada saluran napas dengan
gejala laringotrakeobronkitis, toksemia, batuk dan demam ireguler. Tanda fisik benda asing di
bronkus bervariasi, karena perubahan posisi benda asing dari satu sisi ke sisi lain dalam paru.

2.7 Diagnosis
Diagnosis

aspirasi

benda

asing

di

jalan

nafas

ditegakkan

berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologik dan


pemeriksaan endoskopi.20
Anamnesis yang cermat mengenai adanya riwayat tersedak atau
kemungkinan

tersedak

diagnosis.Meskipun

sangat

memang

tidak

penting
selalu

ada

dalam
yang

menegakkan
melihat

saat

kejadian8.Dari anamnesis perlu ditanyakan adanya gejala klasik berupa


rasa tercekik yang tiba-tiba yang diikuti episode batuk-batuk, mengi dan
bahkan stridor, karena lebih dari 90% pasien yang teraspirasi benda asing
terdapat satu atau lebih gejala klasik di atas.9
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda sumbatan
jalan nafas dalam berbagai variasi sesuai dengan ukuran, lokasi, derajat
sumbatan, sianosis, wheezing, berkurang atau hilangnya suara nafas,
meskipun tidak adanya tanda-tanda ini tidak menyingkirkan adanya
aspirasi benda asing.2

Gambar 2.4 Pemeriksaan dengan fleksibel serat optik pada laring


dengan dokumentasi video.

14

Pada setiap pasien yang diduga mengalami aspirasi benda asing


harus buat foto thorak postero anterior (PA) dan lateral untuk mengetahui
lokasi serta ukuran benda asing.18,19Benda asing radioopak dapat dengan
mudah

diidentifikasi,

sedangkan

pada

benda

asing

radiolusen,

kemungkinan yang akan tampak berupa efek samping yang timbul pada
paru seperti atelektasis, hiperinflasi unilateral, gambaran infiltrat, dan
pergeseran mediastinum. Foto thorak yang diambil dalam waktu 24 jam
pertama setelah aspirasi benda asing radiolusen biasanya menunjukkan
gambaran normal.19,22,23

Gambar 2.5. A.Foto thorax posteroanterior yang menunjukkan benda


asing radioopak pada cabang bronkus utama dextra. B. Foto thorax
lateral.
Benda

asing

kecil

yang

23

tidak

menimbulkan

emfisema

dan

atelektasis, dibuat foto thorak anteroposterior inspirasi dan ekspirasi, dari


foto ini akan tampak mediastinum bergeser ke arah yang normal saat
ekspirasi

dan

paru

yang

terperangkap di sana.22,23

terlibat

akan

hiperaerasi

karena

udara

Gambar 2.6 Gambaran hiperinflasi sekunder lapang paru kiri pada


obstruksi oleh kacang di cabang bronkus utama kiri.
2.8

23

Penatalaksanaan
Benda asing disaluran nafas harus dikeluarkan segera dalam kondisi

optimal dengan trauma yang minimal untuk mencegah komplikasi. 19,20,23


Ada beberapa faktor yang menentukan keberhasilan penatalaksanaan
benda asing di saluran nafas antara lain : a) tim yang berpengalaman
dalam ekstraksi benda asing di saluran nafas, b) tim anestesi yang
berpengalaman, c) Perawat dan teknisi yang familiar dengan alat yang
tersedia dan d) ketersediaan peralatan sesuai dengan yang dibutuhkan.18
Bronkoskopi merupakan pilihan untuk ekstraksi benda asing di
saluran nafas, disamping juga digunakan untuk diagnosis pada kasus
kecurigaan benda asing .7,9,23 Jenis bronkoskop yang digunakan sampai
saat in masih merupakan perdebatan apakah rigid atau fiberoptic,
pengambilan keputusan tergantung pilihan operator, lokasi benda asing
dan ukuran pasien (umur), meskipun untuk anak dan sebagian besar
dewasa penggunaan bronkoskop rigid merupakan pilihan untuk ekstraksi
benda asing karena ventilasi lebih terjamin melalui tube bronkoskop
selama tindakan disamping juga operator dapat memasukkan peralatan
seperti forsep dan optical telescope.2,7,9

