19 41 1 SM PDF
19 41 1 SM PDF
ISSN : 1410-0177
ABSTRAK
Injeksi merupakan salah satu cara pemberian obat yang biasa digunakan dalam mengobati
penyakit. Injeksi saat ini telah menjadi prosedur pengobatan yang paling umum ditemukan di
dunia dengan 16 milyar injeksi diberikan setiap tahunnya. Pasien sebaiknya tidak diberikan
injeksi intravena bila terapi per oral dapat dilakukan.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari ketepatan pilihan penggunaan obat secara
intravena mengacu pada sembilan kriteria penggunaan obat secara intravena (Scot, 2003;
Mycek, 2001; Ansel, 1989). Penelitian dilakukan dengan metode observasi prospektif melalui
pengamatan langsung pada kondisi pasien yang mendapatkan obat dalam bentuk sediaan
intravena dengan memperhatikan juga data rekam medik nya. Teknik pengambilan sampel
menggunakan metoda purposive sampling di SMF Ilmu Penyakit dalam RSUD Dr. Achmad
Mochtar Bukittinggi dari Mei sampai Agustus 2009.
Setelah dilakukan penelitian di dapatkan penggunaan sediaan intravena untuk 81 orang
pasien dengan 134 kali pemberian injeksi. Dalam penelitian ini masih ditemukan pemilihan
penggunaan sediaan intravena yang tidak tepat yaitu pada 21 kali pemberian (15,7%) pada
penggunaan furosemid, metoklopramide dan ranitidin.
Farmasis sangat di butuhkan di ward/bangsal untuk memberikan rekomendasi farmasis
supaya tidak terdapat keraguan dalam pemilihan penggunaan sediaan intravena sehingga
peran farmasis sebagai drugs therapy advisor dapat dijalankan.
Keyword : intravena, farmasis, pemilihan
PENDAHULUAN
Obat merupakan semua zat baik
kimiawi, hewani, maupun nabati yang
dalam dosis sesuai dapat menyembuhkan,
meringankan, atau mencegah penyakit
berikut gejalanya (Tjay, 2002). Beberapa
obat dapat menimbulkan efek samping
yang serius atau berpotensi menimbulkan
efek yang berbahaya bila tidak tepat
pemberiannya Harrison, 1999).
Rute pemberian obat terutama
dipengaruhi oleh sifat obat, kestabilan obat,
tujuan terapi ,kecepatan absorbsi yang
diperlukan, kondisi pasien, keinginan
pasien, dan kemungkinan efek samping
DESAIN PENELITIAN
METODE
Penelitian dilaksanakan di RSUD
Dr.
Achmad Mochtar Bukittinggi
dimulai pada tanggal 25 Mei 2009 hingga
14 Agustus 2009.
Penelitian dilakukan dengan Metoda
Observasi Prospektif.
Data didapat dari rekam medik dan
dengan memperhatikan kondisi pasien
rawat inap di SMF Ilmu Penyakit Dalam
18
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Vitamin C
Ranitidin
Furosemid
Piracetam
Asam Traneksamat
Tramadol
Neurotropik
(Alinamin)
Calcium Glukonas
Ketorolak
Deksamethason
2
19
23
1
13
3
1
4
1
9
Hasil
Pembahasan
Setelah dilakukan penelitian, maka
diperoleh hasil sebagai berikut:
1. Jumlah pasien yang mendapat
terapi intravena adalah sebanyak
81 pasien dengan 134 kali
pemberian obat injeksi.
2. Obat-obat injeksi intravena yang
ditemukan dan berapa kali
dinjeksikan
adalah
sebagai
berikut:
Cefotaksim
Ceftriaxon
Dopamin
Aminophylin
Metoklopramid
Vitamin K
Jumlah
injeksi
17
10
1
4
14
12
Dopamin
Dopamin adalah neurotransmitter
sentral yang sebagai prekusor adrenalin.
Pada dosis rendah bekerja langsung
terhadap reseptor DA1 dengan efek
vasodilatasi dan penderasan sirkulasi
ginjal. Dosis sedang menstimulasi reseptor
1-adrenergik dengan efek inotrop positif
dan peningkatan volume menit jantung.
