Anda di halaman 1dari 2

PELARANGAN FORTIFIKASI VITAMIN K PADA PRODUK SUSU

Susu merupakan makanan yang sarat kandungan gizi. Selain itu, susu
mengandung protein, karbohidrat, lemak, mineral, enzim-enzim, serta vitamin A, C,
dan D dalam jumlah memadai. Oleh karena itu, wajar bila susu disebut-sebut sebagai
makanan yang hampir sempurna. Manfaat susu merupakan hasil dari interaksi
molekul-molekul yang terkandung di dalamnya.
Semakin banyaknya masyarakat yang sadar akan pentingnya kebiasaan
minum susu bagi kesehatan membuat industri susu berlomba-lomba memberi klaim
gizi dan kesehatan pada produk mereka. Selain pemberian klaim tersebut, para
produsen susu juga bersaing dalam memfortifikasi produk mereka dengan beberapa
zat gizi tambahan yang bertujuan untuk menjaring lebih banyak konsumen. Beberapa
produk susu difortifikasi dengan omega-3 Long Chain PUFA, zink, L-carnitine,
vitamin K, dan dengan zat gizi lainnya.
Fortifikasi adalah penambahan zat gizi dalam jumlah yang cukup besar pada
suatu produk pangan. Fortifikasi dilakukan untuk mengganti vitamin dan mineral
yang hilang selama proses pengolahan dan meningkatkan kualitas gizi. Beberapa
produk pangan dapat difortifikasi dengan beberapa jenis vitamin dan mineral. Aturan
mengenai fortifikasi pada produk makanan diawasi oleh Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM) RI.
Terhitung sejak tanggal 16 Januari 2008, fortifikasi vitamin K ke dalam
produk susu dilarang oleh BPOM RI. Pelarangan ini diatur dalam Peraturan BPOM
RI Nomor HK.00.06.1.0256. Peraturan tersebut dibuat dengan beberapa
pertimbangan, diantaranya karena penambahan zat-zat gizi atau komplemen lain ke
dalam produk pangan selain harus sesuai standar masing-masing produk, juga harus
memperhatikan faktor keamanan dan manfaat. Produk pangan yang mengandung
vitamin K hanya dapat diperuntukkan untuk kalangan tertentu, seperti diperuntukkan
untuk umur tertentu dan tidak diperuntukkan bila dikonsumsi pada konsumen yang
menderita kelainan kekentalan darah. Tetapi pada saat ini banyak sekali produk susu
yang menambahkan vitamin K secara sengaja tanpa mempertimbangkan faktor
keamanan dan manfaatnya.
Vitamin K terdapat di alam dalam dua bentuk, keduanya terdiri atas cincin 2metilnaftakinon dengan rantai samping pada posisi tiga. Vitamin K1(filokinon)
mempunyai rantai samping fitil dan hanya terdapat di dalam tumbuh-tumbuhan
berwarna hijau. Vitamin K2 (menakinon) merupakan sekumpulan ikatan yang rantai
sampingnya terdiri atas beberapa satuan isopren dan disintesis oleh bakteri dalam
saluran cerna. Vitamin K3 (menadion) adalah bentuk vitamin K sintetik.
Fungsi vitamin K dalam pembekuan darah telah diketahui sejak lama, akan
tetapi setelah penelitian yang dilakukan lebih lanjut peran vitamin K tidak hanya

sebatas itu. Vitamin K juga berfungsi dalam pembentukan tulang. Tanpa vitamin K,
tulang memproduksi protein yang tidak sempurna sehingga tidak dapat mengikat
mineral-mineral yang diperlukan dalam pembentukan tulang.
Kekurangan vitamin K menyebabkan darah tidak dapat menggumpal,
sehingga berakibat pendarahan jika terjadi luka atau operasi. Sedangkan kelebihan
vitamin K hanya dapat terjadi bila vitamin K diberikan secara berlebihan dalam
bentuk vitamin K sintetik menadion. Gejala kelebihan vitamin K adalah hemolisis sel
darah merah, sakit kuning, dan kerusakan pada otak. Kekurangan vitamin K jarang
terjadi karena dapat diperoleh dari makanan. Sumber utama vitamin K adalah hati,
sayuran daun berwarna hijau, kacang buncis, kacang polong, kol, dan brokoli.
Vitamin K juga dapat diperoleh dari susu, daging, telur, serealia, buah-buahan, dan
sayuran.
SOLUSI
Pola konsumsi pangan sehari-hari secara umum masih mencukupi kebutuhan
vitamin K sehingga defisiensi vitamin K belum menjadi masalah kesehatan. Menurut
pedoman Angka Kebutuhan Gizi (AKG) untuk vitamin K, per hari bayi
membutuhkan 5-10 mcg, anak-anak 15-25 mcg, wanita 55 mcg, dan pria 65 mcg.
Vitamin K dapat diperoleh secara luas dari makanan misalnya vitamin K1 dapat
diperoleh dari sayur-sayuran (bayam,selada, dan brokoli), sedangkan vitamin K2
hanya disintesis oleh mikroflora terutama mikroflora saluran pencernaan, maka
aturan yang diberlakukan BPOM RI tentang pelarangan penambahan vitamin K
dalam produk susu sangat beralasan untuk mencegah toksisitas dan dapat
membahayakan penderita yang memiliki kelainan pada kekentalan darah.
Vitamin K yang terdapat secara alami pada susu dapat dituangkan dalam
nutrition fact/nilai informasi gizi dan diberi keterangan untuk tidak dikonsumsi pada
penderita kelainan pada kekentalan darah. Selain itu semua iklan pangan yang
mempromosikan manfaat vitamin K pada produk susu harus dihentikan.

Anda mungkin juga menyukai