Benda asing di laring.Pasien dengan benda asing di laring harus diberi pertolongan
dengan segera, karena asfiksia dapat terjadi dalam waktu hanya beberapa menit. Pada anak
dengan sumbatan total pada laring, dapat dicoba menolongnya dengan memegang anak
dengan posisi terbalik, kepala ke bawah, kemudian daerah tengkuk/punggung dipukul,
sehingga diharapkan benda asing dapat dibatukkan ke luar.Cara lain untuk mengeluarkan
benda asing yang menyumbat di laring secara total ialah dengan cara perasat dari Heimlich
dapat dilakukan pada anak maupun orang dewasa. Menurut teori Heimlich, benda asing
masuk ke dalam laring ialah pada waktu inspirasi. Dengan demikian paru penuh oleh udara,
diibaratkan sebagai botol plastik yang tertutup, dengan menekan botol itu, maka sumbatannya
akan terlempar ke luar.20
Dengan perasat Heimlich, dilakukan penekanan pada paru.Caranya ialah, bila pasien
masih dapat berdiri, maka penolong berdiri di belakang pasien, kepalan tangan kanan
penolong diletakkan di atas prosesus xifoid, sedangkan tangan kirinya diletakkan di atasnya.
Kemudian dilakukan penekanan ke belakang dan ke atas paru beberapa kali, sehingga
diharapkan benda asing akan terlempar ke luar dari mulut pasien. Bila pasien sudah terbaring
karena pingsan, maka penolong bersetumpu pada lututnya di kedua sisi pasien, kepalan
tangan di letakkan di bawah prosesus xifoid, kemudian dilakukan penekanan ke bawah dan
ke arah paru beberapa kali, sehingga diharapkan benda asing akan terlempar ke luar mulut
pasien.pada tindakan ini posisi muka pasien harus lurus, leher jangan ditekuk ke samping,
supaya jalan napas merupakan garis lurus.20

Gambar 2.7 Perasat Heimlich

Komplikasi perasat Heimlich ialah kemungkinan terjadi rupture lambung atau hati
dan fraktur iga. Oleh Karena itu pada anak sebaiknya cara menolongnya tidak dengan
menggunakan kepalan tangan, tetapi cukup dengan dua buah jari kanan dan kiri.
Pada sumbatan benda asing tidak total di laring, perasat Heimlich tidak dapat
digunakkan. Dalam hal ini pasien masih dapat dibawa ke rumah sakit terdekat untuk diberi
pertolongan dengan menggunakan laringoskop atau bronkoskop, atau kalau alat-alat itu tidak
ada, dilakukan trakeostomi. Pada waktu tindakan trakeostomi, pasien tidur dengan posisi
Trendelenburg, kepala lebih rendah dari badannya, supaya benda asing tidak turun ke
trakea.20

Gambar 2.8 Perasat Heimlich

Benda

asing

di

trakea.Benda

asing

di

trakea

dikeluarkan

dengan

bronkoskopi.Tindakan ini merupakan tindakan yang harus segera dilakukan, dengan pasien
tidur terlentang posisi Trendelenburg, supaya benda asing tidak turun ke dalam bronkus.Pda
waktu bronkoskopi, benda asing dipegang dengan cunam yang sesuai dengan benda asing itu,
dan ketika dikeluarkan melalui laring diusahakan sumbu panjang benda asing segaris dengan
sumbu panjang trakea, jadi pada sumbu vertikal, untuk memudahkan pengeluaran benda
asing itu melalui rima glotis.Bila fasilitas untuk melakukan bronkoskopi tidak ada, maka
kasus benda asing di trakea dapat dilakukan trakeostomi, dan bila mungkin benda asing itu
dikeluarkan dengan memakai cunam atau alat penghisap melalui trakeostomi. Bila tidak
berhasil pasien dirujuk ke rumah sakit dengan fasilitas endoksopi, ahli dan personal yang
tersedia optimal.20