20
3 Dopamin
4 Aminophyli
5 n
6 Metoklopra
7 mid
8 Vitamin K
9 Vitamin C
1 Ranitidin
0 Furosemid
1 Piracetam
1 Asam
1 Traneksam
2 at
1 Tramadol
3 Neurotropi
1 k
4 Calcium
1 Glukonas
5 Ketorolak
1 Deksameth
6 ason
Keterangan
A : Obat dirusak oleh asam lambung atau
obat tidak diabsorbsi
B : Obat diabsorbsi tetapi dikeluarkan
cepat akibat metabolisme lintas pertama
C : Makanan mempengaruhi absorbsi
D : Pasien tidak mau atau tidak dapat
menelan
E : Usus tidak berfungsi dengan baik
F : Diperlukan aksi obat yang sangat cepat
G :Diperlukan kadar yang tinggi dalam
jaringan
22
komplikasi
berat,
menghentikan
progresifitas penyakit dan mencegah
kekambuhan.
Beberapa
literatur
menyatakan pemberian kortikosteroid
sistemik dapat mengurangi inflamasi
dengan cara memperbaiki intregritas
kapiler, memacu sintesa lipokortin,
menekan ekspresi molekul adesi. Selain itu
kortikosteroid dapat meregulasi respon
imun melalui down regulation ekspresi gen
sitokin (Departeman Kesehatan Republik
Indonesia, 2007). Dengan melihat keadaan
pasien dan dari literatur yang didapatkan,
terapi deksametason disini telah tepat
diberikan secara intravena.
Pada kasus Ibu SF deksamethason
diindikasikan untuk mengatasi mual dan
muntah yang dialami pasien. Dilihat dari
kondisi pasien yang sangat lemah, mual
dan muntah yang dialami pasien
merupakan keadaan yang berat. Bila untuk
mengatasi keadaan mual dan muntah,
deksamethason
dapat
digunakan,
diadministrasikan secara intravena (DiPiro,
2005).
Pada Ibu NS dan Bpk MO dengan
serangn asma akut terapi injeksi intravena
deksamethason telah tepat diberikan secara
injeksi intravena. Asma akut (status
astmaticus) adalah keadaan asma yang
hebat, yakni penciutan bronchi menjadi
lebih kuat dan bertahan lebih lama. Ciriciri lainnya adalah tachycardia dan tak bisa
berbicara lancar akibat nafas tersengalsengal (Tjay, 2002). Hal inilah yang
terlihat pada Ibu NS dan Bpk MO.
Kedaaan demikian perlu diobati secara
khusus di rumah sakit dengan pemberian
oksigen
dan
banyak
air,
hidrokortison/deksamethason
(kortikosteroid) intravena (Katzung, 1994;
Tjay, 2002). Keadaan seperti ini juga
diperlihatkan oleh pasien Bpk RM dengan
Observasi febris dan Dypsnea. Dypsnea
adalah pernafasan yang sukar atau sesak,
episode gawat nafas yang membangunkan
penderita dari tidur dan berhubungan
26
Saran
Kepada manajemen RSUD Dr.
Achmad Mochtar Bukittinggi disarankan
untuk menempatkan tenaga farmasi klinis
di bagian SMF Ilmu Penyakit Dalam untuk
membantu dalam merekomendasi rute obat
yang tepat yang akan diberikan kepada
pasien.
DAFTAR PUSTAKA
American Hospital Formulary Services
(AHFS) Drug Information. 2008.
American Society of Health-System
Pharmacists. United stated of America.
Anderson, P. O., Knoben, J. E., & Troutman,
W. G. 2002. Handbook of Clinical Drug
data. (10th ed). United Stated of
America: The McGraw-Hill Companies.
Ansel, H. C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan
Farmasi. Penerjemah: F. Ibrahim.
Jakarta: Universitas Indonesia (UIPress).
Azis, A. L. Penggunaan kortikosteroid di
klinik (The use of corticosteroid in
clinics). Surabaya: Divisi Gawat Darurat
Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK
Unair/RSUD dr Soetomo
Cheever, Kerry H. 2008. IV
Therapy
Demystified. United Stated of America:
The McGraw-Hill Companies.
Departeman Kesehatan Republik Indonesia.
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian.
2007. Pedoman Pengobatan Dasar di
Puskesmas. Jakarta : Departemen
Kesehatan RI.
Departeman Kesehatan Republik Indonesia.
2007. Pelayanan Informasi Obat (PIO).
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan
Klinik
Dipiro, J. T. 2005. Pharmacotherapy: A
Pathophysiologic
Approach,
Sixth
Edition. United States of America: The
McGraw-Hill Companies.
Guyton, A. C., & Hall, J. E. 1997. Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran. (Edisi 9).
Penerjemah: I. Setiawati. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Harrison. 1999. Prinsip Ilmu Penyakit Dalam.
Penerjemah: Ahmad H. Asdie. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
27