Benda asing di bronkus.Untuk mengeluarkan benda asing dari bronkus dilakukan


bronkoskopi, menggunakan bronkoskop kaku atau serat optic dengan memakai cunam yang
sesuai dengan benda asing itu.Tindakan bronkoskopi harus segera dilakukan, apalagi bila
benda asing bersifat organic. Benda asing yang tidak dapat dikeluarkan dengan cara
bronkoskopi, seperti benda sing tajam, tidak rata dan tersangkut pada jaringan, dapat
dilakukan servikotomi atau torakotomi.20
Antibiotik dan kortikosteroid tidak rutin diberikan setelah tindakan endoskopi pada
ekstraksi benda asing.Fisioterapi dada dilakukan pada anak kasus pneumonia, bronchitis
purulenta dan atelektasis. Pasien dipulangkan 24 jam setelah tindakan, jika paru bersih dan
tidak demam.
Foto toraks pasca bronkoskopi dibuat hanya bila gejala pulmonum tidak menghilang.
Gejala-gejala persisten seperti batuk, demam, kongesti paru, obstruksi jalan napas atau
odinofagia memerlukan penyelidikan lebih lanjut dan pengobatan yang tepat dan adekuat.20
2.9.1 Persiapan Ekstraksi Benda Asing
Persiapan ekstraksi benda asing harus dilakukan sebaik-baiknya,
dengan peralatan yang lengkap, forsep dengan berbagai ukuran harus
tersedia, ukuran dan bentuk benda asing harus diketahui dengan
membuat duplikat dan mencobanya dengan forsep yang sesuai, sesaat
menjelang dilakukan brokoskopi dibuat foto thorak untuk menilai kembali
letak benda asing. Komunikasi antara operator dengan dokter anestesi
untuk menentukan rencana tindakan juga sangat penting.Pemberian
steroid dan antibiotika pre operatif dapat mengurangi kompikasi seperti
edema jalan nafas dan infeksi.2,7,20,21

Gambar 2.9 (A) Bronkoskopi Rigid (B) Flexible Fiberoptic Bronchoscopy


2.9.2 Bronkoskopi
Bronkoskopi dengan menggunakan bronkoskop rigid dilakukan
dalam anestesi umum. Ada beberapa variasi teknik intubasi bronkoskop
tergantung pada keterampilan ahli bronkoskopi, anatomi dan keadaan
klinis pasien

18

,yaitu :

a). Teknik intubasi tanpa laringoskop (teknik klasik).


b).Teknik intubasi bronkoskop dengan laringoskop.
c). Teknik intubasi bronkoskop dengan pipa endotrakeal, dan
d). Teknik bronkoskopi kombinasi.

Gambar 2.10

Penggunaan Bronkoskopi

Cara yang dipilih harus didiskusikan dengan ahli anastesi, termasuk


resiko anastesi.Pada kasus ini menggunakan teknik ke-2.

Teknik

ini

menggunakan

laringoskop

lurus

untuk

melihat

epiglotis.Setelah tampak epiglotis, dasar lidah diangkat dengan spatula


laringoskop, sehingga epiglotis sedikit terangkat.Bronkoskop dipegang
dengan tangan kanan dan ujung bronkoskop dimasukkan sedikit di bawah
epiglotis. Pada saat ini pandangan dipindahkan pada

bronkoskop,

bronkoskop dimasukkan ke laring bersamaan dengan mengeluarkan


laringoskop.18
Ujung bronkoskop harus berjalan diantara kedua pita suara dengan
memutar bronkoskop 900 searah jarum jam. Setelah memasuki trakea
bronkoskop diputar kembali 900 , sehingga ujung bronkoskop kembali
mengarah ke anterior. Kemudian sungkupanastesi dipasang pada lubang
ventilasi di samping bronkoskop untuk oksigenisasi dan sekret dihisap.
Trakea dilihat dengan optik Hopkins, jika memilliki kamera dapat
dipasang, sehingga gambaran endoskopi dapat dilihat dengan monitor.
Bronskoskop diteruskan ke distal dengan gerakan membelok ( twisting
motion ) dan bronkoskop dipegang dengan jari tangan seperti memegang
tongkat bilyard. Untuk memasuki bronkus kanan kepala pasien diputar
sedikit ke kiri, bronkoskop diteruskan dengan gerakan membelok (
twisting motion ) melalui karina. Untuk memasuki bronkus kiri kepala
pasien diputar ke arah bahu kanan. Mengeluarkan bronkoskop selalu
dilakukan dengan melihat lumen dengan hati-hati dan gerakan membelok
(twisting motion), bronkoskop berhenti beberapa millimeter diatas karina
menunggu pernafasan spontan, kemudian ekstubasi dengan sekali
gerakan (one single movement).18
Sekret

tenggorok

dihisap

secara

hati-hati

dengan

bantuan

laringoskop, mandibula diangkat untuk membantu pernafasan spontan,


sekret di hidung dihisap dan menunggu pasien batuk. Jika menggunakan
teleskop, ujung distal teleskop harus berada di dalam lumen bronkoskop,
lebih kurang 1,5 cm dari ujung distal bronkoskop. Bila sekret menghambat
pandangan harus dihisap, ujung distal teleskop diberi zat anti embun (anti
fog).Bila

bronkoskop

tidak

dapat

masuk

dengan

mulus,

jangan

menggunakan tenaga, lebih baik menggganti bronkoskop dengan ukuran

yang lebih kecil. Penyangga gigi (bite block) dapat diletakkan antara gigi
dan bronkoskop, sehingga tangan operator dapat lebih bebas.18
Pada beberapa kasus namun sangat jarang, benda asing tidak dapat
dikeluarkan dengan bronkoskopi, dalam hal ini dilakukan torakotomi. Pada
kasus lain mengharuskan bronkotomi dan reseksi parenkim paru yang
terdapat benda asing.10

Gambar 2.11 Bronkoskopi


Faktor penyulit pada petalaksanaan benda asing di bronkus antara
lain Faktor penderita, lamanya benda asing teraspirasi, lokasi benda
asing, kelengkapan alat, kemapuan tenaga medis dan paramedis dan
anestesi.18

Gambar 2.12. Skema yang menunjukkan, trakeobronchial tree,


segmen bronkopulmoner, dan endoscopic landmark14
2.10 Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada aspirasi benda asing di
trakeobronkial berhubungan dengan benda asing sendiri dan tindakan
bronkoskopi.Komplikasi akibat benda asing yang paling sering berupa
infeksi paru dan kelainan lain seperti edema, tracheitis, bronkitis atau
timbulnya

jaringan

granulasi,

dan

atelektasis.Komplikasi

yang

berhubungan dengan tindakan bronkoskopi (intra operatif) paling sering

aritmia jantung, bronkospasme, edema laring, trauma pada gigi, bibir,


gusi dan laring.6

BAB 3
KESIMPULAN
Benda asing di dalam suatu organ ialah benda yang berasal dari luar tubuh atau dari
dalam tubuh, yang dalam keadaan normal tidak ada. Gejala Sumbatan benda asing di dalam
saluran napas tergantung pada lokasi benda asing, derajat sumbatan, sifat, bentuk dan ukuran
dari benda asing. Diagnosis benda asing saluran napas dapat ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (radiologik). Penatalaksanaan
aspirasi benda asing harus dilakukan segera dan tepat dengan mengetahui jenis sumbatan dan
gejala setiap lokasi benda asing tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
1. Deskin, Ronald, Young, Gregory, Hoffman, Robert. Management of
Pediatric Aspirated Foreign Bodies. The Laryngoscope 1997; 107(4) :
540-543
2. Murray AD.

Foreign

Bodies

of

the

Airway.

Diakses

dari

www.emedicine.com/article/ 872498, last updated: Februari 16,


2014
3. Saleem MM. The Clinical Spectrum of Foreign Body aspiration in
Children. International Pediatrics. 2004;19(1):42-7
4. Kaur K, Sonkhya N, Bapna AS. Foreign bodies

in

the

tracheobronchial Tree : a prospective study of fifty cases. Indian J of


Otolaryngotogy and Head and Neck Surgery 2002;54(I):30-4
5. Kula , et al. Foreign Body Aspiration in Infants and Children. Turkish
Respir Jour. 2003;4(2):76-8
6. Gibson SE. Aerodigestive Tract Foreign Body. In : Catton RT et al.
Practical

Pediatric

Otolaryngology.

Raven,1999:561-73
7. Munter
DW.
Foreign

Bodies,

Philadelphia:

Trachea.

Diakses

lippincottdari

www.emedicine.com/ article/764615, last updated Februari 14 2014


8. Scanlon VC, Sanders T, Davis FA. Essential of Anatomy and
Physiology. 5thed. 2007
9. Rovin JD, Rodgers BM. Pediatric Foreign Body Aspiration. Pediatrics
in Review. 2000;21:86-90
10.
Warshawsky ME. Foreign Body Aspiration. Diakses dari :
www.emedicine.com /article/298940, last updated August 20, 2004
11.
Tamin S. Benda Asing Saluran Nafas dan Cerna. Satelit
Simposium Penanganan Mutakhir kasus THT. Jakarta 2003
12.
Iskandar N. Ingested and inhaled foreign bodies in Dr. Cipto
Mangunkusumo Hospital, Jakarta, Indonesia. Med J ORLI, 1994; 25:
311-8.

13.

Lewis WH. The Trachea and Bronchi. Gray Anatomy of the

human body, 20th ed. Philadelphia: Lea & Febiger, 1918. Diakses
dari : http://www.bartleby.com/107/237.html
14.
Ballenger JJ. Laringology and Bronchology. In : Disease of the
Nose, Throat, Ear Head and Neck.16th ed. Philadelphia: Lea &
Febiger,2003 : 1331-53
15.
Merchant SN, Kirtane MV, Shah KL, Karnik PP. Foreign bodies in
the bronchi (a 10 year review of 132 cases). J of Postgraduate Med,
1984;30 (4):219-23
16.
Jackson C, Jackson CL. Bronchoesophagology. Philadelphia; WB
Saunders, 1964 : 13-106
17.
Friedman EM. Caustic Ingestion and Foreign Bodies in the
Aerodigestive Tract. In :Bailey BJ, eds. Head and Neck SurgeryOtolaryngology, 3 rd ed vol 1 . Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins, 2001:925-32
18.
Adam GL, Boies LR, Jr.Higler PA. Boeis Buku Ajar THT. Edisi 6.
Effendi H, Santoso RAK. Jakarta: EGC,1997
19.
Huchton DM, Marsh B. Foreign

Bodies

in

the

Upper

Aerodigestive Tract. In : Eisele DW, McQuone SJ. Emergencies of the


Head and Neck. Missouri: Mosby, 2000:156-67
20.
Junizaf MH. Benda Asing di Saluran Napas. Dalam : Buku Ajar
Ilmu Kesehatan THT-Kepala Leher, edisi kelima. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI,2003: 246-55
21.
Fong EW. Foreign

Body

Aspiration.

diakses

dari

http://www.hawaii.edu/medicine/pediatrics/pedtext/s08c06.html, last
updated March 2002
22.
Miller RH, Wang RC, Nemechek AJ. Airway Evaluation and
Imaging. In : Bailey BJ, Calhoun KH, eds. Head and Neck SurgeryOtolaryngology, 3rded vol 1. Philadelphia : Lippincott Williams &
Wilkins, 2001: 497-507
23. Rosbe, Cristina W. Foreign Body Trachea and Esophagus. 2008. In:

Current Diagnosis and Treatment in Otorinholaringology Head &


Neck Surgery, Second edition. New York: Mc- GrawHill.

Anda mungkin juga menyukai